Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : DELICT Jurnal Hukum Pidana

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Langgeng Jalu Sri Purnomo; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.073 KB)

Abstract

Pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya kasas pelecehan seksual yang menimpa anak mengindikasikan bahwa mereka cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta sering kali terabaikan keberadaannya. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dalam membantu hak anak sebagai korban pelecehan seksual dan Untuk mengetahui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual. Metodologi penelitian yang di gunakan adalah yuridis normatif penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturanperaturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian dan analisis data dapat di simpulkan bahwa Pelecehan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak mengindikasikan bahwa mereka cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta seringkali terabaikan keberadaanya. Realitas bahwa kematangan psikologis dan mental membuat sering kali terabaikan dalam pengambilan kebijakan. Kedudukan anak yang kurang menguntungkan ini di kualifikasikan sebagai kelompok rentan atau rawan.
ANALISIS YURIDIS SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Yola Qur’ani; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.53 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui formulasi pengaturan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik terhadap tindak pidana pencemaran Nama baik melalui media sosial. Dan untuk mengetahui tentang sistem pembuktian tindak pidana pencemaran Nama baik melalui media sosial berdasarkan pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh melalui pustaka yang meliputi buku-buku, dan dokumendokumen, serta internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik analisis data adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian dan analisa data dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang tindak pidana pencemaran nama baik dimana melalui media sosial diformulasikan berdasarkan penggolongan objek atau sasaran pencemaran nama baik dan unsur sangsi hukum yang mengikuti terdakwa tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial. Sedangkan sistem pembuktiannya berdasarkan dalam pasal 45 UU No. 19 Tahun 2016 dan KUHP yang telah mengatur apa saja hal yang merupakan tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial, info atau dokumen elektronik dengan cerita yang objektif dan alat bukti yang sah dan sesuai.
ANALISA YURIDIS TERHADAP KEABSAHAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN Roy Alexander; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.607 KB)

Abstract

Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa bagi setiap orang tua dan serta penerus cita-cita bangsa. Kesaksian anak dalam tindak pidana pencurian memiliki kekuatan pembuktian dan dapat dijadikan alat bukti yang sah atau tidak sah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana terhadap keabsahan alat bukti keterangan saksi dalam tindak pidana pencurian dan untuk mengetahui yang mendasari dalam suatu keabsahan alat bukti keterangan saksi anak dalam tindak pidana pencurian dalam persidangan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengumpukan data sekunder yang diperoleh melalui pustaka yang meliputi buku-buku, dan dokumen-dokumen, serta internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik analisis data adalah penelitian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaturan anak dapat menjadi saksi dalam perkara pidana pencurian yaitu pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Keterangan dari saksi anak yang masih dibawah umur tidak dapat diberikan dibawah sumpah keterangan anak tidak sah. Akan tetapi dapat dipakai sebagai petunjuk serta tambahan alat bukti yang sah lainnya maupun untuk menguatkan keyakinan atau penilaian hakim dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pencurian.
TINJAUAN YURIDIS NORMATIF SANKSI PIDANA KEBIRI PADA PELAKU KEKERASAN SEKSUAL ANAK BERDASARKAN PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Fauzan Mahmud Hidayat; Herwin Sulistyowati
DELICT Jurnal Hukum Pidana Vol. 6 No. 2 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.249 KB)

Abstract

Pada saat ini kasus tindak kekerasan seksual menjadi sebuah masalah sosial yang serius dan memprihatinkan di Indonesia. Kekerasan seksual di dalam masyarakat yang dialami bukan hanya terhadap orang dewasa melainkan juga terhadap anak-anak baik itu laki-laki maupun perempuan. Untuk mengatasi kejahatan seksual tersebut agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku maka Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaturan Sanksi Pidana Pada Pelaku Kekerasan Seksual Anak Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan untuk mengetahui kesesuaian sanksi pidana pada pelaku kekerasan seksual anak dalam perspektif hak asasi manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari pustaka meliputi buku-buku, dokumen serta internet yang berkaitan dengan penelitian. Analisa data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa (1) Pengaturan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 81 Ayat 7 menyatakan bagi pelaku pidana kekerasan seksual anak dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik/chip. (2) Kebiri kimia dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, pemberian hukuman dinilai sebagai hukuman keji dan tidak manusiawi serta tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam hak asasi manusia. Ketentuan Pasal 28G Ayat (2) konstitusi Indonesia menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”. Pelaksanaan hukuman kebiri kimia hanya berorientasi pada pembalasan yang bisa membuat pelaku kehilangan kepercayaan diri untuk kembali dalam masyarakat.