Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN Mariana, Dede
CosmoGov Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.34 KB) | DOI: 10.24198/cosmogov.v1i2.11834

Abstract

Teori kebijakan era tahun 60-an lebih memandang proses kebijakan dari perspektif administrasi publik. Proses kebijakan dipandang linear dan mekanistik. Sementara, partisipasi masyarakat hanya dipandang sebagai formalitas bagi legitimasi kebijakan. Selama ini, partisipasi cenderung dimaknai secara kuantitatif (hanya dihitung dari jumlah partisipan atau jumlah organisasi masyarakat yang dilibatkan). Padahal, proses kebijakan akan jauh lebih bermakna sebagai proses demokrasi manakala partisipasi diperluas sebagai kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya secara argumentatif. Artikel ini menjelaskan bagaimana pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, yakni melalui pendekatan struktural dengan mengadvokasikan berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yang memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan pendekatan sosiokultural melalui proses pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan masyarakat
DISEMINASI INFORMASI PROGRAM UNGGULAN PEMERINTAH OLEH DISKOMINFO JAWA BARAT MELALUI MEDIA PERTUNJUKAN RAKYAT Asmawi, Awing; Mariana, Dede; Sjoraida, Diah Fatma
PROSIDING KOMUNIKASI PROSIDING : AKSELERSI PEMBANGUNAN MASYARAKAT LOKAL MELALUI KOMUNIKASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI (BUKU
Publisher : PROSIDING KOMUNIKASI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.276 KB)

Abstract

Penelitian ini didasarkan pada fakta bahwa setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh informasi. Adapun kewajiban untuk menyebarkan informasi merupakan salahsatu tanggung jawab pemerintah setempat. Terutama informasi yang berkaitan dengan perubahan sosial, salahsatunya adalah informasi tentang kenakalan remaja. Informasi perlu disebarluaskan kepada mereka yang membutuhkan dan mereka yang minim akses terhadap media modern. Maka dibutuhkan media yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan memiliki karakter yang menarik untuk membuat penyebaran semakin efektif, yaitu dengan media tradisional yang oleh Diskominfo dinamai Pertunjukan Rakyat. Dalam proses penyebaran informasi, dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat agar penyampaian pesan dapat berjalan efektif dan dapat mencapai tujuan komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Pertunjukan Rakyat sebagai strategi komunikasi yang berfokus kepada komponen komunikasi, yaitu komunikator, pesan, media dan komunikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif dan uji validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi non-partisipatori dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah Diskominfo Jabar sebagai penyelenggara, FK-Metra Jabar sebagai pelaksana, dan seniman pertunjukan sebagai penyebar informasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan strategi komunikasi yang dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam bentuk narasi. Yakni mencakup seniman sebagai komunikator, pesan yang disampaikan, media pendukung dan tanggapan komunikan. Keywords: Communications Strategy, Folk Performance, Juvenile Delinquency.
KAJIAN PUBLIC RELATIONS BUDAYA DALAM KEGIATAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BADUY (Studi Etnografi Komunikasi tentang aktivitas Internal dan External Relations oleh Jaro Pamarentah pada masyarakat Kanekes Luar, di Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Jawa Barat) Zubair, Feliza; Mariana, Dede; Sjoraida, Diah Fatma
Prosiding Magister Ilmu Komunikasi Buku B - Komunikasi Publik Dan Dinamika Masyarakat Lokal
Publisher : Prosiding Magister Ilmu Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.443 KB)

Abstract

Masyarakat Baduy dikenal dengan keteguhan menjaga adat istiadat warisan leluhur sehingga sampai saat ini kehidupan mereka tidak banyak dipengaruhi budaya luar, terutama bagi penduduk Baduy Dalam. Kata tabu membuat mereka berhasil memelihara tradisi buhun dengan sepenuh hati, komitmen yang luar biasa dalam menjunjung tinggi kearifan lokal. Penelitian ini merupakan kajian Public Relations Budaya yaitu bagian dari konteks budaya yang berlangsung di masyarakat, khususnya di masyarakat adat misalnya peran dan fungsi PR yang dijlankan oleh sistem kelompok masyarakat adat untuk mendapatkan dukungan pihak internal maupun external. Istilah PR Budaya antara lain dilakukan oleh Greig Leicthy dalam bahasannya tentang“The Culturual Tribes of Public Relations”. Salah satunya adalah peran Jaro Pamarentah pada Suku Baduy. . Jaro Pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Internal Relations Jaro Pamarentah pada masyarakat Kanekes Luar di Kabupaten Lebak Provinsi Banten Jawa Barat; Untuk mengetahui kegiatan Eksternal Relations Jaro Pamarentah pada masyarakat Kanekes Luar di Kabupaten Lebak Provinsi Banten Jawa Barat; Untuk mengetahui proses PR Budaya dalam kegiatan Jaro Pamarentah pada masyarakat Kanekes Luar di Kabupaten Lebak Provinsi Banten Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode etnografi, menurut Suwardi Endaswara (2006) adalah untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya. Artinya, dalam penelitan ini peneliti mendeskripsikan bagaimana kegiatan internal dan eksternal PR serta proses PR Budaya yang dilaksanakan oleh Jaro Pamarentah.Tehnik kajian berupa observasi dan studi pustaka. Hasil kajian menunjukan bahwa peran Jaro Pamarentah sebagai PR masyarakat Baduy adalah lebih dominan pada kegiatan eksternal, karena urusan internal dilaksanakan oleh Puun. Adapun Jaro Pamarentah secara adat berperan sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong. Kata Kunci: PR Budaya, Jaro Pamarentah, Internal Relations,Eksternal Relations
POLA KOMUNIKASI TOKOH LINTAS AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN UMAT BERBEDA AGAMA DI KOTA BANDUNG Sjoraida, Diah Fatma; Mariana, Dede; Asmawi, Awing
PROSIDING KOMUNIKASI PROSIDING : AKSELERSI PEMBANGUNAN MASYARAKAT LOKAL MELALUI KOMUNIKASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI (BUKU
Publisher : PROSIDING KOMUNIKASI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.246 KB)

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan banyak munculnya kekerasan berlabelkan agama di Indonesia.Hal tersebut tentunyamenjadi ancaman bagi integrasi sosial berbangsa dan bernegara. Berbagai pihak melakukan upaya-upaya menjaga kerukunan umat beragama, agar tidak terjadi konflik atas nama agama. Pemerintah misalkan, mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri; Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung yang bertujuan mengatur komunikasi dan interaksi antar berbagai umat beragama bisa berjalan dengan damai dan harmonis. Namun senyatanya, aturan, ajaran dan tindakan politik seperti belum mampu menyentuh akar permasalahan terjadinya kekerasan atas nama agama dalam masyarakat, sehingga kekerasan terus saja terjadi. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Bandung. Penelitian ini ingin mengidentifikasi pola komunikasi tokoh lintas agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pola komunikasi tokoh lintas agama kota Bandung dilakukan dengan cara komunikasi dua tahap, yakni: 1) komunikasi formal, mereka menyampaikan pendapat, usulan serta gagasannya melalui musyawarah yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah keputusan. Musyawarah dilakukan secara rutin antar tokoh lintas agama yang tergabung dalam FKUB kota Bandung sesuai dengan program kerja yang ditetapkan.2) Komunikasi informal,mereka melakukan kunjungan silaturahmi, mengadakan diskusi terbuka, menyelenggarakan perlombaan dan lainnya. Kata Kunci : Kerukunan Umat Beragam, Pola Komunikasi, Tokoh Lintas Agama
Political Dynamics in Regional Legislative Election System to Strengthen Harmonization Political Participation Harnawansyah, M. Fadhillah; Nazsir, Nasrullah; Suwaryo, Utang; Mariana, Dede
International Journal for Educational and Vocational Studies Vol 1, No 7 (2019): November 2019
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/ijevs.v1i7.1780

Abstract

Politics dynamics in regional legislative election system is found the problem there are conditions that are not in harmony between the format election system and the format regional government system. This problem can lead to low political representation of local communities by their legislators. This research contributes to gaining knowledge about the dynamics of regional politics and the ideal electoral system and harmony with local government systems that can be used in the future; with a high level of political representation, and to find out what factors are related to the regional legislative election system. This research uses ethnographic methods through in-depth interviews, direct participant observation, and documentation Data of 5 informants at the home of regional representatives, 5 political parties (in 2 different districts). His findings are that the electoral system still uses a semi-district model that is already out of proportion to the regional government system. Therefore this research is very important to change the improvement of the system which is also supported by a quality, integrity, professional, honest and fair election system; so that it will give birth to regional legislators who have a high level of political representation to their constituents; and at the same time can be effective in the administration of regional government.
OTONOMI DAERAH DAN INOVASI KEBIJAKAN Mariana, Dede
Governance Vol 1 No 1 (2010): Governance : Jurnal Ilmu Pemerintahan
Publisher : Magister Ilmu Pemerintahan, Program Pascasarjana Universitas Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.88 KB)

Abstract

Pergeseran paradigma pemerintahan mengubah pula peran yang diemban oleh pemerintah dari penyedia dan pelaksana program ke peran fasilitator dan regulator. Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahan yang efektif yang salah satu indikatornya adalah adanya kebijakan publik yang inovatif. Dalam tulisan ini mencoba menjelaskan mengenai peran kebijakan publik di era otonomi daerah.
REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH PASCA ORDE BARU Dede Mariana
Sosiohumaniora Vol 8, No 3 (2006): SOSIOHUMANIORA, NOPEMBER 2006
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v8i3.5557

Abstract

Reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan etika birokrasi. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan. Di dalam konteks Indonesia, dengan budaya paternalistik yang masih kuat, keberhasilan pembenahan birokrasi akan sangat ditentukan oleh peran pemimpin atau pejabat tinggi birokrasi. Jadi pembenahan tersebut seyogianya dilakukan dari level atas, karena pemimpin birokrasi kerapkali berperan sebagai ’patron’ sehingga akan lebih mudah menjadi contoh bagi para bawahannya. Pembenahan birokrasi mengarah pada penataan ulang aspek internal maupun eksternal birokrasi. Dalam tataran internal, pembenahan birokrasi harus diterapkan baik pada level puncak (top level bureaucrats), level menengah (middle level bureaucrats), maupun level pelaksana (street level bureaucrats). Pembenahan pada top level harus didahulukan karena posisi strategis para birokrat di tingkat puncak adalah sebagai pembuat keputusan strategis. Pada tataran menengah, keputusan strategis yang dibuat oleh pemimpin harus dijabarkan dalam keputusan-keputusan operasional dan selanjutnya ke dalam keputusan-keputusan teknis bagi para pelaksana di lapangan (street level bureaucrats). Kata Kunci: Reformasi birokrasi, paternalistik, struktur, kultur, etika birokrasi
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PERILAKU PEJABAT PUBLIK: STUDI PADA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Dede Mariana
Sosiohumaniora Vol 10, No 3 (2008): SOSIIOHUMANIORA, NOPEMBER 2008
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v10i3.5400

Abstract

Banyaknya ketidakpuasan dan protes masyarakat atas kinerja pejabat publik di dalam memberikan pelayanan publik (public service) selama ini mengindikasikan kurangnya kesadaran para pejabat publik terhadap nilai-nilai, norma-norma, falsafah kerja, serta orientasi kerja. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kasus yang terjadi yang mengindikasikan penyimpangan perilaku di kalangan pejabat publik, misalnya kasus kavling gate, korupsi, dan sejenisnya. Padahal dalam konteks masyarakat yang patrimonial, perilaku pemimpin menjadi contoh yang diteladani masyarakat. Sehubungan dengan itu, penelitian ini mengkaji kondisi dan keterkaitan antara budaya organisasi dan perilaku pejabat publik di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling berstratifikasi dengan ukuran sampel sebesar 180 responden, yang terdistribusi secara proporsional pada pejabat publik Eselon I/b sampai dengan IV/a. Informan kunci dipilih secara purposif di antara pejabat publik yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah, Kepala Dinas/Badan/ Biro/Bagian/Subbagian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan angket, studi kepustakaan dan dokumentasi, observasi partisipatif, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap perilaku pejabat publik secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi budaya organisasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terbentuk oleh nilai-nilai dan norma kolektif yang cenderung konservatif dan tidak adaptif terhadap nilai-nilai baru yang berasal dari luar lingkungan birokrasi. Akibatnya, perilaku pejabat publik cenderung mengarah pada perilaku yang tidak diharapkan, sebagaimana diindikasikan dari banyaknya perilaku yang mengarah pada ritualisme, kejahatan kerah putih, penyuapan, dan menerima suap. Kondisi ini terbentuk dipengaruhi oleh faktor-faktor nilai dan norma kolektif yang membentuk budaya organisasi serta faktor-faktor kontrol sosial dan situasi anomi yang menentukan perilaku pejabat publik. Kata kunci: budaya organisasi, perilaku pejabat publik
IMPLIKASI PENERAPAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN EKSEKUTIF DENGAN LEGISLATIF DAERAH (STUDI PROSES PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN TAHUNAN KEPALA DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT) Diharna -; Dede Mariana; Utang Suwaryo
Sosiohumaniora Vol 5, No 3 (2003): SOSIOHUMANIORA, NOPEMBER 2003
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v5i3.5525

Abstract

Hubungan eksekutif dengan legislatif dalam penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Akhir Tahun Anggaran sangat didominasi oleh legislatif karena legislatif lebih berwenang menentukan diterima atau tidaknya LPJ yang disampaikan Gubernur. Ketiadaan persamaan persepsi dan pemahaman di antara eksekutif dan legisatif mengenai tolok ukur penilaian membuat penilaian legislatif menjadi subyektif. Karena itu, evaluasi kinerja eksekutif harus dilihat dalam rentang waktu yang terus berkelanjutan untuk memonitor sejauhmana eksekutif itu telah memperbaiki kinerjanya. Untuk mewujudkan akuntabilitas pada publik, maka ruang partisipasi publik bagi berbagai elemen masyarakat untuk turut memberikan penilaian terhadap LPJ harus diperluas. Kata Kunci : Otonomi daerah, pertanggungjawaban, eksekutif, legislatif
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN Dede Mariana
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Department of Governmental Science FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/cosmogov.v1i2.11834

Abstract

Teori kebijakan era tahun 60-an lebih memandang proses kebijakan dari perspektif administrasi publik. Proses kebijakan dipandang linear dan mekanistik. Sementara, partisipasi masyarakat hanya dipandang sebagai formalitas bagi legitimasi kebijakan. Selama ini, partisipasi cenderung dimaknai secara kuantitatif (hanya dihitung dari jumlah partisipan atau jumlah organisasi masyarakat yang dilibatkan). Padahal, proses kebijakan akan jauh lebih bermakna sebagai proses demokrasi manakala partisipasi diperluas sebagai kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya secara argumentatif. Artikel ini menjelaskan bagaimana pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, yakni melalui pendekatan struktural dengan mengadvokasikan berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yang memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan pendekatan sosiokultural melalui proses pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan masyarakat