Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KESIAPAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 18-24 BULAN DI POSYANDU MELATI 2 Mitha Eka Kurnia Putri; Cicilia Wahju Djajanti; Sisilia Indriasari W.
JPK : Jurnal Penelitian Kesehatan Vol. 9 No. 1 (2019): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54040/jpk.v9i1.168

Abstract

Toilet training dapat berlangsung pada usia 18-24 bulan. Berdasarkan perkembangan psikoseksual, usia 18-24 bulan, anak berada pada fase anal. Toilet training bisa dimulai apabila anak menunjukkan tanda-tanda kesiapan. Toilet training yang dipaksakan sebelum anak menunjukkan tanda- tanda kesiapan, tidak akan memberikan hasil yang baik. Fenomena yang ditemukan peneliti di Posyandu Melati 2 ditemukan bahwa anak belum menunjukkan tanda-tanda kesiapan melakukan toilet training, sehingga orangtua belum mengajarkan toilet training. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kesiapan toilet training pada anak usia 18-24 bulan di Poyandu Melati 2 RW 03 Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung Surabaya. Desain penelitian yang digunakan ialah deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah kesiapan toilet training. Sampel yang digunakan berjumlah 32 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling. Rerata kesiapan toilet training, berdasarkan 4 indikator kesiapan masih belum siap. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan kepada kader Posyandu Melati 2 bekerjasama dengan petugas kesehatan Puskesmas Wiyung untuk memberikan informasi kepada ibu tentang toilet training melalui penyuluhan atau sosialisasi agar ibu dapat mendukung serta mendampingi saat proses toilet training sehingga anak mampu melewati proses toilet training sesuai dengan fase-fase yang sedang anak alami dan proses toilet training berhasil dilakukan dengan baik dan benar.
PENGARUH KONSELING TERHADAP TINGKAT KECEMASAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE Monica Pertiwi Chandra Wijaya; Cicilia Wahju Djajanti; Marcellina Rasemi
JPK : Jurnal Penelitian Kesehatan Vol. 9 No. 1 (2019): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54040/jpk.v9i1.169

Abstract

Menstruasi pertama (menarche) dapat menyebabkan kecemasan pada remaja putri. Terjadinya kecemasan dikarenakan kurangnya informasi, pemahaman dan persiapan mengenai menarche.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan remaja putri kelas 4, 5 dan 6 dalam menghadapi menarche di SDN Gedog 1 Kota Blitar. Metode penelitian yang digunakan adalah pra ekperimental design dengan rancangan One-Group Pra-Post test Design. Populasi pada penelitian ini adalah remaja putri yang belum menarche, sample penelitian sebanyak 37 responden dan diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Tingkat kecemasan diukur menggunakan skala pengukuran kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).Hasil penelitian didapatkan sebelum dilakukan konseling adalah sebanyak lebih dari 50% (51%) responden mengalami kecemasan sedang.Sesudah dilakukan konseling didapatkan sebanyak lebih dari 50% (51%) responden tidak mengalami kecemasan. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai p=0,000 lebih kecil dari ?=0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh konseling terhadap penurunan tingkat kecemasan remaja putri menghadapi menstruasi pertama (menarche) di SDN Gedog 1 Blitar. Untuk mengurangi kecemaasan remaja putri dalam menghadapi menarche, disarankan kepada kepala sekolah untuk meningkatkan kerjasama dengan puskesmas dan ibu dalam memberikan persiapan menghadapi menstruasi kepada para remaja
GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA PASIEN RAWAT INAP (Study Deskriptif di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Surabaya) Francisca Ary Kusdamayanti1; Marcellina Rasemi Widayanti; Cicilia Wahju Djajanti
JPK : Jurnal Penelitian Kesehatan Vol. 10 No. 2 (2020): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54040/jpk.v10i2.208

Abstract

: Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan dekubitus digunakan oleh perawat sebagai pedoman dalam pelaksanaan pencegahan dekubitus untuk meminimalkan angka kejadian dekubitus namun pada kenyataannya pelaksanaan SOP ada yang tidak sesuai standar sehingga angka kejadian dekubitus di Rumah Sakit X meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan SOP pencegahan dekubitus di Rumah Sakit X Surabaya. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Variabel tunggal dalam penelitian ini pelaksanaan SOP pencegahan dekubitus. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang beresiko dekubitus di Rumah Sakit X Surabaya dengan kriteria inklusi pasien yang imobilisasi/penurunan kesadaran/tidak bisa beraktivitas/inkontinensia uri dan alvi, pasien yang dijaga oleh keluarga/wakil keluarga dan pasien yang dirawat lebih dari 1 hari, besar sampel dalam penelitian ini 35 responden dan teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Instrument dalam penelitian ini adalah checklist, kemudian data diolah dengan menggunakan analisa statistik deskriptif proporsi prosentase. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari 50% (57%) pelaksanaan Standar Operasional Prosedur pencegahan dekubitus sesuai prosedur, maka peneliti memberi masukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan SOP pencegahan decubitus. Bagi diklat keperawatan untuk tetap melakukan sosialisasi pencegahan dekubitus terutama pada saat orientasi perawat baru. Bagi perawat disarankan untuk lebih aktif membaca SOP pencegahan dekubitus yang ada disetiap ruangan. Bagi kepala ruangan untuk tetap melakukan supervisi kepada perawat pelaksana terkait pelaksanaan SOP pencegahan dekubitus terutama yang terkait dengan pemberian informasi dan edukasi bagi keluarga.
Implementasi Edukasi Pemulihan Cidera Muskuloskeletal pada Petugas Kebersihan, Security dan Taman di Lingkungan RW 13 Kebraon Surabaya Dominggus Ruku Yudit Pramono; Cicilia Wahju Djajanti; Lusia Dwi Sri Wahyuni
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK) Vol 6, No 3 (2024): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36565/jak.v6i3.663

Abstract

Physical activity is a functional ability that is carried out by every individual every day. Apart from physical activity, every individual also has habits, namely sports activities. Sports are fun and healthy for anyone who does sports activities. Starting from an early age to the elderly, they may be encouraged to exercise regularly with the aim of maintaining fitness. Physical activities and sports are also prone to causing injury if you are not properly prepared before and after the activity or sport. Injury is a trauma to the integumentary, muscular and skeletal systems caused by physical activity. Injuries during physical activity/sports are caused by various factors, including incorrect training methods, structural abnormalities and physiological weaknesses in the function of supporting tissues and muscles.
PERFUSI KAKI MENINGKAT DENGAN SENAM KAKI DIABETIK PADA ANGGOTA PAGUYUBAN DM RSK SURABAYA Iriene Kusuma Wardhani; Cicilia Wahju Djajanti; Yunita Wiguna
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2024): PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - SNPPM2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract One of the complications of Diabetes Mellitus is impaired foot perfusion which can increase the risk of ulceration and infection. Decreased foot perfusion is often caused by impaired blood circulation due to poorly controlled diabetes. One approach to increasing foot perfusion in diabetics is through a diabetic leg exercise program. The aim was to increase the knowledge and skills of diabetes mellitus sufferers in performing diabetic leg exercise to improve foot perfusion. In this activity, training is carried out on leg exercise techniques specifically designed to increase blood flow to the lower extremities. Counseling on monitoring the condition of the feet, and implementing a healthy lifestyle for vascular health. The methods used include outreach to the diabetic community, direct diabetic leg exercise training, as well as monitoring and evaluating the development of foot perfusion during the intervention period. Foot perfusion is measured by assessing clinical symptoms such as pain or tingling. The results showed a significant increase in foot perfusion in diabetes mellitus sufferers who took part in diabetic foot exercises. Sufferers report decreased pain symptoms and increased foot comfort. In conclusion, diabetic foot exercises are an effective intervention in increasing foot perfusion in people with diabetes mellitus. This community service shows the importance of non-pharmacological approaches in the management of diabetes complications. Keywords: leg exercises, foot perfusion, diabetes mellitus patients Abstrak Salah satu komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus adalah gangguan perfusi kaki yang dapat meningkatkan risiko ulserasi dan infeksi. Penurunan perfusi kaki sering kali disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah akibat diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan perfusi kaki pada penderita diabetes adalah melalui program senam kaki diabetik. Tujuan Pengabdian Masyarakat ini meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penderita diabetes melitus dalam melakukan senam kaki diabetik untuk meningkatkan perfusi kaki. Pada kegiatan ini di lakukan pelatihan teknik senam kaki yang dirancang khusus untuk meningkatkan aliran darah ke ekstremitas bawah. Penyuluhan tentang pemantauan keadaan kaki, dan penerapan gaya hidup sehat untuk kesehatan vaskular. Metode yang digunakan meliputi sosialisasi kepada komunitas penderita diabetes, pelatihan senam kaki diabetik secara langsung, serta pemantauan dan evaluasi perkembangan perfusi kaki selama periode intervensi. Data perfusi kaki diukur dengan penilaian gejala klinis seperti rasa nyeri atau kesemutan. Pada hasil menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan perfusi kaki pada penderita diabetes melitus yang mengikuti senam kaki diabetik. Penderita melaporkan penurunan gejala nyeri dan peningkatan kenyamanan kaki. Kesimpulan, senam kaki diabetik merupakan intervensi efektif dalam meningkatkan perfusi kaki pada penderita diabetes melitus. Pengabdian masyarakat ini menunjukkan pentingnya pendekatan non-farmakologis dalam manajemen komplikasi diabetes. Kata Kunci: senam kaki, perfusi kaki, penderita diabetes melitus
THE EFFECT OF EYE GYMNASTICS ON COMPUTER VISION SYNDROME IN EMMAUS SURABAYA FEMALE DORMITORY STUDENTS Woge, Kanisia Vermina; Cicilia Wahju Djajanti; Ni Luh Agustini Purnama
Indonesian Journal of Community Health Nursing Vol. 10 No. 1 (2025): FEBRUARY 2025
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ijchn.v10i1.62223

Abstract

The used of gadgets was increased greatly, gadgets have many benefits in the world of education, especially for students in the learned process. Excessive used of gadgets can cause complained of eye disorders called computer vision syndrome. The phenomenon found in female students at the Emaus Putri Dormitory in Surabaya, was that most of them experienced computer vision syndrome. One of the efforted to prevented and overcome computer vision syndrome was to did eye exercised. This studied aimed to determined the effected of eye exercised on computer vision syndrome. The method used was pre-experimental with a one-group-pre-post-test design researched design. The independent variable was eye exercised and the dependent variable was computer vision syndrome. The sample size was took used a total sampling technique with a sample of 44 female students at the Emaus Girls' Dormitory Surabaya. The instrument used was the CVS-Q questionnaire and used the Wilcoxon statistical test. Based on the results of the study before eye exercised, 38 (82%) respondents experienced computer vision syndrome, and after eye exercised, the number of respondents who experienced computer vision syndrome decreased to 17 (39%). The results of the Wilcoxon test showed a p value of (0.000) < α (0.05) which means that eye exercised have an effected in reduced the score of computer vision syndrome. By to eye exercised regularly can reduced the symptoms of computer vision syndrome. Keywords: Computer Vision Syndrome, Eye Exercises