Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

TINJAUAN KRITIS HUKUM PIDANA TERHADAP MEDIA PENYIARAN YANG BERDAMPAK PADA TINGGINYA TINDAK KRIMINALITAS DI INDONESIA Herwin Sulistyowati
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 3, No 3 (2016): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v3i3.1367

Abstract

The development of broadcast media in Indonesia is relatively rapid, with many institutions have sprung up television and radio. The effect of the dominant society because some people almost time spent watching television is. do not be surprised if anyone wants to put his desires leewat, broadcast this. Although Law No. 32 of 2002 on Broadcasting has granted the protection of the law, but in terms of restrictions and oversight to date does not seem serious and less. So many impressions should not deserve to be shown, and in fact could be in the realm of criminal because it was forced to watch public undesirable. The number of cases of murder, rape, drug-like effect is not spared from watching television, far from the reach of entrepreneurs. How sad when screening for children crammed with cartoon pictures of a princess dress half body, or run a criminal offense is still wearing the "blur", though disguised, but still leaves a curiosity. Criminal Policy is expected to give the desired result, but also in the sense of considering the effectiveness of criminal sanctions for the benefit approach.
UPAYA PENYIDIK DALAM MENGAMANKAN BARANG BUKTI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI POLRES BOYOLALI) Iswanto Iswanto; Bintara Sura Priambada; Herwin Sulistyowati
RECHTSTAAT NIEUW: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 6 No. 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.024 KB) | DOI: 10.52429/rn.v6i1.89

Abstract

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui 1) upaya penyidik dalam mengamankan barang bukti dalam Tindak Pidana Narkotika di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Boyolali, 2) kendala kepolisian selaku penyidik dalam hal mengamankan barang bukti dalam Tindak Pidana narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resor Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan barang bukti oleh Polri sudah diatur pelaksanaannya berdasarkan Perkap Nomor 10 Tahun 2010 tentang pengelolaan barang bukti di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia dimana dalam pelaksanaannya tetap mengacu pada prinsip - prinsip legalitas, transparan, proporsional, akuntabel, efektif dan efesien. Legalitas artinya prinsip pengelolaan dilaksanakan mengacu pada hukum acara yang berlaku yakni KUHAP, baik dalam rangka proses penyitaannya, maupun menjaga agar barang bukti tersebut tetap terjaga chain of custodynya. Transparan proporsional dan akuntabel sendiri mengacu kepada proses pencatatan dan penyimpanan barang bukti atau barang sitaan tersebut, hal ini mengacu pada proses dimana barang bukti yang ada harus tetap dipertanggungjawabkan keberadaannya, pengelolaannya dan penggunaannya dalam rangka penyidikan maupun penyelesaian perkara, dimana dalam hal ini berarti barang bukti tersebut sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyidik dalam melakukan tugasnya memiliki beberapa kendala di dalam proses penyidikan seperti: a) Terbatasnya jumlah personil penyidik, b) Terbatasnya dana operasional, c) Kurangnya fasilitas penunjang operasional, d) Minimnya anggaran penyidikan, e) Minimnya waktu dalam proses penyidikan, f) Faktor penghasilan atau gaji penyidik yamg masih belum memadai, dan g) Kurangnya tempat yang memadai untuk menyimpan alat bukti.
IMPLEMENTASI DIVERSI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Karanganyar Tahun 2020) Awan Ashari; Herwin Sulistyowati
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study was to find the procedures for implementing diversion against child crime by the public prosecutor and to find the factors that hindered the public prosecutor during the implementation of diversion. This study uses the empirical legal method. The results of this study are 9 out of 17 cases were successfully diverted during January-December 2020 by the Public Prosecutor at the Karanganyar District Attorney. In diverting the case, the Public Prosecutor at the Karanganyar District Attorney's Office experienced 3 (three) obstacles, among others, (1) there is no consent or agreement between the victim and the perpetrator for diversion; (2) the short and limited period for seeking diversion; and (3) the crime is grossly high to divert.
TINJAUAN SOSIOLOGIS PADA IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 3/2006 TERHADAP PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA SURAKARTA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Herwin Sulistyowati; Tunggal Ari Asmara; Sumarwoto
Justicia Journal Vol. 10 No. 1 (2021): Justicia Journal
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.565 KB) | DOI: 10.32492/yusticia.v10i1.235

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pengaturan sanksi pidana terhadap para pelaku pekerja seks komersial di Kota Surakarta dalam perkembangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakan adalah empiris atau non doktrinal, dengan melakukan studi lapangan dan observasi kepada para pekerja seks komersial dan juga instansi yang bertugas untuk menangani para pekerja seks komersial khususnya di Kota Surakarta. Teknik analisis data adalah kualitatif. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia tidak diatur secara jelas tentang sanksi bagi para pelaku pekerja seks komersial, melainkan hanya mengatur mengenai keberadaan para perantara pekerja seks komersial atau yang biasa disebut sebagai mucikarinya saja. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Surakarta berupaya untuk menangani dan mengatasi permasalahan pekerja seks komersial tersebut dengan menegakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang Eksploitasi Seksual Komersial.
ANALISIS RECIPROCAL TRUST DALAM HUBUNGAN ADVOKAT DAN KLIEN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DALAM PERKARA HUKUM (Studi kasus Penipuan oleh klien dalam Jual Beli Tanah di Solo) Herwin Sulistyowati; Danny Trisno Susetyo
Justicia Journal Vol. 9 No. 1 (2020): Justicia Journal
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.549 KB) | DOI: 10.32492/yusticia.v9i1.302

Abstract

Berbagai persoalan hukum yang memerlukan bantuan advokat menimbulkan suatu harmonisasi dalam hubungan advokat dan klien. Adanya rasa saling percaya (reciprocal trust) yang dalam hubungan tersebut klien percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan professional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan kepentingannya tersebut. Dipihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan professional dan segala keahlian yang dimilikinya. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris yaitu penelitian dengan adanya data- data lapangan sebagai sumber data utama, seperti hasil wawancara dan observasi atas kasus yang terjadi. Data primer berupa data yang diperoleh langsung dilapangan yaitu kasus jual beli tanah dan wawancara dengan advokat penerima kuasa dan klien sebagai pemberi kuasa. Data sekunder berupa studi pustaka yaitu KUHP, KUHperdata, dan Undang- undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Hasil penelitian dan pembahasan Perkara penipuan dan Penggelapan memang ancaman hukumannya adalah 4 (empat) tahun, namun berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 4 huruf b KUHAP termasuk perkara yang terhadap pelakunya dapat dikenakan penahanan oleh penyidik, sebelum perkara tersebut diputus oleh pengadilan. Perkara penggelapan dan penipuan juga bukan merupakan delik aduan, yang secara hukum dapat dicabut oleh pihak pelapor jika sudah ada perdamaian dengan pihak terlapor, namun dalam praktiknya perkara penggelapan dan penipuan dapat diselesaikan secara kekeluargaan jika perkara yang dilaporkan tersebut belum masuk ke tahap penyidikan dan/atau penetapan tersangka. Hubungan kepercayaan antara klien dan advokat setelah ada perjanjian, dituangkan dalam bentuk surat kuasa atau power of attorney. Tidak adanya surat kuasa kepada advokat mengakibatkan ia tidak dapat melakukan upaya- upaya hukum yang diserahkan kepadanya. Dalam hukum perdata, advokat adalah wakil bagi klien atau orang yang dikuasakan atasnya untuk mewakilinya secara litigasi di pengadilan perdata. Sejak pendaftaran perkara ke kepaniteraan pengadilan perdata, jika suatu perkara diperkarakan kepada seorang advokat, maka pihak kepaniteraan akan meminta surat kuasa khusus terhadapnya sebagai bukti bahwa perkara tersebut benar-benar dikuasakan kepadanya, sekaligus didaftarkan kuasanya dalam kepaniteraan. Dalam surat kuasa khusus, pemberian kuasa dilakukan secara khusus yaitu hanya mengenai suatu kepentingan atau lebih. Bentuk ini yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal.
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE : BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Ilma Imami Rosida; Herwin Sulistyowati
Justicia Journal Vol. 11 No. 1 (2022): Justicia Journal
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.53 KB) | DOI: 10.32492/justicia.v11i1.636

Abstract

Seiring perkembangan teknologi kegiatan bisnis online saat ini sering dimanfaatkan banyak orang, sehingga timbul adanya konflik antara penjual dan pembeli terkait transaksi online. Tujuan penelitian ini; Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum konsumen dalam transaksi jual beli online berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan untuk mengetahui faktor yang menghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum konsumen dalam transaksi jual beli online. Metode penelitian, yaitu yuridis empiris didukung data normatif.Pendekatan penelitian yaitu kualitatif, teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, kesimpulan. Hasil penelitian, bahwa UUPK dan UU No.19 Tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (UUITE) agar konsumen bisa aktif agar konsumen yang ingin mengeluh, datang ke kantor LPKSM untuk konsultasi. Jika konsumen memberi kuasa kepada LPKSM, LPKSM kemudian membuat surat kuasa yang ditandatangani dan disetujui oleh konsumen LPKSM, tindakan yang dilakukan terlebih dahulu dengan upaya kekeluargaan. Faktor-faktor yang menghambatperlindungan hukum konsumen dalam transaksi jual beli online yaitu; Pemerintah kurang responsif terhadap perkembangan masyarakat dalam transaksi elektronik, tidak adanya peraturan yang secara teknis memberikan perlindungan kepada konsumen terhadap adanya transaksi online, pelaku usaha dan konsumen tidak memahami hak dan kewajibannya. Kesimpulan dari penelitian ini, LPKSM sebagai perpanjangan dari pemerintah telah aktif namun tidak ada kebijakan yang secara teknis mengatur dan melindungi konsumen dalam transaksi online, faktorfaktor yang menghambat adalah pemerintah yang kurang responsif, ketidaktahuan terhadap Konsumen dan pelaku usaha terkait hak dan kewajibannya.
PERLINDUNGAN HUKUM ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Langgeng Jalu Sri Purnomo; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.073 KB)

Abstract

Pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya kasas pelecehan seksual yang menimpa anak mengindikasikan bahwa mereka cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta sering kali terabaikan keberadaannya. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dalam membantu hak anak sebagai korban pelecehan seksual dan Untuk mengetahui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual. Metodologi penelitian yang di gunakan adalah yuridis normatif penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturanperaturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian dan analisis data dapat di simpulkan bahwa Pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak mengindikasikan bahwa mereka cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta seringkali terabaikan keberadaanya. Realitas bahwa kematangan psikologis dan mental membuat sering kali terabaikan dalam pengambilan kebijakan. Kedudukan anak yang kurang menguntungkan ini di kualifikasikan sebagai kelompok rentan atau rawan.
ANALISIS YURIDIS SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Yola Qur’ani; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.53 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui formulasi pengaturan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik terhadap tindak pidana pencemaran Nama baik melalui media sosial. Dan untuk mengetahui tentang sistem pembuktian tindak pidana pencemaran Nama baik melalui media sosial berdasarkan pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh melalui pustaka yang meliputi buku-buku, dan dokumendokumen, serta internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik analisis data adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian dan analisa data dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang tindak pidana pencemaran nama baik dimana melalui media sosial diformulasikan berdasarkan penggolongan objek atau sasaran pencemaran nama baik dan unsur sangsi hukum yang mengikuti terdakwa tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial. Sedangkan sistem pembuktiannya berdasarkan dalam pasal 45 UU No. 19 Tahun 2016 dan KUHP yang telah mengatur apa saja hal yang merupakan tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial, info atau dokumen elektronik dengan cerita yang objektif dan alat bukti yang sah dan sesuai.
ANALISA YURIDIS TERHADAP KEABSAHAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN Roy Alexander; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.607 KB)

Abstract

Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa bagi setiap orang tua dan serta penerus cita-cita bangsa. Kesaksian anak dalam tindak pidana pencurian memiliki kekuatan pembuktian dan dapat dijadikan alat bukti yang sah atau tidak sah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana terhadap keabsahan alat bukti keterangan saksi dalam tindak pidana pencurian dan untuk mengetahui yang mendasari dalam suatu keabsahan alat bukti keterangan saksi anak dalam tindak pidana pencurian dalam persidangan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengumpukan data sekunder yang diperoleh melalui pustaka yang meliputi buku-buku, dan dokumen-dokumen, serta internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik analisis data adalah penelitian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaturan anak dapat menjadi saksi dalam perkara pidana pencurian yaitu pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Keterangan dari saksi anak yang masih dibawah umur tidak dapat diberikan dibawah sumpah keterangan anak tidak sah. Akan tetapi dapat dipakai sebagai petunjuk serta tambahan alat bukti yang sah lainnya maupun untuk menguatkan keyakinan atau penilaian hakim dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pencurian.
TINJAUAN YURIDIS NORMATIF SANKSI PIDANA KEBIRI PADA PELAKU KEKERASAN SEKSUAL ANAK BERDASARKAN PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Fauzan Mahmud Hidayat; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.249 KB)

Abstract

Pada saat ini kasus tindak kekerasan seksual menjadi sebuah masalah sosial yang serius dan memprihatinkan di Indonesia. Kekerasan seksual di dalam masyarakat yang dialami bukan hanya terhadap orang dewasa melainkan juga terhadap anak-anak baik itu laki-laki maupun perempuan. Untuk mengatasi kejahatan seksual tersebut agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku maka Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaturan Sanksi Pidana Pada Pelaku Kekerasan Seksual Anak Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan untuk mengetahui kesesuaian sanksi pidana pada pelaku kekerasan seksual anak dalam perspektif hak asasi manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari pustaka meliputi buku-buku, dokumen serta internet yang berkaitan dengan penelitian. Analisa data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa (1) Pengaturan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 81 Ayat 7 menyatakan bagi pelaku pidana kekerasan seksual anak dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik/chip. (2) Kebiri kimia dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, pemberian hukuman dinilai sebagai hukuman keji dan tidak manusiawi serta tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam hak asasi manusia. Ketentuan Pasal 28G Ayat (2) konstitusi Indonesia menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”. Pelaksanaan hukuman kebiri kimia hanya berorientasi pada pembalasan yang bisa membuat pelaku kehilangan kepercayaan diri untuk kembali dalam masyarakat.