Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Tanggung Jawab PPAT dalam Penetapan Nilai Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Banda Aceh Harnita Harnita; Muazzin Muazzin; Zahratul Idami
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 3 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.211 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p05

Abstract

PPAT is an official appointed by the State in carrying out office duties which include relating to the function of public services in the field of law. This is related to his authority in making a sale and purchase deed. Based on Article 5 paragraph (1) of Qanun Number 7 of 2010 concerning Fees for Acquisition of Land and Building Rights, in the inclusion of a sale and purchase deed made by PPAT, it must be following the actual transaction price. But in practice, PPAT was still found which decreased the value of land and building sale and purchase transactions. The purpose of this research is to explain the responsibility of the notary as PPAT in determining the value of land and building sale and purchase transactions, and the reason of the notary as PPAT in determining the value of the sale and purchase transaction of land and buildings not following the actual price. This study uses a type of empirical legal research. The results of the study indicate that the notary / PPAT is responsible for the incompatibility of transaction values ??contained in the deed of sale and purchase which do not match the actual price. The notary / PPAT reason in determining the value of the sale and purchase transaction of land and buildings is not following the actual price due to unfair competition between fellow notaries / PPAT, constraints related to taxpayers, and a sense of solidarity among notaries. PPAT merupakan pejabat yang diangkat oleh Negara dalam menjalankan tugas jabatan yang diantaranya berkaitan dengan fungsi pelayanan publik dalam bidang hukum. Hal ini berkaitan dengan kewenangannya dalam pembuatan akta jual beli. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Qanun Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dalam pencantuman akta jual beli yang dibuat oleh PPAT haruslah sesuai dengan harga transaksi yang sebenarnya. Namun dalam praktiknya masih ditemukan PPAT yang melakukan penurunan nilai transaksi jual beli tanah dan bangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tanggung jawab notaris selaku PPAT dalam penetapan nilai transaksi jual beli tanah dan bangunan, dan alasan notaris selaku PPAT dalam penetapan nilai transaksi jual beli tanah dan bangunan tidak sesuai dengan harga sebenarnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa notaris/PPAT bertanggung jawab terhadap ketidaksesuaian nilai transaksi yang terdapat dalam akta jual beli yang tidak sesuai dengan yang harga yang sebenarnya. Alasan notaris/PPAT dalam penetapan nilai transaksi jual beli tanah dan bangunan tidak sesuai dengan harga sebenarnya adalah karena adanya persaingan tidak sehat antara sesama rekan notaris/PPAT, adanya kendala yang berhubungan dengan wajib pajak, dan adanya rasa kesetiakawanan antara sesama notaris.
Peran Majelis Pengawas Notaris Terkait Pencantuman Klausula Pelindung Diri Raifina Oktiva; Iman Jauhari; Muazzin Muazzin
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 2 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i02.p13

Abstract

The purpose of this study was to determine the role of the Notary Supervisory Council in the inclusion of notary self-protection clause. This study is normative legal research using a statute conceptual approach and analyzed using a pre-descriptive-evaluative.The results showed that the legal effect of the inclusion of a notary self-protection clause is flawed notarial deed as an authentic deed. As a result, the role of the Notary Supervisory Council to oversee the performance of notaries.However, the supervisory authority is only in the context of preventive supervision and oversight, but it is not authorized in the context of curative supervision in matter of the inclusion of a notary self-protection clause. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang peran Majelis Pengawas Notaris dalam pencantuman klausula pelindung diri.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model penelitian hukum normatif melalui pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep serta dianalisis dengan cara prekriptif-evaluatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari pencantuman klausula pelindung diri adalah cacatnya akta notaris sebagai akta otentik sehingga diperlukan adanya peran dari Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi kinerja notaris. Namun kewenangan pengawasan itu hanya dalam konteks pengawasan yang bersifat preventif dan tidak berwenang dalam konteks pengawasan yang bersifat kuratif dalam persoalan pencantuman klausula pelindung diri.
Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah (Putusan Mahkamah Syar’iah Banda Aceh Nomor 223/PDT.G/20187MS-BNA) Ikrar Cardova; Iman Jauhari; Muazzin Muazzin
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 8, No 2: August 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v8i2.684

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah yang dinyatakan tidak berkekuatan hukum oleh mahkamah syar’iyah; metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini metode normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Berdasarkan fakta-fakta yang terdapat di masyarakat, sertipikat hak atas tanah belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Dalam prakteknya seperti pada kasus dalam putusan m ahkamah Syar’iah Banda Aceh Nomor 223/Pdt.G/2017/MS.Bna hakim menetapkan bahwa penggugat yang merupakan ayah dari tergugat berhak mendapatkan ¼ (seperempat) bagian dan menyatakan bahwa sertipikat hak milik atas tanah No.10146 dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Implementasi United Nations Convention On Biological Diversity Sebagai Upaya Pelestarian Taman Nasional Gunung Leuser Lidya Aulia A; Muazzin Muazzin
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Indonesia mengimplementasi ketentuan United Nations Convention On Biological Diversity (UN-CBD) dalam upaya pelestarian Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) serta hambatan dalam upaya pelestarian  kawasan TNGL. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Data primer, terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan implementasi UN-CBD dalam pelestarian TNGL melalui pembentukan Perundang-undangan nasional tentang kehutanan, penataan ruang dan dukungan undang-undang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya serta meratifikasi Cartagena Protocol dan Nagoya Protocol untuk membantu mencapai tujuan UN-CBD, namun tujuan tersebut belum didapat dengan maksimal karena Indonesia belum menjalankan ketentuan yang diatur untuk pembentukan Balai Kliring dan lemahnya pengawasan atas pemanfaatan sumber daya genetik. Hambatan yang dihadapi pemerintah dalam pelestarian TNGL dikarenakan adanya kebijakan pemerintah yang masih menghambat pelestarian TNGL, lemahnya pengawasan di kawasan TNGL, dan kurangnya partisipasi masyarakat. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat membentuk Balai Kliring, meningkatkan pengawasan hasil penelitian dan pengembangan sumber daya genetik dan bagi pengembangan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) diharapkan mengoptimalkan kerjasama dengan penegak hukum, membangun dan memperkuat kerjasama dengan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTAN UDARA TERHADAP PENUMPANG DISABILITAS KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Rizky Prayoga; Muazzin Muazzin
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam hukum pengangkutan udara internasional, apakah perbuatan awak kabin dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum dan bagaimana perusahaan angkutan udara bertanggung jawab kepada penumpang yang mengalami kerugian. Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini menggunakan penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (konvensi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa perbuatan awak kabin tersebut dapat dimintakan pertanggung jawabaannya secara hukum berdasarkan prinsip perbuatan melawan hukum dalam pengangkutan internasional yaitu prinsip tanggung jawab mutlak dan untuk mendapatkan tanggung jawab berupa ganti kerugian terhadap korban yaitu korban terlebih dahulu harus mengajukan gugatan di pengadilan dimana korban dapat mengakses lebih mudah artinya dapat diajukan atas pilihan penggugat. Pada kasus ini penggugat mengajukan gugatan di pengadilan penggugat bertempat tinggal. Disarankan negara-negara peserta Konvensi Montreal 1999 agar kedepannya dapat mengatur lebih banyak pasal-pasal kerugian yang belum diatur dan diharapkan kepada pihak pengangkut udara untuk tidak melakukan diskriminasi kembali kepada penumpang penyandang disabiilitas serta diharapkan hakim dalam menyelesaikan perkara ini dengan seadil-adilnya.
Upaya Terpadu Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkotika di Lapas Klas II A Banda Aceh dan Rutan Klas II B Sigli Risa Andika Sari; Suhaimi Suhaimi; Muazzin Muazzin
Syiah Kuala Law Journal Vol 2, No 1: April 2018
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.489 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v2i1.10593

Abstract

Pasal 46 UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan Kepala Lapas bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban di Lapas yang dipimpinnya. Pasal 4 Angka 7 Permenkumham No 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lapas dan Rutan menyatakan setiap Narapidana/Tahanan dilarang menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi narkotika. Terdapat MoU antara Kemenkumham dan BNN serta Kemenkumham dan Kepolisian tentang pencegahan dan pemberantasan narkotika di Lapas. Namun kenyataannya, peredaran gelap narkotika masih terjadi sebagaimana di Lapas Klas IIA Banda Aceh dan Rutan Klas IIB Sigli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan upaya terpadu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkotika di Lapas dan Rutan serta hambatan dalam pelaksanaan upaya terpadu tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Pelaksanaan upaya terpadu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkotika belum berjalan maksimal dikarenakan tidak adanya hubungan yang sinergis antar instansi terkait. Hambatan yakni kebocoran informasi, keterlibatan oknum petugas Lapas, protap Lapas, keterbatasan anggaran dan sarana prasarana. Disarankan kepada Lapas, Kepolisian dan BNN untuk menindaklanjuti MoU yang ada dengan perjanjian yang memuat substansi dan sanksi yang tegas, sehingga aturan yang ada mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kepada Pemerintah, untuk mengalokasikan anggaran serta pengadaan sarana prasarana yang memadai dan merevisi aturan pasal 17 ayat (5) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.Article 46 of the Act Number 12, 1995 concerning the Correctional Centre states that the Head of a correctional service center is responsible for security and order in the center, which he is in charge. Article 4 of Point 7 of the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 6, 2013 on the Correctional Centre and Detention also states that every prisoner or detainee is prohibited from storing, making, carrying, distributing and/or consuming narcotics and/or narcotics precursors and other dangerous drugs. In addition, there is a MoU between the Ministry and BNN and MoU between the Ministry of Law and Human Rights and Police on the prevention and eradication of narcotics in prisons. However, illicit drug trafficking still occur in Class II A Correctional Centre of Banda Aceh and Class II B Sigli. This research aims to know and explain integrated prevention and suppression efforts of drug abuses at correction center and obstacles faced in integrated prevention and suppression efforts of drug abuses at correction center. The research shows that integrated prevention and suppression efforts of drug abuses at correction center have not been working maximal, as there is no synergic relationship between related institutions. The obstacles is, namely information leakage, the involvement of officers, criminal procedures, lack of budget and infrastructure. It is recommended that the Centre, the police and the BNN to follow up existing MoUs with agreements containing substance and strict sanctions, so that existing rules have binding legal force. The government should allocate sufficient budget and the provision of adequate infrastructure facilities and revise the Article 17 point  (5) of the Act Number 12, 1995 concerning the Correctional Centre.
Attempt of Lawsuit by The Debtor to Delay The Implementation of The Auction of The Object of Liability Muhammad Irvan Hidayana; Ilyas Ismail; Muazzin Muazzin
Syiah Kuala Law Journal Vol 5, No 3: Desember 2021
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.763 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v5i3.24299

Abstract

The auction lawsuit arises when there is dissatisfaction with the debtor where the claim before the auction is intended by the plaintiff to delay the auction and the lawsuit after the auction has very diverse motives that cause it. The type of research used is normative legal research with analytical approach and legislation approach. (statute approach). Data processing is carried out in a systematic way on written legal materials. The purpose of this study is to explain the causes and explain the legal protection for debtors as well as the legal consequences for delaying the implementation of the mortgage execution auction. The results of this study indicate that there is a loss experienced by the debtor for setting a low limit value in the implementation of the mortgage execution auction which is carried out by the KPKNL as the Auction Body. Every limit price determination is required to use or use an appraisal service in accordance with Article 36 number 93/PMK/2010 concerning Auction Implementation Guidelines. There are objections to the low auction limit value, the debtor files a lawsuit to the court to postpone the auction, so if the court has given a decision that has permanent legal force stating the auction being held is invalid and null and void.
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Kegiatan REDD+ Muazzin Muazzin
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 2 (2015): Vol. 17, No. 2, (Agustus, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Pemberlakuan REDD+ telah mengundang perhatian yang besar sebagai cara yang bias meningkatkan dukungan terhadap kegiatan pengawas hutan dari penduduk yang tinggal di area hutan. Keuntungan yang potensial dalam kaitannya dengan program REDD+ termasuk penguatan lahan masyarakat dan hak hak mereka, penguatan institusi masyarakat dan peningkatan pendapatan mereka melalui pembagian keuntungan. Pada waktu yang sama, REDD+ telah memacu perhatian mengenai kemungkinan dari penolakan hak masyarakat adat dan masyarakat setempat, termasuk pembatasan pada lahan dan hak hak, peningkatan pengelolaan hutan secara terpusat dan ketidakadilan pembagian keuntungan. Protection of The Rights of Indigenous Peoples in REDD+ Activities ABSTRACT: The emergence of REDD+ has generated great interest as a possible way to increase support for the forest stewardship activities of indigenous peoples and local communities. Potential benefits associated with REDD+ initiatives include strengthening of community land and resource rights, empowerment of community institutions and increased income through benefit sharing. At the same time, REDD+ has sparked concern about possible adverse impacts on indigenous and com­munity rights and livelihoods, including restrictions on land and resource rights, increased centralization of forest management, and inequitable benefit sharing.
Alih Fungsi Ekosistem Hutan Manggrove di Kabupaten Aceh Tamiang Muazzin Muazzin; Enzus Tinianus
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 3 (2010): Vol. 12, No. 3, (Desember, 2010)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: Protection against forest ecosystem conservation in Aceh Tamiang manggrove decreased. This can be seen from the policy of land conversion in the forest ecosystem manggrove. Local governments have issued policies on the conversion of mangrove forest ecosystems that are not in accordance with its provisions, the conversion of the ecosystem of the mangrove forest to plantations. In addition, the exploitation of the mangrove forest by the community to the needs of charcoal that has lasted a long time and generations as well as land clearing for aquaculture ponds also cause damage to mangrove ecosystems. The conversion of mangrove forests has led to the effect that should be shouldered by the public, which reduced the catch of fishermen, the pollution of mangrove forest ecosystems.  The Convertion of Mangrove Forest Ecosystem  in Aceh Tamiang District
Hambatan Eksekusi Putusan Hakim dalam Perkara Jinayah pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen Muazzin Muazzin
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 1 (2011): Vol. 13, No. 1, (April, 2011)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: The existence and authority Syar'iyah Courts regulated in Qanun Number 10 of 2002 on the Islamic Syari'ah Courts. Since the Year 2007 to Year 2010, the Syar’iyah Court Bireun has examined on jinayah case as many as 27 cases. Although the Court's decision in the case already have permanent legal force, yet one of the case is conducted or executed by the State Attorney Bireun. The results showed that there are some things that cause no or not execution judgement of judge Syar'iyah Court  Bireun, Syar'iyah Court Bireun and the State Attorney Bireun have no special budget to carry out additional tasks as implementing agencies in the implementation of Islamic Law in Aceh, Qanun Aceh does not give authority to the institutions of law enforcement to make arrests of suspects, accused and convicted in the case jinayah. The Constraints of Execution on the Conviction of Syariah Law Case Held by Syar’iyah Court Bireuen