Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Fungsi dan Nilai Tradisi Hajat Lembur di Tatar Karang Priangan Tasikmalaya Jawa Barat Samson CMS; N Rinaju Purnomowulan
PANTUN Vol 1, No 2 (2016): Dialektika, Seni Budaya Nusantara
Publisher : Pascasarjana ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.463 KB) | DOI: 10.26742/pantun.v1i2.763

Abstract

The purpose of this research is to determine the function and traditional values of hajat lembur in the life tatar Karang Priangan society. The research method used is an ethnographic study. The result shows that the transfer of knowledge on how to care for nature and how humans communicate with the universe, namely the harmonization of culture and religion, become a collective identityin this ethics of life. Hajat lembur tradition is a media culture and local wisdom in controlling the people’s lives. The external perception which is not in harmony with the traditions is thought to be one of the causes of disharmony. It is concluded that the tradition of hajat lembur in tatar Karang Priangan is a reality of the transfer of knowledge which is structured by considering local ethics andaesthetics.Keywords: hajat lembur, tatar Karang Priangan, transfer of knowledge, local wisdom
UPAYA MENANAMKAN KEHIDUPAN BERKUALITAS PADA REMAJA FASE AWAL N.R. Purnomowulan; Dian Indira
E-Amal: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 2: Mei 2022
Publisher : LP2M STP Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/eamal.v2i2.1547

Abstract

Kegiatan pengabdian kepada masyaraka yang dilakukan menitikberatkan pada edukasi masyarakat dengan subyek sasaran para remaja fase awal yang berada pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, yang diwakili oleh siswa SD, SMP, dan SMA.Mereka digolongkan pada kondisi psikologis, emosional, dan sosialnya yang belum stabil. Subyek sasaran diberi pengayaan tentang pentingnya kesehatan jasmani dan mental untuk membangun kehidupan berkualitas; memanfaatkan media sosial dan teknologi dengan tepat dan mawas diri terhadap dampak negatifnya, pemberian pengetahuan tentang penatalaksana keuangan dan kewirausahaan. Metode yang dilakukan berupa penyuluhan yang dilakukan secara daring dan luring yang diteruskan dengan tindak lanjut berupa pemantauan dan evaluasi. Lokasi PPM dilaksanakan di daerah Majalaya yang memiliki jumlah remaja putus sekolah yang cukup tinggi. Hasil yang diperoleh subjek sasaran memperoleh pengetahuan pentingnya menjaga kesehatan jasmani dan mental, memahami pentingnya memanfaatkan media sosial dengan tepat, serta termotivasi untuk memenej keuangan sejak dini dan berwirausaha.
Teknologi Tepat Guna Membangun Kecintaan dan Kebanggaan Pada Kearifan Lokal Bahasa Sunda N. Rinaju Purnomowulan; Samson CMS; Susi Machdalena; Evi Rosyani Dewi; Anggy Endrawan
PANGGUNG Vol 27 No 1 (2017): Pergeseran Dimensi Estetik dalam Teknik, Pragmatik, Filsafat, dan Imagi
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v27i1.234

Abstract

ABSTRAKSebagai salah satu dari tujuh unsur budaya versi Koentjaraningrat bahasa merupakan unsur yang melekat pada diri setiap warga masyarakat dan menjadi salah satu pencirikelompoknya. Bahasa Sunda seyogyanya tampil dalam keseharian masyarakat Sunda, khususnya dalam pendidikan nonformal dan informal. Dengan demikian kearifan lokal tersebut akan terlindungi dari ancaman „pemarjinalan“.Penelitian yang dilakukan di kecamatan Pangalengan, Banjaran danCicalengka di kabupaten Bandungmembuahkan hasil yang cukup mengejutkan. Babasan, paribasa dan aksara Sunda (baca: Kaganga) nyaris tidak dikenal di kalangan masyarakatnya. Meskipun bahasa Sunda digunakan sebagai sarana komunikasi, namun nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya tidak tereksplor dengan baik. Melalui teknologi tepat guna berupa kartu „Opat Kalima Pancer“ dan fesyen populer bernuansa kearifan lokal diharapkan kecintaan dan kebanggan warga terhadap nilai-nilai budaya Sunda berbasis bahasa dapat ditumbuhkan.Kata kunci: unsur budaya, penciri kelompok, nyaris hilang, teknologi tepat guna, kecintaan ABSTRACTAs one of seven cultures that according to Koentjaraningrat, language is an element which is inherent for every member of society. It also becomes one of the group identifier. Sundanese should appear in everyday life of Sundanese people, especially in non-formal and informal education. Therefore, the local knowledge will be protected from the threat of “marginality“.The research that located in the dictrict of Pangalengan, Banjaran, and Cicalengka, in Bandung regency obtained results that were quite startling. Babasan, paribasa and Sundanese script (read: Kaganga) are barely known among the people. Although Sundanese used as means of communication, but cultural values that contain in them does not discover properly. Through appropiate technology in the form of kartu opat kalima pancer and popular fashion that nuanced local knowledge are expected people’s devotion and pride towards Sundanese cultural values in the basis of language can be grown.Keywords: cultural element, group identifier, narrowly missing, appropiate technology, devotion