Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERKEMBANGAN BENTUK KERAJINAN RENCONG DI DESA BAET KECAMATAN SUKA MAKMUR KABUPATEN ACEH BESAR Saniman Andi Kafri; Reza Sastra Wijaya
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 9, No 2 (2020): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v9i2.20311

Abstract

AbstrakRencong merupakan produk budaya lokal Aceh yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek monyangnya suku Aceh. Rencong sebagai senjata tradisional sekaligus simbol identitas diri masyarakat Aceh memiliki sejarah panjang dan bentuk yang menarik. Sampai saat ini rencong Aceh tetap diminati oleh masyarakat Aceh maupun pendatang yang berkunjung ke daerah Aceh. Seiring dengan berlakunya PSBB di Aceh, juga berdampak terhadap pengrajin rencong, Kondisi ini juga menuntut masyarakat harus mencari pekerjaan lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dampak virus covid-19 dirasakan langsung oleh pengrajin rencong yang ada di tiga desa Baet yaitu, Baet Masjid, Baet Lampuot dan Baet Meusago di kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Beberapa pengrajin yang bertahan, dikarenakan tidak adanya pekerjaan lain seperti yang dilakukan oleh bapak Yudi Hidayat, Ibrahin dan Zuhri. Pemerintah Aceh bahkan telah menetapkan kampung-kampung ini sebagai kampung rencong yang menjadi destinasi wisata baru di Aceh. Sebelum Covid- 19 hampir semua penduduknya berpropesi sebagai pengrajin rencong. Membuat rencong dilakukan secara turun-temurun dimana pembuatan kerajinan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Keunikan rencong dapat dilihat dari bentuknya yang menyerupai kalimat Bismillah ditulis dalam bahasa Arab. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara rencong dengan Islam. Perubahan zaman tentunya turut mengubah kebudayaan, dalam hal ini turut merubah bentuk rencong dan fungsi rencong itu sendiri, dimana dahulunya bentuk rencong hanya berukuran 35 cm dan dalam perkembanganya bentuk rencong saat ini sudah mulai ber pariasi mulai dari ukuran 15 cm sampai dengan 2 M, selain itu rencong pada saat ini produksi lebih memanfaatkan pamor rencong sebagai salah satu senjata khas Aceh yang ada di Indonesia sehingga fungsinya beralih dari fungsi praktis menjadi fungsi estetis sehingga tujuan produksinya turut mempengaruhinya, dimana rencong saat ini sudah digunakan sebagai aksesoris dalam pakaian adat Aceh dan aksesoris dalam pagelaran pertunjukan. Metode penelitian “Perkembangan Bentuk Kerajinan Rencong di Desa Baet Kecamatan Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar” ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif. Metode ini dapat menjawab semua rumusan masalah dalam penelitian ini. metode kualitatif juga dapat menggali informasi secara mendalam.  Kata Kunci: rencong, kerajinan, fungsi estetis.AbstractRencong is a product of local Aceh culture that has been passed down from generation to generation by his Acehnese mony grandmother. Rencong as a traditional weapon as well as a symbol of Acehnese identity has a long history and an interesting form. Until now, Aceh rencong is still in demand by Acehnese people and migrants visiting the area. Along with the enactment of the Large-Scale Social Restrictions in Aceh it also has an impact on rencong craftsmen, this condition also requires people to find other jobs to be able to meet their daily needs, the impact of the covid-19 virus is felt directly by rencong craftsmen in three Baet villages, namely, Baet Masjid, Baet Lampuot and Baet Meusago in Sukamakmur sub-district, Aceh Besar district. Some of the craftsmen who survived, were due to the absence of other jobs such as those done by Yudi Hidayat, Ibrahin and Zuhri. In this case, the Aceh government has even designated these villages as Rencong villages which have become new tourist destinations in Aceh. Almost all residents work as rencong craftsmen. Making rencong has been done from generation to generation. The making of this craft is done by both men and women. The uniqueness of rencong can be seen from its shape which resembles the sentence Bismillah written in Arabic. This shows the close relationship between rencong and Islam. Changes in time have certainly changed the culture, in this case also changing the shape of the rencong and the function of the rencong itself, where previously the shape of the rencong was only 35 cm in size and in its development the shape of the rencong now varies from 15 cm to 2 M in size, besides The current rencong production utilizes the prestige of rencong as one of Aceh's typical weapons in Indonesia so that its function is shifted from a practical function to an aesthetic function so that its production objectives also influence, where rencong is currently used as an accessory in Acehnese traditional clothing and accessories in performances the research method "Development of Rencong Craft Forms in Baet Village, Suka Makmur District, Aceh Besar District. "This is done using qualitative research. This method can answer all problem formulations in this study. Qualitative methods can also digging information.  Keywords: rencong, craft, aesthetic function.. 
PEMBUATAN KREASI LAMPU HIAS DENGAN MEDIA BAMBU DI DESA JANTHO MAKMUR Dedy Afriadi; Saniman Andi Kafri; Hariananda Pratama
DESKOVI : Art and Design Journal Vol 2, No 1 (2019): JUNI 2019
Publisher : Universitas Maarif Hasyim Latif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51804/deskovi.v2i1.406

Abstract

Jantho merupakan daerah dataran tinggi yang menjadi ibu kota Aceh Besar, kota Jantho menjadi pusat kota dan menjadi pusat administrasi untuk daerah Aceh Besar, meskipun kota Jantho menjadi kota, tetapi kota Jantho masih dominan dengan daerah perhutanan dan perbukitan. Kota Jantho memiliki sumber daya alam yang besar namun belum termanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat dan pemerintah Aceh Besar. Melihat sumber daya alam yang besar menjadi ide dan daya tarik untuk mengolahnya sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah tersebut. Permasalahan yang ada di daerah Jantho adalah kurangnya pembinaan dalam pembuatan kerajinan. Dengan terselenggaranya pengabdian masyarakat diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan masyarakat untuk membuat karya yang memiliki nilai jual. Salah satu upaya yang ingin dikembangkan adalah membuat kerajinan lampu hias dengan media bambu, dikarenakan bambu merupakan bahan/ media yang mudah didapatkan di kota ini.Jantho is a highland area that became the capital of Aceh Besar, the city of Jantho became the center of the city and became the administrative center for the Aceh Besar area, even though became a city, but was still dominant with areas of forestry and hills. The city of Jantho has large natural resources but has not been utilized maximally by the community and the government of Aceh Besar. Seeing large natural resources becomes an idea and an attraction to process it so that it can improve the economy of the region. The problem in the Jantho area is the lack of guidance in making crafts. With the implementation of community service, it is expected to be able to add and develop people's insights to create works that have selling value. One effort to be developed is to make decorative lights with bamboo media, because bamboo is a material / medium that is easily available in this city.
KAJIAN IKONOGRAFI PADA SULAMAN KASAB DI GAMPONG KEUBANG KECAMATAN INDRA JAYA KABUPATEN PIDIE. Indra Setiawan; Saniman Andi Kafri
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya Vol 5, No 2 (2021): GONDANG: JURNAL SENI DAN BUDAYA, DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (775.689 KB) | DOI: 10.24114/gondang.v5i2.30967

Abstract

Sulaman Kasab merupakan sebutan khas masyarakat Aceh terhadap sulaman benang emas, Sulaman kasab yang berada di Gampong Keubang kabupaten Pidie yang harus dijaga agar tetap lestari. Adapun upaya untuk melestarikan kebudayaan itu baik secara fisik maupun secara nilai-nilai makna dilakukan dengan cara menginpentarisasikan dan membedahnya dengan pendekatan ilmu pengetahuan agar dapat menjadi rujukan oleh masyaraka Aceh. Adapun proses pengkajian sulaman kasab sebagai upaya untuk menganalisa, membedah dan menginterpretasikan menggunakan pendekatan ikonografi. Ketertarikan peneliti mengangkat Sulaman Kasab di Gampong Keubang Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie ini dikarenakan sulam kasap ini memiliki cirikhas pada bentuk visual dan memiliki tempat proses produksi yang banyak oleh masyarakat dalam bentuk home industri, sehingga dapat menjadi salah satu produksi symbol kultural yang dapat merepresentasikan kebuadayaan masyarakat Aceh khusunya masyarakat pidie. Selain bertujuan untuk menginfentarisasi bentuk Sulaman Kasab di Gampong Keubang. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan penelitan dengan teori Ikonografi yang didukung oleh teori bentuk dan teori fungsi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana membaca pemaknaan dari karya sulam kasab yang dipandang dari fase perkembangan sejarahnya.
Tari Troen U Laôt: Identitas Masyarakat Pesisir Pidie Provinsi Aceh Yusri Yusuf; Yanti Heriyawati; Magfhirah Murni Bintang; Saniman Andi Kafri
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya Vol 5, No 1 (2021): GONDANG: JURNAL SENI DAN BUDAYA, JUNI 2021
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1231.899 KB) | DOI: 10.24114/gondang.v5i1.23973

Abstract

Tarian Troen U Laôt merupakan cerminan masyarakat Pesisir Pidie Aceh dalam pola hidup dan perilaku masyarakatnya, yang dominan bermata pencaharian sebagai nelayan. Tari ini diadopsi dari prosesi menangkap ikan di laut dengan cara menjaring, yang dilakukan bersama-sama, menjadi pola-pola gerak yang tersusun diringi syair, sholawat, dan zikir. Masyarakat Pesisir Pidie menjadikan tarian ini bagian dari kehidupan mereka, yang terlihat pada aktivitas nelayan terlihat dalam struktur penyajian berkaitan dengan susunan, bentuk, pengolahan elemen tari, pengolahan gerak, ruang, waktu, dan isi.berisi pesan Dari penyajian Tari Troen U Laôt.Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnokoreologi, dengan menggunakan pendekatan dari ilmu lain dalam melihat aspek- penyajian tari yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat nelayan, sehingga menjadi ciri dari masyarakatnya. Dalampenelitian ini digunakan teori bentuk oleh Soedarsono, estetika Djenlantik sebagai analisis dalam melihat bentuk penyajian tari berkaitan dengan filosofi keindahan tari bedasar latar belakang masyarakatnya, dan pendekatan sejarah, melihat keberadaan tari Troen U Laôt. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang tari Trouen U laot Sebagai iedntitas masyarakat Aceh khususnya masyrakat pidie.  Hasil penelitian menjelaskan, beberapa hal tersebut tergambar dari kebiasan masyarakat saat melakukan aktivitas dilaut, gotong royong, diiringi oleh tiga orang pemusik dengan menggunakan alat musik rapai, serune kale, dan geundrang. Tarian ini dibentuk dari bagian, yaitu: (1) Babakan Mukayoeh (2) Babakan Mulinggang; (3) Babakan Mukayoeh, (4) Pouget Pukat (5) Babakan Tarek Pukat.
Digitalisasi Ornamen Mesikhat pada Rumah Adat Alas Aceh Tenggara Saniman Andi Kafri; Fauziana Izzati; Karya Mansyah
DESKOVI : Art and Design Journal Vol 6, No 1 (2023): JUNI 2023
Publisher : Universitas Maarif Hasyim Latif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51804/deskovi.v6i1.10670

Abstract

Arsitektur Rumah Adat Alas Aceh Tenggara merupakan rumah hunian masyarakat suku Alas yang mendiami daerah di kabupaten Aceh Tenggara. Umumnya bentuk ruamah adat Alas hampir sama dengan daerah Aceh lainya yakni rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu yang berada dekat dengan perkarangan masyarakat suku Alas. Rumah adat Alas ini memiliki bentuk ornamen yang melekat pada didning luar rumah yang disebut dengan istilah mesikhat.  Ornamen menjadi bagian dari sebuah kebudayaan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang menyimbolkan identitas pemiliknya. Salah satunya adalah ornamen mesikhat yang ada di Aceh Tenggara. Motif mesikhat merupakan motif khas Suku Alas yang mendiami daerah Aceh Tenggara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif guna menggali informasi terkait penamaan, bentuk, dan makna filosofi yang terdapat pada bentuk ornamen mesikhat pada rumah adat Alas. Dilanjutkan dengan proses modeling, memindahkan bentuk gambar motif kedalam bentuk digital dengan menggunakan aplikasi Coreldraw. Digitalisasi yang dilakukan bertujuan untuk melestarikan ragam ragam hias Aceh Tenggara yang saat ini sudah mulai jarang ditemui penerapanya pada rumah, Khususnya rumas adat Alas. Dari hasil penelitian ini dilakukan digitalisasi  sebanyak 10 motif yang melekat pada dinding rumah Adat Alas. Adapun motif-motif yang terdapat pada rumah adat suku Alas seperti motif, Motif  Pakhuh Enggang, Motif Putekh Tali, Motif Embun Bekhangkat, Motif Pucuk Khebung, Motif  Jekhjak Pantemken, Motif Mate Baning ( Mata Kura-Kura), Motif  Bunge Ketile, Motif  Papan Catukh, Motif  Tampuk Gete (Tangkai Buah Manggis), Motif Khentape
KERAJINAN CENDERAMATA KERAWANG GAYO DI KAMPUNG BEBESEN KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH Oktaviani Oktaviani; Saniman Andi Kafri; Putri Dahlia
Educraf : Journal Of Craft Education, Craft Design And Creative Industries Vol 2, No 2 (2023): Educraft
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/educraf.v2i2.3787

Abstract

Gayo Kerawang Souvenir Crafts in Bebesen Village, Bebesen District is a cultural heritage that is still operating today which aims to maintain the culture of the typical Gayo community. Kerawang Gayo departs from symbols and as decorations that contain meaning in them. Along with the needs of human life, this Gayo Kerawang craft is growing in society according to the times. This study aims to find out how the form of Kerawang Gayo souvenirs in Bebesen Village, Bebesen District, Central Aceh Regency. The method used in this research is qualitative method. Techniques in data collection are observation, interviews and documentation. Researchers use the Dhasono Sony Kartika shape theory as a study in examining the shape of the souvenir. The products produced by souvenir craftsmen in Bebesen Village are bags, wallets, shirts, skirts, backpacks, table cloths, cushion covers, prayer rugs and others. These products are created according to market needs and tailored to the needs of consumer orders.
Digitalisasi Ornamen Mesikhat pada Rumah Adat Alas Aceh Tenggara Saniman Andi Kafri; Fauziana Izzati; Karya Mansyah
DESKOVI : Art and Design Journal Vol. 6 No. 1 (2023): JUNI 2023
Publisher : Universitas Maarif Hasyim Latif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51804/deskovi.v6i1.10670

Abstract

Arsitektur Rumah Adat Alas Aceh Tenggara merupakan rumah hunian masyarakat suku Alas yang mendiami daerah di kabupaten Aceh Tenggara. Umumnya bentuk ruamah adat Alas hampir sama dengan daerah Aceh lainya yakni rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu yang berada dekat dengan perkarangan masyarakat suku Alas. Rumah adat Alas ini memiliki bentuk ornamen yang melekat pada didning luar rumah yang disebut dengan istilah mesikhat.  Ornamen menjadi bagian dari sebuah kebudayaan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang menyimbolkan identitas pemiliknya. Salah satunya adalah ornamen mesikhat yang ada di Aceh Tenggara. Motif mesikhat merupakan motif khas Suku Alas yang mendiami daerah Aceh Tenggara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif guna menggali informasi terkait penamaan, bentuk, dan makna filosofi yang terdapat pada bentuk ornamen mesikhat pada rumah adat Alas. Dilanjutkan dengan proses modeling, memindahkan bentuk gambar motif kedalam bentuk digital dengan menggunakan aplikasi Coreldraw. Digitalisasi yang dilakukan bertujuan untuk melestarikan ragam ragam hias Aceh Tenggara yang saat ini sudah mulai jarang ditemui penerapanya pada rumah, Khususnya rumas adat Alas. Dari hasil penelitian ini dilakukan digitalisasi  sebanyak 10 motif yang melekat pada dinding rumah Adat Alas. Adapun motif-motif yang terdapat pada rumah adat suku Alas seperti motif, Motif  Pakhuh Enggang, Motif Putekh Tali, Motif Embun Bekhangkat, Motif Pucuk Khebung, Motif  Jekhjak Pantemken, Motif Mate Baning ( Mata Kura-Kura), Motif  Bunge Ketile, Motif  Papan Catukh, Motif  Tampuk Gete (Tangkai Buah Manggis), Motif Khentape
MOTIF PINTO ACEH SEBAGAI SUMBER INSPIRASI PENCIPTAAN KRIYA KULIT Karya Mansyah; Saniman Andi Kafri; Muhammad Hamzah
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol. 12 No. 2 (2023): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v12i2.58451

Abstract

The Pinto Aceh motif is the creativity of local Acehnese motifs that are different from other motifs in Indonesia. The Pinto Aceh motif has its own uniqueness and aesthetic value. This can be seen from its symmetrical like a butterfly shape. Interest in raising the theme of Pinto Aceh motifs is because researchers want to give a new touch, especially in leather crafts combined with Pinto Aceh motifs. So far the Pinto Aceh motif works that have been created are still the same as the first time this motif was created, always in form of a symmetrical butterfly. Because of that the creation of leather craft works is realized in the form of two-dimensional and three- dimensional works by presenting the new forms. The materials used are parchment leather, vegetable tanned leather, mosquito netting wire, wood, glass, mirrors, synthetic leather and iron. The method used in the creation of this work goes through three stages, that is the exploration stage, the design stage and the embodiment stage. The works created do not only contain aesthetic value but also contain the meaning of freedom of creation, which is manifested in the creation of the Pinto Aceh motif. The expression of the Pinto Aceh motif as a source of inspiration for the creation of leather craft can be a medium for art connoisseurs, especially craft art and in hope to give another new forms of craft art, so that in the future it can become a reference for the development of craft art, especially leather craft.Keywords: PintoAceh,motifs,leather,craf. AbstrakMotif Pinto Aceh merupakan kreativitas lokal masyarakat Aceh yang jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Motif Pinto Aceh mempunyai keunikan dan nilai estetika tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari bentuknya yang simetris seperti kupu-kupu. Ketertarikan mengangkat tema motif Pinto Aceh karena peneliti ingin memberikan sentuhan baru khususnya kriya kulit yang dipadukan dengan motif Pinto Aceh khususnya kriya kulit. Sejauh ini karya-karya motif Pinto Aceh yang diciptakan masih sama seperti motif pertama kali diciptakan, yaitu seperti kupu-kupu yang simetris. Oleh karena itu penciptaan karya kriya kulit ini direalisasikan ke dalam bentuk karya dua dimensi dan tiga dimensi dengan menghadirkan bentuk-bentuk yang baru. Bahan yang digunakan adalah kulit perkamen, kulit tersamak nabati, kawat jaring nyamuk, kayu, kaca, cermin, kulit sintetis dan besi. Metode yang digunakan pada penciptaan karya ini melalui tiga tahap, yaitu: tahap eksplorasi, tahap perancangan dan tahap perwujudan. Karya-karya yang diciptakan tidak hanya mengandung nilai estetik tetapi juga mengandung makna kebebasan dalam berkarya yang diwujudkan dalam bentuk kreasi motif Pinto Aceh. Ekspresi motif Pinto Aceh sebagai sumber inspirasi penciptaan kriya kulit ini dapat menjadi media terhadap penikmat seni, khususnya seni kriya dan diharapkan dapat melahirkan bentuk kriya seni baru, sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan kriya seni khususnya kriya kulit selanjutnya.Kata Kunci: Pinto Aceh, motif, kulit, kriya. Authors: Karya Mansyah : Institut Seni Budaya Indonesia AcehSaniman Andi Kafri : Institut Seni Budaya Indonesia AcehMuhammad Hamzah : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Dharsono, D. (2016). Kreasi Artistik œPerjumpaan Tradisi Modern Dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Surakarta: Citra Sain.Ferawati, F., & Dewi, L. (2020). Suluah Dalam Nagari; Penciptaan Kriya Ekspresi Dengan Inspirasi Bundo Kanduang. Artchive: Jurnal Seni Rupa dan Desain Indonesia , 1(2), 122-133. http://dx.doi.org/10.53666/artchive.v1i2.1630.Ginting, J., & Triyanto, R. (2020). Tinjauan Ketepatan Bentuk, Gelap Terang, dan Warna padaGambar Bentuk Media Akrilik. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 9(2), 300-308. https://doi.org/10.24114/gr.v9i2.20118.Gustami, SP. 2007. Butit-Butir Mutiara Estetika Timur œIde Dasar Penciptaan Seni Kriya Indonesia. Yogyakarta: Prasista.Izzara, W. A., & Nelmira, W. (2021). Desain Motif Tenun Songket Minangkabau Di Usaha Rino Risal Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 10(2), 423-431. https://doi.org/10.24114/gr.v10i2.25928.Mansyah, K. (2019), œKaligrafi Arab Dalam Ekspresi Pinto Aceh Melalui Hiasan Interior. Hasil Wawancara Pribadi: 30 Agustus 2019, Institut Seni Indonesia Padangpanjang.Mansyah, K., Sulaiman, S., & Nursyirwan, N. (2020). Seni Kaligrafi Arab Dalam Ekspresi Pinto Aceh. Melayu Arts and Performance Journal, 3(1), 27-36. http://dx.doi.org/10.26887/mapj.v3i1.1341.Sunarto, S. (2008). Seni Tatah Sungging Kulit. Yogyakarta: Prasista.Susanto, M. (2011). Diksi Rupa; Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta: DictiArt Lab & Djagad Art House.Zam, R., Dharsono, D., & Raharjo, T. TransformasiEstetik Seni Kriya; Kelahiran Dan Kriya Masa Kini. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2), 302-310. https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.36026.
Bentuk dan Makna Makam Nahrasyiah Sultanah X Kerajaan Samudera Pasai Ichsan; Asrinaldi; Achmad Zaki; Saniman Andi Kafri
Judikatif: Jurnal Desain Komunikasi Kreatif Vol. 5 No. 2 (2023): Vol. 5 (2023) No. 2
Publisher : fakultas Desain Koomunikasi visual

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35134/judikatif.v5i2.150

Abstract

Jurnal ini berjudul, “Bentuk Dan Makna Makam Ratu Nahrasyiyah Sultanah X Kerajaan Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara”. Tujuan penelitian ini dalam jurnal ini ialah, mendeskripsikan dan menganalisa bentuk serta makna yang terdapat pada makam Ratu Nahrasyiyah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik sampling snowball yang memperoleh data secara bergulir. Penelitian ini mengandalkan data lapangan yang diperoleh dari informan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi serta studi pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan metode tersebut diperoleh hasil, bahwa makam Ratu Nahrasyiyah merupakan makam yang dibuat dan diberi oleh salah satu kerajaan di India. Makam tersebut terbentuk dari pengaruh budaya India dan Iran (Persia). Bentuk yang tinggi dan besar serta kaligrafi “surah Yasin” yang terdapat pada makam Ratu Nahrasyiyah menandakan makam tersebut merupakan makam yang megah dan belum pernah dimiliki oleh Raja-Raja lain di Aceh. Selain itu, empat menara pada sudut makam yang diikat oleh pilar-pilar membuat makam Ratu Nahrasyiyah semakin terlihat kokoh. Hal ini menandakan bahwa Ratu Nahrasyiyah merupakan sosok yang kuat dimasa keemasannya. Selain itu, motif kandil yang terdapat pada makam Ratu Nahrasyiyah memberi makna bahwa Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan yang kuat dan mampu bersemakmur dengan 16 kerajaan lainnya dimasa kekuasaan Ratu Nahrasyiyah. Simbol teratai, pohon kapas dan pohon pisang yang terdapat pada makam mengungkapkan bahwa priode kekuasaan Ratu Nahrasyiyah merupakan priode dengan tingkat kesuburan daerah yang paling makmur.