Articles
Model Pendidikan Politik: Studi Kasus PKS DPD Sleman, Yogyakarta
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Cakrawala Pendidikan No 3 (2005): Cakrawala Pendidikan, November 2005, Th. XXIV, No.3
Publisher : LPMPP Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21831/cp.v0i3.383
AbstractThis article is based on a research study conducted to achieve some understanding of the model of political education employed by the regionalbranch of the political party called Partai Keadilan Sejahtera in the Sleman Regency, Yogyakarta. The central theme of the study was what model of political education was employed by the party to produce members possessing simultaneously adequate loyalty to the party as well as an active participants political awareness and culture.The study was conducted by using as its main method a study of the literature complemented with in-depth interviews with those consideredknowledgeable of the information required for the interest of the sudy. The data obtained were then analyzed by means of a method of critical analysis.The results of the study indicate that, first, in anticipation of the 2004 general elections, the regional branch of the party has conducted politial education for its members as well as the public, second, that branch has employed a model of political education specific in terms of learning objectives, structure of learning materials, management of the teaching-learning process, and learning participants, and, third, the model of political education employed can be developed for appropriate employment by other political parties.Key words: political education, Partai Keadilan Sejahtera, general elections
Prospek Pendidikan Politik di Era Reformasi
Nasiwan Nasiwan
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol 10, No 1 (2010): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21831/hum.v10i1.20999
Memasuki paroh dekade keenam usia kermedekaan bangsa Indonesia hingga di penghujung tahun 2009, bangsa ini belum berhasil menuntaskan formnulasi tentang satu sistem pendidikan nasional yang disepakati secara permanen oleh seluruh komponen bangsa Indonesia. Indikator belum adanya konsensus yang permanen tentang formulasi sistem pendidikan nasional secara fenomenal dapat dibaca dari munculnya sikap pro dan kontra yang sangat luas menjelang disyahkannya Undang-Undang Republik Indonesia NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Persoalan tersebut jika dilacak lebih jauh akan sampai pada akar persoalan belum stabilnya bangunan sistem politik nasional (floating state) yang menjadi payung bagi sistem pendidikan nasional. Dilihat dari perspektif politik rumusan tentang konsepsi sistem pendidikan nasional dan include didalamnya Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan produk dari kebijakan politik dari suatu sistem politik. Dalam konteks keterkaitan antara sistem pendidikan nasional dengan sistem politik Indonesia yang menarik dipertanyakan lebih jauh adalah sistem pendidikan nasional di Indonesia tersebut dirumuskan ulang ditengah berlangsungnya refomasi politik yang sudah berlangsung memasuki satu dasawarsa (1998-2009). Merujuk pada gagasan besar demokrasi lebih khusus lagi perspektif tentang civil society, seharusnya rakyatlah yang memiliki otonomi untuk mengarahkan wacana dan memiliki kata putus tentang bentuk sitem politik nasional termasuk didalamnya tentang sistem pendidikan nasional yang disepakati oleh rakyat. Negara sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk mengajari kepada rakyatnya (yang lebih sering menjadi proses hegomonisasi) nilai-nilai – prinsip-prinsip kehidupan yang secara elitis dianggap baik. Kegagalan negara Indonesia melalui regim yang berkuasa untuk mengajari rakyatnya mrlalui P4 misalnya selama kekuasaan Orde Baru memberikan bukti yang kuat akan kebenaran proposisi diatas. Mengikuti alur logika berfikir seperti ini, maka kerja intelektual untuk mengikhtiarkan bagi hadirnya suatu model pendidikan politik yang mampu melahirkan suatu tipe warga negara yang mampu memberikan kontribusi bagi tercapainya suatu konsensus nasional permanen bagi lahirnya suatu sistem politik nasional adalah merupakan sebuah keniscayaan sekaligus langkah strategis untuk terwujudnya konsolidasi demokrasi di Indonesia. Prospek pendidikan politik akan sangat dipengaruhi oleh hadirnya Pendidikan Politik yang mampu melahirkan warga negara yang memiliki budaya politik baru, gagasan inovatif, memiliki sikap kritis pada kinerja sistem politik nasional, serta memiliki loyalitas pada hasil konsensus nasional, di negara yang bernama Indonesia baru. Cita-cita tersebut memerlukan kerja keras dan sistemik serta waktu beberapa generasi untuk mewujudkannya, sebagaimana dialami oleh bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu meraih kemerdekaannya. Paparan dalam tulisan ini akan mencermati dan menganalisis prospek Pendidikan Politik sebagai bagaian yang tak terpisahkan dari reformasi politik nasional yang include didalamnya juga refomasi sistem pendidikan nasional
Peranan KPU Dalam Pembentukan Budaya Politik Dan Perilaku Memilih Pada Pemilukada Kabupaten Pati 2017
Galuh Septianingrum, Nasiwan *
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 14, No 2 (2017): SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21831/socia.v14i2.17644
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peranan KPU Kabupaten Pati dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat untuk membentuk budaya politik, membentuk perilaku memilih, dan mengatasi money politics pada Pemilukada serentak di Kabupaten Pati tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penentuan subjek penelitian dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menghasilkan, pertama, peranan KPU Kabupaten Pati dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat untuk membentuk budaya politik terfokus pada pembentukan orientasi kognitif budaya politik, sedangkan pembentukan orientasi afektif dan evaluatif belum maksimal. Kedua, peranan KPU Kabupaten Pati dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat untuk membentuk perilaku memilih berpusat pada pembentukan perilaku memilih rasional yaitu masyarakat diberi materi pengetahuan politik, didorong serta dimotivasi supaya memilih karena mempertimbangkan visi dan misi para calon, prestasi calon, track record (rekam jejak) serta kepribadian para calon sedangkan pembentukan perilaku memilih psikologis dan sosiologis dikesampingkan. Ketiga, peranan KPU Kabupaten Pati dalam melaksanakan pendidikan politik untuk mengatasi money politics, dengan cara mengajak masyarakat supaya tidak memilih karena uang (money politics) sebab berdampak negatif bagi keberlangsungan sistem politik di suatu negara. Pendidikan politik pada tahap input politik masih belum maksimal karena KPU Kabupaten Pati belum maksimal dalam memberikan materi pengetahuan politik tentang bagaimana mekanisme untuk melaporkan apabila terjadi kecurangan dalam proses Pemilukada Kabupaten Pati tahun 2017. Kata Kunci: Pendidikan politik, budaya politik, perilaku memilih, money politics.
Transformasi kebudayaan Islam di Kotagede
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 3, No 2 (2006): December 2006
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (9116.06 KB)
|
DOI: 10.21831/civics.v3i2.5745
This paper aims to investigate the main question: Is theory of cultural transformation formulated by Mitsuo Nakamura still significant after that Indonesian people experience fundamental changes in several aspect of their life? This paper is based on a qualitative research with case study approach. Data were collected by interview, observation, and document review. There are some main results of the research.l) Prediction of Mitsuo Nakamura which stated that subculture of santri in Kotagede has capability to lead changes, is still releant and valid due to their nowadays practices of life. While some part ofhis thoughts is notmore valid because some politictd configuration at national level occurs. 2) Cultural traniformation occurs in Kotagede; which is especially inspired and generatedby subculture of Modernist Islam. There is a phenomenon that value standard which was decidedby Majelis Tatjih Muhammadiyah is partially ignored.Approach of dakwah (religious proselytizing) got going to accommodate symbols and traditions ofsociety of Kotagede. "Undercover insubordination" against Tarjih Muhammadiyah has appeared as reflected in emergence of term "MUjA", abbreviated form Muhammadiyah jawa (Javanese Muhammadiyah),and of permissive culture.
Penanganan kasus bidang politik dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 3, No 1 (2006): June 2006
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4419.853 KB)
|
DOI: 10.21831/civics.v3i1.5739
The teaching of Civic Education in Indonesia, especially on politics, from the perspire if its content is the most dynamic element in comparison to moral rapid change due to reformation undergone in Indonesia since May, 20 1998 or often is called as transitional democracy. In the period of transitional democracy since that time up to the end of 2006, many aspects of political affair has been changing radically both in super structures and in infrastructures politic. As a result, the teaching of civic education, especially on politic as its materials, needs of handling of political cases accurately. The goal is to avoid misconception; its approaches, as well as its methods of teaching.
Menakar moralitas elit politik melalui kontrak politik
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 1, No 2 (2004): December 2004
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21831/civics.v1i2.5712
Before the General Election to choose the legislative members, that is held on April 5, 2005 and President General Election, that is held on June 5 and September 20, 2004, there was a political phenomenon, which then popularly said "a political contract. " The political contract was initiated by some elements of 'the civil society', which were the important components of the political power of pro-reform community. Looking at the cultural side, the existence of the political contract in the development of Indonesian politics implied that there was a change in cognitive, affective and evaluation orientation of some of Indonesian people in their attitudes and political habits to be more rational. The emergence of the more-rational political orientation was also pushed by the previous political experience of ''being betrayed by the political elite ', just like in 1999 General Election at the reform era. The chance also rose after the changes in the system of General Election that introduced the district and proportional system, and the direct president election that rose up the important of people's vote and aspiration. The changes had pushed the political elites to approach the people, fit themselves with the people's rhythm and dynamism, including the aspiration for political transparency and political accountability by willing to sign the political contract.
Urgensi 'social capital' dalam revitalisasi organisasi kemahasiswaan di Universitas Negeri Yogyakarta
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 6, No 1 (2009): June 2009
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3455.275 KB)
|
DOI: 10.21831/civics.v6i1.5680
Social capital plays an urgent role in building and maintaining elan vital of student bodies which are up to some level fragmented into subcomponent labels and step down into internal frictions. The social capital should emerge and be maintained in any activity of students organizations and interrelation among them. Student boards and also lecturers should have conscious ness to raise and increase the social capital.
A shift of political education to the market's needs: A criticism for the development of a value-based political education of Partai Keadilan Sejahtera
Nasiwan Nasiwan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol 18, No 2 (2021): October
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21831/jc.v18i2.44173
This research aims to understand the shifting of political education at Partai Keadilan Sejahtera (Prosperity and Justice Party (PKS). I employ theory of social contract to analyze phenomena involving the elites and the rest of the Muslims. This research is a study of the literature complemented with an in-depth interview with those who involve in the political education either as the subjects or objects of it. The data, then, were analyzed by means of a method of critical discourse. The political education shifting, partly, is related to the shifting of conception on the relationship between Islam, as normative values, and Indonesia, as the context for its implementation. At first, PKS tends to produce a cadre who has strong characters such as a pious cadre and loyal to the party. Majority of the elite party failed to represent themselves at the Parliament. Then, they develop political education which produces activists who are capable of accommodating Islamic values to the political calculation. At last, PKS follows the market demand of middle class Muslims who aspire to produce the religious and modern young Muslim generation. By so doing, PKS is able to expand its political influence amongst the people, especially the Muslim.
Transformasi Kebudayaan Islam di Kotagede, Yogyakarta
Nasiwan nasiwan
Informasi Vol 38, No 2 (2012): INFORMASI
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (198.29 KB)
|
DOI: 10.21831/informasi.v2i2.4450
“ Dan Kotagede Masih Tetap “Sedakep” Sambil Tersenyum Sejuta Makna Ketika Budaya Serba Boleh Terus Mengguyur, Mengelupaskan, Merontokkan, Dan Menghayutkan Lumut-Lumut Tradisi Islami Yang Semakin Tak Kuasa Menempel..”[1] Kutipan Iklan layanan masyarakat yang mirip puisi ini, mengisaratkan adanya sesuatu yang telah dan sedang berubah pada masyarakat Kotagede. Menghadapi perubahan tersebut ada sebahagian elemen masyarakat yang merasa gelisah, mempertanyakan mengapa perubahan yang terjadi malah mengelupaskan tradisi-budaya yang Islami, yang sudah ada sebelumnya. Kebudayaan yang Islami nampakanya harus berkompetisi dengan budaya baru yang disebut dengan budaya serba boleh (permisif). Pembahasan berikut ini akan mencoba mencermati dialektika antara berbagai subklutur budaya yang ada dan berkembang di Kotagede. Pada uraian berikut ini akan dikemukakan suatu analisis dari suatu study kasus di Kotagede. Study kasus ini diperlukan untuk dapat melihat bagaimana perubahan yang terjadi pada tingkat yang lebih kecil, yakni pada level unit analisisnya komunitas tingkat Kecamatan. Pemilihan lokasi Kotagede mengingat telah ada study yang dilakukan oleh Mitsuo Nakamura, dalam konteks kepentingan penelitian ini yaitu proposisi Nakamura tentang transformasi kebudayaan yang lebih berssifat indeogonis. Transformasi kebudayaan yang berpijak pada prinsip-prinsip nilai yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Implikasi dari masyarakat yang melakukan transformasi budaya dengan model indeogonis, adalah memungkinkan tumbuh menjadi suatu masyarakat yang memiliki kemandirian, mampu menjaga jarak dari kooptasi pihak pemerintah baik kooptasi politik, ekonomi, juga budaya. [1] Iklan Layanan Masyarakat dipersembahkan oleh Panitia Penerbitan Brosur Lebaran AMM Kotagede, No.39/1421 H :111.
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Zulfah Lis Syafawati;
Nasiwan Nasiwan
Kodifikasia Vol 16, No 1 (2022)
Publisher : IAIN PONOROGO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21154/kodifikasia.v16i1.3484
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis islamisasi ilmu pengetahuan dan relevansinya dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data dari berbagai referensi yang terkait untuk menganalisis konten. Hasil penelitian. Ilmu pengetahuan barat terdapat dampak negatif bersifat materialis dan sekular. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam sehingga dilakukan proses islamisasi ilmu pengetahuan melihat kebenaran ilmu berdasarkan akal dan Al Qur’an Hadits. Prinsip mengutamakan tauhid dalam mengembangkan ilmu pengetahuan memiliki relevansi terhadap Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa sebagai dasar pedoman pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Penerapan sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima dapat menjadi jawaban dari perkembangan ilmu pengetahuan dari barat yang bersifat materialis dan sekular. Adapun relevansi tujuan islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendidikan kewarganegaraan bahwa pembentukan karakter pertama dan utama ialah karakter religius yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Penguatan karakter religius bagi bangsa Indonesia melalui pendidikan kewarganegaraan untuk menjalani dan menjaga hubungan kehidupannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia di lingkungan masyarakat dan bernegara.