Latar Belakang: Minyak jelantah atau minyak goreng bekas adalah minyak yang digunakan secara berulang tanpa penambahan minyak goreng baru. Pemakaian minyak berulang kali dapat merusak struktur kimia dan menghasilkan radikal bebas. Hasil dari proses tersebut adalah senyawa toksik seperti hidroperoksida. Teh mengandung enam kelompok bioflavanoid catechins, theaflavins, the arubigins, oxyaromatic acids, flavonols, flavones, dan derivac gallic acid yang dapat menghambat radikal bebas, melindungi organ dari stress oksidatif. Teh hitam selain mengandung katekin juga mengandung theaflavin dan thearubigin sebagai hasil dari proses oksidasi enzimatik yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh hijau. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental post test only control grup design dengan menggunakan 24 tikus Sprague dawley jantan dibagi dalam 6 kelompok secara acak dan diberi perlakuan selama 7 minggu. K0 (control) (diberi aquadest), K1 (diberi minyak jelantah 12 kali penggorengan 1,5 ml/hari, 1 jam kemudian diberi aquadest), K2 (diberi infusa teh hitam dengan dosis 0,50 gr/200grBB), K3 ( diberi infusa teh hitam dengan dosis 0,75 gr/200grBB), K4(diberi minyak jelantah 12 kali penggorengan 1,5 ml 1 jam kemudian diberi infusa teh hitam dengan dosis 0,50 gr/200grBB) K5 (diberi minyak jelantah 12 kali penggorengan 1,5 ml 1 jam kemudian diberi infusa teh hitam dengan dosis 0,75 gr/200grBB), setiap hari selama 6 minggu. Pada akhir penelitian tikus dilakukan terminasi dan diambil lambungnya untuk pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Post Hoc Mann-Whitney. Hasil: Hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p=0,063, yang artinya tidak terdapat perbedaan bermakna dari skor histopatologi antar kelompok. Hasil uji Post Hoc Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna K0 terhadap K1 yang berarti pemberian minyak jelantah 12 kali pemanasan tidak merusak gambaran histopatologi lambung ditinjau secara statistik. Perbandingan antara K0 dengan K2 dan K3 tidak terdapat perbedaan bermakna yang artinya dosis yan diberikan tidak merusak gambaran histopatologi lambung. Perbandingan antara K0 dengan K4 dan K5 menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna yang artinya pemberian infusa teh hitam (Camellia sinensis) dosis 0,50 gr/200 grBB dan dosis 0,75 gr/200 grBB tidak terjadi perbaikan terhadap kerusakan gaster tikus putih. Kesimpulan: Penelitian membuktikan bahwa Induksi minyak jelantah dengan 12x pemanasan berulang tidak menyebabkan kerusakan pada gaster tikus Rattus norvegicus dan pemberian infusa teh hitam (Camellia sinensis) dosis 0,50 gr/200 grBB dan dosis 0,75 gr/200 grBB tidak terjadi perbaikan terhadap kerusakan gaster tikus putih.