Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KRIMINALISASI PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA I Gusti Agung Kiddy Krsna Zulkarnain; Ida Bagus Surya Dharma Jaya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 6 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan perbuatan tercela dan juga menyimpang dari nilai-nilai moral manusia. Perbuatan main hakim sendiri tidak diatur secara khusus dalam peraturan hukum pidana di Indonesia, namun dengan maraknya kasus perbuatan main hakim sendiri tersebut, hal ini perlu diatur rumusannya di dalam aturan atau perundang-undangan yang berlaku di Indonesia kedepannya. Berdasarkan latar belakang tersebut diangkat suatu permasalahan terkait apakah pelaku perbuatan main hakim sendiri dapat dihukum dalam hukum pidana di Indonesia dan bagaimanakah sebaiknya pengaturan perbuatan main hakim sendiri dalam hukum pidana Indonesia di masa mendatang. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif. Jenis Pendekatan yang digunakan meliputi Pendekatan Kasus, Pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku perbuatan main hakim sendiri dapat dipidana. Pasal yang dapat digunakan untuk menghukum pelaku main hakim sendiri adalah Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, Pasal 170 KUHP yang mengatur mengenai kekerasan dengan tenaga bersama terhadap orang atau badan, Pasal 406 KUHP mengatur mengenai menghancurkan, merusakkan, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu milik orang lain, Pasal 338 KUHP mengatur mengenai kejahatan terhadap nyawa atau merampas nyawa orang lain dan 354 KUHP mengatur mengenai penganiayaan berat. Dalam hal ini dibutuhkan aturan yang lebih khusus agar kedepannya orang maupun kelompok tidak melakukan perbuatan main hakim sendiri dan agar dapat memudahkan aparat penegak hukum untuk menindak pelaku perbuatan tersebut. Kata Kunci : Kriminalisasi, Main Hakim Sendiri, Hukum Pidana.
Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia I Gusti Agung Kiddy Krsna Zulkarnain; Eko Soponyono
JURNAL BELO Vol 7 No 1 (2021): Volume 7 Nomor 1, Agustus 2021
Publisher : Criminal of Law Department, Faculty of Law, Pattimura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/belovol7issue1page1-14

Abstract

The Electronic Information and Transactions Law brings several new legal concepts that are intended to resolve a polemic for the parties involved, however, the existing regulations do not appear to have reduced the crime but experienced an increase and also in In this Law, a juridical problem still arises which can be said to be quite fatal. This study aims to examine current and future information and electronic transaction formulation policies related to the current and future. This research uses normative legal research methods. The results are the policy of formulation of criminal information and electronic transactions in the present there are still some juridical problems that arise and it is hoped that in the future a revision will be made in this law.
The Crime of Murder of Parents and Families in the Reform of Indonesian Criminal Law I Gusti Agung Kiddy Krsna Zulkarnain; Eko Soponyono
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 3 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i03.p04

Abstract

This study aims to describe and analyze the regulation of the crime of murder of parents and families in Indonesian criminal law today and in the future. This study uses a normative legal research method with the statute approach, the conceptual approach and the comparative approach. The results of this study, firstly, the crime of murder of parents and families, is not explicitly regulated in the current Indonesian criminal law. The formulation of the offense of murder in the current Criminal Code (Article 338 and Article 340) is only aimed at taking the lives of others without distinguishing who is the object/target. Second,The formulation of the September 2019 New Criminal Code Concept has accommodated the concept of criminal law reform with a value-oriented approach, related to the inclusion of cultural values of respect, appreciation and protection of the dignity of parents and families as embodied in Article 464 paragraph (2). In this article, it has been distinguished who is the object/target of the crime of murder and it is also used as a reason for the aggravation of the crime. Until now, the New Criminal Code has not been ratified. Criminal law reform will not run optimally, if it has not been taken with a policy approach. The existence of the Bulgarian Criminal Code and the French Criminal Code can also be used as benchmarks or legal comparisons, thus enriching the formulation of the crime of murder of parents and families in the New Criminal Code Concept in the future.
Konsep Jalur Khusus Terkait Dengan Kekuasaan Kehakiman Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Awanadi, I Gusti Agung Virlan; Zulkarnain, I Gusti Agung Kiddy Krsna
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 5 No 2 (2025): July
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v5i2.449

Abstract

Jalur khusus merupakan sebuah konsep hukum acara pidana yang diserap dari konsep plea bargaining sebagaimana telah diatur di negara luar pada sistem peradilan pidana Indonesia nantinya. Namun dalam menjalankan sebuah konsep tersebut diperlukan adanya harmonisasi antara komponen dari struktur hukumnya yaitu para aparat penegak hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, perbandingan dan peraturan perundang-undangan. Data diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder kemudian dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hukum acara pidana Indonesia belum adanya pengaturan jalur khusus, namun masih dalam berupa rancangan terlihat dari penyerapan sebuah konsep disebut plea bargaining yang telah diatur dan diterapkan di negara lain. Kemudian dalam penegakan hukumnya, diharapkan dalam pengaturannya nanti dipertegas mengenai peranan hakim yang dapat menentukan sebuah perkara pidana dapat ditempuh menggunan konsep tersebut. Mengingat agar sejalan juga dengan capaian dari konsep jalur khusus yang dapat memberikan keefektifan dalam penyelesaian perkara pidana.
ANALISIS HUKUM TATA RUANG TERHADAP PROBLEMATIKA PERLINDUNGAN TANAH ADAT DI BALI DALAM DINAMIKA INVESTASI PARIWISATA Widiartana, Putu Wahyu; Zulkarnain, I Gusti Agung Kiddy Krsna
VYAVAHARA DUTA Vol 20 No 2 (2025): Vyavahara Duta
Publisher : Jurusan Hukum Fakultas Dharma Duta Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/vyavaharaduta.v20i2.5256

Abstract

Bali is widely recognized as a world-class tourism destination that relies on its rich natural resources, cultural heritage, and living customary values embedded within its communities. Behind the rapid development of the tourism sector lies serious pressure on the sustainability of customary land, which has long served as the foundation of the cultural and spiritual identity of Bali's traditional village communities. The conversion of customary land into tourism areas has created tensions between economic interests and the sacred values embedded in communal land rights systems. This study aims to analyze the extent to which spatial planning law in Bali provides protection for customary land and to examine the potential for harmonization between spatial planning regulations and prevailing customary legal norms. This research employs a normative legal method, using both statutory and conceptual approaches. The findings indicate that although customary land is normatively recognized in regional regulations and spatial planning policies, its implementation remains limited due to minimal involvement of traditional villages, the dominance of positivist legal paradigms, and a sectoral orientation prioritizing economic interests. Traditional villages and awig-awig as sources of local law have not been fully integrated into the spatial planning process. There is a need for legal policies that embrace the principles of legal pluralism and spatial justice by fostering stronger participatory mechanisms for indigenous communities in shaping development directions and managing their living spaces.
Perlindungan Hak Korban atas Privasi dalam Kasus Penyebaran Video CCTV Bermuatan Pornografi di Indonesia Rusmana, I Putu Edi; I Gede Druvananda Abhiseka; I Gusti Agung Virlan Awanadi; I Gusti Agung Kiddy Krsna Zulkarnain
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 6 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i6.2627

Abstract

Penelitian ini membahas perlindungan hak privasi korban dalam kasus penyebaran video CCTV bermuatan pornografi di Indonesia, yang menjadi salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia di era digital. Teknologi pengawasan yang awalnya dirancang untuk meningkatkan keamanan publik kini justru menghadirkan tantangan baru terhadap batas-batas privasi individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan analisis konseptual terhadap tanggung jawab negara, pelaku, dan lembaga penegak hukum dalam menjamin hak korban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme perlindungan yang ada masih bersifat sektoral, reaktif, dan belum menempatkan korban sebagai pusat perhatian. Hambatan utama terletak pada lemahnya koordinasi, ketidakpastian hukum, serta rendahnya literasi privasi di masyarakat. Untuk mencapai keadilan yang substantif, dibutuhkan sistem perlindungan yang berorientasi pada korban dengan memperkuat aspek pencegahan, penegakan hukum yang proporsional, serta pemulihan psikologis dan sosial bagi korban. Kajian ini menegaskan pentingnya reformasi hukum yang sensitif terhadap perkembangan teknologi dan berlandaskan nilai kemanusiaan agar hak atas privasi dapat terlindungi secara efektif di tengah masyarakat digital.
Penjatuhan Sanksi Pidana Penjara di Bawah Minimal Khusus Pada Tindak Pidana Narkotika Zulkarnain, I Gusti Agung Kiddy Krsna; Awanadi, I Gusti Agung Virlan; Pradnyana, I Made Fajar
Jurnal Yustitia Vol 21 No 2 (2025): JURNAL YUSTITIA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62279/yustitia.v21i2.1647

Abstract

Seperti halnya kebanyakan Undang-Undang Tindak Pidana di luar KUHP, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merumuskan/mencantumkan ketentuan pidana dengan adanya ancaman pidana minimal khusus, namun tidak disertai dengan aturan pemidanaan yang mengatur penerapan sanksi tersebut. Ketiadaan aturan/pedoman pemidanaan tersebut menimbulkan permasalahan yuridis dan praktik dalam penegakan hukum, sehingga tidak begitu jelas apakah pidana minimal itu dapat diperingan (dalam hal ada faktor yang meringankan) atau dapat diperberat (dalam hal ada faktor yang memperberat). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan, literatur, serta studi Putusan Nomor 4/Pid.Sus/2025/PN Tab yang menunjukkan bahwa Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara di bawah minimal khusus terkait dengan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika. Putusan tersebut didasarkan pada dakwaan subsidaritas dan adanya pertimbangan hakim dengan mengacu/berpedoman pada SEMA No. 3 Tahun 2015, SEMA No. 1 Tahun 2017, dan SEMA No. 4 Tahun 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya pembaharuan terhadap UU Narkotika agar memuat aturan/pedoman pemidanaan yang jelas serupa dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, sehingga dari sisi kebijakan formulasi permasalahan yuridis terkait dengan tidak adanya aturan pemidanaan/penerapan ancaman pidana minimal khusus di dalam UU Narkotika dapat ditanggulangi dan pula hukum/aturan yang lahir nantinya mencerminkan nilai/hukum yang progresif.