Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEWENANGAN HAKIM MENJATUHKAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA KORUPSI YANG TIDAK DIDAKWAKAN PASAL 18 UU TIPIKOR Juandra Juandra; Mohd Din; Darmawan Darmawan
Jurnal Ius Constituendum Vol 6, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v6i2.4235

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menemukan dan mengembangkan teori pemidanaan dan meningkatkan profesionalitas hakim khususnya hakim tipikor dalam mengadili perkara-perkara pidana yang hukumnya tidak jelas atau hukumnya tidak lengkap dengan meningkatkan kemampuan hakim melakukan penemuan hukum. Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor berupa pidana uang pengganti  merupakan kharakteristik sanksi pidana dalam perkara korupsi yang merupakan pidana tamabahan khusus yang bersifat sebagai hukum materiil yang belum diatur secara detiil penerapannya di dalam UU Tipikor dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Masalah yang timbul dari kenyataan tersebut  Seringkali penuntut umum dalam menagani perkara korupsi tidak mencantumkan pasal 18 UU Tipikor sehingga terjadi disparitas atau pertentangan putusan hakim berkaitan penjatuhan pidana uang pengganti. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pidana uang pengganti berupa sanksi yang sudah diatur di dalam rumusan UU Tipikor sebagai hukum materiil yang tidak menjadi unsur dari rumusan delik tidaklah menjadi keharusan bagi penuntut umum untuk mencantumkannya di dalam surat dakwaan, terjadi kesalahan pemahaman oleh hakim yang memandang bahwa penjatuhan pidana uang pengganti tidak dapat dijatuhkan apabila pasal 18 UU Tipikor tidak dicantumkan di dalam dakwaan, dakwaan hanya wajib merumuskan unsur perbuatan pidana (delik) apabila rumusan delik telah terpenuhi maka hkim dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa sesuai jenis pidana yang telah diatur dalam UU Tipikor.
Penerapan prinsip ultimum remedium dalam penegakan hukum pidana lingkungan yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati Dahlia Kesuma Dewi; Alvi Syahrin; suhaidi suhaidi; Mohammad Ekaputra; Mahmud Mulyadi; Edi Yunara; Mohd Din; Dahris Siregar; Jamaluddin Mahasari; Andrio Bukit
ABDIMASKU : Jurnal Pengabdian Masyarakat UTND Vol 2 No 1 (2023): Edisi Januari 2023 - Juni 2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Tjut Nyak Dhien

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36490/jpmtnd.v2i1.560

Abstract

Pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia merupakan masalah yang serius dan semakin meningkat dari hari ke hari. Kualitas sumber daya alam Indonesia juga semakin memburuk. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi masyarakat yang hidupnya masih bergantung pada sumber daya alam. Permintaan manusia yang terus meningkat akan sumber daya alam dapat memberikan tekanan besar pada keanekaragaman hayati, yang pasti akan mengancam kesehatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, tindakan kepolisian yang penting harus dijadikan legislasi untuk menangani masalah lingkungan terkait dengan UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peraturan perundang-undangan lingkungan dalam hukum pengendalian masalah lingkungan dengan menerapkan prinsip Ultimum Remedium yang ditujukan untuk pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Metode penelitian ini adalah normatif-legal. Hasil penelitian ini dapat dilihat sebagai penyebab belum optimalnya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, karena belum adanya kepolisian yang menerapkan prinsip koreksi akhir. Asas ultimum remidium sebagai upaya terakhir dalam hukum pidana dapat menjadi efek jera bagi pelaku apabila sanksi administratif tidak maksimal.
TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI TAKENGON) Muhammad Yunus; Mohd Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 7, No 1: Februari 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU ITE berisi tentang semua orang dengan sengaja serta tidak dengan hak menyalurkan serta ataupun mengirimkan serta ataupun surat elektronik yang mempunyai muatan penghinaan serta ataupun pencemaran kehormatan dihukum dengan pidana penjara maksimal empat tahun serta ataupun denda maksimum Rp 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Idealnya putusan pengadilan itu tidaklah jauh berbeda, meskipun tidak harus sama Namun pada kenyataanya Ketetapan Nomor 54 Pid.Sus/2020/PN Tkn serta Ketetapan Nomor 106/Pid.Sus.2019 memiliki perbedaan yang relatif jauh, yaitu yang satu (9) bulan (Ketetapan Nomor 54 Pid.Sus/2020/PN Tkn) sedang yang lainnya (2) tahun (Putusan Nomor 106/Pid.Sus.2019). Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apakah perbedaan ini dapat dikatakan disparitas dengan membandingkan kedua putusan tersebut. Tata cara yang dipakai pada penelitian ini ialah teknik normative, yakni dengan mengkaji penerapan asas-asas hukum ke dalam putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukan bahwa apabila dibandingkan kedua putusan ini termasuk disparitas, karena di dalam pertimbangan hakim tidak terdapat pertimbangan yang rinci dalam kedua putusan tersebut sehingga berbeda, baik dalam hal meringankan ataupun yang memberatkan.Kata Kunci : Pencemaran Nama Baik, Delik Aduan dan Pertimbangan Hakim.  Abstrack -Article 27 paragraph (3) in conjunction with Article 45 paragraph (3) of the ITE Law states that any person who intentionally and without rights distributes and or transmits electronic documents containing insults and or defamation shall be subject to imprisonment for a maximum of four years and or a maximum fine of Rp. 750,000,000.00 (seven hundred and fifty million rupiah). Ideally, the court's decision is not much different, although it doesn't have to be the same. Decision Number 54 Pid.Sus/2020/PN Tkn) while the others (2) years (Decision Number 106/Pid.Sus.2019). So this study aims to describe whether this difference can be said to be a disparity by comparing the two decisions. The method used in this study is the normative method, namely by examining the application of legal principles to court decisions. The results of the study show that when compared to these two decisions, there is a disparity, because in the judge's consideration there are no detailed considerations in the two decisions so that they are different, both in terms of mitigating or aggravating.Keywords: Defamation, Complaint Offense and Judge Consideration. 
TINDAK PIDANA KARANTINA TUMBUHAN TANPA SERTIFIKAT KESEHATAN DAN TIDAK MELALUI TEMPAT PEMASUKAN YANG DITENTUKAN (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sigli) Muhammad Nofal; Mohd Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 7, No 1: Februari 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya, pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana yang relatif lebih ringan, serta hambatan dan upaya dalam menanggulangi tindak pidana karantina tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana karantina tumbuhan disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor banyaknya dokumen yang perlu dipersiapkan, faktor adanya kebutuhan masyarakat, dan faktor kesempatan. Pertimbangan hakim terhadap alasan yang meringankan yaitu terdakwa mengakui dan menyesal atas perbuatannya, terdakwa tidak pernah dipidana, dan terdakwa merupakan pencari nafkah untuk keluarga. Alasan yang memberatkan yaitu kerugian negara dari menghindari bea cukai dan dapat menyebabkan rusaknya tumbuhan dalam negeri, namun karena belum pasti terjadinya kerusakan tersebut menjadikan salah satu alasan bagi hakim untuk meringankan terdakwa. Hambatan dalam menanggulanginya yaitu kurangnya fasilitas, kurangnya tenaga kerja, dan kurangnya penyediaan dana. Upaya dalam menanggulanginya yaitu terdiri dari upaya preventif berupa sosialisasi dan upaya represif berupa penjatuhan sanksi sesuai aturan berlaku. Disarankan kepada masyarakat agar dapat menghindari tindak pidana karantina tumbuhan dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya, kepada Hakim agar menjatuhkan hukuman yang lebih berat dan kepada Pemerintah Pusat agar melakukan penambahan sarana dan prasarana, SDM, serta alokasi dana yang terperinci terhadap Balai Karantina Pertanian Banda Aceh.Kata Kunci : Tindak Pidana, Karantina Tumbuhan, Sertifikat Kesehatan, Tempat Pemasukan Yang Ditentukan  Abstract - This research aims to explain the factors causing of its occurrence, judges' considerations in provide mild criminal sanctions, as well as obstacles and efforts in tackling plant quarantine crimes. The results showed that the crime of plant quarantine was caused by economic factors, the factor of the number of documents that needed to be prepared, the factor of community needs, and the opportunity factor. The judge's appraise of the mitigating reasons is that the defendant admits and regrets his actions, the defendant has never been convicted, and the defendant is the breadwinner for the family. The aggravating reasons are state losses from avoiding customs duties and causing damage to domestic plants, but because it is not certain that the damage will occur, this is one of the reasons for the judge to relieve the defendant. Obstacles in overcoming it are the lack of facilities, lack of manpower, and lack of funding. Efforts to overcome it consist of preventive efforts in the form of socialization and repressive efforts in the form of imposing sanctions according to applicable regulations. It is recommended to the public to be able to avoid plant quarantine crimes by looking at the factors that cause their occurrence, to judges to impose more severe punishments and to the Central Government to add facilities and infrastructure, human resources, and detailed allocation of funds to the Banda Aceh Agricultural Quarantine Center .Keywords : Criminal Action, Plant Quarantine, Health Certificate, Determined Entry Points.
TINDAK PIDANA KARANTINA TUMBUHAN TANPA SERTIFIKAT KESEHATAN DAN TIDAK MELALUI TEMPAT PEMASUKAN YANG DITENTUKAN (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sigli) Muhammad Nofal; Mohd Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 7, No 1: Februari 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya, pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana yang relatif lebih ringan, serta hambatan dan upaya dalam menanggulangi tindak pidana karantina tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana karantina tumbuhan disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor banyaknya dokumen yang perlu dipersiapkan, faktor adanya kebutuhan masyarakat, dan faktor kesempatan. Pertimbangan hakim terhadap alasan yang meringankan yaitu terdakwa mengakui dan menyesal atas perbuatannya, terdakwa tidak pernah dipidana, dan terdakwa merupakan pencari nafkah untuk keluarga. Alasan yang memberatkan yaitu kerugian negara dari menghindari bea cukai dan dapat menyebabkan rusaknya tumbuhan dalam negeri, namun karena belum pasti terjadinya kerusakan tersebut menjadikan salah satu alasan bagi hakim untuk meringankan terdakwa. Hambatan dalam menanggulanginya yaitu kurangnya fasilitas, kurangnya tenaga kerja, dan kurangnya penyediaan dana. Upaya dalam menanggulanginya yaitu terdiri dari upaya preventif berupa sosialisasi dan upaya represif berupa penjatuhan sanksi sesuai aturan berlaku. Disarankan kepada masyarakat agar dapat menghindari tindak pidana karantina tumbuhan dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya, kepada Hakim agar menjatuhkan hukuman yang lebih berat dan kepada Pemerintah Pusat agar melakukan penambahan sarana dan prasarana, SDM, serta alokasi dana yang terperinci terhadap Balai Karantina Pertanian Banda Aceh.Kata Kunci : Tindak Pidana, Karantina Tumbuhan, Sertifikat Kesehatan, Tempat Pemasukan Yang Ditentukan  Abstract - This research aims to explain the factors causing of its occurrence, judges' considerations in provide mild criminal sanctions, as well as obstacles and efforts in tackling plant quarantine crimes. The results showed that the crime of plant quarantine was caused by economic factors, the factor of the number of documents that needed to be prepared, the factor of community needs, and the opportunity factor. The judge's appraise of the mitigating reasons is that the defendant admits and regrets his actions, the defendant has never been convicted, and the defendant is the breadwinner for the family. The aggravating reasons are state losses from avoiding customs duties and causing damage to domestic plants, but because it is not certain that the damage will occur, this is one of the reasons for the judge to relieve the defendant. Obstacles in overcoming it are the lack of facilities, lack of manpower, and lack of funding. Efforts to overcome it consist of preventive efforts in the form of socialization and repressive efforts in the form of imposing sanctions according to applicable regulations. It is recommended to the public to be able to avoid plant quarantine crimes by looking at the factors that cause their occurrence, to judges to impose more severe punishments and to the Central Government to add facilities and infrastructure, human resources, and detailed allocation of funds to the Banda Aceh Agricultural Quarantine Center .Keywords : Criminal Action, Plant Quarantine, Health Certificate, Determined Entry Points.