Pada saat ini kasus tindak kekerasan seksual menjadi sebuah masalah sosial yang serius dan memprihatinkan di Indonesia. Kekerasan seksual di dalam masyarakat yang dialami bukan hanya terhadap orang dewasa melainkan juga terhadap anak-anak baik itu laki-laki maupun perempuan. Untuk mengatasi kejahatan seksual tersebut agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku maka Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaturan Sanksi Pidana Pada Pelaku Kekerasan Seksual Anak Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan untuk mengetahui kesesuaian sanksi pidana pada pelaku kekerasan seksual anak dalam perspektif hak asasi manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari pustaka meliputi buku-buku, dokumen serta internet yang berkaitan dengan penelitian. Analisa data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa (1) Pengaturan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 81 Ayat 7 menyatakan bagi pelaku pidana kekerasan seksual anak dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik/chip. (2) Kebiri kimia dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, pemberian hukuman dinilai sebagai hukuman keji dan tidak manusiawi serta tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam hak asasi manusia. Ketentuan Pasal 28G Ayat (2) konstitusi Indonesia menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”. Pelaksanaan hukuman kebiri kimia hanya berorientasi pada pembalasan yang bisa membuat pelaku kehilangan kepercayaan diri untuk kembali dalam masyarakat.