SEDYO HARTONO
Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Jln. Flora No. 1, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta 55281

Published : 51 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search
Journal : Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia

Deteksi dan Sebaran Soybean Mosaic Virus (SMV) dan Soybean Stunt Virus (SSV) di Berbagai Sentra Produksi Kedelai di Indonesia Sri Sulandari; Sedyo Hartono; Y.M.S. Maryudani; Yashanti B. Paradisa
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 18, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2553.104 KB) | DOI: 10.22146/jpti.15606

Abstract

There were some commonly found mosaic diseases on soybean in Indonesia that were suspected to be caused by viruses. The main virus diseases of soybean plant are Soybean mosaic virus (SMV) and Soybean stunt virus (SSV). The occurrence of mosaic diseases are very harmful because they might reduce soybean grain yield. The aim of this research is to determine the disease incidence and distribution of mosaic disease in the field that caused by SMV and SSV. The surveys were conducted in some regions of the area of soybean production center in Indonesia including: Special Region of Yogyakarta (DIY), Central Java, East Java, West Nusatenggara (NTB), and South Sulawesi. Detection of the viruses were done by serological test using I-ELISA and by molecular analysis using PCR. The field surveys showed that the mosaic symptoms always found in all the field location. The disease incidence and the disease severity varied in any locations. The disease symptoms showed as mild mosaic, yellow mosaic, mosaic with blister, and mosaic with leaves malformation by curling and stunting. The I-ELISA showed that all the samples collected were double infected by SMV and SSV. Both of the viruses were widespread all over the soybean production center in Indonesia. By PCR using CI-SMV primer, the DNA of virus could be amplified to about 638 bp which indicated SMV infection, but using cp-SSV primer, the DNA could be amplified to about 657 bp that indicated of SSV infection.  Pada pertanaman kedelai di Indonesia banyak ditemukan gejala mosaik yang diduga disebabkan virus. Virus penyebab penyakit mosaik pada tanaman kedelai antara lain Soyben mosaic virus (SMV) dan Soybean stunt virus (SSV). Keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman kedelai sangat merugikan karena berpotensi dapat menurunkan angka hasil kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan sebaran penyakit mosaik yang disebabkan SMV dan SSV di berbagai sentra produksi kedelai di Indonesia. Survei dilakukan di DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan. Deteksi keberadaan virus dilakukan secara serologi dengan teknik I-ELISA (Indirect-Enzyme-linked Immunosorbent Assay) dan secara molekuler dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ). Berdasarkan pengamatan di lapangan gejala mosaik selalu ditemukan pada setiap lokasi pengamatan. Kejadian dan tingkat keparahan penyakit yang ditemukan bervariasi. Gejala yang ditemukan adalah mosaik ringan, mosaik kuning, mosaik dengan tonjolan warna hijau tua (blister), dan mosaik dengan malformasi berupa daun keriting dan tanaman kerdil. Berdasarkan uji I-ELISA semua sampel daun bergejala mosaik terinfeksi ganda oleh SMV dan SSV. Kedua jenis virus tersebut sudah tersebar luas di semua sentra pertanaman kedelai di Indonesia. Deteksi PCR menggunakan primer spesifik CI-SMV dari beberapa lokasi dapat mengamplifikasi pita DNA berukuran sekitar 638 bp yang mengindikasikan terinfeksi SMV, sedangkan menggunakan primer universal cp-CMV dapat mengamplikasi pita DNA berukuran sekitar 657 bp yang mengindikasikan terinfeksi SSV.
Etiologi Penyebab Malformasi Tunas Ranting Kakao di Kulonprogo, DIY dan Segayung, Jawa Tengah Susamto Somowiyarjo; Sri Sulandari; Sedyo Hartono; Yashanti B. Paradisa; Tri Maruto Aji
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 18, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.15609

Abstract

The cocoa plants that showed severe swollen twig malformation was observed at cocoa cultivation of PT Pagilaran at Samigaluh, Kulon Progo and Segayung Central, Java. The symptoms could be observed easily at the nurseries, young plants, productive plants, and old plants. The basal part of the twig appears swollen and and there was also leaf curling symptoms. On late symptom the leaves form rossette and the plant growth would slow down. The old plant showed twigbroom-like symptom with many small leaves. In the field the symptoms always associated with mealybug Planococcus spp. Because the disease has spread all over the field with severe symptom, the causal agent need to be identified accurately. An experiment was carried out in which the causal agent was transmitted using mealybug as a vector, top cleft graftingand insecticide application after cutting all symptoms of the diseased plant. Transmission experiments by top cleft grafting did not show any symptoms. The negative results were also obtained in the artificial inoculation using the mealybug, when the diseased shoots were cut and protected by insecticide. The young shoots grew normally, without showing any symptom of malformation. It was suspected that the malformation was caused by toxin produced by the insect. Molecular studies to further characterize the causal agent of the malformation, is presently being conducted.Pada pertanaman kakao PT Pagilaran di Samigaluh, Kulon Progo, DIY dan Segayung, Jawa Tengah ditemukan gejala malformasi tunas ranting yang sangat parah. Gejala penyakit ditemukan pada tanaman di pembibitan, tanaman muda,tanaman yang sudah produktif maupun tanaman tua. Pada bagian ranting yang sedang tumbuh pada bagian pangkal tunas dan tangkai daun membengkak, pertumbuhan daun tidak simetris dan keriting. Pada gejala lanjut daun tumbuhmeroset dan tanaman mengalami penghambatan pertumbuhan. Ranting tanaman tua yang terserang membentuk percabangan yang banyak dan ditumbuhi daun-daun kecil. Di lapangan gejala yang timbul selalu berasosiasi dengan koloni kutu dompolan (Planococcus spp.). Oleh kerena penyakit tersebar luas di perkebunan dengan gejala yang sangat parah maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya dengan tepat serta pengelolaannya. Penelitian meliputi kajian penularan menggunakan Planococcus sp., penyambungan tanaman sehat dengan ranting yang bergejala serta aplikasi insektisida. Penularan dengan penyambungan dan penularan menggunakan serangga tidak menghasilkan tanaman yang bergejala. Pada percobaan di lapangan dengan memotong tunas-tunas sakit kemudian disemprot denganinsektisida hasilnya tunas muda yang tumbuh berikutnya tidak menunjukan adanya gejala malformasi. Diduga bahwa malformasi pada tunas dan ranting tersebut disebabkan oleh racun yang ditularkan oleh serangga. Penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi penyebab penyakit secara molekuler saat ini sedang dilakukan.
Pengelolaan Kutu Kebul (Bemisia tabaci Gen.) dengan Sistem Barier pada Tanaman Tembakau Tri Maruto Aji; Sedyo Hartono; Sri Sulandari
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 19, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.16014

Abstract

Since 2009, the leaf curl disease was observed on tobacco plants grown under net shadow of PTPN X (Persero) and has caused yield losses up to 70%. The disease was likely to be associated with the existence of a high population of the sweet potato whitefly (Bemisia tabaci Gen.) and the symptoms resembled that reported for Begomovirus infection on eggplant and tomatoes. This study aimed to know the effectiveness of physical barriers in combination with a biological barrier to avoid B. tabaci in infesting the farm. The research was done by monitoring tobacco diseases to measure the diseases intensity. Research for the management of insect vectorsB. tabaci were done based on two pretexts: (1) physical barrier using the type of net; and (2) combinations of a net with a plant (corn belt). The result showed that an effective control was obtained using a net with higher mesh size rather than using a standard net with low mesh size which was presently used by PTPN X (Persero). Corn barrier did not effective to control B. tabaci except as a wind breaker.INTISARIPeningkatan populasi kutu kebul (B. tabaci Gen.) di daerah Klaten, Jawa Tengah pada tahun 2009 ternyata menjadi penyebab mewabahnya penyakit kerupuk pada tanaman Solanaceae di wilayah tersebut. Tanaman tembakau cerutu Vorstenlanden milik PTPN X (Persero) yang ditanam di area bawah naungan (TBN) yang berada di wilayah tersebut turut terjangkit wabah penyakit kerupuk setelah sebelumnya terindikasi terjadi peningkatan jumlah kutu kebul. Wabah penyakit kerupuk pada tembakau cerutu Vorstenlanden milik PTPN X (Persero) telah menurunkan hasil hingga 70%. Gejala penyakit pada tembakau berupa penyakit kerupuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan barier fisik sebagai langkah awal untuk mengendalikan populasi kutu kebul pada pertanaman tembakau cerutu milik PTPN X (Persero). Penelitian dimulai dengan memonitoring populasi kutu kebul dan peningkatan intensitas penyakit kerupuk pada tanaman tembakau. Percobaan dilakukan secara demplot pada lahan pertanaman tembakau di wilayah PTPN X (Persero). Teknis budidaya tembakau seluruhnya mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) dari PTPN X (Persero), sedangkan untuk strategi pengendalian kutu kebul dilaksanakan dengan mengikuti 2 macam perlakuan yaitu ; (1) penerapan sistem barier tunggal berupa kelambu (bermesh rapat) dan kelambu standar dari PTPN X sebagai barier fisik (2) penerapan sistem barier ganda yaitu kombinasi barier fisik dan barier biologis berupa tanaman jagung penghalang. Hasil menunjukkan bahwa penerapan sistem barier baik tunggal maupun ganda dapat menekan populasi kutu kebul sehingga berdampak pada penurunan intensitas penyakit kerupuk pada tembakau.
Deteksi Molekuler Penyebab Penyakit Kuning (Tomato chlorosis virus dan Tomato infectious chlorosis virus) pada Tanaman Tomat Resti Fajarfika; Sedyo Hartono; Sri Sulandari; Susamto Somowiyarjo
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 19, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.17250

Abstract

This research was aimed to detect the ToCV and TICV caused yellowing disease on tomatoes by molecular detection. Leaf samples of symptomatic plants were taken from Ketep (Magelang), then the leaves were identified by reverse transcription-polymerase chain reactions (RT-PCR) using specific primer ToCV-CF/ToCV-CR (360 bp) and TICVCF/TICV-CR (416 bp). The result of nucleotide sequence analysis, amino acid and PCR product phylogenetic sequences were verified as TICV, it showed that TICV from Magelang belongs to the same group with TICV from Japan, North America and Europe, France, Italy, and USA. INTISARIPenelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan ToCV dan TICV penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat. Daun bergejala diambil dari Desa Ketep (Magelang), selanjutnya diuji denganreverse transcription-polymerase chain reactions(RT-PCR) menggunakan primer spesifik ToCV-CF/ToCV-CR (360 bp) dan TICV-CF/TICV-CR (416 bp). Hasil analisis sekuen nukleotida, asam amino, dan filogenetik produk PCR teridentifikasi sebagai TICV yang menunjukkan bahwa TICV isolat Magelang berada dalam satu kelompok dengan isolat TICV asal Jepang, Amerika Utara dan Eropa, Perancis, Italia, dan USA. 
Infeksi Ganda Begomovirus dan Crinivirus pada Tanaman Tomat di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Fitri Kusumaningrum; Sedyo Hartono; Sri Sulandari; Susamto Somowiyarjo
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 19, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.17542

Abstract

Since 2006, a yellowing disease has been observed in tomato (Lycopersicon esculentum) fields in Central Java, Indonesia. Epidemics of the diseases were mainly associated with populations of the whitefly Trialeurodes vaporariorum and Bemisia tabaci, the major whitefly pests in vegetable crops. The main symptoms were severe yellowing on lower leaves, and curling on upper leaves of plant. Total DNA was extracted from tomato leaves using CTAB methods, while total RNA was extracted using NucleoSpin RNA Plant extraction kit (Macherey-Nagel). Because of occurring mixed symptom on an individual plant, hereby it is important to detect the causal agent to manage of the disease. Samples from symptomatic plants were analyzed by polymerase chain reaction (PCR) and shown to be infected with Tomato infectious chlorosis virus (TICV) (family Closteroviridae, genus Crinivirus) and a virus species belongs to the genus Begomovirus, family Geminiviridae. The research result is the first report of Crinivirus and Begomovirus double infection in single tomato fields in Indonesia. INTISARIPenyakit kuning pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum) telah ditemukan sejak tahun 2006 di Jawa Tengah, Indonesia. Epidemi penyakit tersebut terutama berkaitan dengan keberadaan dua spesies whitefly (Trialeurodes vaporariorum dan Bemisia tabaci). Gejala utama yang ditemukan adalah daun-daun pada tanaman bagian bawah berwarna kuning sedangkan daun daun pada tanaman bagian atas menunjukkan gejala keriting. Adanya gejala campuran pada satu individu tanaman maka perlu dideteksi penyebabnya untuk pengelolaannya. DNA total diekstraksi dari daun tomat yang terinfeksi menggunakan metode CTAB, sedangkan total RNA diekstraksi dengan menggunaan NucleoSpin RNA Plant extraction kit (Macherey-Nagel). Analisis sampel tanaman sakit menggunakan teknik poymerase chain reaction (PCR) menunjukkan adanya infeksi Tomato infectious chlorosis virus (TICV) (famili Closteroviridae, genus Crinivirus) dan satu spesies virus anggota genus Begomovirus, famili Geminiviridae. Hasil penelitian ini merupakan laporan pertama kali adanya infeksi ganda kelompok Crinivirus dan Begomovirus pada satu individu tanaman tomat di Indonesia. 
The Effect of Temperature, Potato Varieties, and the Origin of Cyst on the Reproductive Biology of Globodera rostochiensis Nurjanah Nurjanah; Y. Andi Trisyono; Siwi Indarti; Sedyo Hartono
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 20, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.17692

Abstract

Potato cyst nematode (Globodera rostochiensis [Wollenweber] Behrens) is a nematode species of worldwide regulatory concern. This nematode caused serious economic of potato losses in Indonesia. This research studied by factorial designed to evaluated the effect of temperature (10, 20, and 30ºC), potato varieties (`Granola´, `Margahayu´, and `Cipanas´), and origin of cyst (West, Central, and East Java) on reproductive biology of G. rostochiensis in the growth chamber. The research was conducted by observed of produced the new cyst number, reproduction fitness, survival, fecundity, and multiplication of G. rostochiensis. The result showed that all of the potato varieties were infected by G. rostochiensis when they were grown at the temperature ranging of 20 and 30ºC but not at 10ºC. The optimum temperature for maximum number of cysts with the highest reproduction factor, survival, fecundity and multiplication rate for all populations was 20ºC. The origin of cyst did not have any effect on the reproductive rate. The temperature of 20ºC provided is best environment for the life of G. rostochiensis on Granola. INTISARINematoda sista kentang (Globodera rostochiensis [Wollenweber] Behrens) adalah spesies nematoda yang mendapatkan perhatian khusus di seluruh dunia. G. rostochiensis menyebabkan kerugian ekonomi yang serius pada pertanaman kentang di Indonesia. Penelitian ini menguji pengaruh perbedaan suhu (10, 20, dan 30ºC), varietas kentang (Granola, Cipanas, dan Margahayu), dan asal sista (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) terhadap biologi reproduksi G. rostochiensis di growth chamber menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah sista baru, kemampuan reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi G. rostochiensis. Seluruh varietas kentang yang diuji terserang G. rostochiensis pada suhu 20 dan 30ºC kecuali pada suhu 10ºC. Kisaran suhu optimum untuk memperoleh jumlah sista baru yang maksimum dengan kemampuan reproduksi, daya tahan hidup, keperidian dan multiplikasi untuk semua populasi adalah 20ºC. Asal sista tidak berpengaruh terhadap biologi reproduksi yang diteliti. Kentang varietas Granola yang ditanam pada suhu 20ºC merupakan inang yang sesuai untuk kehidupan G. rostochiensis.
Identifikasi Molekuler Virus Penyebab Mosaik pada Sembilan Varietas Tebu Dewi Rahmitasari; Susamto Somowiyarjo; Sedyo Hartono
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 20, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1595.542 KB) | DOI: 10.22146/jpti.17733

Abstract

Sugarcane (Saccharum officinarum L.) is very important commodity in Indonesia because of its economical value as a sugar producing plant. One of the disease in sugarcane cultivation which have to be treated is mosaic symptoms because of its potency in reducing sugar yield. Mosaic symptoms might be caused by some viruses, therefore virus identification is required to find the virus that has caused the sugarcane disease in all of sugarcane field which can be found in East Java as working area of Seeding and Protection Center for Estate Crops Surabaya. This laboratory had an authority to certify the shoot to be distributed. This research aimed to find out the virus that caused the mosaic symptoms from nine sugarcane varieties and to obtain information about the most suitable identification method for shoot health test in Seeding and Protection Center for Estate Crops Surabaya. The first method of this research were the sugarcane leaf with mosaic sampling from nine varieties: VMC 7616, PSJK 922, Kidang Kencana and Tolangohula 2 (Jombang); PS 881 and PS 862 (Pasuruan); PS 864 dan PSBM 901 (Kediri). The next experiments were conducted in the Laboratory of Phytopathology, Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada. RNA was isolated from the sample and continued with RT-PCR technique, sequencing and bioinformatic analysis. Primers which was used in this research were MJ1-MJ2 and SCSMV cpF – SCSMV AP3. The result showed that mosaic symptoms of eight sugarcane varieties was caused by two species of virus: SCMV (Sugarcane mosaic virus) found in PS 881 and SCSMV (Sugarcane streak mosaic virus) found in seven another varieties. Sequencing analysis showed that SCMV isolate found in PS 881 was known to have a high nucleotide homology (93.6%) and related to the isolate from Kenya (KT630805.1), while the SCSMV had a high homology (96.9%−98.5%) and related to SCSMV isolate from Indonesia (AB563503.1) and Pakistan (GQ388116.1). INTISARITebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting di Indonesia. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai pada tanaman tebu adalah penyakit mosaik karena potensinya dalam menurunkan produktivitas tebu sehingga perlu dilakukan identifikasi virus penyebab mosaik pada tanaman tebu. BBPPTP Surabaya sebagai instansi yang melaksanakan sertifikasi pada bibit tebu perlu mengetahui metode identifikasi virus penyebab mosaik sebagai dasar dalam pengujian kesehatan benih untuk mendukung tersedianya bibit tebu yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui virus penyebab mosaik pada sembilan varietas tanaman tebu dan mengetahui metode identifikasi virus pada tanaman yang cepat dan akurat untuk pengujian kesehatan benih. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitopatologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel daun tanaman tebu pada sembilan varietas yang diambil dari tiga lokasi berbeda yaitu VMC 7616, PSJK 922, Kidang Kencana dan Tolangohula 2 (Jombang); PS 881 dan PS 862 (Pasuruan); PS 864 dan PSBM 901 (Kediri). Sampel diisolasi ss-RNA dilanjutkan dengan teknik RT-PCR (Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction), sekuensing dan analisis bioinformatika. Primer yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu MJ1-MJ2 untuk target sekuen dari SCMV dan SCSMV cpF-SCSMV AP3 untuk target sekuen dari SCSMV. Hasil penelitian ditemukan bahwa gejala mosaik yang ditimbulkan pada 8 (delapan) sampel varietas tebu disebabkan oleh 2 (dua) jenis virus penyebab mosaik yaitu SCMV (Sugarcane mosaic virus) yang ditemukan pada varietas PS 881 dan SCSMV (Sugarcane streak mosaic virus) yang ditemukan pada 7 (tujuh) varietas lain. Analisis sekuensing menunjukkan bahwa SCMV yang ditemukan pada varietas PS 881 memiliki homologi nukleotida (93,6%) dan kekerabatan terdekat dengan isolat di Kenya (KT630805.1). SCSMV hasil penelitian ini dikatakan mempunyai homologi (96,9%−98,5%) dan kekerabatan tertinggi dengan isolat SCSMV asal Indonesia (AB563503.1) dan Pakistan (GQ388116.1).
Integrated Leafcurl Disease Control on Tobacco Plants in Klaten, Central Java Heri Widarta; Sedyo Hartono; Sri Sulandari; Cahyo Hertanto; Erna Anastasia
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 21, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.19363

Abstract

Vorstenlanden tobacco is the best product of PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) Klaten, Central Java that is commonly produced into high economic value cigars. During the planting season of 2010/2011, there was an epidemy of leaf curl disease that caused billion rupiahs financial loss. Several efforts had been done, including the use of pesticides, but the result had not been satisfactory. Therefore, this research aimed to identify the pathogen of tobacco leaf curl disease and conduct integrated control system using three combinations in the nursery [A (biological agents treatment, plastic screenhouse, without physical barrier); B (biological agents treatment, plastic screenhouse + screen plot, with physical barrier of single screen, and sprayed insecticide); C (biological agents treatment, plastic screenhouse + single screen plot, with physical barrier of double screens, and fogging using white oil + insecticide)] and planting area [A (physical barrier of single screen and sprayed insecticide); B (physical barrier of single screen, sprayed insecticide, and sanitation of broad leaf weed + eradication of infected plant); C (physical barrier of double screens, fogging white oil + insecticide, and sanitation of broad leaf weed + eradication of infected plant)]. The result showed that leaf curl disease that occured at PTPN X Klaten was caused by Begomovirus, based on PCR result using Krusty and Hommer primers for Begomovirus Coat Protein gene. The most effective integrated disease control of leaf curl disease in the nursery was C combination, that consisted of biological agents treatment on the seedlings medium, screenhouse covered by plastic and double screens that was combined with physical barrier of double screens around the field, and fogging using white oil+insecticide of pyrethroid active ingredient. The most effective integrated disease control of leaf curl disease in the field was the same C combination, that consisted of the use of physical barrier of double screens, environmental sanitation of weeds around the field and eradication of infected plants and fogging using white oil + insecticide of pyretroid active agent.   IntisariTembakau vorstenlanden merupakan produk andalan PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) Klaten, Jawa Tengah sebagai bahan baku cerutu yang bernilai ekonomi tinggi. Pada musim tanam 2010/2011 telah terjadi epidemi penyakit keriting atau kerupuk tembakau dengan kerugian mencapai milyaran rupiah. Upaya pengendalian yag telah dilakukan dengan mengandalkan pestisida tidak memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi patogen penyebab penyakit kerupuk tembakau dan melakukan pengendalian secara terpadu dengan menggunakan tiga macam kombinasi yang dilakukan di pembibitan [A (perlakuan agens hayati, penyungkupan plastik, tanpa barier fisik ); B (perlakuan agens hayati, penyungkupan, barier fisik tunggal, dan penyemprotan insektisida); C (perlakuan agens hayati, penyungkupan, barier fisik ganda, dan aplikasi white oil)] dan di lahan pertanaman [A (barier fisik tunggal dan insekstisida); B (barier fisik tunggal, insektisida, dan sanitasi gulma); C (barier fisik ganda, white oil + insektisida, dan sanitasi gulma)]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit kerupuk tembakau di PTPN X Klaten disebabkan oleh Begomovirus berdasarkan hasil PCR menggunakan primer Krusty dan Hommer untuk gen Coat Protein Begomovirus. Pengendalian terpadu penyakit kerupuk di pembibitan yang paling efektif adalah kombinasi C yang terdiri dari perlakuan agens hayati pada media bibit, penyungkupan rangkap plastik + waring ganda dipadukan dengan barier fisik berupa waring ganda sekeliling lahan dan aplikasi white oil + insektisida berbahan aktif piretroid dengan cara fogging. Demikian juga pengendalian terpadu penyakit kerupuk di lapangan yang paling efektif adalah kombinasi C yang terdiri dari perlakuan agens hayati pada media bibit, sanitasi gulma di sekitar lingkungan pertanaman dan eradikasi tanaman sakit, penyungkupan rangkap plastik + waring ganda dipadukan dengan barier fisik berupa waring ganda sekeliling lahan dan aplikasi white oil + insektisida berbahan aktif piretroid dengan cara fogging.
The Effect of Chitosan Application against Plant Growth and Intensity of Stunting Disease on Black Pepper (Piper nigrum L.) Seedlings Emerensiana Uge; Sri Sulandari; Sedyo Hartono; Susamto Somowiyarjo
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 22, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.25453

Abstract

Black pepper (Piper nigrum L.) is  an important estate crops in Indonesia. Some pathogens that have been known to infect black pepper plants include fungi, nematodes and viruses. The stunting disease on black pepper plants was caused by Cucumber mosaic virus (CMV). Molecular detection using RT-PCR method showed that the samples were positively infected by CMV which were amplified by specific primers CMV 111 with bands of 111 bp in size. This virus can be carried by vegetative propagation material of plants. Many control strategies against this virus have been investigated, especially inducing plant resistance with chitosan. Chitosan is a natural biopolymer that play an important role in reducing disease incidence and severity and stimulate plant growth. The aim of this study was to figure out the inhibiting  ability of chitosan solution against infection of stunting virus on black pepper seedlings through spraying applications. Chitosan treatments were prepared in concentrations of 0.5%, 0.75%, and 1%. The result showed that application of chitosan at all concentrations affected the decrease of disease incidence and intensity and improved plant growth with insignificant different amongst all treatments but significantly different with control. The highest decrease in incidence was found at 0.75% of chitosan concentration (26.37), while the highest decrease of intensity was expressed at 1% of chitosan (37.62). Application of chitosan also significantly affected to all parameters of plant growth either plant height or leaf diameter. Application of 1% of chitosan increased the percentage of plant growth rather than other treatments, with the increase of plant height 58.12 % and leaf diameter 54.74 %. IntisariLada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia. Beberapa patogen telah diketahui menginfeksi tanaman lada di antaranya jamur, nematoda, dan virus. Penyakit kerdil pada tanaman lada disebabkan oleh Cucumber mosaic virus (CMV). Deteksi molekuler menggunakan metode RT-PCR menunjukkan bahwa sampel positif terinfeksi CMV yang diamplifikasi menggunakan primer spesifik CMV 111 dengan ukuran pita band target 111 bp. Virus ini dapat terbawa bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Banyak strategi pengendalian virus yang telah diuji, diantaranya induksi ketahanan tanaman dengan kitosan. Kitosan adalah biopolimer alami yang berperan dalam menurunkan insidensi dan intensitas penyakit dan menstimulasi pertumbuhan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan penghambatan dari larutan kitosan terhadap infeksi dari virus kerdil pada bibit lada dengan aplikasi penyemprotan. Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah 0,5%; 0,75%; dan 1%. Hasil penelitian menunjukan bahwa apliksi kitosan pada semua konsentrasi berpengaruh dalam menurunkan insidensi dan intensitas penyakit dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan tidak berbeda nyata di antara perlakuan tetapi berbeda nyata dengan kontrol. Penurunan nilai insidensi tertinggi yakni pada aplikasi kitosan 0,75% (26,37), sedangkan penurunan nilai intensitas tertinggi yakni pada aplikasi kitosan 1% (37,62). Aplikasi kitosan juga berpengaruh signifikan terhadap semua parameter pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman maupun diameter daun. Pada aplikasi kitosan 1% meningkatkan persentase tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya,yakni tinggi tanaman sebesar 58,12 % dan diameter daun sebesar 54,74 %.
Perbaikan Metode Ekstraksi dsRNA Virus secara Sederhana untuk RT-PCR Tiga Virus Tumbuhan Wiwik Endarsih; Sedyo Hartono; Sri Sulandari
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 21, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpti.26026

Abstract

Replicative form (RF) of RNA viruses are dsRNA structured nucleic acid, always found in plants infected by RNA virus. The principle of dsRNA extraction is based on the different affinity of nucleic acids for the cellulose powder and the specific adsorption in 16.6% ethanol buffer. The study aims to develop the simple dsRNA extraction method for the preparation of RT-PCR detection for Rehmannia mosaic virus (ReMV), Cucumber mosaic virus (CMV), Tomato chlorosis virus (ToCV), and compared with commercial kit. The analysis was performed by quantification of nucleic acid with spectrophotometer, efficiency of method (level of complexity, time, cost per reaction) and sequencing. The RNA concentration with simple methode of dsRNA extraction was lower than kit extraction method but the both methods have same pure RNA result. The PCR and sequencing result showed that viral pathogen of pepper, tobacco, and tomato leaf was CMV, ReMV, and ToCV, respectively with amplicon size at 500, 568, and 360 bp. This method is quite cheap and the RNA quantity is proportional to the commercial kit. The simple method of dsRNA extraction can be proposed for the preparation of RT-PCR detection for CMV, ReMV, ToCV. IntisariReplicative form (RF) virus RNA merupakan asam nukleat berstruktur dsRNA, selalu ditemukan pada tumbuhan terinfeksi oleh virus RNA. Prinsip kerja ekstraksi dsRNA berdasarkan afinitas serbuk selulosa terhadap asam nukleat dan adsorbsi spesifik dsRNA pada konsentrasi etanol 16,6 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode ekstraksi dsRNA secara sederhana untuk preparasi deteksi RT-PCR terhadap Rehmannia mosaic virus (ReMV), Cucumber mosaic virus (CMV), Tomato chlorosis virus (ToCV) dan dibandingkan dengan kit komersil. Data yang dibandingkan adalah kuantitas asam nukleat, analisa efisiensi metode (tingkat kerumitan, waktu, biaya per reaksi) serta sekuensing. Konsentrasi RNA hasil ekstraksi metode dsRNA secara sederhana lebih rendah dibanding dengan metode kit, namun kedua metode menghasilkan RNA yang murni. Berdasarkan hasil PCR dan sekuensing disimpulkan bahwa virus penyebab mosaik daun lada dan tembakau serta klorosis daun tomat berturut-turut adalah CMV, ReMV, dan ToCV dengan ukuran amplikon berturut turut 500, 568 dan 360 pb. Metode ini cukup murah dan kuantitas RNA yang dihasilkan sebanding dengan kit komersil. Ekstraksi RNA menggunakan metode dsRNA secara sederhana dapat dikembangkan untuk preparasi deteksi RT-PCR terhadap CMV, ReMV, ToCV.
Co-Authors Alvina Clara Giovanni Aminatun Munawarti Anak Agung Gde Raka Swastika ANDI KHAERUNI Ani Widiastuti Argawi Kandito Argawi Kandito Argawi Kandito Arman Wijonarko Asmar Hasan Astuti, Suryani Titi Azizah Ridha Ulilalbab Botek, Muhammad Budi Setiadi Daryono BUDI SETIADI DARYONO Cahyo Hertanto Christanti Sumardiyono Christina Retna Handayani Deden Sukmadjaja Dewi Rahmitasari Didit Setiyawan Dini Wahyu Kartika Sari Efendi, Darda Emerensiana - Uge Emerensiana Uge Erna Anastasia Esti Prasetya Ningrum Fariha Wilisiani Fitri Kusumaningrum Gede Suastika GUSNAWATY HS, GUSNAWATY hasdiana, hasdiana Helina, Selvi Heri Widarta Hisein, Siti Anima I Dewa Nyoman Nyana I Nyoman Widiarta Ika Roostika Ika Roostika Ismiyatuningsih Ismiyatuningsih Jun Kobayashi La Ode Santiaji Bande Ma'unah Ambarwati Mery Windarningsih Muhammad Muhsin MUHAMMAD TAUFIK Mustika Ajeng Kartini Putri Pertiwi Nanda Kusumandari Nasrun Nasrun NOOR AIDAWATI Nuri Yusmarlita Nurjanah Nurjanah Praptana, R. Heru Prapto Yudono Prapto Yudono PURNAMA HIDAYAT R. Heru Praptana Rahayu Mallarangeng, Rahayu Rahma Ayu Priani Resti Fajarfika Retno Mastuti Rizko Hadi, Rizko Saipul Abbas Sekar Utami Putri Selvi Helina Serafinah Indriani Siwi Indarti Soesamto Somowiyarjo Somowiyarjo, Susamto Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari Sri Sulandari SRI SULANDARI Sri Sulandari Subandi Sukamto Sukamto Sumardiyono, Y. B. Suprihanto, Suprihanto susamto - somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Somowiyarjo Susamto Sumowiyarjo Syair, Syair Tomohide Natsuaki Tri Harjaka Tri Joko Tri Joko Tri Maruto Aji Tri Maruto Aji Tri Retno Widyastuti Triharso Triharso Trisnani Alif Triwidodo Arwiyanto Tuty Arisuryanti Ulfa, Nur Isnaini Umi Kulsum Widiarta, I Nyoman Wiwik Endarsih Wuye Ria Andayani Y. Andi Trisyono Y. Andi Trisyono Y. Andi Trisyono Y. Andi Trisyono Y. B. Sumardiyono Y. B. Sumardiyono Y.M.S. Maryudani Yashanti B. Paradisa Yashanti Berlinda Paradisa YB Sumardiyono