Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : El-HARAKAH : Jurnal Budaya Islam

RADICALISM PREVENTION MOVEMENT: RELIGIOUS MANIFESTATION OF SHOLAWAT COMMUNITIES IN THE MATARAMAN Fuad, A. Jauhar
El-HARAKAH (TERAKREDITASI) Vol 22, No 2 (2020): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/eh.v22i2.9729

Abstract

 Religious traditions become a form of community religiosity. One’s religious attitude can be manifested in religious forms and actions through religious rituals such as prayer, fasting, zakat, pilgrimage, and other rituals such as tahlil, istighasha, and salawat. Public openness to religious traditions will close the space for radicalization. The research method uses a qualitative approach with data collection techniques, Interviews, documentation and focus group discussion. The findings of this study: first, the salawat council becomes a forum for people who have a spirit of religiosity in carrying out religious traditions. The development of salawat assemblies in the Mataraman region is quite a lot, but there are salawat assemblies having affiliations with FPI and defend against HTI. Second, the salawat council's existence received a response from Gus (young Kyai) who then brought the salawat council as a counterweight to the previous assembly. Its presence becomes a choice for the people in neutralizing radical understanding. As the community's religious universe grows, it needs an assembly that can lead to Islam's concept wasathiyah. Tradisi keagamaan menjadi wujud dari religiusitas masayarakat. Sikap religiusitas seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk dan tindakan keagamaan melalui ritual-ritual kegamaan seperti, salat, puasa, zakat, haji, dan ritual lain seperti tahlil, istighasha, dan salawat. Keterbukaan masyarakat pada tradisi agama akan menutup ruang gerak radikalisasi. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data, wawancara, dokumentasi dan FGD. Temuan penelitian ini: pertama, majelis salawat menjadi wadah bagi masyarakat yang mimiliki spirit religiusitas dalam menjalankan tradisi keagamaan. Perkembangan majelis salawat di wilayah Mataraman cukup banyak, akan tetapi ada majelis salawat yang memiliki afiliasi dengan FPI dan melakukan pembelaan terhadap HTI. Kedua, keberadaan majelis salawat tersebut mendapat respon dari Gus (kyai muda) yang kemudian memunculkan majelis salawat sebagai penyeimbang  majelis sebelumnya. Kehadirannya menjadi pilihan bagi umat dalam menetralisir paham radikal. Seiring meningkatnya semangat keagamaan masyarakat, maka dibutuhkan majelis yang dapat mengarahkan pada konsep Islam wasatiyah.
Spiritual Education through Ziarah Tradition in Syaikh Syamsuddin Al-Wasil Kediri M. Al-Qodhi Abi Saidil Mahzumi; A. Jauhar Fuad
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 21, No 2 (2019): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v21i2.7030

Abstract

This paper aims to examine the development of spirituality that is traversed through the grave pilgrimage tradition by utilizing symbolic interactionist theory, religious and cultural theory, and spiritual intelligence theory. This study wanted to reveal the process and impact of a person’s spiritual change after carrying out the tradition of pilgrimage in the Tomb of Shaykh Syamsuddin al-Wasil, Kediri city. The results of this study show that first, spiritual process of pilgrims starts from the reason for making the tomb of Shaykh Syamsuddin Al-Wasil, Kediri city as an object of spiritual education, namely a media reminder for pilgrims, efforts to approach pilgrims to Allah, and as a place of prayer. The spiritual process itself is divided into three stages, namely; (1) pre-pilgrimage by purifying with ablution, (2) the stage of pilgrimage begins with tawasul on special people, reading the Qur’an, reading tahlil and finally reading the do’a, (3) after the pilgrimage by doing shodaqoh. Second, in terms of spiritual changes in the pilgrim’s self, namely; (1) inner changes such as calmness of heart and feeling holy heart, (2) changes in the end like feeling in living life more diligently and zealously, feeling lazy disappears, and pilgrims can control emotions.Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengembangan spiritualitas yang dilalui dengan cara tradisi ziarah kubur dengan memanfaatkan teori interaksionis simbolis, teori agama dan budaya, serta teori kecerdasan spiritual. Penelitian ini mengungkap proses dan dampak perubahan spiritual sesorang setelah melakukan tradisi ziarah di Makam Syaikh Syamsuddin al-Wasil kota Kediri. Hasil penelitian ini menemukan bahwa; pertama proses spiritual peziarah bermula dari alasan menjadikan makam Syaikh Syamsuddin Al-Wasil Kota Kediri sebagai objek pendidikan spiritual yakni, media pengingat bagi peziarah, upaya mendekatan peziarah pada Allah, dan sebagai tempat berdo’a. Proses spiritual sendiri dibagi menjadi tiga tahap yakni; (1) pra ziarah dengan melakukan penyucian dengan berwudhu, (2) tahap ziarah dimulai dengan bertawasul pada orang-orang khusus, membaca al-Qur’an, membaca tahlil dan terakhir membaca do’a, (3) pasca ziarah dengan melakukan shodaqoh. Kedua, segi perubahan spiritual yang terjadi pada diri peziarah yakni; (1) perubahan secara batin seperti ketenangan hati dan merasa hati menjadi bersih, (2) perubahan secara dhohir seperti merasa dalam menjalani hidup semakin rajin dan bersemangat, rasa malas menghilang, dan peziarah dapat mengontrol emosi.
Spiritual Education through Ziarah Tradition in Syaikh Syamsuddin Al-Wasil Kediri Mahzumi, M. Al-Qodhi Abi Saidil; Fuad, A. Jauhar
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 21, No 2 (2019): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v21i2.7030

Abstract

This paper aims to examine the development of spirituality that is traversed through the grave pilgrimage tradition by utilizing symbolic interactionist theory, religious and cultural theory, and spiritual intelligence theory. This study wanted to reveal the process and impact of a person’s spiritual change after carrying out the tradition of pilgrimage in the Tomb of Shaykh Syamsuddin al-Wasil, Kediri city. The results of this study show that first, spiritual process of pilgrims starts from the reason for making the tomb of Shaykh Syamsuddin Al-Wasil, Kediri city as an object of spiritual education, namely a media reminder for pilgrims, efforts to approach pilgrims to Allah, and as a place of prayer. The spiritual process itself is divided into three stages, namely; (1) pre-pilgrimage by purifying with ablution, (2) the stage of pilgrimage begins with tawasul on special people, reading the Qur’an, reading tahlil and finally reading the do’a, (3) after the pilgrimage by doing shodaqoh. Second, in terms of spiritual changes in the pilgrim’s self, namely; (1) inner changes such as calmness of heart and feeling holy heart, (2) changes in the end like feeling in living life more diligently and zealously, feeling lazy disappears, and pilgrims can control emotions. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengembangan spiritualitas yang dilalui dengan cara tradisi ziarah kubur dengan memanfaatkan teori interaksionis simbolis, teori agama dan budaya, serta teori kecerdasan spiritual. Penelitian ini mengungkap proses dan dampak perubahan spiritual sesorang setelah melakukan tradisi ziarah di Makam Syaikh Syamsuddin al-Wasil kota Kediri. Hasil penelitian ini menemukan bahwa; pertama proses spiritual peziarah bermula dari alasan menjadikan makam Syaikh Syamsuddin Al-Wasil Kota Kediri sebagai objek pendidikan spiritual yakni, media pengingat bagi peziarah, upaya mendekatan peziarah pada Allah, dan sebagai tempat berdo’a. Proses spiritual sendiri dibagi menjadi tiga tahap yakni; (1) pra ziarah dengan melakukan penyucian dengan berwudhu, (2) tahap ziarah dimulai dengan bertawasul pada orang-orang khusus, membaca al-Qur’an, membaca tahlil dan terakhir membaca do’a, (3) pasca ziarah dengan melakukan shodaqoh. Kedua, segi perubahan spiritual yang terjadi pada diri peziarah yakni; (1) perubahan secara batin seperti ketenangan hati dan merasa hati menjadi bersih, (2) perubahan secara dhohir seperti merasa dalam menjalani hidup semakin rajin dan bersemangat, rasa malas menghilang, dan peziarah dapat mengontrol emosi.
Radicalism Prevention Movement: Religious Manifestation of Sholawat Communities in The Mataraman Fuad, A. Jauhar
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 22, No 2 (2020): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/eh.v22i2.9729

Abstract

Religious traditions become a form of community religiosity. One’s religious attitude can be manifested in religious forms and actions through religious rituals such as prayer, fasting, zakat, pilgrimage, and other rituals such as tahlil, istighasha, and salawat. Public openness to religious traditions will close the space for radicalization. The research method uses a qualitative approach with data collection techniques, Interviews, documentation and focus group discussion. The findings of this study: first, the salawat council becomes a forum for people who have a spirit of religiosity in carrying out religious traditions. The development of salawat assemblies in the Mataraman region is quite a lot, but there are salawat assemblies having affiliations with FPI and defend against HTI. Second, the salawat council's existence received a response from Gus (young Kyai) who then brought the salawat council as a counterweight to the previous assembly. Its presence becomes a choice for the people in neutralizing radical understanding. As the community's religious universe grows, it needs an assembly that can lead to Islam's concept wasathiyah. Tradisi keagamaan menjadi wujud dari religiusitas masayarakat. Sikap religiusitas seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk dan tindakan keagamaan melalui ritual-ritual kegamaan seperti, salat, puasa, zakat, haji, dan ritual lain seperti tahlil, istighasha, dan salawat. Keterbukaan masyarakat pada tradisi agama akan menutup ruang gerak radikalisasi. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data, wawancara, dokumentasi dan FGD. Temuan penelitian ini: pertama, majelis salawat menjadi wadah bagi masyarakat yang mimiliki spirit religiusitas dalam menjalankan tradisi keagamaan. Perkembangan majelis salawat di wilayah Mataraman cukup banyak, akan tetapi ada majelis salawat yang memiliki afiliasi dengan FPI dan melakukan pembelaan terhadap HTI. Kedua, keberadaan majelis salawat tersebut mendapat respon dari Gus (kyai muda) yang kemudian memunculkan majelis salawat sebagai penyeimbang  majelis sebelumnya. Kehadirannya menjadi pilihan bagi umat dalam menetralisir paham radikal. Seiring meningkatnya semangat keagamaan masyarakat, maka dibutuhkan majelis yang dapat mengarahkan pada konsep Islam wasatiyah.