Muzakkir Abubakar
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 3228K/PDT/2016 Dalam Kaitannya Dengan Penolakan Gugatan Penggugat Eva Munira; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan studi kasus ini untuk mengetahui dan menjelaskan dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3228 K/Pdt/2016 dalam kaitannya dengan penolakan gugatan penggugat telah sesuai dengan Pasal 184 HIR serta putusan hakim yang menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya telah sesuai dengan asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan. Metode penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau disebut juga dengan penelitian normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan dengan cara menentukan kasus dan mempelajari buku teks, teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam studi  kasus ini. Analisis yang digunakan adalah analisis tehadap isi studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3228 K/Pdt/2016 dalam kaitannya dengan penolakan gugatan penggugat hakim tidak memiliki cukup alasan. Hakim tidak menerapkan ketentuan dalam menjatuhkan putusannya dan menyebutkan alasan-alasan yang jelas dan tepat. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3228 K/Pdt/2016 hakim kurang memperhatikan penerapan asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan bagi penggugat, maka penggugat sebagai pihak yang dirugikan tidak diberikan keadilan oleh hakim dalam putusannya. Disarankan agar hakim dalam menjatuhkan putusannya lebih memperjelas alasan-alasan untuk menolak gugatan, menerapkan Pasal 184 HIR bahwa setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus memuat dasar hukum dan alasan-alasan yang jelas dengan tidak mempertimbangkan alasan dari salah satu pihak saja dan hakim dapat memberikan putusan yang berdasarkan atas asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas kemanfaatan  secara seimbang agar tercipta keadilan bagi kedua belah pihak yang berperkara.
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH BANDA ACEH NOMOR 151/Pdt.G/2010/Ms-Bna DALAM KAITANNYA DENGAN PERMOHONAN PISAH TEMPAT TIDUR Anis Setiawan; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 1: Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Menurut Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa selama berlangsungnya perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan bahaya yang ditimbulkan, pengadilan dapat memisahkan suami dan isteri untuk tidak tinggal satu rumah. Dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 151/Pdt.G/2010/Ms-Bna penggugat telah mengajukan permohonan pisah tempat tidur, namun hakim belum mempertimbangkan permohonan tersebut karena tidak ada bukti kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim terhadap permohonan tersebut dan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfataan dalam putusan. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode studi kasus serta termasuk dalam penelitian normatif (kepustakaan) yang berfokus pada bahan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berkaitan. Metode yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan untuk memperoleh dan mempelajari data sekunder melalui rangkaian membaca, mengutip, menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan. Putusan No. 151/Pdt.G/2010/Ms-Bna kurang memberikan keadilan bagi pihak penggugat, karena putusan tersebut penggugat harus membiayai kehidupan, keperluan anak dan pendidikan secara sendiri, sedangkan penggugat tidak sanggup membiayai kehidupan anak sendirian dari segi ekonomi, disebabkan sesuai dengan asas keadilan, dan kemanfaatan dalam  hukum. Dalam Putusan Mahkamah Syar’iyah No. 151/Pdt.G/2010/Ms-Bna, seharusnya hakim dapat mempertimbangkan dengan baik bukti-bukti pernyataan para pihak sebagai alat bukti yang sah, mempertimbangkan pemenuhan pemohonan pisah tempat tidur. Penggugat dan Tergugat harus bersama-sama memberikan biaya pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka, sehingga bagi pasangan suami istri yang mengalami perkara perceraian di tahap pengadilan, diharuskan untuk menjelaskan kronologi dan faktor terjadinya permasalahan dalam rumah tangganya agar hakim dapat memberikan putusan secara adil dan berdasarkan aturan hukum.
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 02/Pdt.G/2015/PN.CAG, Tentang Alat Bukti Fotokopi Sebagai Alat Bukti Yang Sah Yuli Angriani; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.294 KB)

Abstract

Pasal 1888 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menentukan bahwa “kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya. ”Mahkamah Agung juga telah memberikan penegasan atas bukti berupa fotokopi dari surat/dokumen, dengan kaidah hukum sebagai berikut: Surat bukti fotokopi yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus dikesampingkan sebagai surat bukti.”(Putusan MA No. : 3609K/Pdt/1985). Namun dalam putusan Pengadilan Negeri Calang No. 02/Pdt.G/2015/PN.CAG, telah menerima fotocopy sebagai alat bukti yang sah. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim terhadap alat bukti fotocopy sebagai alat bukti yang sah dan memperoleh pemahaman terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Calang Nomor: 02/Pdt.G/2015/PN.CAG dalam kaitannya dengan tujuan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif melalui penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara ini. Pengolahan data dan analisis data menggunakan pendekatan metode kualitatif. Hasil analisis putusan Pengadilan Negeri Calang mengenai alat bukti fotokopi  sebagai alat bukti yang sah, di mana hakim menerima alat bukti fotokopi sebagai alat bukti yang sah karena Penggugat mengajukan alat bukti berupa Akta Autentik dan pihak Tergugat tidak bisa membuktikan bantahannya. Sebaliknya bukti-bukti surat yang telah diajukan oleh Tergugat berupa Akta dibawah tangan dan dibantah keabsahannya oleh pihak Penggugat. Dari sisi tujuan hukum, asas keadilan dalam putusan tersebut tidak terpenuhi. Putusan hakim pada dasarnya telah memberikan kepastian hukum kepada para pihak walaupun disisi lain terkesan hukum positifnya diabaikan. Dalam asas kemanfaatan hukum, putusan hakim yang menerima alat bukti fotokopi sebagai alat bukti yang sah memberikan kebaikan bagi Penggugat dan Tergugat terhadap objek sengketa agar bisa dimiliki bersama kembali dan tidak dikuasai secara pribadi oleh Tergugat. Disarankan kepada Penggugat dalam mengajukan gugatan haruslah lebih teliti dalam melihat unsur-unsur yang terpenuhi terhadap perkara yang dihadapi. Selanjutnya diharapkan kepada hakim dalam memberikan putusan dapat mewujudkan tujuan hukum dan mencerminkan nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Article 1888 of the Civil Code specifies that the strength of written evidence is it’s original deed. If it’s original deed exist, then copies and summaries are credible only if they are in accordance with the original form.  The Supreme Court has also confirmed the photocopying evidence in the form of letter/document, with the rule of law as follow: Photocopying evidence which has never submitted or never existed it’s original letter, should be dismissed as a proof. (Supreme Court Verdict Number 3609K/Pdt/1985). However, in the Verdict of Calang District Court received photocopy as a valid proof. This case study aims to determine the basic consideration of judges towards Photocopying evidence as a valid proof and to gain an understanding the Verdict of Calang District Court Number 02/Pdt.G/2015/PN.CAG in relation to the purpose of law. This is a normative research through library research. Library research conducted by studying books and legislation relating to this case. The data is processed and analysed by qualitative approach. The result analysis of the Verdict of Calang District Court regarding Photocopying evedence as a valid proof, in which the judge received Photocopying evidence as a valid proof because Plaintiffs presented evidence in the form of Authentic Act and the Defendant can not prove his denial. Instead the documentary evidence which had been submitted by the Defendant was in the form of made deed/privately deed and denied it’s legitimacy by the applicant party. In terms of the purpose of law, the principle of justice was not fulfilled. The judges’ Verdict had basically been giving legal certainty to the parties even if the other side was impressed how the law was ignored. In the principle of legal benefit , the judge’s decision that accepted the photocopying evidence as a valid evidence give to the Plaintiff a favor and the Defendant to the dispute objects to be owned together again and not personally controlled by the defendant. It is suggested to the Plaintiff in the lawsuit filed to be more careful in looking at the elements fulfilled in the case he/she faced. Furthermore, it is expected that the judge in giving judgment can realize the purpose of law and reflect the values of justice, certainty and legal expediency. 
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA BIMBINGAN BELAJAR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI KOTA BANDA ACEH Nofrijal Firdaus HR; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan pelaku usaha memberikan janji terhadap konsumen/siswa, bentuk tanggung jawab pelaku usaha bimbingan belajar terhadap konsumen/siswa, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen/siswa. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab pelaku pelaku usaha memberikan jaminan ialah sebagai berikut; pertama faktor adanya progam pembelajaran yang tepat sehingga diyakini dapat meningkatkan kesuksesan proses pembelajaran, faktor optimis, faktor adanya tenaga pengajar yang berpengalaman/senior, bermutu serta berkualitas, dan faktor promosi untuk menarik konsumen. Adanya 2 bentuk pertanggung jawaban terhadap siswa/peserta didik yang gagal pada ujian masuk perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi kedinasan, yaitu adanya garansi ganti uang/uang kembali dan garansi gratis mengikuti program bimbingan belajar selama 1 tahun. Disarankan kepada Lembaga bimbingan belajar agar lebih transparan dalam menyampaikan informasi serta lebih meningkatkan lagi kualitas serta kuantitas lembaga dan kepada konsumen agar menjadi konsumen yang pintar, terlebih dahulu membaca informasi tentang lembaga belajar yang akan di pilih, yang tidak menyalahi aturan tentang perlindungan konsumen.
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1931/K/PDT/2009 TENTANG PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL TERHADAP OBJEK SENGKETA BANGUNAN RUMAH TOKO Cut Ella Muliasari; Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 1: Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan eksekusi riil, hambatan dan upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan eksekusi riil, serta pencapaian tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi pihak yang berperkara. Pengumpulan data digunakan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukakan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1931/K/PDT/2009 dalam pelaksanaan eksekusi riil  terhadap objek perkara berupa 2 (dua) unit ruko mengalami hambatan, sehingga eksekusi tidak berjalan.  Hambatan  karena putusan kurang jelas, adanya perlawanan fisik dan keterbatasan keamanan, kurangnya pengawasan dari Ketua Pengadilan Negeri Sigli dalam pelaksanaan eksekusi riil. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan eksekusi lanjutan sampai eksekusi dapat terlaksana. Tujuan hukum pada putusan ini belum  tercapai. Disarankan kepada pengadilan negeri agar melakukan eksekusi lanjutan, sehingga perkara dapat selesai dan pihak yang menang mendapatkan apa yang menjadi haknya sesuai dengan putusan hakim.
Meningkatnya Cerai Gugat Pada Mahkamah Syar’iyah Muzakkir Abubakar
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 22, No 2 (2020): Vol. 22, No. 2, Agustus 2020
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v22i2.16103

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab fenomena cerai gugat yang diajukan oleh istri terhadap suaminya  melalui lembaga pengadilan yang terus meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan dengan gugatan talak yang diajukan oleh pihak suami terhadap istrinya. Cerai gugat atau gugatan talak melalui lembaga pengadilan memiliki dampak yang cukup besar, baik terhadap para pihak itu sendiri maupun terhadap anak-anak dan keluarganya yang lain. Dengan melakukan studi dokumen diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya cerai gugat sangat bervariasi sesuai dengan kasusnya masing-masing, yaitu karena tidak adanya keharmonisan dalam keluarga yang menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, adanya pemahaman tentang kesamaan hak antara suami isteri (isu gender) sehingga harus mendapat perlindungan hukum, adanya pergeseran nilai kearah modernisasi yang merupakan pengaruh budaya luar yang menganggap perkawinan sebagai salah satu bentuk hubungan perdata, meningkatnya kesadaran hukum perempuan akan hak-hak dalam perkawinan dan rumah tangga, adanya payung hukum bagi perempuan dalam mempertahankan hak-haknya yang diatur secara normatif dan dinilai memiliki andil dalam peningkatan kesadaran akan hak-hak perempuan (isteri). Increased Divorce in the Syari’ah Court This study aims to answer the phenomenon of divorce which is filed by the wife through a court that continues to increase from year to year compared to divorce lawsuits filed by the husband. Divorce through a court has a considerable impact, both on the parties and on the children and other families. By conducting a document study, the research found that the factors causing the divorce are due to: lack of harmony in the family which causes ongoing disputes and quarrels; an understanding of equal rights between husband and wife (gender issues) so that both must receive legal protection; the existence of shifting values towards modernization which is an influence of external culture that considers marriage as a form of civil relations so that increasing women's legal awareness of rights in marriage and the household; there is a law for women in defending their rights that are normatively regulated and assessed has a stake in raising awareness of women's (wife's) rights.
Hak Mengajukan Gugatan dalam Sengketa Lingkungan Hidup Muzakkir Abubakar
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 21, No 1 (2019): Vol. 21, No. 1 (April 2019)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v21i1.12766

Abstract

Penelitian ini ingin menjawab keberadaan pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan apabila terjadinya  kerugian akibat perbuatan melawan hukum dalam lingkungan hidup. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian akibat pencemaran atau perusakan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha atau penanggungjawab usaha dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan dapat dilakukan melalui gugatan perdata biasa yang diajukan oleh pihak korban atau  anggota masyarakat biasa yang mengalami kerugian. Dengan melakukan studi dokumen, ditemukan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 telah memberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan melalui legal standing/LSM, prosedur class action  atau melalui citizen suit yang merupakan hak gugat tanpa adanya kepentingan hukum. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab di bidang lingkungan hidup juga dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Right to Submit a Law in the Environmental Disputes This study wants to answer the existence of parties who can file a lawsuit to the court if there is an unlawful act that results in a loss to the environment. Unlawful acts that cause losses due to pollution or environmental damage carried out by employers or business people responsible for and/or environmental damage. Settlement of environmental disputes through a court can be carried out through civil lawsuit filed by victims or community who suffer losses. By conducting document studies, it was found that with the enactment of Law No. 32 of 2009, it has provided an opportunity to file a lawsuit through legal standing, class action or through citizen suits which constitute a claim right without any legal interest. The Government or Regional Government as the person in charge of the environmental sector can also file a lawsuit against the perpetrators of environmental pollution and/or damage for the benefit and welfare of the community.