Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA RATIO NETROFIL LIMFOSIT DENGAN KLASIFIKASI RISIKO PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT Paarrang, Yunita Batara; Mantik, Max F. J.; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6757

Abstract

Abstract: Leukemia is a primary malignant disease that has dangerous risk of death. Acute lymphoblastic leukemia is a cancer mostly diagnosed in children. Prognostic assessment of acute lymphoblastic leukemia depend on the type of the risk, which is classified into high risk or standard risk. Prognostic assessment of acute lymphoblastic leukemia can be determined by some criteria and one of them is by observing the total of leukocyte in laboratory test. Reduction of neutrophil and increased of limphocyte mostly in ALL. The purpose of this study understanding the relationship between neutrophil to lymphocyte ratio and the risk classification of acute lymphoblastic leukemia. The research is an analytical retrospective using survey method. The research samples are patient with acute lymphoblastic leukemia who were admited at pediatric department of RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado during the period of January 2010-October 2014. Resources were taken from the medical records of RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Result: From the 46 samples, there are 39 samples that suffered from ALL at the age of 1-10 years old and most of them are boys. Twenty four samples are classified as high risk and 22 are classified as standard risk. According to the bivariate analysis, value of p=0,432>0,05. Conclusion: There is no relationship between neutrophil to lympocyte ratio and the risk classification for acute lymphoblastic leukemia.Keywords: acute lymphoblastic leukemia, high risk, standard risk, neutrophil to lymphocyte ratioAbstrak: Leukemia merupakan penyakit keganasan primer yang memiliki risiko berbahaya menyebabkan kematian. Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang paling sering didiagnosis pada anak-anak. Penilaian prognosis leukemia limfoblastik akut tergantung pada jenis risiko yang diderita, risiko tinggi atau risiko standar. Penilaian prognosis pada leukemia limfoblastik akut ditentukan oleh beberapa kriteria salah satunya melihat jumlah leukosit dari hasil pemeriksaan laboratorium. Penurunan jumlah netrofil dan peningkatan jumlah limfosit sering terjadi pada LLA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan ratio netrofil limfosit dengan klasifikasi risiko pada leukemia limfoblastik akut. Penelitian ini bersifat analitik dengan metode survei retrospektif terhadap pasien dengan penyakit leukemia limfoblastik akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode Januari 2010-Oktober 2014. Sumber data didapatkan dari rekam medik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil: didapatkan dari 46 sampel terdapat 39 sampel yang menderita LLA pada usia 1-10 tahun, laki-laki lebih banyak menderita LLA, 24 sampel dengan kelompok risiko tinggi dan 22 sampel dengan kelompok risiko standar. Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p=0,432>0,05. Simpulan: Tidak ada hubungan antara ratio netrofil limfosit dengan klasifikasi risiko pada leukemia limfoblastik akut.Kata kunci: Leukemia limfoblastik akut, risiko tinggi, risiko standar, ratio netrofil limfosit.
Profil glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada anak yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hidayani, Agung R.E; Umboh, Adrian; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.14678

Abstract

Abstract: Acute post streptococcal glomerulonephritis (APSGN) is a form of inflammation of the glomerulus in histopathology showed inflammatory & proliferation of glomeruli are preceded of infection Streptococcus group A β-hemolytic, often found in the age group of 2-3 years, and is twice as common in boys compared with the girls. This study aims to know the profile of APSGN in children treated at Department of Pediatrics Prof. Dr. R. D. Kandou Manado period August 2012 – August 2016. This study is a descriptive retrospective and conducted in September-November 2016. The sample of this study is all children patients being treated in the diagnosis of APSGN. The research results obtained 53 patients with diagnosis of APSGN, with ages 3-13 years, male 56.6% and 43.4% women. Hematuria microscopic 90,6%, edema 83%, proteinuria 79,2%, hypertension 60,8%, Oliguria 5,7%, increase of ASTO 45,3%, decreased C3 66 %, Azotemia 73,6%, declining GFR 90,6%, and complications AKI 17,6%. Conclusion: APSGN was found in children aged 3-13 years are more commonly found in men than women and the clinical symptoms of the most widely found is hematuria. The importance of knowledge about APSGN for the parents and surveillance against the child in order to not easily infected is live with clean and healthy.Keywords: glomerulonephritis, APSGN, Children Abstrak: Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi & inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolitik streptokokus,sering ditemukan pada kelompok usia 2-15 tahun, dan dua kali lebih sering terjadi pada anak laki–laki dibandingkan dengan anak perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil GNAPSpada anak yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Agustus 2012 – Agustus 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif restropektif yang dilakukan pada bulan September- November 2016. Sampel penelitian adalah semua pasien anak yang dirawat di diagnosis GNAPS. Hasil penelitian didapatkan 53 pasien dengan diagnosis GNAPS, dengan usia 3-13 tahun, laki-laki 56,6% dan perempuan 43,4%. Hematuria 90,6%, edema 83%, proteinuria 79,2%, hipertensi 60,8%, Oliguria 5,7%, peningkatan ASTO 45,3%, penurunan C3 66 %, Azetomia 73,6%, LFG menurun 90,6%, dan komplikasi AKI 17,6%. Simpulan: GNAPS ditemukan pada anak usia 3-13 tahun yang lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan gejala klinis yang paling banyak ditemukan adalah hematuria. Pentingnya pengetahuan tentang GNAPS pada orang tua dan pengawasan terhadap anak agar tidak mudah terinfeksi dengan hidup bersih dan sehat. Kata kunci: Glomerulonefritis, GNAPS, Anak
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Anak yang di Rawat Inap di RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung Umboh, Fabiola V.; Gunawan, Stefanus; Runtunuwu, Ari
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v6i2.20602

Abstract

Abstract: Anemia is one of the most common clinical problems in the medical world, either in adults or children. The impact of anemia on children can lead to physical growth disorders, low resistance to disease, less intelligence level, and less learning and sport achievement. This study was to obtain the factors related to the incidence of anemia in children at RSUD Manembo-nembo Bitung. This was an analytical descriptive study using a cross sectional design. Data were obtained from patients’ medical records and questionnaires. Samples were 46 children, 28 were less than 5 years old. The results showed that there was a correlation between parent education level (P=0.033) as well as socioeconomic status of the family (P<0.001) to the occurrence of anemia, however, there was no correlation between nutritional status with the incidence of anemia (P=0,244). Conclusion: The most influential factor to the incidence of anemia in children was the social economic status of the family.Keywords: anemia, children, socioeconomic statusAbstrak: Anemia merupakan salah satu masalah klinis yang sering ditemukan di dunia kedokteran baik pada orang dewasa maupun anak. Dampak anemia bagi anak dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang fisik, rendahnya daya tahan terhadap penyakit, tingkat kecerdasan yang kurang dari seharusnya, serta prestasi belajar dan prestasi olahraga yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak-anak yang dirawat di RSUD Manembo-nembo Kota Bitung. Jenis penelitian ini ialah deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan data rekam medik pasien dan hasil kuesioner. Sampel penelitian berjumlah 46 anak. Sebagian besar sampel berusia <5 tahun dengan jumlah 28 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan orang tua (P=0,033) dan status sosial ekonomi keluarga (P<0,001) dengan kejadian anemia, sedangkan status gizi pada anak tidak berhubungan dengan kejadian anemia (P=0,244). Simpulan: Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian anemia pada anak yang dirawat di RSUD Manembo-nembo ialah status sosial ekonomi keluarga.Kata kunci: anemia, anak, status sosial ekonomi
Perubahan Status Gizi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut Selama Terapi Rompies, Ronal; Amelia, Shelvy P.; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.28290

Abstract

Abstract: Nutritional status of children with acute lymphoblastic leukemia (ALL) can be altered by either chemotherapy or the leukemia itself. This study was aimed to evaluate the nutritional status alteration of ALL survivors who were treated at Estella Pediatric Cancer Care Manado. This was a cohort retrospective study involving survivors of ALL treated at Estella Pediatric Cancer Care Manado from January 2006 to December 2013. Data were collected from medical records, including body weight and height upon admission, end of induction, and at the beginning of maintenance as well as at the end of treatment. Nutritional status was assesed according to WHO 2006 and CDC 2000 growth charts. Data were analyzed using sign tests. The results showed that there were 31 ALL survivors consisted of 18 males and 13 females. Seventeen children were categorized as standard risk and 14 as high risk. A significant nutritional alteration was accrued during treatment, mainly in the induction phase (p<0.05). These consisted of 1 child who had declined nutritional status, 15 children had no change of nutritional status, and 15 children had increased nutritional status. In conclusion, there is a significant alteration of nutritional status during ALL chemotherapy.Keywords: treatment of ALL, nutritional status Abstrak: Status gizi pada anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) dapat mengalami perubahan oleh karena kemoterapi atau penyakit leukemia itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan status gizi pada survivor LLA yang telah mendapat terapi di Pusat Kanker Anak Estella Manado. Jenis penelitian ialah kohort-retrospektif pada survivor LLA yang telah mendapatkan terapi di Pusat Kanker Anak Estella Manado dari bulan Januari 2006 sampai Desember 2013. Data dikumpulkan dari rekam medis, termasuk berat badan dan tinggi badan saat masuk rumah sakit, akhir fase induksi, saat awal pada fase maintenance, dan pada akhir dari terapi. Status gizi dinilai berdasarkan kurva WHO 2006 dan CDC 2000. Data kemudian dianalisis menggunakan test sign. Hasil penelitian mendapatkan 31 anak survivor LLA, terdiri dari 18 laki-laki dan 13 perempuan. Terdapat 17 anak yang masuk dalam kategori risiko standar dan 14 anak masuk dalam kategori risiko tinggi. Perubahan status gizi secara bermakna terjadi selama terapi, terutama pada fase induksi (p<0,05), yaitu pada akhir terapi didapatkan 1 anak dengan penurunan status gizi, 15 anak tanpa perubahan status gizi, dan 15 anak dengan peningkatan status gizi. Simpulan penelitian ini ialah terdapat perubahan yang bermakna pada status gizi selama pemberian kemoterapi LLA.Kata kunci: terapi pada LLA, status gizi
PERBANDINGAN TEKANAN DARAH ANTARA ANAK YANG TINGGAL DI PEGUNUNGAN DAN PESISIR PANTAI Mandang, Queen; Umboh, Adrian; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6425

Abstract

Abstract: Blood pressure in children varies because there are many factors that influence. One is geographic factors. Based on data from the Health Research in 2007 found that the prevalence of hypertension is highest in coastal areas while the lowest prevalence of hypertension in the coastal area. Altitude and different sodium intake on mountain and coastal areas are assumed to affect the blood pressure. This study aimed to determine the difference in blood pressure between children who live in the mountains and in the coast. We used descriptive analytic method with cross sectional design, with 107 samples according to criteria of children aged 6-12 years with no family history of obesity and hypertension. Data were obtained by using questionnaire, measurement of weight and height (BMI) and blood pressure measurement using a sphygmomanometer and cuff child. The results showed 15.5% of children with high-normal systolic pressure and 17.4% of children with high diastolic pressure in the mountains. In coastal areas, found 28% of children with normal systolic pressure-high, 13% of children of normal-high diastolic pressure, and 5% of children of high diastolic pressure. These data were analyzed using Mann Whitney test, showing the results were not statistically significantly systolic (p = 0.815) diastolic (p = 0.221) so that H0 and H1 is rejected. Conclusion: There was no difference in blood pressure among children aged 6-12 years who live in the mountains and the coast.Keywords: child's blood pressure, mountains, coastal.Abstrak: Tekanan darah pada anak bervariasi karena ada banyak faktor yang memengaruhi. Salah satunya adalah faktor geografis. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 didapatkan prevalensi hipertensi tertinggi di wilayah pantai sedangkan prevalensi hipertensi terendah di wilayah pantai. Ketinggian lokasi dan asupan natrium yang berbeda pada daerah pegunungan dan pesisir pantai diasumsikan berpengaruh terhadap tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah antara anak yang tinggal di pegunungan dan pesisir pantai. Metode penelitian deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang, dengan 107 sampel sesuai kriteria anak umur 6-12 tahun tanpa obesitas dan riwayat keluarga hipertensi. Data diperoleh melalui kuesioner, pengukuran berat badan dan tinggi badan (IMT) dan pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer dan manset anak. Hasil penelitian menunjukkan 15,5% anak dengan tekanan sistolik normal-tinggi dan 17,4% anak dengan tekanan diastolik tinggi pada daerah pegunungan. Pada daerah pesisir pantai ditemukan 28% anak dengan tekanan sistolik normal-tinggi, 13% anak tekanan diastolik normal-tinggi, dan 5% anak tekanan diastolik tinggi. Data ini dianalisis menggunakan uji mann whitney, menunjukkan hasil secara statistik tidak bermakna sistolik (p=0,815) diastolik (p=0,221) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Simpulan: Tidak ada perbedaan tekanan darah antara anak berumur 6-12 tahun yang tinggal di pegunungan dan pesisir pantai.Kata kunci: tekanan darah anak, pegunungan, pantai.
GAMBARAN FUNGSI GINJAL PADA ANAK DENGAN TERAPI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA RSUP PROF DR RD KANDOU Adam, Kartini W.; Umboh, Adrian; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6515

Abstract

Abstract: Leukemia is a neoplastic disease which is characterized with differentiation and proliferation of hematopoietic cells. Chemotherapy is one of the main therapy for cancer until the remission. Metabolites of chemotherapy may damage the kidney cells, ureter, and bladder which is marked with a decrease of kidney functions. This study aimed to obtain the kidney functions of pediatric patients with acute lymphoblastic leukemia (ALL) who got chemotherapy. This was a retrospective-cohort study by collecting the medical records of pediatric patients with ALL in Pediatric Cancer Center Estella of Hospital of Prof. DR. R.D Kandou period January 2010-August 2014, and then analyzed their Glomerulus Filtration Rate (GFR) using Mann-Whitney test on the induction phase and unpaired T-test on the consolidation phase. There were 42 cases in this study. The result showed no significant difference (P > 0.05) between the LFG induction and consolidation phase. Conclusion: There was not a significant different betwen renal function of children aged 2-12 years of high risk groups and of standard risk groups who got chemotherapy in induction phase and consolidation phase.Keywords: glomerulus filtration rate, acute lymphoblastic leukemia, chemotherapyAbstrak: Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel hematopoietik. Kemoterapi merupakan pengobatan utama kanker sampai ke tahap remisi. Metabolit obat kemoterapi dapat merusak sel-sel ginjal, ureter, dan kandung kemih ditandai dengan penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi ginjal pada anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menjalani kemoterapi. Jenis penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif, dengan cara mengumpulkan rekan medik pasien anak dengan LLA di Pusat Kanker Anak Estella RSUP Prof. DR. R.D Kandou periode Januari 2010-Agustus 2014, lalu menganalisis LFG dengan menggunakan Uji Mann-whitney pada fase induksi dan Uji T tidak berpasangan pada fase konsolidasi. Terdapat 42 kasus dalam penelitian ini. Hasil penelitian memperlihatkan tidak terdapat perbedaan bermakna (P > 0,05) antara LFG fase induksi dan konsolidasi. Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara fungsi ginjal anak usia 2-12 tahun pada kelompok high risk (risiko tinggi) dan kelompok standard risk (risiko standar) setelah menjalani kemoterapi fase induksi dan fase konsolidasi.Kata kunci: laju filtrasi glomerulus, leukemia limfoblastik akut, kemoterapi
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN ANTARA ANAK USIA SEKOLAH YANG BERPRESTASI DAN YANG KURANG BERPRESTASI Watuna, Petra; Mantik, Max F. J.; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.3.1.2015.7487

Abstract

Absrtact: The learning achievement of the students is influenced by various factors. These factors could be alone or together with other factors affecting the learning process thus causing a decrease in student achievement. Anemia, particularly iron deficiency anemia, is one of the major problems faced by the students and has a negative impact on students' performance and productivity. Anemia is a condition that indicates levels of hemoglobin (Hb) lower than normal. This is caused by lack of iron necessary for the formation of hemoglobin in the blood. The state of is caused by decreasing of oxygen-carrying capacity of red blood cells. This study aimed to determine the differences in hemoglobin levels among school-age children with high achievement and low achievement. This was a cross sectional analytical study by using the average value of mid semester for mathematics and science subjects in SMP 9 Pandu. The Kruskal-Wallis test in mathematics with Asymp. value Sig 0.746 > 0.05 which meant that there was no difference in hemoglobin levels between students with high achievement and with low achievement. Physics subjects with Asymp. value Sig 0.028 < 0.05 meant that there was a difference between hemoglobin levels of students with high achievement and with low achievement. Hemoglobin level did not affect the value of mathematics but affect the value of the physics.Keywords: hemoglobin, iron deficiency, student achievementAbstrak: Capaian prestasi belajar para siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut bisa sendiri atau bersama dengan faktor lain mempengaruhi proses belajar sehingga menyebabkan penurunan prestasi siswa. Anemia, secara khusus anemia defisiensi besi adalah salah satu masalah utama yang dihadapi para siswa dan memiliki pengaruh negatif terhadap performa dan produktifitas siswa. Anemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar hemoglobin (Hb) seseorang lebih rendah dari kadar hemoglobin normal. Hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin dalam tubuh. Keadaan anemia menyebabkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh sel darah merah menurun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perbedaan kadar hemoglobin antara anak usia sekolah yang berprestasi dan kurang berprestasi. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan mengambil rata-rata nilai mid semester untuk mata pelajaran matematika dan IPA di SMP 9 Pandu. Hasil penelitian: dengan uji Kruskal-Wallis pada mata pelajaran matematika dengan nilai Asymp. Sig 0,746 > 0,05, artinya tidak terdapat perbedaan kadar hemoglobin siswa berprestasi dan tidak berprestasi. Untuk mata pelajaran IPA dengan nilai Asympt. Sig 0,028 < 0,05, artinya terdapat perbedaan antara kadar hemoglobin siswa berprestasi dan tidak berprestasi. Kadar hemoglobin tidak mempengaruhi nilai matematika tapi mempengaruhi nilai IPA.Kata kunci: hemoglobin, defisiensi besi, prestasi siswa.
PENGARUH PEMBERIAN SAGU DIBANDING NASI TERHADAP BERAT BADAN TIKUS WISTAR Watumlawar, Eny A.; Warouw, Sarah M.; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 2 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i2.8545

Abstract

Abstract: Weight is one measure that gives description of the tissue mass including body fluids. Weight change is nfluenced by nutriment consumption. Sago contains high carbohydrates that can increase body weight. This study aimed to obtain the effect of sago compared to rice to body weight of wistar rats. This was a random laboratory experimental pre-post test with control group design. Subjects were male wistar rats, aged 5-6 months. The rats were divided in two groups: rice group as control and sago group. Sago was cooked in papeda form as much as 75 g of dried sago and 300 mL water. The rats were fed for 2 weeks. Data were analyzed by using the Wilcoxon test. The results showed that the sago group showed an increase of body weight significantly (p=0,001) meanwhile the rice group lose body weight significantly (p=0,001). Conclusion: Sago can increase body weight of wistar rats significantly.Keywords: body weight, sago, riceAbstrak: Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan termasuk cairan tubuh. Salah satu yang memengaruhi berat badan yaitu dengan mengonsumsi makanan bergizi. Sagu memiliki kandungan karbohidrat (pati) yang besar dan dapat meningkatkan berat badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sagu terhadap berat badan dibanding nasi pada tikus wistar. Desain penelitian ini ialah eksperimental laboratorium acak pre-post test with control group design. Subjek penelitian ialah tikus wistar jantan berusia 5-6 bulan dibagi atas 2 kelompok: kelompok nasi (kontrol) dan kelompok sagu. Sagu dimasak dalam bentuk papeda sebanyak 75 g sagu kering dan 300 mL air. Tikus diperlihara selama 2 minggu. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sagu sebanyak 2 cc setiap hari selama seminggu mampu meningkatkan berat badan secara bermakna (p = 0,001) sedangkan pemberian nasi menurunkan berat badan (p=0,001). Simpulan: Pemberian sagu dapat meningkatkan berat badan tikus wistar secara bermakna.Kata kunci: berat badan, sagu, nasi
PENGARUH LINGKUNGAN DAN TEMPAT TINGGAL PADA PENYAKIT ANAK UMUR 5 – 14 TAHUN DI KOTA BIAK TAHUN 2013 Kaidel, Grace A. D.; Warouw, Sarah M.; Gunawan, Stefanus
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6427

Abstract

Abstract: Malaria is a disease of the symptoms of acute or chronic infection caused by Plasmodium, characterized by recurrent fever, chills, sweating, anemia and hepatosplenomegali. In Indonesia, malaria is still a major infectious disease, especially the East part. The most frequently found plasmodia are Plasmodium falciparum and Plasmodium malaria vivax. Risk factors are malnutrition, the state of the neighborhood around the bush, rice fields, ditches or gutters with puddle air. According to the Biak Health Department in January-December 2012 there were 3608 cases of malaria in 190 villages and the most commonly found was Plasmodium vivax. This was a descriptive observational study using cross-sectional study design. This study was done once in every neighborhood with diagnosed malaria patients. Samples were children aged 5-14 years who were diagnosed with malaria in public hospitals and health centers in Biak during October to December 2013, and the parents approved the form of a questionnaire study. Conclusion: In Biak, boys aged 5-7 years had the highest percentage of malaria. Environmental factors that affected might be the condition of house ventilation, not using repellent or mosquito nets, opened water reservoirs, puddle areas, bushes, and landfills around the houses.Keywords: malaria, children, environmentAbstrak: Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, menggigil, berkeringat, anemia dan hepatosplenomegali. Di Indonesia, malaria masih merupakan penyakit infeksi utama khususnya dibagian Timur. Di kawasan Indonesia Timur plasmodia yang sering ditemukan ialah plasmodia falciparum dan vivax. Faktor risiko terkena malaria yaitu kekurangan gizi, keadaan lingkungan tempat tinggal disekitar semak belukar, persawahan, dan parit atau selokan dengan genangan air. Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kota Biak penyakit malaria pada Januari-Desember tahun 2012 berjumlah 3608 kasus dengan jumlah 190 desa yang tertular. Malaria yang sering ditemukan yaitu plasmodium vivax. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan dan tempat tinggal pada penyakit malaria anak di Kota Biak, dengan rancangan potong lintang. Penelitian hanya dilakukan satu kali pada setiap lingkungan dan tempat tinggal pasien yang terdiagnosis malaria. Sampel ialah anak umur 5-14 tahun yang terdiagnosis malaria di RSU dan Puskesmas di Kota Biak selama bulan Oktober – Desember 2013 dan orang tua menyetujui penelitian berupa kuesioner. Simpulan: Di kota Biak, anak laki – laki berumur 5 – 7 tahun yang terbanyak terkena penyakit malaria. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan antara lain ventilasi rumah yang tidak menggunakan kawat kasa, adanya genangan air dan terdapat semak- semak disekitar rumah, tidak memakai kelambu dan obat nyamuk saat tidur, tempat penampungan air yang tidak tertutup, dan tempat pembuangan sampah disekitar rumah.Kata kunci: malaria, anak, lingkugan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG LEUKEMIA ANAK PADA PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS MANADO Sepang, Fransisca; Gunawan, Stefanus; Pateda, Vivekenanda
eBiomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.1.1.2013.4629

Abstract

Abstract: Leukemia is one of leading causes of death among children. Limited knowledge of health-care providers is the cause of non-compliance treatment protocol leukemia. To comply the protocol, health-care providers must have adequate knowledge regarding diagnostic, treatment and therapeutic procedures. This research aimed to understand level of knowledge and factors related to knowledge about childhood leukemia which are age, educational level and experience of work on the health-care providers Manado Primary Health Center. This research used descriptive analytic cross sectional study using structured questionnaire. Cronbrach's Alpha value obtained 0.969. Respondents were 114 health-care providers working at Manado Primary Health Center, attained by cluster sampling method. Based on the frequency distribution majority of respondents had a good knowledge. The results of Chi Square test obtained three variables that have a significant relationship with level of knowledge which are age (x2 = 10.413, p = 0.005), educational level (x2 = 6.401, p = 0.041) and experience of work (x2 = 6.270, p = 0.044 ). Majority of health-care providers Manado Primary Health Center had a good knowledge of childhood leukemia and knowledge related to age, level of education and experience of work. Keywords: Leukemia, Knowledge, Health-care providers.     Abstrak: Leukemia merupakan kanker paling banyak dan penyebab utama kematian pada anak. Terbatasnya pengetahuan tenaga kesehatan merupakan penyebab dari ketidakpatuhan terhadap protokol pengobatan leukemia. Untuk memenuhi protokol tersebut, tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diagnostik, penatalaksanaan dan prosedur pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan  dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang leukemia yaitu umur, tingkat pendidikan dan lama bekerja.anak pada petugas kesehatan Puskesmas Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian studi potong lintang menggunakan kuesioner terstruktur. Nilai Alpha Cronbrach yang diperoleh 0,969. Responden dalam penelitian ini 114 petugas kesehatan yang didapatkan dengan metode Cluster Sampling. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mayoritas responden memiliki pengetahuan baik. Hasil uji Chi Square didapat 3 variabel yang berhubungan signifikan dengan tingkat pengetahuan yaitu umur (x2 = 10,413; p = 0,005), tingkat pendidikan (x2 = 6,401; p = 0,041) dan lama bekerja (x2 = 6,270; p = 0,044). Mayoritas petugas kesehatan Puskesmas Manado memiliki pengetahuan baik tentang leukemia pada anak dan pengetahuan tersebut berhubungan dengan umur, tingkat pendidikan dan lama bekerja. Kata kunci: Leukemia, Pengetahuan, Petugas Kesehatan.