Articles
Tanggung Jawab Para Pihak Terhadap Wanprestasi Akibat Kerusakan Mobil Rental
Irma Yunita;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (231.174 KB)
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya waprestasi dalam kerusakan pada mobil rental, mengetahui dan menjelaskan bentuk tanggung jawab para pihak atas kerusakan pada mobil rental, dan juga untuk mengetahui dan menjelaskan upaya yang dapat dilakukan para pihak untuk menyelesaikan sengketa kerusakan pada mobil rental. Penelitian ini bersifat yuridis empiris. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara menelaah buku-buku bacaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang dilakukan melalui teknik wawancara dengan sejumlah responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa wanprestasi yang terjadi pada CV. Adiguna Rentcar dan CV. Caecar Rentcar disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu penyewa tidak berprestasi, keliru dalam berprestasi, dan kurangnya pemahaman akan isi kontrak.Tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh penyewa adalah dengan ganti rugi. Ganti rugi terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu biaya, rugi, dan bunga. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa adalah penyelesaian secara musyawarah, kemudian akan dilakukannya negosiasi. Jika dengan cara musyawarah tersebut sengketa belum dapat diselesaikan, maka pihak perusahaan akan melakukan somasi, yaitu dengan cara mengirimkan surat teguran. Apabila surat teguran tersebut tidak juga bisa menyelesaikan sengketa, maka perusahaan akan melakukan tuntutan hukum. Diharapkan agar para pihak dapat memenuhi prestasi sebagaimana semestinya, dan dapat bertanggungjawab atas apa yang menjadi kewajibannya terhadap mobil rental, sehingga dapat menghindarkan terjadinya wanprestasi.
PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA DINAS TENAGA KERJA DAN MOBILITAS PENDUDUK PROVINSI ACEH
Sophia Munarisa;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan penulisan ini yaitu untuk menjelaskan peran mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hambatan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, upaya yang ditempuh oleh pihak yang tidak berhasil menyelesaikan melalui mediasi oleh mediator pada Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh. Penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,dan data primer dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan mediasi sangat ditentukan oleh peran mediator dalam menyelesaikan suatu perselisihan yang terjadi. Mediator harus menciptakan perdamaian di antara kedua belah pihak yang bertikai, sehingga hubungan antara kedua belah pihak dapat terjalin kembali dengan baik. Hambatan yang dihadapi mediator adalah faktor eksternal yaitu: tidak hadirnya para pihak, tidak adanya iktikad baik, kurangnya pengetahuan para pihak mengenai mediasi. Sedangkan faktor internal: kurangnya mediator, banyak perlimpahan kasus ke Provinsi dan kurangnya fasilitas ruangan yang tidak memadai. Upaya yang ditempuh para pihak apabila tidak berhasil melakukan mediasi adalah mediator dengan menganjurankan agar ditindaklanjuti di Pengadilan Hubungan Industrial.
PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH DI KECAMATAN DARUL IMARAH KABUPATEN ACEH BESAR
T Iskandarsyah;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam praktek tidak semua orang melaksanakan kewajiban tersebut dengan baik sehingga timbul wanprestasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab wanprestasi dalam pelaksanaan jual beli rumah ialah uang pembayaran atas rumah milik pembeli dipergunakan untuk kepentingan pribadi pengembang, adanya pengalihan penggunaan uang pembayaran rumah oleh pengembang. Bentuk wanprestasi yang ditimbulkan dalam perjanjian jual beli rumah adalah tidak melaksanakan prestasinya sama sekali yaitu tidak membangun rumah, kemudian memenuhi prestasinya namun terlambat dimana pembangunan rumah dilakukan tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Penyelesaian terhadap wanprestasi dalam pelaksanaan jual beli rumah adalah melalui musyawarah antara para pihak. Hasil musyawarah pihak pengembang harus menyelesaikan pembangunan sampai selesai dengan batas waktu 6 bulan dan setelah itu baru dilakukan pelunasan oleh pembeli. Disarankan kepada pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan atau menuntut pembatalan persetujuan dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga sesuai Pasal 1267 KUHPerdata.
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor: 02/PDT. G/2004 /PN.MBO Tentang Kekuatan Sertifikat Sebagai Alat Bukti
Risqi Juanda;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (397.213 KB)
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang ketentuan Pokok-pokok Agraria menentukan bahwa terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan pemerintah maupun menurut ketentuan undang-undang menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.Walaupun mengenai hak milik dan kepemilikan telah diatur dalam UUPA, namun dalam masyarakat tetap terjadi sengketa, khususnya yang menyangkut kepemilikian tanah milik. Hal ini sebagaimana yang terjadi sengketa hak milik atas tanah yang termuat dalam perkara Nomor: 02/Pdt. G/2004/Pn.Mbo tentang sengketa hak milik dan kekuatan sertifikat sebagai alat bukti. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk menjelaskan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam memutuskan perkara Nomor: 02/Pdt. G/2004/Pn.Mbo yang tidak menerima sertifikat sebagai alat bukti yang sah dan analisis putusan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam kaitannya dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Untuk memperoleh data dalam penulisan ini dilakukan penelitian kepustakaan dan studi kasus terhadap putusan Pengadilan Negeri Meulaboh. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis, sedangkan studi kasus dilakukan dengan menelaah Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor: 02/Pdt. G/2004/Pn.Mbo. Data dikumpulkan melalui studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Nomor: 02/Pdt. G/2004/Pn.Mbo adalah mengenai kekuatan sertifikat sebagai alat bukti yang sah, bahwasanya dengan bukti-bukti yang kuat diajukan oleh para penggugat dapat menyingkirkan sertifikat para tergugat di persidangan, karena alat bukti yang diajukan para terggugat tidak sekuat bukti para penggugat. Disarankan para tergugat agar lebih teliti dalam melaksanakan pembuatan suatu surat hak milik tanah yang berupa sertifikat, agar supaya tidak terjadi kekeliruan kepemilikan objek tanah dan bagi pejabat yang mengeluarkan surat atau sertifikat tanah harus lebih teliti supaya tidak terjadi kesalahan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi pihak tergugat telah menyelesaikan sengketa di persidangan hingga selesai berdasarkan aturan hukum yang sebenarnya, selanjutnya diharapkan kepada hakim dalam memberikan putusan dapat mewujudkan tujuan hukum dan mencerminkan nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
STUDI KASUS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 55/PDT.G/2015/PN.YYK
Intan Diah Pratiwi;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 49 dan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menentukan bahwa kewenangan memeriksa dan mengadili perkara oleh Pengadilan Agama ialah dalam bidang hibah, waris, infaq, sadaqah, perkawinan, dan ekonomi syariah. Dalam putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 55/Pdt.G/2015/PN.Yyk menunjukan bahwa telah memeriksa serta mengadili perkara terkait dengan pembagian harta bersama di antara para pihak yang beragama Islam. Tujuan dari pada penulisan studi kasus ini ialah untuk menjelaskan kewenangan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam memberikan putusan terhadap perkara dengan Nomor :55/Pdt.G/2015/PN.Yyk, serta menjelaskan dasar pertimbangan Majelis Hakim dan sesuai tidaknya putusan tersebut dengan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang merupakan tujuan dari hukum itu sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis bahan-bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan. Adapun pendekatan perundang-undangan, kasus, dan asas yang terkait merupakan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil dari kajian Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 55/Pdt.G/2015/PN.Yyk menunjukan bahwa Pengadilan Negeri dalam perkara ini hanya berwenang mengadili sebatas terkait dengan perbuatan melawan hukum, sedangkan yang terkait dengan pembagian harta bersama antara pihak yang beragama Islam menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama. Dalam pertimbangan putusannya Pengadilan Negeri Yogyakarta tersebut kurang memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang terkait dengan harta bersama dan Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam, sehingga penyelesaian harta bersama di antara para pihak yang bergama Islam dalam perkara ini telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta. Hal ini dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan hukum. Disarankan bagi Majelis Hakim serta penegak hukum lainnya dalam menyelesaikan suatu perkara harus dapat memperhatikan pokok permasalahan dan batasan yang menjadi kewenangannya serta memperhatikan UU No 3 Tahun 2006 dan Pasal 88 KHI.
STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 15/PDT.G/2017/PN-JTH TENTANG GUGA-TAN PENGGUGAT YANG DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA. CASE STUDY OF DECISION NUMBER. 15/PDT.G/2017/PN-JTH ABOUT PLAIN-TIFFS CLAIM THAT WAS DECLARED UNACCEPTABLE
Nur Najmi;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 8 Rv mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat identitas dari para pihak, posita, dan petitum. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk menjelaskan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jantho dalam Putusan Nomor 15/Pdt.G/2017/PN-Jth yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima dan untuk mengetahui persyaratan formil dalam surat gugatan, sehingga gugatan yang diajukan penggugat tidak dapat diterima. Untuk memperoleh data dalam penulisan ini dilakukan penelitian kepustakaan dan studi kasus terhadap putusan Pengadilan Negeri Jantho, penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis, sedangkan studi kasus dilakukan dengan menelaah putusan Pengadilan Negeri Jantho Nomor 15/Pdt.G/2017/Pn-Jth. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jantho Nomor 15/Pdt.G/2017/Pn-Jth yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima adalah karena Penggugat yang hendak mengajukan gugatan untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam surat gugatannya mencantumkan identitas pribadi Penggugat, padahal di akhir penyebutan tersebut telah disebutkan bahwa Penggugat bertindak sebagai Keuchik. Putusan tersebut sudah mengenyampingkan tujuan utama penyebutan identitas yakni untuk menyampaikan panggilan atau menyampaikan pemberitahuan, maka jika nama lengkap dan alamat atau tempat tinggalnya sudah benar seharusnya gugatan tersebut dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Disarankan kepada Mahkamah Agung R.I agar mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung R.I (PERMA) yang mengatur mengenai formulasi gugatan dan/atau persyaratan formil surat gugatan, sehingga dapat diterapkan oleh para Hakim, yang pada akhirnya akan mengakibatkan keseragaman dalam penanganan perkara-perkara yang sejenis dan kepada Majelis Hakim yang memutuskan perkara diharapkan dalam setiap putusannya harus mencapai keseluruhan dari tujuan hukum agar dapat memberikan ketertiban, ketentraman dan kedamaian.
Tanggung Jawab Pemilik Hewan Ternak Terhadap Pemilik Tanaman Akibat Adanya Kerusakan Oleh Hewan Ternak
Saidil Awwalin;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (246.191 KB)
Pada dasarnya setiap orang yang memiliki dan memelihara ternak bertanggungjawab atas setiap kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya, demikian juga terhadap kerugian itu pemilik tenak berkewajiban memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1368 KUHPerdata. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang tanggung jawab pemilik terhadap perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh hewan ternak, hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan ganti rugi dan upaya yang dilakukan untuk penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris dengan pengambilan sempel menggunakan teknik purposive sempling. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara memperlajari serta menganalisis ketentuan-ketentuan perundang-undangan, buku teks, jurnal dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab pemilik ternak terhadap pemilik tanaman dilakukan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanaman yang dirugikan. Ada dua hambatan yang sering ditemui dalam upaya penyelesaian ganti rugi kepada pemilik tanaman, yaitu sering tidak diketahui secara pasti siapa pemilik ternak yang menimbulkan kerugian serta tidak adanya itikad baik dari pemilik ternak. Upaya yang dilakukan oleh pemilik tanaman untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian tersebut adalah dengan cara damai meliputi musyawarah antar para pihak serta penyelesaian dengan melibatkan tokoh masyarakat. Diharapkan kepada para pemilik ternak lebih bertanggungjawab terhadap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya. Kepada perangkat gampong disarankan agar lebih tegas dalam menerapkan aturan hukum yang telah ada dan berlaku di dalam masyarakat, melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai aturan-aturan hukum yang harus dipatuhi serta membuat reusam gampong sebagai dasar hukum dalam menerapkan setiap aturan tersebut.
Tinjauan Hukum Tentang Pelaksanaan Putusan Perdamaian Dalam Perkara Perdata
Adrian Agung Laksamana;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 130 ayat (2) dan ayat (3) HIR, dan dalam Pasal 1858 KUHPerdata disebutkan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusan hakim pada tingkat akhir. Namun dalam kenyataannya perdamaian yang telah mendapat pengukuhan oleh Hakim mengalami hambatan dalam pelaksanaanya, terutama terhadap putusan perdamaian dengan perkara Nomor 15/Pdt.PLW/2016/PN.Jth dan perkara Nomor 8/Pdt.PLW/2018/PN.Jth.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kekuatan mengikat terhadap perjanjian perdamaian bagi para pihak yang berdamai. Faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya putusan perdamaian oleh para pihak serta upaya hukum yang dilakukan untuk penanggulangannya.Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah penelitian yuridis empiris.Hasil penelitian menunjukan bahwa perjanjian perdamaian yang dilakukan dihadapan hakim tidak memiliki kekuatan eksekusi karena menyangkut dengan pihak ketiga (KPKNL). Faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya putusan perdamaian tersebut adalah karena terjadi perubahan sistem pelelangan barang rampasan negara, lamanya menunggu surat izin untuk mengadakan Lelang dari pihak KPKNL dan penggugat tidak melakukan penawaran dengan nilai tinggi. Upaya hukum yang dilakukan untuk penanggulangannya adalah pihak penggugat segera melakukan permohonan ke pengadilan untuk dilakukan eksekusi.Disarankan kepada hakim dalam menguatkan kesepakatan perdamaian dapat lebih memperhatikan isi dari kesepakatan perdamaian.
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NO. 35/PDT.G/PN-BNA
Muhammad Ihsan Lubis;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (476.592 KB)
Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 534/Pdt.G/1996, diperoleh kaedah hukum dari perceraian bahwa perceraian itu terjadi tidak perlu dilihat dari siapa penyebab percekcokan/pertengkaran atau karena salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan atau tidak. Dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh No. 35/Pdt.G/2015/PN-BNA ternyata telah terjadi perebutan hak asuh anak akibat peceraian sehingga diperlukan pertimbangan hakim dalam menentukan hak asuh atas anak setelah terjadinya perceraian tersebut. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan terhadap hak asuh anak, upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pemohon untuk mendapatkan hak asuh terhadap anak dikaitkan dengan asas kemanfaatan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan maksud memperoleh data primer melalui serangkaian kegiatan membaca, menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan terhadap hak asuh anak tidak dapat diterima karena posita(dalil gugatan) dan petitum(tuntutan yang dimintakan) dalam surat gugatan tidak saling mendukung. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pemohon untuk mendapatkan hak asuhnya terhadap anak adalah upaya hukum banding. Pencapaian tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum tidak lah tercapai, hakim tidak mampu menerapkan undang-undang maupun hukum yang ada yang menjadi kekuasaannya, sehingga putusan hakim yang ditetapkan tidak mencapai tujuan hukum itu sendiri. Disarankan kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan posita(dalil gugatan) dengan petitum(tuntutan yang dimintakan) dalam surat gugatan apakah saling mendukung atau tidak, karena apabila posita dengan petitum dalam surat gugatan tidak saling mendukung, maka hal seperti ini bertentangan dengan hukum acara, khususnya dalam hal penyusunan surat gugatan yang baik dan benar, satu dan lain hal menjadikan surat gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
Tinjauan Terhadap Proses Perkawinan Melalui Kantor Urusan Agama
Nurul Fajri;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (276.994 KB)
Tujuan penelitian artikel ini adalah untuk menjelaskan proses perkawinan melalui Kantor Urusan Agama, untuk menjelaskan akibat bagi perkawinan yang tidak memenuhi proses perkawinan melalui Kantor Urusan Agama, dan untuk menjelaskan upaya hukum yang dilakukan pihak KUA terkait terjadinya perkawinan yang tidak memenuhi proses tata cara perkawinan melalui KUA. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui metode yuridis empiris yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis ilmiah. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara secara langsung dengan responden dan informan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian untuk melakukan proses perkawinan melalui KUA Kecamatan Kuta Alam para calon pengantin harus mempersiapkan persyaratan pendaftaran Nikah yang sudah di tentukan pihak KUA, seperti surat N1sampai dengan N7. Akibat hukum terhadap perkawinan yang tidak memenuhi persyaratan, maka pihak KUA akan melakukan pembatalan nikah sehingga pernikahan tersebut tidak akan terlaksana. Upaya yang dilakukan pihak KUA terkait terjadinya perkawinan yang tidak memenuhi persyaratan dengan mengeluarkan blangko N8, yaitu pemberitahuan kurang berkas atau tidak memenuhi syarat nikah dan memberikan waktu kepada para calon untuk melengkapi syarat tersebut dan dapat dilampirkan minimal 10 hari kerja sebelum pelaksanaan hari nikah dapat mengajukan pembatalan nikah tersebut ke Mahkamah Syariah. Disarankan kepada pihak Kantor Urusan Agama agar lebih teliti dalam memeriksa syarat pengajuan kehendak nikah, dan disarankan kepada calon mempelai untuk jujur dalam pengisian biodata dalam mengajukan kehendak nikah melalui KUA.