Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

KAJIAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN CAIR INDUSTRI TAHU Kaswinarni, Fibria
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 22, No 2 (2008)
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Industri tahu saat ini sudah menjamur di Indonesia, dan rata-rata masihdilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan airdan bahan baku masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi.Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf pendidikan yang relatifrendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan limbah. Kalaupun sudah adayang mempunyai unit pengolahan limbah hasilnya juga ada yang belum sepenuhnyasesuai yang diharapkan.Penelitian ini dilakukan pada tiga industri tahu, yaitu Industri Tahu TandangSemarang (Anaerob-Aerob), Sederhana Kendal (Anaerob-Aerob) dan Gagak SipatBoyolali (Anaerob). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan limbahtahu yang efektif dan efisien serta dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan.Metode yang dipakai pada penelitian ini survai lapangan dan wawancara. Analisisdata yang digunakan adalah deskriptif analitik dan analisis SWOT.Hasil penelitian untuk pengolahan limbah padat pada setiap industri adalahdengan menjual ampas tahu, dibuat pakan ternak, tempe gembus, kerupuk ampas tahudan roti kering. IPAL Tandang membutuhkan luas lahan 880 m2, biaya investasisebesar ± Rp.2.657.163.236, beban biaya bangunan/m3 limbah ± Rp.115.528.836,biaya operasional/bulan ± Rp.5.251.860, effluen memenuhi syarat (TSS : 66 mg/l,BOD5 : 24,00 mg/l , COD : 125,5 mg/l), debit : 23 m3/detik, biaya operasional/m3limbah/ hari ± Rp.1.167, waktu tinggal 14 hari, pipa flaring tidak difungsikan. IPALSederhana Kendal membutuhkan luas lahan 220 m2, biaya investasi sebesar ±Rp.411.566.509, beban biaya bangunan/m3 limbah ± Rp.11.759.043, biayaoperasional/bulan ± Rp.1.000.000, effluen memenuhi syarat (TSS : 62 mg/l, BOD5 :57,60 mg/l , COD : 203,2 mg/l), debit : 35 m3/detik, biaya operasional/m3 limbah/hari± Rp.834, waktu tinggal 7,5 hari, pipa flaring berfungsi. IPAL Gagak Sipat Boyolalimembutuhkan luas lahan 25 m2, biaya investasi sebesar ± Rp.31.397.509, beban biayabangunan/m3 limbah ± Rp.5.232.918, biaya operasional/bulan ± Rp.60.000, effluentidak memenuhi syarat (TSS : 116 mg/l, BOD5 : 337,9 , COD : 759,8 mg/l), debit : 6m3/detik, biaya operasional/m3 limbah/hari ± Rp.400, waktu tinggal 6 hari, biogasdimanfaatkan. Hasil analisis SWOT yaitu pada masing-masing industri tahu efisiensipemakaian air masih rendah.Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pengolahan limbah yang efektif dan efisienadalah IPAL Industri Tahu Sederhana Kendal, diperlukan pengoperasian proses IPALsecara kontinyu agar hasilnya sesuai yang diharapkan dan IPAL yang sesuai untukindustri kecil tahu adalah IPAL yang biaya investasi awal dan operasionalnya murah,perawatannya mudah, proses pengolahan lengkap (anaerob-aerob), kualitas efluenmemenuhi baku mutu air limbah industri tahu, memiliki nilai ekonomis dan ramahlingkungan.Kata Kunci : Industri Tahu, Anaerob, Aerob, Biogas, Pengolahan Limbah.
PEMANFAATAN BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIO BRIKET Kaswinarni, Fibria
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 23, No 1 april (2009): MJL
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permintaan energi saat ini makin tinggi seiring dengan menipisnya sumber cadanganminyak. Permasalahan emisi bahan bakar fosil dan lonjakan harga minyak memicuterjadinya krisis energi. Mensikapi keadaan tersebut pemerintah merumuskan kebijakanproyeksi terhadap tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) sebagai tanamanbioenergi dengan menargetkan 1,5 juta Ha hingga tahun 2010. Pengolahan jarak pagarsebesar 7,5-10 ton/ha/tahun, menjadi biodiesel melalui proses ekstraksi diperolehbungkil jarak 5,25-7,0 ton. Bungkil jarak pagar masih mempunyai nilai kalor yangcukup tinggi sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan pembuatan bio briket.Proses pembuatan bio briket dilakukan dengan mencampurkan bahan sekam/serbukgergaji, bungkil biji jarak dan larutan pati 1%, kemudian dicetak lalu dikeringkan. Biobriket bungkil jarak pagar ini dapat dijadikan bahan bakar pengganti minyak tanahdan merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan.Kata Kunci : Jarak pagar, Bungkil jarak pagar, Bio briket
Potensi Gunung Ungaran di Desa Ngesrep Balong, Limbangan Kabupaten Kendal Jawa Tengah sebagai Penghasil Tumbuhan Pewarna Alami Kain Batik Kaswinarni, Fibria; Apriliani, Religia; Sulistya Dewi, Endah Rita
Life Science Vol 8 No 2 (2019): November 2019
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v8i2.37097

Abstract

Natural coloring plants can produce color after the process of both boiling, destruction, and other processes. Generally, natural dyes obtained from plants in the forest or planted intentionally and then used to color the carvings, sculptures, food, webbing, weaving and other handicraft materials. This research was held in Mount Ungaran, Ngesrep Balong village, Limbangan District, Kendal Regency in May 2018. Natural coloring plants sampling performed at three different of height, there are 600-899, 900-1199, and 1200-1500 above sea level. The method used is exploration and data analysis is qualitatively. The results showed that Mount Ungaran saves the potential as a producer of natural dye batik plants. The types of plants producing natural dyes of batik which found on Mount Ungaran are Cinchona succirubra (kina), Castane argentea (sarangan), Peltophorum pterocarpum (soga), Schima noronhae (puspa), Albizia chinensis (sengon), Pithecolobium lobatum (jengkol), Bischofia javanica (gintungan), Samanea saman (trembesi), Eugenia polyantha (greeting), Chromolaena odorata (kirinyuh/kirinyo), and Terminalia bellirica (joho keling). The parts of plants which used natural dyes are leaves, bark and peel. All parts of the plants produce four basic dominate color, there are yellow, green, brown and blue. The research results are expected to provide a reference for batik crafstman to be able to change over to natural dyes, so it can to reduce environmental pollution. Keywords: Mount Ungaran, batik, natural dyes, Gunung Ungaran, kain batik, pewarna alami tumbuhan. Tumbuhan pewarna alami dapat menghasilkan suatu warna tertentu setelah melalui proses baik perebusan, penghancuran, maupun proses lainnya. Pada umumnya zat warna alam diperoleh dari tumbuhan yang diambil dari hutan atau sengaja ditanam lalu digunakan untuk mewarnai ukiran, patung, makanan, anyaman, tenunan, serta bahan kerajinan lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di Gunung Ungaran yang berada di Desa Ngesrep Balong Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal pada bulan Mei 2018. Pengambilan sampel tumbuhan pewarna alami dilakukan di tiga ketinggian yang berbeda, yaitu 600-899 mdpl, 900-1199 mdpl dan 1200-1500 mdpl. Metode yang digunakan adalah eksplorasi, sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gunung Ungaran menyimpan potensi sebagai penghasil tumbuhan pewarna alami kain batik. Jenis-jenis tumbuhan penghasil pewarna alami kain batik yang ditemukan di Gunung Ungaran antara lain Cinchona succirubra (kina), Castanea argentea (sarangan), Peltophorum pterocarpum (soga), Schima noronhae (puspa), Albizia chinensis (sengon), Pithecolobium lobatum (jengkol), Bischofia javanica (gintungan), Samanea saman (trembesi), Eugenia polyantha (salam), Chromolaena odorata (kirinyuh/kirinyo), dan Terminalia bellirica (joho keling). Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alami adalah daun, kulit batang dan kulit buah. Semua tumbuhan tersebut menghasilkan empat warna dasar yang mendominasi, yaitu warna kuning, hijau, cokelat, dan biru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi para pengrajin batik untuk dapat beralih pada pewarna alami sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Kata kunci: Mount Ungaran, batik, natural dyes, Gunung Ungaran, kain batik, pewarna alami tumbuhan.
PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN MASYARAKAT KALICARI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Ary Susatyo Nugroho; Fibria Kaswinarni; Prasetiyo Prasetiyo
E-Dimas: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 3, No 2 (2012): E-DIMAS
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/e-dimas.v3i2.1547

Abstract

PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN MASYARAKAT KALICARI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG
BENTUK INTERAKSI INTRASPESIFIK LUTUNG BUDENG (Trachypithecus auratus) DI KAWASAN HUTAN ADINUSO KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG Eti Indriyati; Ary Susatyo Nugroho; Fibria Kaswinarni
Bioma : Jurnal Ilmiah Biologi Vol 6, No 1 (2017): Bioma
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/bioma.v6i1.1470

Abstract

Lutung Budeng merupakan jenis asli (endemik) Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk interaksi intraspesifik yang dilakukan individu Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) dalam satu populasi di kawasan hutan Adinuso Kecamatan Subah Kabupaten Batang. Metode yang digunakan adalah metode pengamatan langsung. Pengambilan data diakukan di Hutan Adinuso Subah Kabupaten Batang selama 14 hari pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016, sementara analisis data menggunakan metode diskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bentuk interaksi intraspesifik yang dilakukan Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) yaitu kompetisi, kooperasi, komensalisme, dan netralisme. Interaksi kompetisi dilakukan oleh sesama individu jantan dengan presentase 6,67%, interaksi kooperasi terjadi 33,33% yang dilakukan oleh sesama individu betina dengan persentase 20%, individu betina dengan infant 13,33%. Sementara interaksi komensalisme 26,67% yang seluruhnya dilakukan oleh individu betina dan Infant. Interaksi netralisme terjadi 33,33% dilakukan oleh individu jantan dengan individu betina 13,33%, individu jantan dan infant 13,33%, dan individu betina dengan infant 6,67%. Pada interaksi intraspesifik kompetisi terdapat perilaku agonistik, netralisme terdapat perilaku ingestif dan alelometik, kooperasi terdapat perilaku efimeletik dan play, serta komensalisme terdapat perilaku efimeletik dan etefimeletik. 
BIOMONITORING PENCEMARAN SUNGAI SILUGONGGO KECAMATAN JUWANA BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb) PADA IKAN LUNDU Lilik Chauro Aina; Endah Rita S.D.; Fibria Kaswinarni
Bioma : Jurnal Ilmiah Biologi Vol 5, No 2 (2016): Bioma
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/bioma.v5i2.1498

Abstract

Biomonitoring adalah pemanfaatan organisme untuk memonitor dan menilai/ mendeteksi kondisi suatu lingkungan. Sungai Silugonggo merupakan sungai terbesar di Kecamatan Juwana, yang berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal, MCK, TPI, serta industri yang berpotensi membuang limbah mengandung Pb yang berpengaruh pada kondisi fisik kimia dan organisme yang berada di sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik kimia dan kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan Lundu (Mystus nigriceps) di perairan Sungai Silugonggo Kecamatan Juwana. Penelitian ini menggunakan metode survey. Pengambilan sampel air dan ikan dilakukan pada 3 stasiun, yaitu stasiun pertama Desa Doropayung, stasiun kedua Desa Kauman, dan stasiun ketiga Desa Bajomulyo. Pengambilan sampel dilakukan secara random dengan jarak 100 meter antar titik. Parameter yang diukur meliputi sifat fisik (suhu, kecepatan arus, kecerahan air, kedalaman sungai), sifat kimia (pH, COD, BOD, DO), kandungan logam Pb pada air dan Ikan Lundu. Kondisi Fisik dan Kimia didapatkan hasil antara lain: suhu air Sungai Siugonggo berkisar 280C-29,330C dengan baku mutu deviasi 3COD berkisar 11,3-17,40 ppm dengan baku mutu 25ppm, BOD berkisar 3,68-5,22ppm dengan baku mutu 3ppm. Pengujian Logam Berat Timbal (Pb) pada air dan Ikan Lundu dilakukan di laboratorium Universitas Diponegoro Semarang. Hasil uji kandungan logam timbal (Pb) pada air adalah 0,026-0,056ppm, hasil tersebut melampaui baku mutu air PPRI No.82 Tahun 2001 kelas II yaitu 0,003ppm. Hasil uji kandungan logam timbal (Pb) pada Ikan Lundu 0,497-0,725, hasil tersebut masih dibawah baku mutu BPOM Nomor 03725/B/SK/VII/89 yaitu 2,0ppm.Kata kunci : Biomonitoring, Sifat Fisik Kimia, Logam Timbal (Pb), Ikan
KAJIAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN CAIR INDUSTRI TAHU Fibria Kaswinarni
MAJALAH LONTAR Vol 22, No 2 (2008)
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/ltr.v22i2.435

Abstract

Industri tahu saat ini sudah menjamur di Indonesia, dan rata-rata masihdilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan airdan bahan baku masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi.Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf pendidikan yang relatifrendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan limbah. Kalaupun sudah adayang mempunyai unit pengolahan limbah hasilnya juga ada yang belum sepenuhnyasesuai yang diharapkan.Penelitian ini dilakukan pada tiga industri tahu, yaitu Industri Tahu TandangSemarang (Anaerob-Aerob), Sederhana Kendal (Anaerob-Aerob) dan Gagak SipatBoyolali (Anaerob). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan limbahtahu yang efektif dan efisien serta dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan.Metode yang dipakai pada penelitian ini survai lapangan dan wawancara. Analisisdata yang digunakan adalah deskriptif analitik dan analisis SWOT.Hasil penelitian untuk pengolahan limbah padat pada setiap industri adalahdengan menjual ampas tahu, dibuat pakan ternak, tempe gembus, kerupuk ampas tahudan roti kering. IPAL Tandang membutuhkan luas lahan 880 m2, biaya investasisebesar ?é?? Rp.2.657.163.236, beban biaya bangunan/m3 limbah ?é?? Rp.115.528.836,biaya operasional/bulan ?é?? Rp.5.251.860, effluen memenuhi syarat (TSS : 66 mg/l,BOD5 : 24,00 mg/l , COD : 125,5 mg/l), debit : 23 m3/detik, biaya operasional/m3limbah/ hari ?é?? Rp.1.167, waktu tinggal 14 hari, pipa flaring tidak difungsikan. IPALSederhana Kendal membutuhkan luas lahan 220 m2, biaya investasi sebesar ?é??Rp.411.566.509, beban biaya bangunan/m3 limbah ?é?? Rp.11.759.043, biayaoperasional/bulan ?é?? Rp.1.000.000, effluen memenuhi syarat (TSS : 62 mg/l, BOD5 :57,60 mg/l , COD : 203,2 mg/l), debit : 35 m3/detik, biaya operasional/m3 limbah/hari?é?? Rp.834, waktu tinggal 7,5 hari, pipa flaring berfungsi. IPAL Gagak Sipat Boyolalimembutuhkan luas lahan 25 m2, biaya investasi sebesar ?é?? Rp.31.397.509, beban biayabangunan/m3 limbah ?é?? Rp.5.232.918, biaya operasional/bulan ?é?? Rp.60.000, effluentidak memenuhi syarat (TSS : 116 mg/l, BOD5 : 337,9 , COD : 759,8 mg/l), debit : 6m3/detik, biaya operasional/m3 limbah/hari ?é?? Rp.400, waktu tinggal 6 hari, biogasdimanfaatkan. Hasil analisis SWOT yaitu pada masing-masing industri tahu efisiensipemakaian air masih rendah.Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pengolahan limbah yang efektif dan efisienadalah IPAL Industri Tahu Sederhana Kendal, diperlukan pengoperasian proses IPALsecara kontinyu agar hasilnya sesuai yang diharapkan dan IPAL yang sesuai untukindustri kecil tahu adalah IPAL yang biaya investasi awal dan operasionalnya murah,perawatannya mudah, proses pengolahan lengkap (anaerob-aerob), kualitas efluenmemenuhi baku mutu air limbah industri tahu, memiliki nilai ekonomis dan ramahlingkungan.Kata Kunci : Industri Tahu, Anaerob, Aerob, Biogas, Pengolahan Limbah.
PEMANFAATAN BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIO BRIKET Fibria Kaswinarni
MAJALAH LONTAR Vol 23, No 1 april (2009): MJL
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/ltr.v23i1 april.436

Abstract

Permintaan energi saat ini makin tinggi seiring dengan menipisnya sumber cadanganminyak. Permasalahan emisi bahan bakar fosil dan lonjakan harga minyak memicuterjadinya krisis energi. Mensikapi keadaan tersebut pemerintah merumuskan kebijakanproyeksi terhadap tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) sebagai tanamanbioenergi dengan menargetkan 1,5 juta Ha hingga tahun 2010. Pengolahan jarak pagarsebesar 7,5-10 ton/ha/tahun, menjadi biodiesel melalui proses ekstraksi diperolehbungkil jarak 5,25-7,0 ton. Bungkil jarak pagar masih mempunyai nilai kalor yangcukup tinggi sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan pembuatan bio briket.Proses pembuatan bio briket dilakukan dengan mencampurkan bahan sekam/serbukgergaji, bungkil biji jarak dan larutan pati 1%, kemudian dicetak lalu dikeringkan. Biobriket bungkil jarak pagar ini dapat dijadikan bahan bakar pengganti minyak tanahdan merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan.Kata Kunci : Jarak pagar, Bungkil jarak pagar, Bio briket
The Wealth of Medicinal Plant Species in the Protective Forest Area of Mount Ungaran, Ngesrepbalong Village, Kendal Regency Elsa Septiani Rintho Miharjo; Ary Susatyo Nugroho; Fibria Kaswinarni
Quagga: Jurnal Pendidikan dan Biologi Vol 17 No 1 (2025): QUAGGA : Jurnal Pendidikan dan Biologi
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/quagga.v17i1.339

Abstract

During modernization and the trends of modern medicine, the use of traditional medicines remains relevant, especially in rural and remote areas. This research aims to identify the types, relative abundance, benefits, and utilization of medicinal plants in the Ngesrepbalong Village, Kendal Regency. The research methods applied include field surveys and interviews to identify, record, and understand the benefits and utilization of various types of wild medicinal plants. The results of the research show that the Gunung Ungaran Protective Forest area harbors significant diversity in terms of types of medicinal wild plants. In the Gunung Ungaran Protective Forest area, Ngesrepbalong Village, Kendal Regency, there are 40 types of medicinal wild plants. The most abundant species include krinyu, pecut kuda, cakar ayam, and bandotan, while the least abundant species are tejo and kina. These plants are utilized as external medicines, such as for topical application or as ingredients in bathwater, as well as internal medicines, which can be consumed orally.This study is expected to serve as a foundation for environmental conservation efforts and the wise utilization of biological resources to support public health.
Effectiveness of Mendong (Fimbristylis globulosa) as A Phytoremediation Agent for Total Ammonia and Total Nitrogen Leachate Anwar, Labib; Ulfah, Maria; Kaswinarni, Fibria
Journal of Environmental and Science Education Vol. 5 No. 2 (2025): Journal of Environmental and Science Education : September 2025
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jese.v5i2.29164

Abstract

Landfills are one of the causes of environmental pollution resulting from the disposal of human activity waste without further treatment (Yusri et al., 2020). In 2023, the total waste generation reached 1,270.00 tons per day, with 900 tons of waste being transported to the landfill each day (Harjanti, 2020). This waste accumulation produces leachate—a thick, dark-colored liquid that carries pollutants and materials from the waste—which has the potential to contaminate the surrounding environment, including the Kreo River. Therefore, phytoremediation using Mendong plants is proposed to reduce the pollutants in the leachate. This research employed an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD), using Mendong plants (Fimbristylis globulosa) and three biomass variations: P0 (0 g), P1 (1000 g), and P2 (2000 g). Each treatment involved 10 liters of leachate and was replicated three times. The phytoremediation process proved effective in reducing total ammonia levels in the leachate, with a reduction of up to 63%, and the highest total nitrogen reduction reached 53%. This phytoremediation approach can assist in reducing excess total ammonia in water bodies by absorbing organic pollutants through plant roots, as Mendong exhibits hyperaccumulator and hypertolerant properties. It is concluded that Mendong plants are effective in lowering total ammonia and total nitrogen levels in landfill leachate.