This Author published in this journals
All Journal Borobudur
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Tanin Sebagai Inhibitor Korosi Artefak Besi Cagar Budaya Ari Swastikawati; Henny Kusumawati; Rifqi Kurniadi Suryanto; Yudhi Atmaja Hendra Purnama
Borobudur Vol. 11 No. 1 (2017): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v11i1.165

Abstract

Stabilisasi adalah proses untuk menstabilkan artefak besi yang bertujuan untuk mencegah korosi lanjutan. Proses tersebut dilakukan dengan mengaplikasikan larutan inhibitor. Inhibitor korosi yang sering digunakan dalam proses stabilisasi artefak besi adalah tanin. Tanin merupakan senyawa kimia yang banyak ditemukan pada tanaman. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah salah satunya adalah tanaman yang menghasilkan zat tanin antara lain: teh, daun jambu biji, daun gambir, daun kopi, salak dan sebagainya. Sehingga Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan tanaman tersebut sebagai inhibitor korosi artefak besi. Kajian Tanin sebagai Inhibitor Korosi Artefak Besi Cagar Budaya bertujuan untuk mengetahui metode aplikasi tanin yang tepat pada artefak besi dan menentukan lingkungan yang sesuai untuk artefak besi yang telah dikonservasi dengan tanin. Metode penelitian yang dilaksanakan dalam kajian ini meliputi studi referensi, observasi dan eksperimen di laboratorium. Eksperimen yang dilakukan meliputi ektraksi teh dari Nglinggo, pengukuran kadar tanin dalam ekstrak teh, dan dilanjutkan dengan uji metode aplikasi tanin dengan berbagai perlakuan. Perlakuan tanin sintetik dibandingkan dengan ekstrak teh. Perlakuan penambahan asam fosfat, dan perlakuan pelapisan dengan paraloid pada sampel besi yang telah diberi tanin. Serta perlakuan pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban) dengan menempatkan sampel besi yang telah diberi tanin di luar ruangan, dalam ruang tanpa AC, dan dalam ruang ber-AC. Hasil penelitian menunjukan kandungan ekstrak daun teh tua asal Nglinggo 12,11% dan kandungan ekstrak daun teh mudanya 12,61%. Kandungan tanin dalam daun teh tua asal Nglinggo 1,78% dan kandungan tannin dalam daun teh mudanya 2,69%. Tanin dari ekstrak teh dapat menghambat korosi pada artefak besi namun kemampuannya masih di bawah tanin sintetik. Dalam aplikasi larutan ekstrak untuk stabilisasi besi perlu penambahan asam fosfat untuk mencapai pH optimum. Pelapisan paraloid dibutuhkan jika lapisan tanin besi yang terbentuk tipis. Jika tanin yang terbentuk sudah tebal maka tidak diperlukan lapisan pelindung tambahan. Pelapisan diperlukan pada artefak yang distabilkan dengan ekstrak teh. Lamanya perlindungan kompleks besi-tanin terhadap artefak besi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Besi yang telah distabilkan dengan tanin dan dilapisi akan lebih terawetkan jika berada pada lingkungan yang stabil dengan kelembaban udara di bawah 50% jika masih mengandung klor dan di bawah 65% jika sudah tidak mengandung klor.
KONSERVASI TRADISIONAL BERDASARKAN NASKAH KUNA DI BALI Isni Wahyuningsih; Henny Kusumawati; Sri Sularsih; Iwan Kurnianto; Siti Yuanisa
Borobudur Vol. 12 No. 2 (2018): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v12i2.184

Abstract

Naskah-naskah kuna masih banyak dijumpai, dihormati dan dilestarikan di Bali. Naskah-naskah kuna tersebut dimiliki oleh pemerintah maupun oleh masyarakat Bali. Naskah-naskah tersebut dikelompokkan dalam 15 jenis yaitu babad, geguritan, kanda, kalpasastra, kakawin, kidung, nitisastra, mantrastawa, palakerta, parwa, sasana, tantric, tutur, usada, dan wariga. Dari beberapa jenis naskah tersebut naskah tutur dan usada ditengarai terdapat unsur yang mengandung informasi praktek-praktek konservasi. Kajian Konservasi Tradisional Berdasarkan Naskah Kuno di Bali ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang praktek-praktek konservasi yang dimuat dalam naskah kuna yang hingga sekarang masih dilakukan masyarakat Bali. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kajian ini adalah telaah kepustakaan dengan mengambil sampel naskah yang sudah diterjemahkan, mengkaji lembaran naskah yang kemungkinan mengandung muatan konservasi tradisional, wawancara dengan narasumber dan tokoh masyarakat serta mengamati kegiatan konservasi yang masih dilakukan masyarakat pada saat ini. Harapan dari kajian ini adalah mendapatkan apresiasi tentang kegiatan konservasi yang ditulis dalam naskah kuna, yang dapat menjadi bahan alternatif konservasi tradisional untuk pelestarian cagar budaya.
KAJIAN SAINTIFIKASI BAHAN KONSERVASI TRADISIONAL BERDASARKAN NASKAH KUNA Isni Wahyuningsih; Henny Kusumawati; Yudi Atmaja; Al Widyo Purwoko; Ari Kristiyanto
Borobudur Vol. 14 No. 2 (2020): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v14i2.245

Abstract

Naskah-naskah kuna masih banyak dijumpai di Nusantara. Di dalam naskah kuna tersebut antara lain memuat pengetahuan tentang praktek-praktek konservasi yang hingga sekarang masih dilakukan masyarakat. Pada Kajian Bahan Konservasi Tradisional Berdasarkan Naskah Kuna pada tahun 2016 – 2018, ditemukan beberapa muatan mengandung aktivitas konservasi tradisional yang mewakili kearifan lokal masyarakat Jawa, Bali dan Sumatra. Sementara itu untuk kajian saintifikasi dipilih sampel untuk bahan konservan yang terdapat dalam naskah kuna yaitu daun sirih (piper betle), biji dan daun bidara (ziziper mauritania). Berdasarkan hasil uji aplikasi minyak daun dan biji bidara (ziziper mauritania) yang diujikan pada serangga (rayap) dengan konsentrasi 1%, 3%, 5% tidak menunjukkan fungsi sebagai bahan konservan anti serangga. Sementara itu minyak daun sirih (piper betle) yang diujikan pada serangga (rayap) dengan konsentrasi 1%, 3%, 5% menunjukkan bahwa serangga (rayap) pada konsentrasi 1% masih ada yang hidup, konsentrasi 3% serangga banyak yang mati, dan serangga pada konsentrasi 5% langsung mati semua. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan minyak sirih dapat menjadi bahan alternatif konservan anti serangga (rayap).