Claim Missing Document
Check
Articles

Sesar Purworejo Sebagai Batas Timur Pegunungan Serayu Selatan Asmoro Widagdo; Subagyo Pramumijoyo; Agung Harijoko; Rachmad Setijadi; Eko Bayu Purwasatriya; Huzaely Latief Sunan; Maulana Rizki Aditama; FX Anjar Tri Laksono
Dinamika Rekayasa Vol 17, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Dinamika Rekayasa - Februari 2021
Publisher : Jenderal Soedirman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.dr.2021.17.1.335

Abstract

Struktur ekstensional Purworejo berada di bagian timur Pegunungan Serayu Selatan. Struktur ini adalah batas Pegunungan Serayu Selatan di bagian timur. Bagaimana pengaruh struktur ini dalam hubungan geologis Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Kulon Progo merupakan permasalahan penting, untuk itu menjelaskan kondisi geologis daerah ini perlu dilakukan. Penelitian dilakukan dengan meninjau data lapangan tentang struktur dan litologi yang berkembang di daerah sekitar patahan Purworejo. Distribusi batuan Gunung Gajah Barat merupakan indikasi keberadaan struktur patahan ekstensional Purworejo. Distribusi facies-medial Gunung Gajah Barat terpotong dan menjadi sempit di barat, sedangkan ke utara sangat luas. Fasies medial Gunung Gajah Barat terdiri dari lava andesit, breksi andesit dan batupasir tufaana. Di sebelah barat, patahan normal Purworejo ditemukan batuan yang berbeda dalam bentuk breksi polimik dengan fragmen batuan andesit, blok breksi andesit, blok batu pasir karbonatan, dan blok napal. Hasil analisis gores-garis pada garis patahan ini menunjukkan gaya kompresional minimum (T3) berarah barat ke barat laut yang telah bekerja untuk membuat patahan normal Utara-Selatan (N-S). Kehadiran gaya ini dengan kompresi utama / area Kompresi (T1) secara vertikal telah bekerja untuk membuat sesar normal dengan kemiringan ke barat
Quantification Model of Qualitative Geological Data Variables for Exploration Risk Assessment in Prospect Cu-Au Porphyry Deposit Randu Kuning, Wonogiri, Central Java Nurkhamim Nurkhamim; Arifudin Idrus; Agung Harijoko; Irwan Endrayanto; Sapto Putranto
UNEJ e-Proceeding 2016: Proceeding The 1st International Basic Science Conference
Publisher : UPT Penerbitan Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Almost geological data variable contain some degree of uncertainty. Most decisions in mineral exploration was based on geological reports, measurements, calculations as well as ignorance of the geological uncertainty underlies all natural risks of the exploration effort. Risks affecting mineral exploration activities, among others caused by several things. Inherent natural variability in the process of geology and geological objects. Uncertainty on the conceptual and models, associated with incomplete knowledge and subjective interpretations of processes and geological objects. Errors can also occur when observing, measuring or evaluating samples or mathematical analysis of geological data. Data from exploration activities, can be grouped into two types of data, namely quantitative data (e g; grade) and qualitative data (geological data). Geological data variables still largely a qualitative data, resulting between some geologists are not infrequent errors of judgment (assessment of subjective data). This leads to misinterpretation of results of exploration that will ultimately impact on the exploration risk assessment. Currently, the quantification of qualitative data variable is one parameter which is becoming a necessity, because it will be easier in terms of interpretation, communication and measurable. Porphyry Cu - Au deposit in the Randu Kuning Prospect, Wonogiri has the characteristic geometry and grade distribution are quite complex. It is characterized by the appearance of some kind of vein and stockwork with different characteristics. Quantification of geological variables will result in a value that allows the quantification in quantifying exploration risk. For quantitative variables data (grade) using geostatistical methods, while for qualitative variables geological data using canonical correlation and multivariable regression.
KARAKTERISTIK BATUBARA FORMASI PULAUBALANG DAN BALIKPAPAN CEKUNGAN KUTAI BAWAH, KALIMANTAN TIMUR agus winarno; D. Hendra Amijaya; Agung Harijoko
Geosapta Vol 5, No 1 (2019): Januari 2019
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3725.781 KB) | DOI: 10.20527/jg.v5i1.5500

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik batubara pada Cekungan Kutai Bawah terutama pada Formasi Pulaubalang dan Balikpapan. Sampel batubara pada penelitian diambil PT. Indominco Mandiri KW 01PB0435 Kalimantan Timur yang masuk kedalam Cekungan Kutai Bawah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis petrografi dan mineralogi batubara, proksimat dan ultimat batubara, dan kimia anorganik dan organik batubara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batubara pada Formasi Pulaubalang dan Balikpapan di Cekungan Kutai Bawah termasuk dalam Low Rank Coal (Rv < 0,60) dan masuk ke dalam peringkat batubara subbituminous; maseral batubara didominasi kelompok maseral huminite, diikuti intertinite, dan yang paling sedikit  liptinite; mineral terdiri mineral lempung (kaolinit dan illit), kuarsa, karbonat (siderite dan kalsit), sulfida (pirit dan markasit), dan oksida (goetit) yang sebagian besar merupakan jenis singenetik, bersifat detrital (mineral lempung dan kuarsa), dan autigenik (mineral sulfida dan karbonat); dan batubara pada kedua formasi ini dibentuk oleh campuran struktur alifatik dan beberapa struktur aromatik dan memperlihatkan ikatan hidrogen yang lebih jelas (kaya huminite). Studi batubara ini diharapkan dapat menambah refensi tentang karakteritik batubara yang dapat berguna untuk mempelajari pemanfaatan batubara lebih lanjut.  
KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP KEMUNCULAN FORMASI NANGGULAN DI DAERAH KECAMATAN NAGGULAN KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA Asmoro Widagdo; Subagyo Pramumijoyo; Agung Harijoko
Geosapta Vol 6, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jg.v6i2.8282

Abstract

Batuan tua berumur Eosen tidak banyak tersingkap di Pulau Jawa. Salah satu lokasi singkapan batuan Paleogen ini berada di daerah Pegunungan Kulon Progo. Batuan ini adalah Formasi Nanggulan yang sangat dikenal keberadaanya di sisi timur Pegunungan Kulon Progo. Bagaimana batuan tua ini tersingkap diantara batuan yang lebih muda berumur Oligosen dan Miosen merupakan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini.Penelititan terhadap upaya menjelaskan kemunculan Formasi naggulan telah diakukan dengan serangkaian metode penelitia geologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui kajian referensi dari penelitian terdahulu mengenai Pegunungan Kulon Progo, pengamatan citra daerah Kulon Progo, pengamatan langsung tubuh batuan Eosen di lapangan serta pengukuran struktur sesar maupun kekar yang ada di lapangan. Pengukuran unsur-unsur struktur geologi digunakan dalam mengetahui struktur utama dan gaya pembentuk struktur pada batuan Formasi Nanggulan yang berumur Paleogen dan batuan di sekitarnya yang berumur Neogen.Kemunculan batuan Formasi Nanggulan yang sangat tua di daerah Naggulan dikontrol oleh struktur geologi sesar naik yang berarah timurlaut-baratdaya (NE-SW) akibat gaya utama berarah baratlaut-tenggara. Sesar ini membentuk struktur sekunder berupa sesar dextral, sesar sinistral dan lipatan. Sesar sinistral berkembang di selatan menciptakan kontak batuan Nanggulan dengan batugamping Formasi Sentolo yang berumur Miosen Akhir. Sesar dextral berkembang di utara menciptakan kontak batuan Formasi Nanggulan dengan batuan vulkanik Oligosen dan batugamping Formasi Sentolo.  Lipatan antiklin terbentuk pada Formasi Nanggulan. Sesar naik terbentuk pada batuan vulkanik Formasi Kebo Butak. Kata-kata kunci: Struktur geologi,  sesar naik, sinistral, dekstral, lipatan
Pengaruh Tektonik Kompresional Baratlaut-Tenggara Terhadap Struktur Bidang Perlapisan, Kekar, Sesar dan Lipatan di Pegunungan Kulon Progo-Yogyakarta Asmoro Widagdo; Subagyo Pramumijoyo; Agung Harijoko
Geosapta Vol 5, No 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1228.115 KB) | DOI: 10.20527/jg.v5i2.6211

Abstract

Pegunungan Kulon Progo berada di sebelah barat Dataran Yogyakarta dan menjadi batas barat Cekungan Yogyakarta. Di sebelah timur Cekungan Yogyakarta terdapat interaksi dengan Pegunungan Selatan Jawa. Interaksi tektonik ini memberikan pengaruh terhadap Pegunungan Kulon Progo. Penelitian ini dilakukan dengan pemetaan struktur geologi dan analisis data struktur di Pegunungan kulon Progo. Analisis struktur geologi dilakukan dengan metode stereografis terhadap data bidang perlapisan batuan sedimen, kekar, sesar dan lipatan hingga arah gaya utama atau stress pembentuknya duketahui. Di Pegunungan Kulon Progo gaya utama kompresional berarah tenggara-baratlaut menghasilkan kemiringan bidang perlapisan batuan sedimen (dengan arah SE dan NW), kekar gerus (E-W dan NNW-SSE), kekar gerus (NW-SE), sesar sinistral (NNE-SSW), sesar dextral (NW-SE), sesar naik (NE-SW), sesar turun (NW-SE) dan lipatan (dengan sumbu NE-SW). Pelamparan Formasi Sentolo yang luas di sisi timur Pegunungan Kulon Progo dibandingkan di sisi barat, dihasilkan dari gaya kompresi dari arah tenggara. Kemunculan Formasi Nanggulan di sisi timur pegunungan Kulon Progo dihasilkan oleh sesar naik akibat gaya kompresi ini. Gaya kompresi arah tenggara (SE) merupakan hasil reorientasi gaya utara-selatan (N-S) di Pulau Jawa oleh Sesar Opak. Sesar sinistral Bantul dan Sesar dextral Sleman merupakan sesar mendatar orde ke-2 dari sesar orde ke-1 sesar sinistral Opak. Kata-kata kunci: struktur, stress, sesar, kekar, lipatan
Sudi Pendahuluan Pengaruh Karakteristik Batubara Peringkat Rendah Cekungan Kutai Terhadap Gasifikasi Batubara Agus Winarno; D. Hendra Amijaya; Agung Harijoko
PROMINE Vol 4 No 2 (2016): PROMINE
Publisher : Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1395.105 KB) | DOI: 10.33019/promine.v4i2.105

Abstract

The utilization of low rank coal (lignite and sub-bituminous) especially gasification is part of thedevelopment of coal conversion in Indonesia as drivers of the increase in value-added coal.Gasification is a process of change in the solid fuel into gas. In contrast to combustion, gasificationprocess is the process of breaking the carbon chains to form other chemical elements or compounds.This research was conducted by looking at the effect of the type of maceral, mineral and geochemicallow rank coal in the Kutai Basin. It also saw the effect of operating conditions (time and temperature),the condition of pyrolysis and gasification catalyst, so it will know the volume of the gas content of CH4,CO, CO2 and H2 results of the low rank coal gasification.
Mineral paragenesis and fluid inclusions of the Bincanai epithermal silver-base metal vein at Baturappe area, South Sulawesi, Indonesia Irzal Nur; Arifudin Idrus; Subagyo Pramumijoyo; Agung Harijoko; Akira Imai
Journal of Applied Geology Vol 3, No 1 (2011)
Publisher : Geological Engineering Department Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2830.054 KB) | DOI: 10.22146/jag.7179

Abstract

The Baturappe prospect located at southern part of Sulawesi island, Indonesia, is a hydrothermal mineralization district which is characterized by occurrence of epithermal silver-base metal deposits. The mineralization is hosted in basaltic-andesitic volcanic rocks of the late Middle-Miocene Baturappe Volcanics. More than 20 units of quartz – base metal veins are distributed in the area, and one of the most significant is the Bincanai vein. This study is aimed to characterize the mineral paragenesis and to elucidate the physicochemical conditions of the formation of the deposit on the basis of mineral assemblage and fluid inclusion mictrothermometry. Sulphide assemblages in the vein indicate an intermediate sulfidation state epithermal; beside galena and sphalerite as the early stage minerals, chalcopyrite, tennantite, and tetrahedrite are also identified as the later stage. Microthermometric study of fluid inclusions in quartz indicates formation temperature of the vein ranges from about 230 to 280°C Histogram of homogenization temperature suggests that there are two generations of hydrothermal fluid responsible for the ore mineralization in the vein; the higher temperature range represents formation temperature of the base metal (galena, sphalerite), while the lower temperature range is correlate with the precipitation of the rest relatively lower temperature sulphides (chalcopyrite, pyrite, tetrahedrite, tennantite, polybasite, and Bi-Ag-Cu-Fe-bearing sulfide). The sequence is also consistent with the mineral paragenetic. The mean of salinity (2.0–2.5 wt.% NaCl eq.) indicates that fluid responsible for the mineralization in the Bincanai vein is relatively low-salinity fluid.
HIGH SULFIDATION EPITHERMAL MINERALIZATION AND ORE MINERAL ASSEMBLAGES OF CIJULANG PROSPECT, WEST JAVA, INDONESIA Myo Min Tun; I Wayan Warmada; Arifudin Idrus; Agung Harijoko; Okki Verdiansyah; Koichiro Watanabe
Journal of Applied Geology Vol 6, No 1 (2014)
Publisher : Geological Engineering Department Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4446.559 KB) | DOI: 10.22146/jag.7215

Abstract

Cijulang is a high-sulfidation epithermal system hosted in the calc-alkaline rocks of andesite lava and lapilli tuff. Mineralization in the prospect is characterized by pyrite-enargite-gold and associated acid sulfate alteration. Studies on ore and gangue mineral assemblages and their mutual textural relationships were carried out in order to explore the paragenetic sequence of mineralization. Hypogene mineralization primarily occurs in the silicic core and the advanced argillic zone in the form of massive replacement, fracture-filling veinlets, vug-filling, patches and dissemination. Mineralization is apparently controlled by both lithology and structures. Common ore minerals include pyrite, enargite, luzonite, tennantite, chalcopyrite, covellite, galena, emplectite and Te-bearing minerals. The paragenetic study indicates that the epithermal prospect evolved from an early stage of intense acid leaching resulting in the formation of vuggy silica and advantage argillic mineral assemblage which was followed by the sulfides deposition. Two metal stages were identified during ore deposition: an early Fe-As-S stage and the later Cu-Fe-As-S stage. The former stage is char- acterized high-sulfidation state sulfides such as enargite/ luzonite+covellite whereas a later stage of Cu- Fe-As–S is represented by intermediate sulfidation state sulfides assemblage of tennantite+chalcopyrite. Gold is probably introduced in the early stage within the ore system and more abundant in the late stage. Keywords: Cijulang, high-sulfidation, acid sulfate, mineralization, enargite, paragenetic, metal stages
FLUID INCLUSION STUDIES OF THE EPITHERMAL QUARTZ VEINS FROM SUALAN PROSPECT, WEST JAVA, INDONESIA Myo Min Tun; I Wayan Warmada; Arifudin Idrus; Agung Harijoko; Okki Verdiansyah; Koichiro Watanabe
Journal of Applied Geology Vol 6, No 2 (2014)
Publisher : Geological Engineering Department Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (952.327 KB) | DOI: 10.22146/jag.7218

Abstract

Sualan prospect is located at Talegong Sub-district of Garut Regency, West Java, Indonesia. The area constitutes calc-alkaline volcanic and volcaniclastic rocks of Tertiary age. The rocks have experienced regional propylitic and argillic alteration. Fluid inclusions from quartz veins were studied in order to constrain the nature, characteristics and evolution of fluids. Microthermometric measurements on fluid inclusion were carried out by freezing and heating experiment. Temperatures of homogenization (Th) and final melting of ice (Tm) were measured for primary, liquid-dominated, two-phase inclusions. The values of Th range from 160°C to 210°C and salinities range from 0.35 to 4.96 wt.% NaCl equiv. Formation temperature of the quartz veins are estimated at 180°C and 190°C and paleo-depth of formation are at 80m and 140m, respectively. Microthermometric data indicates that fluid mixing and dilution were important processes during the evolution of hydrothermal system. Based on fluid inclusion types, microthermometric data, trapping temperature, paleo-depth, texture of quartz and hydrothermal alteration types, quartz veins from prospect were developed under epithermal environment. Keywords: Quartz vein, fluid inclusions, microthermometry, salinities, formation temperature, paleo-depth, epithermal, Sualan prospect.
MERCURY AND ARSENIC CONTAMINATION FROM SMALL SCALE GOLD MINING ACTIVITIES AT SELOGIRI AREA, CENTRAL JAVA, INDONESIA Agung Harijoko; Tin May Htun; Rodhie Saputra; I Wayan Warmada; Lucas Donny Setijadji; Akira Imai; Koichiro Watanabe
Journal of Applied Geology Vol 2, No 1 (2010)
Publisher : Geological Engineering Department Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1689.074 KB) | DOI: 10.22146/jag.7235

Abstract

Small scale gold mines discussed here are located at Selogiri area, Central Java, Indonesia which was mined by local community mainly during gold rush in 1990s. This Selogiri gold deposit genetically is characterized by porphyry mineralization overprinted by epithermal system. The ore minerals assemblage consists of pyrite, sphalerite, chalcopyrite, galena, chalcocite and rare arsenopyrite. Chemical analysis of soil and stream sediment sampled over 1.5 km across at the Selogiri gold extraction site indicates that the site has been contaminated with mercury due to mining activities. The mercury concentrations in soil and stream sediments collected during dry season range from 0.01 to 481 ppm and 0.01 to 139 ppm, respectively, higher than background value of 0.05 ppm. In contrast, mercury concentration in stream sediments collected during rainy season from the same location as dry season sampling ranges from 0.01 to 13.42 ppm, and one sample has anomalous value of 331 ppm. This result show that rain water may disperse and decrease mercury concentration in stream sediments. In case of arsenic, although the ore contains rare arsenic minerals, arsenic concentration in bulk rock and ore is high ranging from 8 to 59 ppm, while the arsenic concentration in tailing is much higher ranging from 5.8 to 385 ppm. Chemical analyses on pyrite reveal that the pyrite grains contain arsenic and might be the source of arsenic in Selogiri mine site. However, analysis of dug-well water demonstrates that the mercury and arsenic content is still lower than the maximum allowable concentration. Keywords: Mercury, arsenic, contamination, Selogiri, gold mine
Co-Authors Abdissalam, Rus Adimedha, Tyto Baskara Agung Setianto Agus Hendratno Agus Winarno Agus Winarno Akira Imai Al-Furqan, Reza Anggun Purnama Edra Arifudin Idrus Asmoro Widagdo Asmoro Widagdo Asmoro Widagdo Asmoro Widagdo Asmoro Widagdo, Asmoro Ayu Safira Mariska, Nanda Ayu Safira Mariska, Nanda Azmin Nuha Bachtiar Wahyu Mutaqin Bronto, Sutikno Cahyani, Sherinna Mega Ciputra, Roni Cahya Donatus Hendra Amijaya Doni Prakasa Eka Putra Dwi Wahyu Hardiyanto Eko Bayu Purwasatriya Esti Handini Ferian Anggara Franz Michael Meyer Franz Michael Meyer, Franz Michael Frederikus Dian Indrastomo, Frederikus Dian FX Anjar Tri Laksono Gloria Bayu Nusa Prayuda Harli Talla Haryo Edi Wibowo Hasenaka, Toshiaki Heri Syaeful Herlan Darmawan Heru Hendrayana Htun, Tin May Huzaely Latief Sunan I Gde Sukadana I Gde Sukadana I Wayan Warmada Imai, Akira Indra Agus Riyanto Indranova Suhendro Irwan Endrayanto, Irwan Irzal Nur, Irzal Jaingot A. Parhusip Jaingot A. Parhusip, Jaingot A. Juhri, Saefudin Koichiro Watanabe Koichiro Watanabe Koichiro Watanabe Koichiro Watanabe, Koichiro Kotaro Yonezu Kotaro Yonezu Lucas Donny Setijadji Mamay Surmayadi Martadiastuti, Vanadia Maulana Rizki Aditama Miftahul Huda Mohammad Yazid Abdillah Moktikanana, Mradipta Lintang Alifcanta Mori, Yasushi Mradipta Lintang Alifcanta Moktikanana Myo Min Tun Myo Min Tun Myo Min Tun Nanda Ayu Safira Mariska Nia Haerani Nugroho Imam Setiawan Nurkhamim Nurkhamim Okki Verdiansyah Okki Verdiansyah Okki Verdiansyah Oo, Toe Naing Pratiwi, Fadiah Prawira Sari, Shafa Hadaina Purnama Edra, Anggun Putranto, Sapto Rachael, Yoshi Rachmad Setijadi Raditya Jati Rahayu, Eti Razi, Faizal Reza Al-Furqan Rodhie Saputra Rosianna, Ilsa Rus Abdissalam Rus Abdissalam Ruslisan Ruslisan Sachihiro Taguchi Saefudin Juhri Sapto Putranto Saputra, Rodhie Sindern, Sven Subagyo Pramumijoyo Subagyo Pramumijoyo Subagyo Pramumijoyo Subagyo Pramumijoyo Subagyo Pramumijoyo Subagyo Pramumijoyo, Subagyo Suratman Suratman Suryanto, Wiwit Sutarto Sutarto Sutarto Sutarto Sutarto Sutarto Sutikno Bronto Sutikno Bronto Sven Sindern Syarifudin Syarifudin Taguchi, Sachihiro Tin May Htun Toe Naing Oo Toe Naing Oo Toshiaki Hasenaka Tun, Myo Min Vanadia Martadiastuti Wahyudi Wahyudi Watanabe, Koichiro Wikanti Asriningrum Yasushi Mori Yonezu, Kotaro Yonezu, Kotaro