Desi Salwani, Desi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

OSTEOPOROSIS PADA HIPERTIROIDISME Desi Salwani
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 13, No 3 (2013): Volume 13 Nomor 3 Desember 2013
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract. Osteoporosis didefenisikan sebagai pengurangan masa dan kekuatan tulang sehingga meningkatakan risiko fraktur.  Di Amerika serikat, terjadi pada 1 dari 2 wanita usia lebih dari 50 tahun dan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, mengakibatkan fraktur, meningkatkan morbiditas serta mortalitas.Hipertiroidisme mencetuskan bone turnover dan mempersingkat siklus remodelling tulang normal dan lebih sering merusak tulang kortikal (hip dan forearm) dibanding tulang trabekular (spine).Hypertiroidisme berkaitan dengan remodelling tulang, menurunnya densitas tulang, osteoporosis dan meningkatnya kejadian fraktur. Konsentrasi hormon tiroid yang tinggi dalam jangka waktu lama meningkatkan risiko osteoporosis dan risiko fraktur. Perubahan metabolisme tulang berkaitan dengan keseimbangan kalsium negatif, hiperkalsiuria dan kadang-kadang hiperkalsemia. Penanganan terhadap hipertiroidisme akan mengembalikan densitas tulang.Abstract. Osteoporosis is defined as low bone mass density  that increase fractur risk.  In US, 0steoporosis affecting approximately 1 of 2 old women  and increase fractur risk, morbidity and mortality.Hipertiroidisme causes bone turnover and  stimullates bone remodelling  cycle, cortikal (hip and forearm) than trabecular (spine).Hypertiroidisme was associated with bone remodelling, reduced bone density, osteoporosis and could increase fracture risk. High concentration of thyroid hormone causes osteoporosis and increase fracture risk. Changes in bone metabolism are associated with negative calcium balance, hypercalciuria and, rarely, hypercalcemia Management of  hypertiroidisme affects bone density. 
PUASA RAMADHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROGRESIFITAS PENYAKIT GINJAL KRONIK Abdullah Abdullah; Desi Salwani; Muhsin Muhsin; Andri Baftahul Khairi; Maimun Syukri
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 21, No 3 (2021): Volume 21 Nomor 3 Desember 2021
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v21i3.23754

Abstract

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci umat Islam dimana pada bulan ini seluruh umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari. Pengaruh puasa Ramadhan terhadap fisiologis dan biokimia tubuh telah banyak dipelajari dengan hasil yang berbeda-beda. Banyak penelitian menunjukkan puasa Ramadhan dapat ditoleransi dengan aman pada orang sehat dan memberikan efek yang menguntungkan dalam hal regulasi tekanan darah, kadar lipid darah, stres oksidatif, sensitivitas insulin, dan penyakit jantung kronis jika dilakukan dengan benar. Ada banyak kontroversi mengenai puasa Ramadhan untuk penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) terutama apakah puasa tersebut memperbaiki indikator fungsi ginjal atau malah sebaliknya. Terdapat juga banyak kekhawatiran tentang dampak dehidrasi dan efek hipoperfusi ginjal selama puasa Ramadhan terhadap penderita PGK. Tinjauan kepustakaan ini memberikan bukti-bukti terbaru tentang pengaruh puasa Ramadhan terhadap progresifitas PGK, baik pada penderita predialisis, yang sedang menjalani dialisis, maupun yang telah menjalani transplantasi ginjal.
OSTEOPOROSIS PADA HIPERTIROIDISME Desi Salwani
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 13, No 3 (2013): Volume 13 Nomor 3 Desember 2013
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v13i3.3423

Abstract

Abstract. Osteoporosis didefenisikan sebagai pengurangan masa dan kekuatan tulang sehingga meningkatakan risiko fraktur.  Di Amerika serikat, terjadi pada 1 dari 2 wanita usia lebih dari 50 tahun dan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, mengakibatkan fraktur, meningkatkan morbiditas serta mortalitas.Hipertiroidisme mencetuskan bone turnover dan mempersingkat siklus remodelling tulang normal dan lebih sering merusak tulang kortikal (hip dan forearm) dibanding tulang trabekular (spine).Hypertiroidisme berkaitan dengan remodelling tulang, menurunnya densitas tulang, osteoporosis dan meningkatnya kejadian fraktur. Konsentrasi hormon tiroid yang tinggi dalam jangka waktu lama meningkatkan risiko osteoporosis dan risiko fraktur. Perubahan metabolisme tulang berkaitan dengan keseimbangan kalsium negatif, hiperkalsiuria dan kadang-kadang hiperkalsemia. Penanganan terhadap hipertiroidisme akan mengembalikan densitas tulang.Abstract. Osteoporosis is defined as low bone mass density  that increase fractur risk.  In US, 0steoporosis affecting approximately 1 of 2 old women  and increase fractur risk, morbidity and mortality.Hipertiroidisme causes bone turnover and  stimullates bone remodelling  cycle, cortikal (hip and forearm) than trabecular (spine).Hypertiroidisme was associated with bone remodelling, reduced bone density, osteoporosis and could increase fracture risk. High concentration of thyroid hormone causes osteoporosis and increase fracture risk. Changes in bone metabolism are associated with negative calcium balance, hypercalciuria and, rarely, hypercalcemia Management of  hypertiroidisme affects bone density.
Thalassemia Beta Mayor dengan Osteoporosis Desi Salwani
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 14, No 2 (2014): Volume 14 Nomor 2 Agustus 2014
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Thalassemia Beta Mayor dengan Osteoporosis
HUBUNGAN LAMA HEMODIALISIS DENGAN KEJADIAN AMENORE SEKUNDER PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH DAN RSUD TGK.CHIK DITIRO SIGLI Dewi Yulianti Prastiwi; Desi Salwani; Saminan .
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Medisia Vol 2, No 1: Februari 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Medisia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.985 KB)

Abstract

Gagal ginjal kronik (GGK) ialah kerusakan pada struktur dan fungsi ginjal 3 bulan dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) 60 ml/menit/1,73 m2 yang bersifat progresif danireversible. Salah satu terapi bagi penderita GGK ialah hemodialisis (HD). Namun, lama hemodialisis dapat berpengaruh pada perubahan siklus menstruasi yaitu menjadi berkurang bahkan berhenti atau amenore sekunder pada pasien GGK yang berjenis kelamin perempuan sebab hemodialisis akan mempengaruhi hormon estrogen. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan lama hemodialisis dengan kejadian amenore sekunder pada pasien GGK di Ruang Hemodialisis RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Klinik Ginjal Nadhira Banda Aceh dan RSUD Chik Ditiro Sigli. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional dan telah dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 dengan jumlah responden 33 orang, 14 responden mengalami amenore sekunder dan 19 responden tidak mengalami amenore sekunder. Hasil analisis komparatif dengan uji Chi-Squaremenunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama HD dengan kejadian amenore sekunder (p = 1,000) pada pasien GGK. Maka, persentasi angka kejadian amenore sekunder pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD 42,4 %  dan salah satu faktor risiko kejadian amenore sekunder ialah hemodialisis (HD).
Hemoglobin dan Adekuasi Berkorelasi dengan Kualitas Hidup dan Kinerja Jantung Pada Pasien Hemodialisis Hardi Yanis; Abdullah Abdullah; Desi Salwani; Muhammad Diah; Muhsin Muhsin; Maimun Syukri
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 22, No 1 (2022): Volume 22 Nomor 1 Maret 2022
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v22i1.24769

Abstract

Pendahuluan. Penyait Ginjal Stadium Akhir (end stage renal disease, ESRD) merupakan stadium Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang memerlukan terapi pengganti ginjal termasuk hemodialisis (HD). Indikator keberhasilan HD termasuk kinerja jantung dan kualitas hidup pasien diyakini tergantung pada indikator proses yang meliputi kecukupan (adekuasi) HD, kejadian anemia serta malfungsi akses vaskular dan infeksi. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara indikator proses dan indikator hasil pasien HD. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort yang melibatkan 350 pasien dari 5 unit HD di Provinsi Aceh. Data diperoleh dari rekam medis pasien, sedangkan kualitas hidup pasien HD dinilai dengan kuesioner Kidney Disease Quality of Life (KDQoL). Kinerja jantung dinilai dengan menggunakan ekokardiografi. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara hemoglobin (Hb) dan adekuasi HD dengan fraksi ejeksi pasien yang menjalani HD. Selain itu, penelitian ini juga menemukan hubungan positif yang signifikan antara Hb dan adekuasi dengan kualitas hidup pasien HD, terutama fungsi fisik dan kesejahteraan emosional. Kesimpulan. Adanya korelasi positif antara Hb dan adekuasi HD dengan kinerja jantung dan kualitas hidup menunjukkan pentingnya indikator proses dalam meningkatkan kualitas pelayanan HD serta pasien HD.
Cutaneous Adverse Drug Reaction Among HIV-Infected Patients Starting Antituberculosis Treatment Widhani, Alvina; Karjadi, Teguh Harjono; Yunihastuti, Evy; Salwani, Desi; Pramudita, Angga; Nababan, Saut Horas; Praptini, Mirna Nurasri; Mondrowinduro, Prionggo
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 9, No. 4
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction. Treatment of tuberculosis (TB) in HIV patients is complicated due to numerous comorbidities and possible adverse effects. One of which is cutaneous adverse drug reaction (CADR). This adverse event is often difficult to manage because of multiple medications the patients get. The objective of this study was to know the prevalence and risk factors of CADR among HIV-infected patients starting anti-TB treatment. Methods. This retrospective study reviewed data from medical records of new patients at Working Group on AIDS outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia in January 2008-December 2010 that had started anti-TB treatment. Risk factors of CADR among HIV patients treated with antituberculosis drugs evaluated were sex, age, route of HIV transmission, TB manifestation, and baseline CD4+ cell count. Numeric data were analyzed using independent T-test if normally distributed, otherwise Mann Whitney U test were used. Chi-square or Fisher’s exact test were used for categorical data. p-value was considered significant if below 0.05. Results. Of 454 HIV-infected patients that started anti-TB treatment, median age was 30 years. Most patients were male and intravenous drug users/IDU. Median baseline CD4+ cell count was 61 cells/ μL. There were 10.6% subjects that developed CADR. Most common manifestations were maculopapular rashes (66.7%), followed by erythema multiforme (14.6%), and Stevens Johnson Syndrome (8.3%). Anti-TB drugs were stopped and then re-challenge was conducted in 54.2% patients. Anti-TB drugs were continued and only the suspected drug was stopped in 29.2% patients. The offending drugs were cotrimoxazole (41.7%), rifampicine (41.7%), ethambutol (16.7%), pyrazinamide (14.6%), pyrimethamine (12.5%), isoniazide (10.4%), streptomycin (8.3%), efavirenz (8.3%), fixed dose combination of antituberculosis drugs (8.3%), and nevirapine (4.2%). The proportion of CADR was higher in woman than man (12% vs. 10.3%, p=0.66), non-IDU than IDU (13% vs. 9.2%, p=0.20), without extrapulmonary TB than extrapulmonary TB (11.1% vs. 9.4%, p=0.29), but the associations weren’t statistically significant. Median age was higher (31 vs. 30 years, p=0.32) and CD4 cell count (59.5 vs. 62 sel/μL, p=0.96) was lower in CADR group than non CADR group. Conclusion. The prevalence of CADR among HIV-infected patients starting anti-TB treatment was 10.6%. Sex, age, route of HIV transmission, TB manifestation, and baseline CD4+ did not have statistically significant association with CADR.
Performance of Combination of Symptoms, Chest x-rays and MGIT 960 Culture for Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis in HIV Patients Salwani, Desi; Nasir, Ujainah Zaini; Yunihastuti, Evy; Harimurti, Kuntjro; Andriansjah, Andriansjah
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 5, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hubungan Antara Depresi, Anemia Defisiensi Besi dan Status Nutrisi Terhadap Gangguan Tidur pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis: The Relationship between Depression, Iron Deficiency Anemia and Nutritional Status of Sleep Disorders in Chronic Kidney Disease Patients Who Undergoing Hemodialysis Vera abdullah; Salwani, Desi; Erlita, Diana; Sari, Julia
Journal of Medical Science Vol 6 No 2 (2025): Journal of Medical Science
Publisher : LITBANG RSUDZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55572/jms.v6i2.229

Abstract

Penyakit ginjal kronis (PGK) memengaruhi lebih dari 10% populasi dunia, dengan jumlah lebih dari 800 juta orang. Gangguan tidur sangat sering terjadi pada pasien dialisis, dengan prevalensi keluhan tidur tercatat antara 30–80% kasus. Namun, penelitian mengenai prevalensi kualitas tidur pada pasien hemodialisis masih terbatas. RSUDZA memiliki pusat hemodialisis, namun belum pernah dilakukan penelitian terkait gangguan tidur pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran depresi, anemia defisiensi besi, dan status nutrisi pada pasien Penyakit ginjal kronis (PGK)  yang menjalani hemodialisis serta hubungannya dengan kualitas tidur. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan potong lintang. Data karakteristik pasien yang dikumpulkan meliputi nama, umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan lama dialisis. Kualitas tidur dinilai menggunakan kuesioner dan wawancara dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Skrining depresi dilakukan menggunakan Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dan penilaian derajat keparahan depresi menggunakan Beck Depression Inventory (BDI). Status nutrisi dinilai dengan pemeriksaan Indeks Massa Tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien hemodialisis berjenis kelamin laki-laki (57%), berusia di atas 45 tahun, dan sebagian besar sudah menjalani hemodialisis selama 2-5 tahun serta memiliki status gizi baik. Sebagian besar pasien memiliki status psikologis yang baik. Semua pasien hemodialisis mengalami anemia, namun hanya sebagian kecil yang mengalami anemia defisiensi besi (31%). Sebanyak 64% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur terutama terjadi pada pasien yang tidak mengalami depresi, tanpa anemia defisiensi besi dan memiliki berat badan normal. Temuan ini menunjukkan bahwa gangguan tidur pada pasien hemodialisis tidak hanya dipengaruhi oleh faktor psikologis dan status nutrisi, tetapi juga kemungkinan terkait dengan berbagai faktor lain seperti perubahan metabolisme akibat uremia, gangguan elektrolit, nyeri, pruritus, dan jadwal dialisis.
Type 2 diabetes mellitus as an independent risk factor of pulmonary tuberculosis: A hospital based cross-sectional study Yanti, Budi; Firdausa, Sarah; Irsyah, Abid Dhiyauddin Alfani; Andayani, Novita; Salwani, Desi
JKKI : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia JKKI, Vol 15, No 2, (2024)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JKKI.Vol15.Iss2.art9

Abstract

Background: The growing frequency of infectious and non-communicable illnesses on a global scale is primarily associated with the changing patterns observed in epidemiology. Diabetes mellitus (DM) significantly leads to the development of tuberculosis (TB) and less effective treatment outcomes if not identified early. Objective: This study aims to investigate type 2 DM as a risk factor for TB infection.Methods: Participants in this cross-sectional research study comprised DM patients who reported cough complaints at the TB treatment center and the internal medicine department of Zainoel Abidin Hospital. Random blood glucose and glycated hemoglobin (HbA1c) levels were measured in all respondents. The Chi-Square test assesses the association between DM and Pulmonary TB.Results: There are 48 DM patients with new pulmonary TB, an averageage of 53 years (SD 9.1). Most of them have symptoms of cough for more than 2 weeks (85.4%), loss of body weight (77.1%), chest pain (58.3%), and loss of appetite (72.9%). The high HbA1c levels were associated with TB, as detected by Xpert MTB/RIF assay and typical radiographic signs (p<0.05). DM patients with increased HbA1c were found to have a two times chance of showing results from a chest x-ray typical of TB and probability of TB infection (PR: 2.850, 95% CI (1.152-7.053); 2.745, 95% CI (0.969-7.780)) respectively.Conclusion: DM patients had two times the risk of lung damage based on chest X-rays and having TB. DM may seriously compromise the efficacy of TB control programs and impede a nation's progress toward TB elimination.