Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

UJI KUALITAS MAKANAN JAJANAN PENTOL YANG DIJUAL PEDAGANG KELILING DI LINGKUNGAN SDN BANJAREJO 2 KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN Insan Arif Setyawan; Djoko Windu P. Irawan; Denok Indraswati
GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN Vol 14, No 1 (2016): Gema Kesehatan Lingkungan
Publisher : Poltekkes Kemenkes Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36568/kesling.v14i1.126

Abstract

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukanpengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh, adapun pengertian makanan yaitusemua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan semua substansiyang digunakan untuk pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kualitas makanan pentol ditinjau dari aspek fisik(organoleptik), kimia yaitu boraks, formalin, rhodamin-b, dan aspek mikrobiologi yaitu angka kuma,kemudian dianalisa. Jenis penelitian adalah deskriptif, pemeriksaan sebanyak 3 kali terhadap masing-masingsampel, jenis pengambilan sampel total sampling. Analisis data dituangkan dalam bentuk tabelkemudian dinarasikan. Hasil penelitian dari aspek fisik: warna putih pucat keabu-abuan, aroma bau khas dagingdan pati, tekstur kenyal dan kasar, rasa gurih daging dan asin. Aspek kimia: 7 sampel (77,77 %)negatif boraks, 9 sampel (100%) negatif formalin, 9 sampel (100 %) negatif rhodamin B. Aspekmikrobiologi: angka kuman 5 sampel (55,55%) melebihi baku mutu. Disarankan perlu diteliti lebih lanjut tentang perilaku penjaja makanan dalammelaksanakan prinsip-prinsip hygiene sanitasi makanan.
ANALISIS KUALITAS BAKSO YANG DIJUAL PEDAGANG KELILING DI DESA PADAS KECAMATAN PADAS KABUPATEN NGAWI DITINJAU DARI ASPEK FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI Hanggoro F. Kuncoro; Djoko Windu P. Irawan; Denok Indraswati
GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN Vol 13, No 2 (2015): Gema Kesehatan Lingkungan
Publisher : Poltekkes Kemenkes Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36568/kesling.v13i2.91

Abstract

Bakso adalah produk makanan berbentuk bulat atau lainnya yang diolah dari campuran dagingternak (kadar daging tidak kurang 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahanbahan makanan lain serta bahan tambahan makanan yang diijinkan. Untuk memperoleh baksoyang berkualitas harus memenuhi syarat fisik, kimia dan mikrobiologi. Sebab jika bakso yang tidakberkualitas baik dikonsumsi masyarakat akan sangat berpotensi timbulnya gangguan kesehatanbahkan penyakit yang berasal dari bakso. berdasar uji pendahuluan di laboraturium makananbakso positif mengandung boraks dan mengandung angka kuman 650.000 kol/gram dengandemikian melebihi batas syarat 1x105kol/gram sesuai Peraturan BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Oleh karena itudilakukan penelitian tentang kualitas bakso dari aspek fisik, kimia dan mikrobiologi.Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional, dengan menggunakan analisis diskriptifterhadap data yang ada dalam tabel dan dituangkan dalam bentuk narasi untuk menggambarkan kualitas bakso. Berdasarkan hasil penelitian makanan bakso ditinjau dari aspek organoleptik kurang memenuhisyarat mengenai warna, aroma, rasa dan tekstur. Aspek kimia positif mengandung boraks danaspek mikrobiologi angka kuman diperoleh hasil 30.384 koloni/gram. Dapat disimpulkan bahwamakanan bakso yang dijual pedagang keliling di Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawitidak memenuhi syarat kesehatan.
PENYEHATAN MAKANAN MIE BASAH PADA PEDAGANG DI PASAR KAWAK KOTA MADIUN Frida Hendrarinata; Vincentius Supriyono; Denok Indraswati
GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN Vol 13, No 3 (2015): Gema Kesehatan Lingkungan
Publisher : Poltekkes Kemenkes Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36568/kesling.v13i3.105

Abstract

Mie adalah produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain berbentuk khas mie. Makanan ini sangat digemari mulai dari anakanakhingga dewasa. Untuk mengurangi kerugian karena mie tersebut tidak layak untukdikonsumsi lagi, maka pedagang menambahkan zat-zat kimia berbahaya sepertiformaldehid/formalin. Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu mengumpulkan semua data kemudiandideskripsikan. Pengumpulan data dimulai dari data tentang perilaku penjual mie basah khususnyapada saat proses pengolahan dan penyimpanan, identifikasi dari aspek organoleptik danpemeriksaan laboratorium terhadap kandungan formalin pada mie basah. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku pedagang A diperoleh hasil dengan nilai 24,6kategori kurang dan pada pedagang B diperoleh hasil dengan nilai 34  kategori kurang. Untuk hasilpemeriksaan formalin, diketahui jumlah kadar formalin pada pedagang A sebanyak 0,45 mg/lt danpada pedagang B sebanyak 0,80 mg/lt dengan rata-rata kadar formalin sebesar 0,625 mg/lt. Dari hasil pengamatan organoleptik dapat disimpulkan bahwa mie basah tersebut tidak layak untuk di konsumsi, karena aroma mie basah sedikit berbau formalin dan teksturnya kenyal. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang baik terutamamie basah, hindari mie basah yang bertekstur kenyal dan berbau formalin.
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA BALEREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN TAHUN 2015 Ninik Santika Dewi; Djoko Windu P. Irawan; Denok Indraswati
GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN Vol 14, No 3 (2016): Gema Kesehatan Lingkungan
Publisher : Poltekkes Kemenkes Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36568/kesling.v14i3.263

Abstract

Gangguan kesehatan yang biasanya ditimbulkan oleh buruknya kondisi lingkungan rumah adalahISPA. Penderita ISPA paling banyak adalah balita, karena kekebalan tubuhnya yang masih rendah. Kondisilingkungan fisik rumah seperti jenis lantai, jenis dinding, luas ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban,suhu, pencahayaan dan pertukaran udara. Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA padabalita di Ds. Balerejo Kec. Balerejo Kab. Madiun. Jenis penelitiancase control. pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pengukuran dirumah responden. Jumlah sampel 67 responden, jumlah penderita 50 balita dan kontrol 17 balita. Teknikpengambilan sampel untuk kasus menggunakan total sampling dan control dengan teknik random sampling, selanjutnya dianalisis dengan ujichi square.Hasil analisis data menunjukkan bahwa jenis lantai, dinding, luas ventilasi, kelembaban, suhu, pencahayaan dan pertukaran udara ada hubungan kejadian ISPA. Kepadatan hunian tidak ada hubungankejadian ISPA. Secara keseluruhan, lingkungan fisik rumah ada hubungan dengan kejadian ISPA padabalita. Kesimpulan ada hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita.Disarankan agar dilakukan penyuluhan mengenai kesehatan rumah dan faktor-faktor yang mengakibatkanpenyakit berbasis lingkungan.Masyarakat disarankan membiasakan membuka jendela rumah agar sinarmatahari dapat masuk dan pertukaran udara dapat terjadi dengan baik. Kata Kunci   : Lingkungan Fisik Rumah dan ISPA.
Hygiene Sanitasi Kualitas Air Pada Depot Air Minum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngegong Kecamatan Mangunharjo Kota Madiun Diyan Nirita Sari; Denok Indraswati; Beny Suyanto; Hery Koesmantoro; Frida Hendrarinata
Jurnal Higiene Sanitasi Vol. 3 No. 2 (2023)
Publisher : Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36568/hisan.v3i2.65

Abstract

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014, air minum yang aman bagi kesehatan adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan fisika, mikrobiologis, dan kimia yang harus dipenuhi oleh air minum diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010. Dari hasil penelitian, 70% tempat, peralatan, penangan, air baku, dan air minum telah memenuhi persyaratan higiene sanitasi. Namun, 30% dari 13 Depot Air Minum (DAM) tersebut masih belum memenuhi syarat kesehatan. Ventilasi sangatlah penting untuk menciptakan ruang dengan ventilasi yang memadai agar suhu di dalam sesuai dengan suhu di luar. Selain itu, membuka tempat pembuangan sampah dan fasilitas umum lainnya sehingga menjadi sarang penyakit. Penilaian kualitas air Depot Air Minum (DAM) pada bakteriologi semua memenuhi syarat kesehatan dengan kandungan MPN Coliform 0/100ml atau 100% memenuhi syarat kesehatan, sehingga layak di konsumsi konsumen. Untuk memperoleh sertifikat higiene sanitasi Depot Air Minum (DAM), pemilik Depot Air Minum (DAM) wajib mengikuti pelatihan pengelola atau penangan agar dapat menjaga higiene sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.
Community Assistance in Eradiating Tuberculosis in Pacalan Village, Magetan Regency Hurip Jayadi; Sri Poerwati; Denok Indraswati; Lilis Prihastini; Hery Koesmantoro
Frontiers in Community Service and Empowerment Vol. 4 No. 3 (2025): September
Publisher : Forum Ilmiah Teknologi dan Ilmu Kesehatan (FORITIKES)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35882/ficse.v4i3.103

Abstract

Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB) is an infectious disease that is still a health challenge in the community, especially in environments with inadequate sanitation. This community service program aims to improve community knowledge, attitudes, and skills in the prevention and eradication of pulmonary TB through education and environmental intervention in Pacalan Village, Plaosan District, Magetan Regency. The methods used include surveys of home conditions of pulmonary TB patients, health counseling, and physical interventions in the form of installing glass tiles to improve lighting and air circulation. This activity involved lecturers and students of the Sanitation Study Program of the Ministry of Health Surabaya, Magetan Campus and local health workers. The results of the activity showed an increase in public understanding of the symptoms, ways of transmission, and preventive measures for pulmonary TB. In addition, the intervention of installing glass tiles in the homes of people with Pulmonary TB has succeeded in improving the quality of ventilation and lighting, creating a healthier environment. In conclusion, an educational approach combined with physical intervention can increase public awareness and participation in the prevention of pulmonary TB. This program is expected to help reduce the incidence of pulmonary TB in the region and become a model for other regions with similar problems