Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

PEMETAAN POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI MASA KLASIK DI KABUPATEN SAROLANGUN Nainunis Aulia Izza; Ari Mukti Wardoyo Adi; Nugrahadi Mahanani
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v4i2p229-247

Abstract

Penelitian ini membahas potensi tinggalan Arkeologi dari masa klasik (Hindu-Buddha) di wilayah Kabupaten Sarolangun. Pada tahun sebelumnya telah dilakukan penelitian serupa dengan cakupan Kecamatan Sarolangun dan hasilnya mengindikasikan adanya tinggalan Arkeologi klasik yang padat. Penelitian ini menggunakan metode predictive modeling yang dilaksanakan dengan Langkah awal penentuan titik-titik yang menurut toponim berkaitan dengan istilah klasik. Penelitian ini dilandasi oleh fenomena keberadaan kota-kota dan pemukiman di sepanjang aliran DAS Batanghari. Kabupaten Sarolangun dipilih karena sangat potensial menjadi tempat pendirian situs-situs masa klasik, terlebih lagi apabila dihubungkan dengan wilayah Kecamatan Sarolangun yang memiliki sensitivitas temuan masa klasik yang tinggi, indikasi toponim, dan keberadaan situs-situs serupa di wilayah sekitar, wilayah Kabupaten Sarolangun sangat penting untuk diteliti. Hasilnya menunjukkan adanya sebaran wilayah dengan sesitivitas tinggalan Arkeologi klasik yang tinggi pada berbagai wilayah Sarolangun, Selain itu, wilayah dengan sensitivitas tinggi di Kabupaten Sarolangun juga berkaitan erat dengan situs klasik Karangbrahi yang dewasa ini masuk wilayah Kabupaten Merangin yang berbatasan dengan Sarolangun.
GAYA ARSITEKTUR GUA SELOMANGLENG TULUNGAGUNG SEBAGAI PERTAPAAN MASA MATARAM KUNO JAWA BAGIAN TIMUR DAN MUATAN PENDIDIKANNYA Nainunis Aulia Izza
Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 8, No 2 (2014): Desember
Publisher : Jurnal Sejarah dan Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1009.13 KB) | DOI: 10.17977/sb.v8i2.4769

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana latar sejarah, gaya arsitektur, dan muatan pendidikan yang terdapat di Gua Selomangleng Tulungagung. Penelitian ini termasuk jenis penelitian arkeologi dan sejarah. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Hasil analisisnya sebagai berikut: Gua Selomangleng Tulungagung dibangun masa Airlangga dan digunakan sampai dengan masa Kerajaan Majapahit sebagai tempat bertapa para Rsi, gaya arsitektur Gua Selomangleng Tulungagung menggambarkan gaya masa transisi, muatan pendidikan yang dapat diambil dari latar sejarah dan gaya arsitektur Gua Selomangleng Tulungagung diantaranya dapat menjalani setiap tahap kehidupan dengan sebaik-baiknya, kritis dan saling menghargai perbedaan pendapat, kreativitas, kesederhanaan, fokus dalam belajar, dan menghormati orang yang lebih tua. Abstract: this study tends to know how the historical background, architectural mode, and the educational values depicted in Selomangleng Cave, Tulungagung. This study is categorized as archaeological-historical research design and used qualitative approach. The findings are the cave is built under the regime of Airlangga and to be used till the period of Majapahit as a meditation place of “Rsi”; the architectural mode of Selomangleng cave describes the transition period; and the educational values are useful to face every stages of life; to develop the critical thinking; and to tolerate the difference of opinion, creativity, humbleness, focusing in learning, and tolerate the old man.
Karakteristik Bangunan Suci Bercorak Hindu-Buddha di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak: Sebuah Tinjauan Perbandingan Nainunis Aulia Izza
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 1, Juli 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i1.302

Abstract

This is a comparison research between the sacred buildings at Penanggungan Mountain and the Wajak Mountain. There are two purposes of this research. Firstly, this study tries to reconstruct the cultural history of the Hindu-Buddhist period which is associated with religious elements on Penanggungan and Wajak Mountain. Secondly, this study aims to reveal the life of the Hindu-Buddhist. This study employs a qualitative approach. The data are obtained from the field and literature. The results show that religious elements at Penanggungan and Wajak Mountains can be seen from the shape of the building as well as the function of the building. The unique characteristic of sacred buildings located at both mountains associated with natural factors and the community. Religious elements can be seen by comparing various elements of religious background, surrounding environment, religious community, and relationships between buildings and historical figures.Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dan membahas Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak sebagai tempat dibangunnya banguna-bangunann suci bercorak Hindu-Buddha. Ada dua masalah yang dibahas dalam penelitian ini.  Pertama, mengenai unsur religi dibalik corak bangunan suci bercorak Agama Hindu dan Buddha di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak. Kedua, mengenai perbandingan karakteristik unsur religi bangunan suci bercorak Agama Hindu dan Buddha di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak. Tujuan penelitian ini adalah mencoba merekonstruksi sejarah kebudayaan masa Hindu-Buddha terutama yang berkaitan dengan unsur religi serta mengungkapkan kehidupan kaum agamawan pada masa Hindu-Buddha terutama yang melaksanakan kegiatan ritualnya di wilayah pegunungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari hasil studi lapangan dan studi pustaka. Studi lapangan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke beberapa situs di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak sedangkan studi pustaka dilakukan dengan menelusuri penelitian terdahulu dan referensi yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak unsur religi dapat terlihat dari bentuk bangunan dan perkiraan fungsi bangunannya. Bangunan-bangunan suci yang berada di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak memiliki karakteristik tersendiri yang berhubungan dengan faktor alam dan karakter masyarakat pembuatnya. Unsur religi dapat dilihat melalui perbandingan berbagai unsur antara lain unsur latar keagamaan, lingkungan sekitar bangunan suci, masyarakat pengguna bangunan, dan hubungannya dengan tokoh sejarah.
PENGEMBANGAN MOTIF BATIK BERBASIS TINGGALAN ARKEOLOGI KELURAHAN LEGOK KOTA JAMBI TAHAP II Nainunis Aulia Izza; Ari Mukti Wardoyo Adi; Nugrahadi Mahanani; Wulan Resiyani; Amor Seta Gilang Pratama
Diseminasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 4 No. 1 (2022)
Publisher : Pusat Pengabdian kepada Masyarakat- LPPM Universitas Terbuka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33830/diseminasiabdimas.v4i1.2359

Abstract

This program is a continuation of the activities in the previous year. The newest batik motifs were inspired by ornaments and archaeological remains from the Situs Candi Solok Sipin. In 2020, batik tulis, the Makara Ekikarana motif has been produced. In 2021, the team try to make batik cap inspired by the Yaksa figure on the Makara and Stupa from the Situs Candi Solok Sipin. The batik cap is related to the purpose of preparing products at affordable prices, it's hoping that the batik is marketed more broadly. In addition, this new motif can also enrich the batik repertoire at the Rumah Batik Kelurahan Legok. The method is held in stages; the first stage is the preparation. During the preparation stage, we make motif design and make coordination with the Kelurahan Legok dan Rumah Batik. After the batik cap motif is ready, the next step is to make a stamp. After the preparation stage was completed, the next step is to produce a batik cap in 3 (three) days. On the last day, we make a product launch, the products are ready to be marketed. The results achieved include the creation of the Yaksa Stupa motif which is applied to cloth and masks.
Variasi Gapura Masa Kesultanan Islam: Sebuah Tinjauan Pendahuluan Hubungan Religi dan Kekuasaan Nainunis Aulia Izza
Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam Vol 6, No 1 (2021): JUNI
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/ttjksi.v6i1.4313

Abstract

 Penelitian ini membahas mengenai 5 gapura peninggalan masa Islam di Nusantara, yaitu Gapura Sendang Duwur, Gapura Masjid Kudus, Gapura Asta Tinggi Sumenep, Gapura Masjid Jami’ Sumenep, dan Gapura Labhang Mesem. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kuasa dari Michel Foucault yang dikorelasikan dengan aspek religi yang tercermin pada gapura yang menjadi objek penelitian. Pembahasan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelima gapura tersebut terdapat relasi antara religi dan kekuasaan yang kuat, namun kadar dari korelasi itu berbeda-beda.
IDENTIFIKASI POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI KLASIK DI KECAMATAN SAROLANGUN, JAMBI: PENDEKATAN PREDICTIVE MODELLING Nainunis Aulia Izza; Ari Mukti Wardoyo Adi; Nugrahadi Mahanani
Naditira Widya Vol 15 No 1 (2021): NADITIRA WIDYA VOLUME 15 NOMOR 1 APRIL 2021
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v15i1.445

Abstract

Penelitian ini dilakukan atas dasar hipotesis tentang keberadaan tinggalan-tinggalan masa klasik yang berada di Daerah Aliran Sungai Batanghari. Kecamatan Sarolangun dipilih karena hingga kini belum pernah diteliti potensinya tentang tinggalan pemukiman arkeologi klasik. Tinggalan arkeologi klasik yang pernah dilaporkan hanyalah arca Ganesha yang saat ini disimpan di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode predictive modelling dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis untuk dapat membantu memperkirakan titik-titik yang mengandung potensi tinggalan arkeologi. Variabel prediksi yang digunakan adalah laporan temuan, model lokasi situs, informasi masyarakat, serta potensi temuan permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi di Kecamatan Sarolangun yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap tinggalan arkeologi klasik. Sensitivitas tinggalan arkeologi ini kemudian diturunkan dalam bentuk peta potensi. Tujuan utama dari pembuatan peta tersebut adalah agar dapat menentukan strategi riset lanjutan.
MASCULINITY VISUALIZATION IN TWO RAKSASA STATUES FROM CANDI TAPAN, BLITAR REGENCY, EAST JAVA Nainunis Aulia Izza
WalennaE Vol 20 No 1 (2022)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v20i1.521

Abstract

This study discussed the archaeological remains, Two Raksasa Statues of Candi Tapan from a gender perspective, especially the masculinity concept. Two Raksasa Statues of Candi Tapan is giant shapes with hair carvings on the head, face and body. The presence of hair, especially on the face and body, is an element of the statue that is rarely found and that is important to discuss. The method used is the archaeological method, consisting of stages of description, iconographic analysis, and interpretation with masculinity theory. The results show that the depiction of hair in ancient civilizations has a function as an indication of the masculinity concept from people from that period. The visualization of masculinity through the carving of facial and body hair in the Two Raksasa Statues of Candi Tapan related to the concept of masculinity and fertility, as well as the function of the giant statue as a guardian and danger repellent of sacred buildings.     Kajian ini menelaah tinggalan Arkeologi berupa Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan dari perspektif gender khususnya maskulinitas. Dua Arca Raksasa dari Candi Tapan digambarkan dalam bentuk raksasa yang dilengkapi dengan pahatan rambut pada bagian kepala, wajah, serta tubuh. Keberadaam rambut, khususnya pada bagian wajah dan tubuh merupakan unsur arca yang jarang ditemui dan penting untuk dibahas. Metode yang digunakan adalah metode arkeologi, terdiri dari tahapan deskripsi, analisis ikonografi, dan interpretasi dengan teori maskulinitas yang berkaitan erat dengan teori gender. Hasilnya menunjukkan bahwa penggambaran rambut pada tinggalan peradaban-peradaban kuno memiliki fungsi sebagai petunjuk tentang konsep maskulinitas yang dianut oleh masyarakatnya. Visualisasi maskulinitas melalui pemahatan rambut wajah dan tubuh pada dua Arca Raksasa Candi Tapan dapat dikaitkan dengan konsep maskulinitas dan kesuburan serta fungsi Arca Raksasa sebagai makhluk penjaga bangunan suci dan penolak bahaya.
PRASASTI-PRASASTI SAPATHA SRIWIJAYA: KAJIAN PANOPTISISME FOUCAULT Nainunis Aulia Izza
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 3 No. 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (811.791 KB) | DOI: 10.22437/titian.v3i1.7027

Abstract

Kajian ini dilakukan guna menelaah prasasti-prasasti sapatha Sriwijaya melalui perspektif panopticon Michel Foucault. Tujuannya adalah untuk menganalisis latar belakang pencantuman kutukan atau sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya dan hubungannya dengan pemikiran Foucault mengenai panoptisisme. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, pertama pencantuman sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya bertujuan sebagai upaya melakukan kontrol terhadap wilayah dan penduduk yang berada di wilayah Sriwijaya. Kedua, sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya dapat dikaitkan dengan upaya mempertahankan wilayah-wilayah strategis dengan menempatkan pihak-pihak yang dikuasai sebagai subjek yang selalu diintai sapatha jika melakukan kejahatan dan pengkhianatan.
Clothing Motifs Identification of the Guardian Statues in the Padang Lawas Temple Compounds Nainunis Aulia Izza; Nurul Afni Sya’adah; Melvidiani
Kapata Arkeologi Vol. 17 No. 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v17i2.111-120

Abstract

Sejumlah arca penjaga baik utuh maupun fragmentaris merupakan bagian dari banyak peninggalan periode klasik di Padang Lawas. Sejumlah objek arca penjaga yang ditemukan di area ini diketahui diwujudkan mengenakan jenis pakaian dengan motif yang beragam. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi variasi motif pakaian arca-arca penjaga dari Kompleks Kepurbakalaan Padang Lawas. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode kualitatif yang digabungkan dengan studi komparasi terhadap busana arca sejenis dan motif tekstil lokal Sumatra Utara. Lokasi pengumpulan data penelitian merupakan lokasi asal dari ditemukannya arca-arca penjaga yang tersebar di Situs Bahal, Candi Sitopayan, dan Candi Sipamutung. Hasil penelitian menunjukkan motif busana arca penjaga dari Padang Lawas lebih beragam dari arca sejenis dari wilayah lain di Sumatra dan Jawa. Busana arca penjaga dikelompokkan menjadi tiga jenis motif, motif busana A dan B terdapat di Kompleks Bahal dan Candi Sitopayan, dan motif busana C terdapat pada busana arca penjaga dari Candi Sipamutung. Berdasarkan analisis komparasi yang dilakukan terdapat kemiripan busana arca penjaga dari Padang Lawas dengan motif tekstil dari India dan Jawa serta motif dasar ulos dari Sumatra Utara khususnya Batak Angkola-Mandailing. Both intact and fragmentary, guardian statues are part of the many relics from the classical period in Padang Lawas. The guardian statues in this area are depicted wearing various types of clothing with diverse motifs. This research aims to identify variations in the clothing motifs of guardian statues from the Padang Lawas Temple Compounds. The research method applied is a qualitative method combined with a comparative study of similar sculpture clothing and local textile motifs of Sumatra Utara. The location of research data collection is the origin of the discovery of guardian statues scattered at the Bahal Site, Sitopayan Temple, and Sipamutung Temple. The research results showed that the clothing motifs of the guardian statues from Padang Lawas were more diverse than similar statues from other regions in Sumatra and Java. The clothing of the guardian statues is grouped into three motifs: motifs A and B from the Bahal Site and the Sitopayan Temple, and motifs C are shown on the clothing of guardian statues from the Sipamutung Temple. Based on the comparative analysis, there are similarities in the clothing of the guardian statues from Padang Lawas with textile motifs from India and Java and the basic motifs of ulos from Sumatra Utara, especially the Angkola-Mandailing Batak.
Tradisi Pemilikan Keramik di dataran tinggi Jambi: Asal-usul dan pemanfaatannya Nainunis Aulia Izza; Nugrahadi Mahanani; Ari Mukti Wardoyo Adi
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 6 No. 2 (2022): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v6i2.18908

Abstract

Dataran Tinggi Jambi dalam perspektif arkeologi memiliki kedudukan penting. Jejak peradaban periode neolitik hingga masuknya Islam ditemukan di berbagai sudut wilayah Bukit Barisan. Masyarakat yang terbentuk saat ini diduga kuat merupakan kelanjutan dari komunitas yang telah ada ribuan tahun. Bukti tersebut tampak dari adanya berbagai pusaka adat Masyarakat Kerinci berupa benda-benda perunggu dari kebudayaan Dong-Son. Secara etnografi, masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Jambi, seperti Kerinci dan Merangin juga dianggap memiliki kebudayaan yang khas serta unik. Salah satu keunikan tersebut dapat dilihat dari adanya tradisi pemilikan keramik. Tradisi pemilikan keramik kuno oleh masyarakat tersebut disinyalir memiliki hubungan erat dengan tradisi pemanfaatan benda-benda kuno sebagai pusaka adat. Fungsi, peranan, serta asal usul keramik yang dimiliki masyarakat tersebut tentunya perlu dikaji lebih mendalam untuk menguatkan asumsi dasar ini. Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan ini berupaya untuk mengungkapkan aspek-aspek tersebut. Penelitian mengenai ini akan dilakukan dengan pendekatan etnoarkeologi. Metode yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara terbuka. Hasil penelitian menunjukkan keramik yang dikoleksi mayoritas berasal dari Eropa, khususnya Belanda dan beberapa lainnya berasal dari China. Keramik di Dataran Tinggi Jambi merupakan salah satu objek yang diwariskan dan beberapa diantaranya menjadi salah satu sarana ritual. Tradisi pemilikan keramik berlangsung antar generasi, yaitu pewarisan dari ibu kepada anak-anak perempuannya.           Jambi Highlands has a significant role from an Archaeological perspective. Archaeological remains from the neolithic period to the Islamic period are traceable in various corners of the Bukit Barisan area. The current society is born to be generations of a community that has existed for thousands of years. One of the pieces of evidence is the existence of various traditional heirlooms of the Kerinci people in the form of bronze objects from the Dong-Son culture. Based on the Ethnographical perspective, people in the Jambi Highlands, such as Kerinci and Merangin have a unique and exclusive culture. The uniqueness can be proven in the tradition of ceramic ownership. The tradition of ownership of old ceramics by the community is indicate to have a close relationship with the tradition of using ancient objects as traditional heirlooms. The function, role, and origin of ceramics owned by the community is an important topic for research. This research uses an ethnoarchaeological approach. The researcher will do observation and open interviews. The results show that most of the ceramics collected are European ceramics, especially from the Netherlands and several ceramics from China. Jambi Highlands ceramics are one of the objects that are inherited and some of them become a ritual objects. The tradition of owning ceramics is inter-generations, from mothers to their daughters.