Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Humor pada Remaja Erik Wijaya; Debora Basaria
Provitae: Jurnal Psikologi Pendidikan Vol 7, No 1 (2016): Provitae
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.836 KB) | DOI: 10.24912/provitae.v7i1.219

Abstract

Humor is the nature of something or complex situations that give rise to a desire to be together. Simply put humor is defined as something funny. Eysenck cited in Utomo (2009) mention the humor is something that can make laugh. Humor is considered to lead to positive emotions. Humor can make a person more relaxed, not tense, so that the mind can be more concentrate to solve the problem. Teens in completing development tasks known to use humor as part of coping in resolving the problem. Content in the humor involves the presence of such intelligence emotional intelligence. This study is aimed to see the correlatiom between emotional intelligence and humor in adolescents. Participants in this study involving 300 adolescents aged 11-20 years in Jakarta. Measurements in this study using a instrument that measuring emotional intelligence and measuring humor. The results of this study found a positive relationship between emotional intelligence and humor neutral.Keywords: Humor, emotional intelligence, adolescence
Gambaran Attachment Anak dengan Orangtua di Era Perkembangan Teknologi dilihat dari Persepsi Anak (Studi pada siswa-siswi SD X) Elizabeth Nasya; Riana Sahrani; Debora Basaria
Provitae: Jurnal Psikologi Pendidikan Vol 14, No 2 (2021): Provitae: Jurnal Psikologi Pendidikan
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/provitae.v14i2.13416

Abstract

 Attachment security is defined as a condition where an individual has a sense of security and is not disturbed by the availability of someone who is considered as an attachment figure (Ainsworth, Blehar, Waters, & Wall in Solomon & George, 2008). Ainsworth classifies the types of attachments into secure attachment and insecure attachment, where insecure attachment is further divided into ambivalent attachment and avoidant attachment (Solomon & George, 2008). This study analyzes data using two main dimensions, namely secure and insecure. The purpose of this study is to provide an overview of children’s attachment in today’s digital era seen from the perception of the children. The research data was collected in March 2020 using purposive sampling, which involved 72 participants who filled out the research questionnaire directly with paper-and-pencil tests. Criteria for participants in this study are children in the age range of 9-11 years who, at the time of the study, were elementary school level students. Based on the results of data collection, a percentage of 100% of the total of subjects were gadget users. Based on research data using descriptive techniques, it was found that there were more subjects in the study who showed a tendency to have secure attachment compared to insecure attachment.  
PENERAPAN SELF LOVE SEBAGAI BAGIAN DARI PENCEGAHAN REMAJA MENAMPILKAN PERILAKU NEGATIF DI LINGKUNGAN Debora Basaria; Lia Martha Indriana; Metta Dewi Satyagraha; Natha nia
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 5 No. 1 (2022): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v5i1.18501

Abstract

Teenagers in the digitalization era have become very close to the digital age, especially in the use of smartphones.Problems that can be found in teenagers are problems in an unhealthy relationship, dependence on gadgets,depression, and other mental health problems. One of the causes adolescents tend to have the potential to experienceor carry out negative behavior is detrimental to themselves, the lack of self-love. Self-love is an appreciation ofoneself that is dynamic and is grown from actions that support physical, psychological, and spiritual growth.Introduction and application of self-love to adolescents in Mino Martani Cilacap, Central Java, under the support ofthe YSBS (Yayasan Sosial Bina Sejahtera). The youth who take part in this PKM has an age range of 11-27 yearsand aims to help them to love themselves to avoid negative behavior that can damage them. The activity lasts for 2days on 6-7 November 2021 online via the Zoom platform. The application of self-love on the first day was carriedout in the form of providing psychoeducation containing material about self-love and training in metta meditationtechniques which were attended by 7 teenagers. On the second day, the application of self-love was carried out inthe form of screening the film Mulan and discussing the film as well as analyzing the individual condition using theSWOT technique which was attended by 5 teenagers. The post-test results were obtained from 10 teenagers. It isknown that the teenagers who are involved in this activity seem to love themselves, which is characterized byself-respect behavior, good self-confidence, and the desire to be able to control the desire to use smartphones. ABSTRAK Remaja pada era digitalisasi telah menjadi sangat dekat dengan dunia digital khususnya dalam penggunaansmartphone. Permasalahan yang sering ditemukan pada remaja saat ini diantaranya, permasalahan dalam hubunganpercintaan yang tidak sehat, ketergantungan pada gadget, depresi, hingga masalah gangguan kesehatan mentallainnya. Salah satu penyebab remaja cenderung berpotensi mengalami atau melakukan perilaku negatif yangmerugikan diri mereka adalah kurangnya self- love pada diri sendiri. Self-love adalah suatu apresiasi terhadap dirisendiri yang bersifat dinamis, yang tumbuh dari tindakan yang mendukung pertumbuhan fisik, psikologis, danspiritual. Pengenalan dan penerapan self- love pada remaja di Mino Martani Cilacap, Jawa Tengah di bawahdukungan YSBS (Yayasan Sosial Bina Sejahtera). Remaja yang mengikuti PKM ini memiliki rentang usia 11-27tahun dan bertujuan membantu para remaja untuk dapat mencintai diri mereka sendiri dan menghindari mereka dariperilaku negatif yang dapat merusak diri mereka sendiri. Kegiatan berlangsung selama 2 hari pada 6-7 November2021 secara daring melalui media platform zoom. Penerapan pengenalan self-love pada hari pertama dilakukandalam bentuk pemberian psikoedukasi berisikan materi tentang self- love dan pelatihan teknik meditasi metta yangdiikuti oleh 7 remaja. Pada hari kedua, penerapan self-love dilakukan dalam bentuk penayangan film Mulan dandiskusi dari film tersebut serta melakukan analisa kondisi diri dengan teknik SWOT yang diikuti oleh 5 remaja.Hasil post-test didapatkan dari 10 remaja diketahui bahwa remaja yang terlibat dalam kegiatan ini terlihat lebihmencintai diri sendiri yang ditandai dengan adanya perilaku menghargai diri, kepercayaan diri yang baik dankeinginan untuk dapat mengontrol keinginan pada penggunaan smartphone.
PSIKOEDUKASI PENDIDIKAN SEKSUAL SEBAGAI BAGIAN DARI MENGENALI SEKSUALITAS SECARA SEHAT BAGI REMAJA Debora Basaria; Maria Theresia Kelly; Priska Maharani Setiawati
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 5 No. 2 (2022): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v5i2.18763

Abstract

The onset of puberty marks the adolescent period. During this period, adolescents will experience hormonal changes related to the maturity of their reproductive organs. The rapid development of technology makes it easy for adolescents to learn about sex. However, there is a challenge behind convenience in this digital era. Many individuals often misuse the internet as a place to commit crimes, one of which is the crime of illegal content, including pornography. Adolescents have the potential to get inaccurate information and endanger their development by accessing the internet without their parent's assistance. Discussion about sex is taboo, so it is rarely discussed in family or school. Not all adolescents live with their parents; many live in orphanages due to many factors. One of the orphanages, Al-Fatih, located in Palembang, stated that they had difficulties properly understanding the sex of children entering their teens to avoid negative behavior. The provision of psychoeducation on sexual education for adolescents at the Al-Fatih Orphanage was carried out on November 6, 2021, involving 12 teenagers aged 11-17. Psychoeducation is carried out as seminars by providing material about sexuality in adolescents, film discussions, and coping strategies. The post-test results show that adolescents have a better understanding of their sexuality at this time of puberty and understand maintaining and protecting their bodies ABSTRAK: Periode remaja ditandai oleh munculnya pubertas. Pada periode tersebut, remaja akan mengalami perubahan hormon yang berkaitan dengan kematangan organ reproduksi mereka. Perkembangan teknologi yang pesat memberikan kemudahan bagi remaja untuk mencari tahu segala hal tentang seks. Remaja berpotensi mendapatkan informasi yang tidak tepat dan membahayakan perkembangan mereka mengakses internet jika tanpa adanya pendampingan dari orang tua. Namun, dibalik kemudahan di era digital ini terdapat sebuah tantangan tersendiri, di mana banyaknya oknum yang sering kali menyalahgunakan media internet sebagai tempat untuk melakukan tindak kriminalitas, salah satu nya seperti kriminalitas konten ilegal yang meliputi pornografi. Pembahasan mengenai seks masih tabu sehingga jarang dibahas dalam keluarga maupun sekolah. Tidak semua remaja tinggal bersama orangtua, cukup banyak remaja yang tinggal di panti asuhan. Salah satu panti asuhan, Al-Fatih di Palembang, memiliki kendala dalam memberikan pemahaman mengenai seks secara tepat pada anak yang memasuki usia remaja agar terhindar dari perilaku negatif. Solusi berupa pemberian psikoedukasi pendidikan seksual pada remaja di Panti Asuhan Al-Fatih dilaksanakan tanggal 6 November 2021. Peserta terdiri dari 12 remaja berusia 11-17 tahun. Psikoedukasi mengambil bentuk berupa pemberian seminar, diskusi film, serta cara strategi coping. Berdasarkan hasil dari post-test menunjukkan remaja memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai seksualitas mereka dan memiliki pemahaman dalam menjaga dan melindungi tubuh dan diri mereka
ANALISIS KORELASI ANTARA PERILAKU IMPULSIVE BUYING DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA INDIVIDU DEWASA AWAL Jollyn; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.131

Abstract

Berkembangnya dunia pemasaran membuat banyak Perusahaan yang melakukan pemasaran dengan ide-ide yang unik dan dapat menarik pelanggan untuk membeli barang produksinya. Hal ini juga menyebabkan kemunculan fenomena impulsive buying, menurut beberapa studi impulsive buying sendiri dapat menimbulkan emosi negatif bagi individu sehingga memiliki dampak yang buruk untuk kehidupan sehari-hari. Impulsive buying sendiri juga sering dialami oleh individu dewasa awal. Oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara impulsive buying dengan subjective well-being pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan menggunakan teknik nonprobability sampling dengan metode snowball secara online sesuai kebutuan peneliti. Partisipan dari penelitian ini juga terdiri dari 366 partisipan yang memiliki rentang umur 18-25 tahun. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur impulsive buying adalah Impulsive Buying Tendency Scale (IBTS) sedangkan subjective well-being menggunakan alat ukur Satisfaction with life scale (SWLS) dan positive affect and negative affect scale (PANAS). Hasil penelitian yang didapat juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku impulsive buying dengan subjective well-being, dengan nilai r= -.140 dan p= .007 < .05. Hasil lain yang didapatkan juga terdapat hubungan positif antara impulsive buying dengan emosi negatif dan terdapat hubungan yang negatif antara impulsive buying dengan kepuasan hidup dan emosi positif. Hal ini menyatakan bahwa semakin rendah impulsive buying maka semakin tinggi subjective well-being.
ANALISIS KORELASI GAYA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING REMAJA GENERASI Z Liani Cynthia; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.211

Abstract

Asuh dibedakan menjadi empat tipe, yaitu pola asuh otoritatif, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh neglectful. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua dalam tumbuh kembang individu akan membentuk karakteristik individu di kemudian hari. Maka, bimbingan dan intervensi yang baik diperlukan untuk menciptakan suatu perkembangan yang baik pada individu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan psychological well-being generasi Z. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan teknik non-probability sampling, yaitu convenience sampling dan snowball sampling untuk mengambil sampel secara online. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 371 orang dengan rentang usia 18 dan 19 tahun yang tersebar di berbagai domisili tempat. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Adolescent Parenting Attitude Four Factor Questionnare dari Shyny Y. (2017) dan Psychological Well-Being Scale dari Ryff. Keduanya diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia melalui expert judgement. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan positif antara pola asuh orang tua dengan psychological well-being remaja generasi Z dengan nilai r = .524 dan p = .000 < .05. Oleh karena itu, semakin tinggi pola asuh orang tua yang diberikan, maka semakin tinggi psychological well-being individu dan begitu juga sebaliknya.
ANALISIS KORELASI ANTARA FUTURE ANXIETY DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR Queeny Callista; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.212

Abstract

Beberapa penelitian menemukan bahwa mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi cenderung merasakan yang dinamakan kecemasan akan masa depan (future anxiety). Fenomena ini umum terjadi dikarenakan usia ini adalah usia awal untuk mulai memiliki pekerjaan dan keluarga. Mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi adalah kelompok individu yang akan mendominasi kelompok kerja kita di beberapa tahun yang akan datang, sehingga fungsi sosial dan keadaan psikologis mereka sangat perlu kita perhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara future anxiety dengan psychological well-being pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan menggunakan Teknik nonprobability sampling dengan metode snowball secara online sesuai kebutuhan peneliti. Partisipan dari penelitian ini terdiri dari 377 partisipan yang memiliki rentang umur 18-25 tahun. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Future Anxiety adalah Future Anxiety Scales (FAS) sedangkan psychological well-being menggunakan alat ukur psychological well-being scales. Hasil penelitian yang didapat juga menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perilaku future anxiety dengan psychological well-being, dengan nilai r= .523** dan p= .000 < .05. Hal ini juga berarti semakin tinggi future anxiety maka semakin rendah psychological well-being, dan semakin rendah future anxiety maka akan semakin tinggi rasa psychological well-being pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi.
ANALISIS KORELASI SELF COMPASSION DENGAN PSYCHOLOGICAL WELLBEING PADA ANAK SULUNG PEREMPUAN DEWASA AWAL Fifian Prahayuningtyas; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.219

Abstract

Pada sebuah keluarga, anak berperan menjadi sumber bahagia dan harapan utama bagi orang tuanya. Terdapat pengaruh tertentu dalam perkembangan bagi setiap anak yang dilahirkan berdasarkan dengan urutan kelahirannya. Subjek penelitian ini yaitu anak sulung perempuan dewasa awal dengan jumlah subjek partisipan 386 orang. Tujuan dilakukannya penelitian yaitu mengkaji hubungan self compassion terhadap psychological well-being anak sulung perempuan dewasa awal. Penelitian ini dilaksanakan memanfaatkan angket berbentuk gform yang diberikan lewat social media. Kuesioner ini diberikan untuk mengukur 2 variabel penelitian diantaranya self compassion scale menggunakan Cronbach’s Alpha yakni 0.904. Sementara itu, variabel psychological well being mendapatkan Cronbach’s Alpha yakni 0.894. Analisa data berupa uji korelasi dalam mengkaji hubungan self compassion terhadap psychological well being anak sulung perempuan dewasa awal, dengan hasil skor r = 0,777 dan p=<0,00. Menurut data itu, menunjukkan adanya hubungan diantara kedua variabel. Dengan demikian, bisa disimpulkan peneliti yaitu tinggi rendahnya self compassion seseorang akan mempengaruhi dan sejalan dengan tingkat psychological well being orang tersebut. Semakin tinggi tingkat self compassion yang dimiliki individu, semakin tinggi juga psychological well-being yang dimiliki individu tersebut, begitu juga sebaliknya.
HUBUNGAN BODY CITRA DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA WANITA DEWASA AWAL YANG TIDAK MEMILIKI PACAR Marissa Putri; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.220

Abstract

Penelitian ini peneliti buat untuk melihat dan mengetahui bagaimana citra tubuh berkorelasi dengan subjective well-being pada perempuan dewasa awal yang sekarang ini sedang tidak berpacaran. Body image sendiri adalah cara pandang individu terhadap dirinya sendiri mengenai penampilan fisik dirinya. Peneliti menerapkan kriteria pada subyek adalah perempuan dewasa awal dengan rentang umur 20 hingga 40 tahun dengan mengumpulkan partisipan sebanyak 350 orang. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan non-probability sampling. Saat pengambilan data dimulai, peneliti menyebarkan data dengan menggunakan purposive sampling dengan metode snowball. Dari hasil perhitungan korelasi di setiap dimensi body image, didapatkan hasil hasil semua dimensi memiliki hubungan dengan subjective well-being dengan rincian dimana dimensi (1) r=0.506 dan p=0.000< 0.01 yang artinya berhubungan yang positif dan signifikan, (2) r=0.042 dan p= 0.430> 0.01 yang berarti berhubungan tetapi tidak terlalu kuat, (3) r=0.458 dan p=0.000< 0.01 artinya berhubungan positif dan signifikan, (4) r=0.430 dan p=0.000< 0.01 yang berarti berhubungan secara positif dan signifikan, (5) r=0.038 dan p=0.000 < 0.01 yang artinya berhubungan positif, (6) r=0.505 dan p= 0.000 < 0.01, berhubungan positif, (7) r=-0.015 dan p=0.773> 0.01, berhubungan tetapi berbanding terbalik, (8) r=0.617 dan p=0.000< 0.01, berhubungan positif, (9) r=0.200 dan p=0.0000.01, berhubungan berbanding terbalik.
ANALISIS KORELASI ANTARA FORGIVENESS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING TERHADAP REMAJA KORBAN BULLYING Celya Cathrina; Debora Basaria
Journal of Social and Economics Research Vol 5 No 2 (2023): JSER, December 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v5i2.223

Abstract

Bullying merupakan masalah yang serius dan dapat berdampak negatif terhadap psychological well-being remaja korban bullying. Penelitian ini bertujuan iuntuk menganalisi korelasi psychological well-being dengan forgiveness pada remaja korban bullying. Penelitian ini menggunakan metode kuatitatif dengan pendekatan korelasional. Sampel penelitian ini diambil dari remaja korban bullying yang memiliki rentan usia 17 tahun hingga 19 tahun. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner Psychological Well-Being Scaleidan Forgiveness Scale. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dengan forgiveness pada remaja korban bullying (r=0.64; p<0,001). Hal ini mengartikan semakin tinggi forgiveness maka semakin tinggi pula psychological well-being. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa forgiveness dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan psychological iwell-being pada remaja korban bullying untuk belajar memaafkan.