Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

OPTIMASI DOSIS VAKSIN PROTEIN SITOPLASMA SEL Aeromonas hydrophila UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MAS (Motile Aeromonas Septicemia) PADA GURAMI (Osphronemus gouramy Lac.) Mulia, Dini Siswani; Purbomartono, Cahyono; Wuliandari, Juli R.
Sain Akuatik Vol 12, No 1 (2009): SAINS AKUATIK VOLUME 12 NO. 1 2009
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dua masalah, yaitu (1) mengetahui efektivitas vaksin sitoplasma sel A. hydrophila untuk pengendalian penyakit MAS pada gurami, dan (2) mengetahui dosis optimal vaksin sitoplasma sel A. hydrophila untuk pengendalian penyakit MAS pada gurami. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan tiga ulangan, yaitu : (1) K : kontrol yang divaksin dengan larutan PBS steril, (2) D1: vaksin protein sitoplasma sel  A. hydrophila dosis 2,5 µg/ekor, (3) D2 : vaksin protein sitoplasma sel  A. hydrophila dosis 5 µg/ekor, (4) D3 : vaksin protein sitoplasma sel  A. hydrophila dosis 7,5 µg/ekor, (5) D4 : vaksin protein sitoplasma sel  A. hydrophila dosis 10 µg/ekor  Gurami yang digunakan berukuran panjang 10-12 cm dengan berat 25,8-28,5 g. Vaksinasi dilakukan secara suntikan intramuskular. Satu minggu setelah vaksinasi dilakukan vaksinasi booster, dan uji tantang dilakukan dua minggu setelah vaksinasi booster. Parameter yang diamati meliputi titer antibodi, sintasan, tingkat perlindungan relatif (Relative Percent Survival/RPS), dan rerata waktu kematian (RWK). Data dianalisis dengan analisis varian dan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin protein sitoplasma sel  A. hydrophila efektif untuk pengendalian penyakit MAS pada gurami. Vaksin ini dapat meningkatkan produksi titer antibodi, sintasan, dan RPS (P<0,5) gurami. Dosis vaksin protein sitoplasma  sel  A. hydrophila optimum adalah 7,4 mg/ekor yang memberikan nilai RPS tertinggi sebesar 89,31 %. 
Respon Imun Non-Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang Diberi β-Glukan Melalui Diet Pakan Cahyono Purbomartono; Yusuf Aditya; Dini Siswani Mulia; Juli Rochmijati Wuliandari; Arif Husin
Sainteks Vol 17, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/sainteks.v17i2.8970

Abstract

Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan  ikan air tawar yang  banyak dibudidayakan di Jawa Barat dan memiliki harga jual yang relatif tinggi sehingga banyak dibudidayakan secara intensif. Tingginya padat tebar dan konsumsi pakan pada budidaya intensif menyebabkan penurunan kualitas air akibat timbunan sisa pakan dan  ekskresi ikan, menimbulkan stress sehingga ikan mudah terserang penyakit. Penyakit yang sering menyerang ikan air tawar adalah Motile Aeromonas Septicemia (MAS), disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. Untuk mengatasinya, pada umumnya dilakukan pengobatan dengan antibiotik, namun dapat mengakibatkan resistensi bakteri sehingga perlu alternatif lain. Salah satu alternatif adalah penggunaan ß-glucan dari ekstraksi ragi roti Saccaromyces cerevisiae untuk meningkatkan imunitas ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan β-glucan terhadap respon imun non-spesifik pada ikan mas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan. Dosis ß-glucan yang digunakan 0 g, 2,5 g, 5 g, 7,5 dan 10 g per kg pakan. Parameter yang diamati yaitu diferensial leukosit meliputi persentase limfosit, monosit dan neutrofil serta aktivitas fagositosis. Analisis data menggunakan Analisis of Varians (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat pengaruh antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ß-glucan melalui pakan berpengaruh signifikan terhadap persentase limfosit, peresentase neutrofil dan aktivitas fagositosis namun tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase monosit. Dosis optimum untuk meningkatkan respon imun non-spesifik ikan mas yaitu 5 g/kg pakan.
Kandungan Asam Amino Tepung Bulu Ayam yang Difermentasi dengan Bacillus licheniformis B2560 dan Bacillus subtilis Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Dini Siswani Mulia; Arief Husin; Juli Rochmijati Wuliandari
Sainteks Vol 18, No 2 (2021): Oktober
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/sainteks.v18i2.13067

Abstract

Kualitas pakan ikan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dan asam amino. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kandungan asam amino tepung bulu ayam yang difermentasi dengan Bacillus licheniformis B2560 dan Bacillus subtilis sebagai bahan baku pakan ikan. Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu perlakuan I : fermentasi (A1 : kontrol/non fermentasi, A2 : fermentasi dengan B. licheniformis B2560, A3 : fermentasi dengan B. subtilis), dan perlakuan II : jumlah inokulum (B1 : jumlah inokulum 5 mL, B2 : jumlah inokulum 10 mL, B3 : jumlah inokulum 15 mL, masing-masing untuk tepung bulu ayam sebanyak 2 g). Parameter penelitian yang diamati adalah kandungan asam amino. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (Anova) dan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi tepung bulu ayam menggunakan B. licheniformis B2560 dapat meningkatkan kandungan beberapa jenis asam amino lebih tinggi dibandingkan dengan B. subtilis. Jumlah inokulum 15 mL lebih optimal dalam mendegradasi protein keratin menjadi asam amino. Jenis asam amino dengan kandungan yang sesuai untuk kebutuhan ikan adalah asam glutamat, serin, glisin, treonin, arginin, tirosin, valin, fenilalanin, isoleusin, dan leusin.
Survei Nyamuk Aedes aegypti Menggunakan Ovitrap di Kelurahan Mersi dan Desa Ledug Dian Sofiana; Juli Rochmijati Wuliandari
Sainteks Vol 20, No 1 (2023): April
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/sainteks.v20i1.16625

Abstract

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Pada tahun 2019 terdapat 16 desa di Kabupaten Banyumas yang termasuk daerah endemik DBD diantaranya Kelurahan Mersi dan Desa Ledug. Pengendalian vektor tetap merupakan metode yang paling efektif untuk pencegahan dan pengendalian DBD karena belum ada terapi antivirus yang spesifik dan vaksin dengue yang efektif. Sebelum dilakukan pengendalian DBD, diperlukan data mengenai populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah. Salah satu metode untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk di suatu daerah yaitu dengan survei ovitrap. Penelitian ini bertujuan untuk mensurvei kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti menggunakan ovitrap di Kelurahan Mersi dan Desa Ledug. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Survei ovitrap dilakukan dengan cara meletakkan sebanyak 100 ovitrap di dalam rumah dan luar rumah. Ovitrap di ambil pada hari ke 10 kemudian dikumpulkan larva Aedes aegypti dan dihitung menggunakan Ovitrap Index (OI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Ovitrap Index (OI) di Kelurahan Mersi yang berada di dalam rumah lebih rendah yaitu 14% dibandingkan yang di letakkan di luar rumah sebanyak 24,4%. Begitu juga dengan Desa Ledug jumlah populasi nyamuk larva Aedes aegypti yang dihitung menggunakan Ovitrap Index (OI) di dalam rumah lebih rendah yaitu sebanyak 46% dibandingkan luar rumah sebanyak 56%. Hal ini dapat dikatakan kepadatan populasi nyamuk yang sedang di Kelurahan Mersi dan tinggi di Desa Ledug.
Fish Health Management Through Utilization of Natural Materials Mulia, Dini Siswani; Purbomartono, Cahyono; Wuliandari, Juli Rochmijati
Altifani Journal: International Journal of Community Engagement Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/altifani.v2i2.4774

Abstract

Freshwater fish farming is appealing to parents and adolescents, including Madrasah Aliyah Miftahussalam, Banyumas students. However, partners frequently find diseased fish. This exercise seeks to improve partners' awareness of fish health management using natural substances. The method of activities carried out includes coordinating the preparation of activities with partners, compiling modules, implementing activities, and evaluating the results of actions. The implementation of the activities was carried out in 4 stages, namely pre-test, delivery of material, discussion and question-answer, and post-test. The pre-post test data were analyzed using a paired T-test. The activity was declared victorious with an indicator of increasing knowledge and understanding of at least 30%. The data analysis results showed a difference in the average value of the pre-post test with a significance value of 0.000 <0.05. These results indicate that service activities have a positive effect on increasing partner knowledge and understanding. The average value obtained at the pre-test was 50, then increased at the post-test to 74.35. The post-test results increased by 48.7% compared to the pre-test. This result is higher than the planned achievement target of 30%. Based on the reality and the questionnaire results, the partners were very enthusiastic about participating in this service activity. Service activities will continue to be carried out as a form of concern and transfer of science and technology to the community, as well as the application of the tri dharma of higher education.
Life Cycle of Wild Silkmoth Attacus atlas L. Fed on Mahogany Leaves and Soursop Leaves Hani Rahmawati; Juli Rochmijati Wuliandari
Jurnal Biologi Tropis Vol. 23 No. 4 (2023): October - December
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v23i4.5474

Abstract

The study aims to investigate the life cycle and success of the Attacus atlas L. larvae fed with mahoni leaves and sirsak leaves. Observations are done on the development of larvae from eggs until they reach the adult butterfly phase. The study was conducted between November 2022 and January 2023 using direct observation methods to look at the life cycle of Attacus atlas L. Observations were carried out in the morning and in the evening. Data on the success rate of life of larvae in each stage of development is also recorded. Research has shown that the life cycle of A. atlas L. larvae on mahoni leaf foods has a shorter phase period compared to sirsak leaf feed. The age of the A. atlas L. larvae tends to be higher when feeding the sirsak leaves, especially in the subsequent instar phase. However, further research is needed to gain a more comprehensive understanding of the other factors that affect the success of the life of A. atlas L. larvae on various types of feed. This research contributes to the biological understanding and management of A. atlas L. larva conservation, as well as providing important insights into the conservation efforts of this species as a wild silk insect that has significant economic value.
Characteristics Of Attacus atlas Cocon Collected from Tree of Mahoghony (Swietenia mahagoni) in Kembaran District Nofa Yulistiana Putri; Juli Rochmijati Wuliandari
Jurnal Biologi Tropis Vol. 23 No. 4 (2023): October - December
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v23i4.5512

Abstract

Attacus atlas is a wild silk type from the non-mulberry group, representing various fagara silkworms that produce cocoons. The produced cocoons have high economic value when utilized for commercial silk production. The distinctive characteristic of A. atlas silk fibers differs from Bombyx mori (mulberry) silk as the resulting fibers have a natural brown color without dyeing processes. The characteristics of cocoons significantly impact the resulting thread production. This study aims to obtain data on the characteristics and morphometrics of A. atlas cocoons located on mahogany trees providing road shade in Kembaran District. Observed characteristics include the weight of the intact cocoon skin, the weight of cocoon skin without floss, the weight of floss, cocoon diameter, cocoon circumference, cocoon length, and cocoon color. The collected data were then analyzed using descriptive analysis. The research shows that A.atlas cocoon skin characteristics vary greatly, demonstrated by the weight of the intact Cocoon Skin (0.66-2.35 g), the weight of Cocoon Skin without Floss (0.46-1.93 g), the weight of Floss (0.1-0.54 g), Cocoon Length (5.2-8.1 cm), Anterior Diameter (2.10-3.0 cm), Medial Diameter (2.30-3.4 cm), Posterior Diameter (2.20-3.1 cm), Anterior Circumference (6.20-9.50 cm), Medial Circumference (7.70-10.50 cm), Posterior Circumference (6.10-9.10 cm), and cocoon color classification into light (17 cocoons/15.9%), medium (66 cocoons/61.7%), and dark (24 cocoons/22.4%). The temperature, cocooning location, and gender of the cocoon are unknown, resulting in weight and morphometric value variations.
Masa Perkembangan dan Indeks Nutrisi Ngengat Sutra Liar Attacus atlas Dengan Pakan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Dwi Anggraeni, Fatia; Wuliandari, Juli Rochmijati
PSEJ (Pancasakti Science Education Journal) Vol. 8 No. 2 (2023)
Publisher : Program Studi Pendidikan IPA, FKIP Universitas Pancasakti (UPS) Tegal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24905/psej.v8i2.199

Abstract

Attacus atlas merupakan penghasil sutra liar yang potensial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi dan pengaruhnya terhadap kecepatan pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap masa perkembangan dan indeks nutrisi larva yang diberi pakan daun sirsak. Indeks Nutrisi yang diamati meliputi laju konsumsi (CR), laju pertumbuhan (GR), perkiraan pakan yang dicerna (AD), efesiensi pakan yang dimakakan (ECI) dan pakan yang dicerna (ECD). Penelitian ini dilakukan dengan menimbang berat basah dan kering dari larva setiap instar, daun awal pakan, daun yang dikonsumsi, serta daun sisa dari setiap harinya. hasil penelitian menunjukkan bahwa masa perkembangan larva Attacus atlas Instar IV adalah 4-7 hari, V adalah 4-8 hari dan instar VI adalah 8-12 hari. Daun sirsak dapat meningkatkan laju konsumsi (CR) untuk instar IV sebesar 0,080; instar V sebesar 0,116; instar VI sebesar 0,263, laju pertumbuhan (GR) untuk instar IV sebesar 0,023%; instar V sebesar 0,081%; instar VI= 0,123%, pakan yang dicerna (ECD) untuk instar IV sebesar 51,911; instar V sebesar 95,098; instar VI sebesar 98,904, serta dapat menurunkan perkiraan pakan yang dicerna (AD) pada instar IV sebesar 57,308; instar V sebesar 73,775; instar VI sebesar 47,356. dan efesiensi pakan yang dimakakan (ECI) pada instar IV sebesar 29,749, untuk instar V sebesar 70,159; instar VI sebesar 46,491. Penurunan dan kenaikan nutrisi ini disebabkan oleh kondisi daun jumlah daun yang dimakan.
Spatial Knowledge: A Tool for Community Planning and Addressing Environmental Issues in Regional Context? Nirwansyah, Anang Widhi; Andriani, Ana; Wuliandari, Juli Rochmijati; Mandili , Abdel; Sriyanto, Sriyanto
Journal of Regional and City Planning Vol. 36 No. 1 (2025)
Publisher : The Directorate for Research and Community Services, Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jpwk.2025.36.1.3

Abstract

This study investigates the implementation of participatory mapping activities with indigenous communities to uncover their spatial understanding of environmental issues in regional context. By combining participatory GIS with a phenomenological approach, the research aims to extract critical environmental concerns and develop prioritization schemes for planning and conservation efforts, particularly in forest and small island communities. Two case studies were conducted: the Orang Rimba community in Jambi, Indonesia, and the Lovongai community in New Ireland Province, Papua New Guinea. Workshops and training sessions were held with small group in each community to identify and discuss local environmental challenges. The study revealed that the Orang Rimba community primarily concerns the decline of medicinal plant species and the threat on animal habitats, while the Lovongai community faces the pressing threat of sea-level rise. Through participatory mapping and collaborative efforts with local governments and NGOs, both communities developed potential solutions to address their respective environmental issues. It is recommended that future studies explore the long-term impacts of participatory mapping initiatives on community empowerment, environmental stewardship, and sustainable development.
Surveilans Aedes aegypti Menggunakan Ovitrap di Desa Endemis Demam Berdarah Kabupaten Banyumas Wuliandari, Juli Rochmijati; Mulia, Dini Siswani; Susanto, Susanto
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi Vol. 11 No. 2 (2023): December
Publisher : Department of Biology Education, FSTT, Mandalika University of Education, Indonesia.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33394/bioscientist.v11i2.9465

Abstract

Entomological surveillance is essential to evaluate the abundance and distribution of Aedes aegypti mosquito, the dengue virus’s primary vector. This study investigates the abundance and distribution of Aedes spp collected with ovitraps in Mersi and Ledug, Purwokerto Timur, Banyumas. Both localities are identified as dengue endemic areas by the Banyumas’ Health Service. Ovitrap surveillances were performed every two weeks in Mersi and Ledug, in January – March 2022. For each localitiy, 50 respondent houses were randomly selected and 5 ovitrap surveillance trips were conducted. In each trip, 100 ovitraps were distributed to 50 respondent houses. At every single house, one ovitrap was placed inside the house (indoor) and one outside the house (outdoor). All samples collected were transported to and reared at Zoology laboratory, UMP. Mosquito larvae were identified to species at instar IV and totaled. The OPI (Ovitrap positivity index) for both indoor and outdoor ranged from 38,00% - 59,70%. The mean number of larvae for Mersi outdoor (612,50±109,73) was higher than Mersi indoor (478,80±42,96) p= .031 and Ledug indoor (347,20±45,04) p= .000, but not significantly different from Ledug outdoor (507,20±51,07) p= .109. There was no significant difference for EDI (egg density index) in the four ovitrap placements, F(3,16) = 1.132, p= .366. However, the MNE (mean number of eggs) showed a significant difference for Mersi and Ledug both indoor and outdoor F(3,16) = 14.528, p= .000. Conclusion: The OPI showed that the distribution of Aedes spp in Mersi and Ledug was high. Ae. aegypti and Ae. albopictus were found as both outdoor and indoor breeder although Ae. aegypti was found to be the dominant both as indoor and outdoor breeder.