Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Prevalensi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas pada Siswa dan Siswi Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013 Dita Eka Novriana; Amel Yanis; Machdawaty Masri
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.52

Abstract

AbstrakGangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah salah satu masalah psikiatri utama yang sering ditemukan pada anak. Gangguan ini dapat dijumpai pada kehidupan sehari – hari, terutama pada anak usia prasekolah dan usia sekolah. Gangguan ini adalah alasan utama orangtua membawa anaknya berkonsultasi ke psikiater. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi GPPH pada siswa dan siswi sekolah dasar negeri Kecamatan Padang Timur Tahun 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dan sampel diambil secara proportional stratified random sampling di empat sekolah dasar negeri dengan jumlah sampel 80 orang dan yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 75 orang yang terdiri dari 38 orang laki – laki dan 37 orang perempuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner Conner’s Abreviated Parent – Teacher Rating Scale dan hasil yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi GPPH di Kecamatan Padang Timur sebesar 8%. Perbandingan GPPH pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan 2 : 1. Gejala GPPH terbanyak ditunjukkan pada kategori usia 11 – 13 tahun dan berada pada tingkatan kelas 5. GPPH tipe predominan hiperaktivitas – impulsivitas berjumlah lebih banyak bila dibandingkan dengan tipe predominan inatensi. Anak – anak dengan GPPH membutuhkan perhatian yang lebih dari orang tua dan guru. Hal ini agar kemampuan dan potensi anak tersebut dapat berkembang dengan optimal.Kata kunci: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas, GPPH, prevalensiAbstractAttention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is one of the main problem in psychiatric which is often found in children. This disorder can be found in daily life, especially in preschoolers and school-ages. This disorder is the main reason for the parents taking their children consult to a psychiatrist.The aim of this study is for knowing the prevalence of ADHD in primary school boys and girls at East District of Padang City in 2013. This is a descriptive study and samples were taken by proportional stratified random sampling at four of state primary schools with the total 80 persons. The inclusion criteria was accomplished by 75 persons consisting of 38 boys and 37 girls. Instrument of this study is Conner’s Abreviated Parent – Teacher Rating Scale questionnaire and the result is presented in frequency distribution table.The study shows that prevalence of ADHD in East District of Padang is 8%. The ratio between boys and girls is 2 : 1. ADHD’s symptomp mostly found in the range of age 11 – 13 years old and also in the 5th grade of primary school. ADHD predominant type of hyperactivity – impulsivity is more than predominant type of inattentivity.The children with ADHD need more attention from parents and also the teacher. The purpose is to maximize the existing ability and potential.Keywords:Attention Deficit Hyperactivity Disorder, ADHD, prevalence
Lucio phenomenon in pregnancy: A histopathology review Fiqnasyani, Siti Efrida; Oktavriana,, Triasari; Rosmarwati, Ervina; Novriana, Dita Eka; Mudigdo, Ambar
Journal of General - Procedural Dermatology & Venereology Indonesia Vol. 7, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Lucio phenomenon (LP) is a reaction occurring in lepromatous, non-nodular, diffuse leprosypatients who have not received multidrug therapy (MDT). The diagnosis of LP are based on clinical features and supported by histopathological examination. This report was conducted to establish a diagnosis of LP byhistopathological examination, considering that cases of LP in pregnancy are quite rare so that clinicians can be more precise. Case: A 35-year-old pregnant woman complained of extensive ulcers on her hand and legs. Madarosis, saddle nose, and earlobes were found A slit skin smear examination showed a bacterial index of +4 and a morphological index of 20%. A skin biopsy from a leg ulcer with HE staining revealed thinning of the epidermis,foamy macrophages, inflammatory cell infiltrate in the dermis and subcutaneous layers, necrotizing vasculitis with thickening of blood vessel walls, and perivascular lymphohistiocytic infiltrate. Histopathological examination of auricular infiltrate showed basket weave type hyperkeratosis, grenz zone, lymphohistiocytic inflammatory cell infiltrates, foamy and touton cells. Histopathological examination by FF staining showed a heavy M. leprae invasion. Discussion: Histopathological characteristics of LP in this patient found flattened epidermis, subepidermal grenz zone, aggregates and sheets of foamy macrophages admixed with predominantly huge numbers of acid-fast bacilli, foamy macrophages and touton cells. The main microscopic features also found subcutis necrotizing vasculitis. Histopathological examinations are essential to diagnose LP. Conclusion: Histopatholgy of Lucio Phenomenon found grenz zone, inflammatory cell infiltrate and foamy cells. This histopatholgy will support the diagnosis and best treatment for LP patient.
Hand Eczema in Nurses in COVID-19 Treatment Room: Frequency of Handwashing, Hand Sanitizer, Moisturizer, and Duration of Latex Gloves Use Rosmarwati, Ervina; Widhiati, Suci; Novriana, Dita Eka; Rahma, Alfina; Kariosentono, Harijono; Irawanto, Muhammad Eko; Kusumawardani, Arie; Ellistasari, Endra Yustin; Oktavriana, Triasari
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 34 No. 2 (2022): AUGUST
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/bikk.V34.2.2022.92-98

Abstract

Background: The COVID-19 pandemic causes health workers to use level 2 and level 3 personal protective equipment. Hand washing and the use of latex gloves are important in limiting the spread of COVID-19, but they can potentially induce hand eczema and skin pH disturbance if used too frequently. Purpose: Determine the correlation between the frequency of handwashing and duration of using hand sanitizer and moisturizer as well as skin pH level on the incidence of hand eczema in nurses in the COVID-19 treatment room at RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Methods: This cross-sectional study was conducted in the COVID-19 treatment room at RSUD Dr. Moewardi Surakarta with 90 nurses as subjects. A validated questionnaire carried out the frequency of handwashing, hand sanitizer, moisturizer, duration of using latex gloves, and hand eczema complaints. The subject's pH assessment was conducted after 4-5 hours in the COVID-19 treatment room. Data were analyzed bivariately with a Spearman rank correlation test. Result: There was a significant correlation with the incidence of hand eczema with the frequency of handwashing with soap (r=0.305 and p=0.003) and the duration of using latex gloves (r=0.328 and p=0.002) with a weak category correlation (r=0.200-0.399). The frequency of using hand sanitizer, moisturizer, and skin pH did not correlate with the incidence of hand eczema. Conclusion: Frequency of handwashing and the duration of using latex gloves correlated with the incidence of hand eczema, meanwhile frequency of using hand sanitizer, using moisturizer, and skin pH didn't correlate with the incidence of hand eczema.
Modalitas Terapi Veruka Vulgaris Dita Eka Novriana; Nurrachmat Mulianto
MEDICINUS Vol. 38 No. 1 (2025): MEDICINUS
Publisher : PT Dexa Medica

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56951/26szjs56

Abstract

Veruka vulgaris adalah lesi jinak akibat infeksi human papillomavirus (HPV) dengan lesi berupa papul verukosa dengan permukaan keratotik. Beberapa modalitas terapi dapat diberikan pada veruka vulgaris, antara lain berupa terapi destruktif, terapi antivirus, imunoterapi, dan pembedahan, dengan hasil yang bervariasi. Veruka vulgaris memiliki risiko kekambuhan yang cukup tinggi karena terdapat kemungkinan adanya sisa partikel HPV pascaterapi.
Sindrom Stevens Johnson pada Pasien dengan HIV Reaktif Novriana, Dita Eka; Mochtar, Moerbono
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i4.14922

Abstract

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah hipersensitivitas akibat obat yang bersifat akut dan dapat mengancam nyawa. Infeksi HIV/AIDS merupakan faktor predisposisi terjadinya SSJ dan NET. Terapi SSJ dan NET bersifat suportif dan simtomatik. Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tatalaksana SSJ dan NET pada seorang pasien dengan infeksi HIV/AIDS. Metode penelitian menggunakan studi kasus terhadap seorang wanita usia 29 tahun dengan infeksi HIV/AIDS yang mengalami SSJ dan NET setelah mengonsumsi ARV. Pasien telah terdiagnosa dengan infeksi HIV dan telah mengonsumsi ARV yaitu nevirapin, lamivudin dan zidovudin sejak Oktober 2019. Hasil pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan bula yang telah pecah, krusta hemoragik, erosi dan pelepasan epidermis. Tatalaksana pada pasien ini yaitu metilprednisolon intravena 62.5mg/24jam kemudian di tapering off, medikasi dengan kompres NaCl 0.9% selama 10-15 menit kemudian oles salep triamsinolon asetonida 0.1% pada area erosi di mukosa bibir diberikan 2x sehari dan gentamisin salep pada area erosi di tubuh 2x sehari. Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik ditandai dengan adanya makula pupurik, bula, lesi target atipikal dan pelepasan epidermis. Obat yang diketahui sering menyebabkan SSJ dan NET pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah nevirapin. Pasien dengan infeksi HIV/AIDS memiliki kerentanan yang lebih tinggi untuk mengalami SSJ dan NET. Kortikosteroid sistemik, imunoglobulin intravena dan terapi imunosupresif lainnya dapat digunakan untuk kasus ini. Sindrom Stevens-Johnson merupakan hipersensitivitas akibat obat yang sering terjadi pada infeksi HIV/AIDS. Kondisi ini dapat disebabkan oleh ARV seperti nevirapin.
Profil Urtikaria Kronis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari 2018-Desember 2021 Nugraha, Wibisono; Rahma, Alfina; Novriana, Dita Eka; Widyaswari, Rieska; Irawanto, Muhammad Eko
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i8.16762

Abstract

Urtikaria kronis merupakan urtikaria, angioedema, atau keduanya yang muncul selama lebih dari 6 minggu. Meskipun cukup jarang, urtikaria kronis dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Patomekanisme urtikaria kronis hingga kini belum jelas, namun dikaitkan dengan baerbagai faktor imunologis yang dapat pula dikaitkan dengan berbagai komorbiditas. Antihistamin-H1 generasi kedua merupakan tatalaksana utama urtikaria kronis. Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif yang melibatkan pasien urtikaria kronis dari Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari 2018 sampai Desember 2021. Sebanyak 45 pasien urtikaria kronis diikutkan dalam penelitian ini. Sebagian besar sampel merupakan perempuan (73,33%). Kelompok usia dengan jumlah pasien terbanyak adalah kelompok 51-60 tahun (26,67%). Sebanyak 53,33% pasien merupakan pekerja swasta. Hasil pemeriksaan skin prick test (SPT) positif pada 16 pasien. 16 belas pasien terbukti memiliki alergi terhadap > 1 alergen makanan. Alergen makanan yang paling sering menyebabkan hasil positif adalah tomat, kacang tanah, dan kuning telur. Sebanyak 12 pasien (26,67%) memiliki riwayat alergi, dimana alergi tersering adalah alergi dingin (17,78%). Dari 45 pasien urtikaria kronis, sebanyak 15 pasien (33,33%) memiliki penyakit penyerta/komorbid, dengan komorbid terbanyak gigi berlubang (15,56%). Sebagian besar pasien (91,11%) menerima terapi oral antihistamin-H1 generasi kedua (setirizin 10 mg) baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain, sementara 4 pasien hanya menerima terapi topikal pelembab. Karakteristik pasien urtikaria kronis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta sesuai dengan karakteristik pasien urtikaria kronis secara globa.
PERBANDINGAN PEMBERIAN KRIM SERAMID DAN SHEA BUTTER PADA PENURUNAN TRANSEPIDERMAL WATER LOSS Novriana, Dita Eka; Kusumawardani, Arie
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 50 No 4 (2023): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v50i4.457

Abstract

Pendahuluan: Kulit merupakan organ pelindung tubuh dari mikroorganisme dan bahan-bahan berba- haya lainnya. Kulit terdiri dari beberapa lapisan yaitu epidermis, demis, dan subkutan. Stratum korneum pada epidermis berperan untuk mencegah transepidermal waterloss (TEWL). Seramid dan shea butter merupakan bahan yang dapat berguna untuk membantu memperbaiki fungsi sawar kulit dengan mencegah TEWL. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas pemberian krim seramid dan shea butter terhadap penurunan TEWL. Metode: Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi pada Februari – Maret 2020 terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan berusia 20–30 tahun. Nilai TEWL diperiksa terlebih dahulu sebelum pemberian perlakuan. Krim seramid dioleskan pada sisi volar lengan bawah kanan dan shea butter dioles- kan pada sisi volar lengan bawah kiri, masing-masing sebanyak dua kali sehari selama empat minggu. Uji normalitas data menggunakan Saphiro Wilk dan uji statistik dengan Independent T-Test. Hasil: Penelitian ini menunjukkan adanya perubahan nilai TEWL yang signifikan secara statistik pada penggunaan krim seramid dibandingkan shea butter dengan nilai p=0.000 (p<0.05). Kesimpulan: Penurunan nilai TEWL pada krim seramid lebih bermakna secara statistik dibandingkan dengan shea butter.