Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Limpapeh Pada Baju Kuruang Basiba Rahmawati Rahmawati; Ahmad Akmal; Awerman Awerman
Besaung : Jurnal Seni Desain dan Budaya Vol 3, No 3
Publisher : UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.134 KB) | DOI: 10.36982/jsdb.v3i3.491

Abstract

AbstractLimpapeh or Attacus atlas is a large butterfly with a wingspan wide, which has a reddish brown color and decorated with a bit of white color. Limpapeh usialy found in houses, buildings, on trees, leaves and flowers that blooming. For the people of Minangkabau, limpapeh is the designation for Minangkabau women who have grown up and will be the responsible for maintaining the lineage of the future, based on the maternal lineage will become residents in the house. The form of limpapeh in the creation of this Artwork is such a motif that is found on kuruang basiba clothes, kuruang bsiba clothes is basically a women Minangkabau clothes, that has a characteristic on the side of the shirt called siba and kikik. The presence of limpapeh wings shape on the chest, arms and subordinate makes the clothes more interesting.Keywords : Limpapeh, Clothes Kuruang Basiba Abstrak Limpapeh atau attacus atlas merupakan kupu-kupu besar dengan  bentangan sayap yang luas, yang memiliki warna coklat kemerahan dan dihiasi sedikit warna putih. Kebiasaan limpapeh hinggap pada rumah, bangunan, pepohonan, dedaunan dan bunga yang sedang bermekaran. Bagi masyarakat minangkabau limpapeh adalah sebutan untuk  perempuan Minangkabau yang sudah beranjak dewasa yang bertanggung jawab menjaga garis keturunan berikutnya, berdasarkan garis keturunan ibu yang akan menjadi penghuni dalam rumah gadang.  Bentuk limpapeh dalam penciptaan karya ini adalah sebagai motif dari baju kuruang basiba, baju kuruang basiba merupakan pakaian perempuan Minangkabau yang mempunyai ciri khas yaitu pada bagian samping baju  terdapatnyasiba dan kikik. Bentuk sayap limpapeh yang terdapat pada bagian dada, lengan dan bawahan baju serta bentuk limpapeh yang berbentuk utuh yang berterbangan sehingga membuat baju kuruang basiba, ini lebih menarikKata kunci : Limpapeh, Baju Kuruang Basiba
Estetika Sulaman Indah Benang Emas Nagari Sungayang Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat Indah Widia Ningsih; Ahmad Akmal; Soelaiman Juned
Besaung : Jurnal Seni Desain dan Budaya Vol 3, No 2
Publisher : UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.167 KB) | DOI: 10.36982/jsdb.v3i2.487

Abstract

AbstractThis study aims to discuss the aesthetic values contained in the beautiful embroidery gold thread NagariSungayang, Tanah Datar regency, West Sumatra. Beautiful embroidery of NagariSungayang gold threads are made from various motifs derived from plants and animals from the nature and environment of NagariSungayang and its surroundings. The types of motifs are bungosabatang, bungosetangkai, bungomerak, kaluakpakukucianglalaok, pucuakrabuang, bungotangah, bungosuduik, and limpappaeh. These motifs, modified by embroidering, use gold threads that consider aspects of beauty, thus giving rise to aesthetic values. The beautiful embroidery of the NagariSungayang gold thread is still done manually by the hands of local magicians, from the motive work to the fabric that will be embroidered to embroider gold threads. To make a beautiful embroidered gold thread takes ten to fifteen days. This study, using qualitative methods that emphasize the observation, involvement, interviews, and participant observer. The results showed that the beautiful thread embroidery has aesthetic and meaning NagariSungayang.Keywords: Aesthetics, Beautiful Embroidered Gold Thread, Nagari Sungayang. AbstrakPenelitian ini bertujuan membahas nilai-nilai estetis yang terdapat dalam sulaman indah benang emas Nagari Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Sulaman indah benang emas Nagari Sungayang dibuat dari bermacam motif yang berasal dari tumbuhan dan hewan dari alam dan lingkungan Nagari Sungayang dan sekitarnya. Jenis motif adalah bungosabatang, bungosetangkai, bungomerak, kaluakpaku kucianglalaok, ,pucuak rabuang, bungo tangah, bungo suduik, dan limpappaeh. Motif-motif itu, dimodifikasi dengan cara menyulam, menggunakan benang emas yang mempertimbangkan aspek keindahan, sehingga memunculkan nilai-nilai estetis. Sulaman indah benang emas Nagari Sungayang hingga sekarang masih dikerjakan secara manual oleh tangan-tangan pesulam setempat, mulai dari pengerjaan motif ke kain yang akan disulam hingga menyulam benang emas. Untuk membuat satu sulaman indah benang emas membutuhkan waktu sepuluh sampai lima belas hari. Penelitian ini, menggunakan metode kualitatif yang menekankan pada pengamatan, keterlibatan, wawancara, dan partisipan observer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sulaman indah benang memiliki estetis dan makna Nagari Sungayang.Kata kunci: Estetika, Sulaman Indah Benang Emas, Nagari Sungayang.
LIMPAPEH PADA BAJU KURUANG BASIBA Rahmawati Rahmawati; Ahmad Akmal; Awerman Awerman
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 7, No 2 (2018): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v7i2.10946

Abstract

AbstrakLimpapeh atau attacus atlas merupakan kupu-kupu besar dengan  bentangan sayap yang luas, yang memiliki warna coklat kemerahan dan dihiasi sedikit warna putih. Kebiasaan limpapeh hinggap pada rumah, bangunan, pepohonan, dedaunan dan bunga yang sedang bermekaran. Bagi masyarakat Minangkabau limpapeh adalah sebutan untuk  perempuan Minangkabau yang sudah beranjak dewasa yang bertanggung jawab menjaga garis keturunan berikutnya, berdasarkan garis keturunan ibu yang akan menjadi penghuni dalam rumah gadang. Bentuk limpapeh dalam penciptaan karya ini adalah sebagai motif dari baju kuruang basiba, baju kuruang basiba merupakan pakaian perempuan Minangkabau yang mempunyai ciri khas yaitu pada bagian samping baju  terdapatnya siba dan kikik. Bentuk sayap limpapeh yang terdapat pada bagian dada, lengan dan bawahan baju serta bentuk limpapeh yang berbentuk utuh yang berterbangan sehingga membuat baju kuruang basiba, ini lebih menarik.           Kata Kunci: limpapeh, baju kuruang, basiba AbstractLimpapeh or attacus atlas is a large butterfly with a broad stretch of wings, which has a reddish brown color and is decorated with a little white color. The habit of leaking on the house, building, trees, leaves and flowers are blooming. For Minangkabau people limpapeh is a term for Minangkabau women who have grown up who are responsible for maintaining the next lineage, based on the maternal lineage that will become residents in the gadang house. The form of limpapeh in the creation of this work is as a motif of kuruang basiba clothes, kuruang basiba clothes are Minangkabau women's clothing which has the characteristic that on the side of the shirt there is siba and kikik. The limpapeh wing shape that is found on the chest, arms and subordinates of the clothes as well as the full shape of the limpapeh which flies to make kuruang basiba clothes, this is more interesting. Keywords: limpapeh, kuruang basiba's clothes
RAGAM HIAS DAN FUNGSI BATIK MINANG NAGARI PANYAKALAN KABUPATEN SOLOK Putri Dahlia; Ahmad Akmal; Yuniarti Munaf
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 7, No 2 (2018): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v7i2.10976

Abstract

AbstrakPenelitian ini berjudul “Ragam Hias dan Fungsi Batik Minang Nagari Panyakalan Kabupaten Solok”, membahas tentang bentuk motif dan fungsi batik Minang, serta dampak yang ditimbulkan dengan adanya batik tersebut terhadap masyarakat. Sebagai produk budaya, batik Minang mempunyai nilai strategis dalam sistem budaya dan perekonomian sebagian masyarakat. Nilai budaya dan filosofi yang dikandung dipahami melalui simbol berupa motif hias pada batik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teori estetis Edmund Burke Feldman menyangkut struktur, gaya, dan fungsi karya seni, digunakan dalampembahasan mengenai Batik Minang. Feldman membagi fungsi seni menjadi tiga bagian, yaitu fungsi personal (personal function of art), fungsi sosial (social function of art) dan fungsi fisik (physical function of art). Perkembangan batik Minang dewasa ini cenderung dipengaruhi aspek ekonomi dan sosial budaya. Begitu pula sistem keahlian dilakukan melalui pengembangan terhadap produk yang lebih kreatif dan variatif dalam bentuk maupun fungsi. Hal ini menjadi salah satu faktor penopang keberlangsungan seni batik Minang ini. Di era global ini batik Minang dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai unsur estetik modern dengan maksud memberi nuansa eksotisme suatu penampilan, beberapa di antaranya berkembang menjadi produk industri seni sebagai material kebutuhan dan permintaan konsumen luarProvinsi           Kata Kunci:Batik Minang, Fungsi, Estetika, Panyakalan AbstractThis research entitled "Decorative and Function Batik Minang in Panyakalan Solok Regency", discusses the form of motif contained in batik Minang art, and the impact that arises with the art of batik on society. As a cultural product, Minang batik art also has strategic value in cultural system and economy of some society. The value of culture and philosophy conceived through the symbol of decorative motifs on this batik art.This research uses qualitative method. Aestetic theory Edmund Burke Feldman about the structure, style, and function of artwork, used in the discussion of batik Minang. Feldman devides the function into three parts, that is personal function of art, fungsi sosial the social function of art, and physical function of art.The development of batik Minang today tend to be influenced by economic and socio-cultural aspects.Similarly, system expertise is done through the development of products that are more creative and varied in form and function. This became one of the factors supporting the continuity of batik Minang art. In this global era batik Minang is developed and utilized as an aesthetic element of modern interior with the intention to give feel of exoticism an appearance, some of which developed into art industry product as material requirement and demand of foreign consumer. Keywords: Batik Minang, Function, Aesthetic, Panyakalan
PENCIPTAAN KRIYA TEKSTIL TENGKULUK BATIK KUMBUAH Apriliana Apriliana; Ahmad Akmal; Febri Yulika
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 2 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i2.27420

Abstract

Tengkuluk serves as a head covering for women or bundo kanduang in Minangkabau, especially in the Payakumbuh area of Luhak Limopuluah city. The idea of creating a textile craft using a written batik technique with the title Tengkuluk Batik Kumbuah, which is based on the tengkuluk bundo kanduang located in the Payakumbuh area of Luhak limopuluah city. Tengkuluk in Payakumbuh its use is adjusted to the circumstances and age of the wearer, such as baralek, death, mando'a and so on. The creation of this tengkuluk is based on the personal expression of the artist which emphasizes the creativity of the craftsman by adding additional shapes to the tengkuluk and creating a tengkuluk with a batik pattern that was created by himself based on the kumbuah plant which is the early history of the creation of the name Payakumbuh. The design in the creation of this work through two concepts, namely, tengkuluk as objects that have cultural values and batik motifs that are decorative. This work aims to create a work with batik nuances in the form of an aesthetic headgear and contains the meaning of the value of bundo kanduang in Minangkabau. The creation method used is a three-step six-step method including the exploration or data collection stage, the design stage, namely creating alternative sketches, the selected design and the embodiment stage, namely through the process of forming a work of art, using an aesthetic approach, which can be raised through aspects of form, content and content. , and the expression of emotions. The works created are seven tengkuluk using written batik techniques with napthol and remazol coloring, each work is entitled, nan gadang basa batuah, basipek, maanjuang high, puti, tanduak barumbai, omeh silver and barendo batiak.  Keywords: tengkuluk, batik, tumbuah, pattern. AbstrakTengkuluk berfungsi sebagai penutup kepala bagi kaum perempuan atau bundo kanduang di Minangkabau  khususnya di daerah Payakumbuh, Luhak Limopuluah kota. Ide penciptaan karya kriya tekstil menggunakan teknik batik tulis dengan judul Tengkuluk Batik Kumbuah, yang dilatarbelakangi oleh tengkuluk bundo kanduang yang terdapat di daerah Payakumbuh Luhak Limopuluah  Kota. Tengkuluk di Payakumbuh penggunaannya disesuaikan dengan keadaan dan usia pemakainya, seperti baralek, kematian, mando’a dan sebagainya. Penciptaan tengkuluk ini berdasarkan ekspresi personal pengkarya yang lebih menekankan pada kreatifitas pengkarya dengan memberikan penambahan bentuk pada tengkuluk dan menciptakan tengkuluk dengan pola motif batik yang diciptakan sendiri berdasarkan tanaman kumbuah yang merupakan sejarah awal dari terciptanya nama kota Payakumbuh. Rancangan dalam penciptaan karya ini melalui dua konsep yaitu, tengkuluk sebagai benda yang memiliki nilai budaya dan motif batik yang bersifat sebagai penghias. Karya ini bertujuan untuk menciptakan karya dengan nuansa batik dalam bentuk penutup kepala yang estetik dan mengandung makna nilai bundo kanduang di Minangkabau.Metode penciptaan yang dilakukan yaitu metode tiga tahap enam langkah diantaranya, tahap eksplorasi atau pengumpulan data, tahap perancangan yaitu menciptakan sketsa alternatif, desain terpilih dan tahap perwujudan yaitu melalui proses pembentukan karya seni, menggunakan pendekatan estetik, yang dapat dimunculkan melalui aspek bentuk, kandungan isi, dan ungkapan emosi. Karya yang diciptakan yaitu tujuh tengkuluk menggunakan teknik batik tulis dengan pewarnaan napthol dan remazol, masing-masing karya berjudul, nan gadang basa batuah, basipek, maanjuang tinggi, puti, tanduak barumbai, omeh perak dan barendo batiak.   Kata Kunci: tengkuluk, batik, kumbuah, motif. Authors:Apriliana : Institut Seni Indonesia PadangpanjangAhmad Akmal : Institut Seni Indonesia PadangpanjangFebri Yulika : Institut Seni Indonesia PadangpanjangReferences:Akmal, Ahmad. (2013). Ekspresi Bentuk Simbolik Seni Ritual Makan Bajamba. Padang Panjang: Institut Seni Indonesia Padang Panjang.Hakimy, Idrus. (1978). Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Apriliana. (2021). “Kriya dalam Konsep Modern”. Hasil Dokumentas Pribadi: 20 Juni 2021, Payakumbuh.Hendriyana, Husen. (2018). Metodologi Penelitian Penciptaan Karya Seni Kriya dan Desain Produk Non Manufaktur. Bandung: Sunan Ambu Press Bandung.Ibrahim, Anwar. Et al. (1986). Pakaian Adat Tradisional Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Padang: Badan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat.Kartika, Dharsono Sony. (2016). Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Surakarta: LPBKN Citra Sains.Walker, John A. (2010). Desain, Sejarah, Budaya: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
ESTETIKA ORNAMEN RUMOH ACEH LUBUK SUKON KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR Indra Maulana; Ahmad Akmal; Febri Yulika
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 7, No 2 (2018): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v7i2.11067

Abstract

AbstrakRumoh Aceh merupakan rumah tradisional milik masyarakat Aceh. Saat ini rumoh Aceh masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh di Desa Lubuk Sukon Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Pada tahun 2012 Lubuk Sukon ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh untuk dijadikan sebagai objek wisata budaya. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dan dihiasi oleh berbagai ukiran ornamen yang mempunyai makna filosofi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan di analisis menggunakan pendekatan teori estetika dan teori motif untuk melihat keindahan bentuk dan pemaknaan ornamen rumoh Aceh. Ornamen yang terdapat pada rumoh Aceh merupakan ornamen hasil representasi dari bentuk flora terdiri dari bentuk motif bungong mawo, motif pucoek rebong, motif pucok labu, dan motif oen ranub. Bentuk fauna terdiri dari motif ayam. Bentuk kaligrafi terdiri dari motif tulisan Allah dan Laa Ilaha Illallah. Bentuk alam terdiri dari motif awan, motif bulan dan motif bintang. Bentuk alam benda terdiri motif kupiah meuketop, motif rante dan motif lungkandet serta motif geometris. Motif-motif tersebut memiliki makna filosofis sebagai kearifan lokal dari nilai budaya Aceh dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat.           Kata Kunci: estetika, ornamen, rumoh Aceh AbstractRumoh Aceh is a traditional house belongs to the people of Aceh. The current house is still maintained and cared for by the people of Aceh in the village of Lubuk Sukon Sub District Ingin Jaya Regency Aceh Besar. In the year 2012 Lubuk Sukon established as a Village by the cultural and Tourism Office of Aceh to serve as the cultural attractions. Rumoh Aceh is the home stage and decorated by various carved ornaments that have a meaning of philosophy. This study uses qualitative methods and analysis using the approach in the theory of aesthetics and theory of a motifs to see the beauty of the shape and definition of ornament rumoh Aceh. Ornament in the house It is the result of the representation of the form of the ornament flora consist of bungong mawo motif, pucoek rebong motif, pucok labu motif, and oen ranub motif. The form of fauna consists of a chicken motif. The forms of calligraphy consisting of motif writing Allah and Laa Ilaha Illallah. The form of naturals form consists of cloud motif, the motif of the Moon and stars motif. The forms natural objects composed kupiah meuketop motif, rante motif and lungkandet motif as well as geometric motif. These motifs have philosophical meaning as the local wisdom of Aceh cultural values in governs social life of society.   Keywords: aesthetica, ornament, rumoh Aceh
KREASI KULUK KERINCI DARI ANYAMAN PANDAN Nofi Linda; Ahmad Akmal; Yuniarti Munaf
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 2 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i2.27454

Abstract

The creation of a craft art entitled Kreasi Kuluk Kerinci dari Anyaman Pandan aims to reintroduce the philosophical meaning contained in the Kerinci female kuluk. The method of creating this kuluk craft work includes methods of observation, interviews, and documentation. The theories used are form theory, function theory, color theory, symbol theory and creation theory. The creation of this craft art resulted in the creation of a kuluk made of pandanus woven with thorns and combined with velvet fabric. The accessories are dominated by gold, which symbolizes the privileges of Kerinci women in the household. This Kerinci kuluk creation is a representation of Kerinci women as key holders, namely the umouh (house) key, room key, cubicle key (granary), temple key (cupboard), chest key, kitchen key and heart key.Keywords: kuluk, pandan weaving, kerinci woman. AbstrakPenciptaan karya seni kriya yang berjudul Kreasi Kuluk Kerinci dari Anyaman Pandan bertujuan untuk memperkenalkan kembali makna filosofis yang terkandung di dalam kuluk perempuan Kerinci. Metode penciptaan karya kriya kuluk ini meliputi metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah  teori bentuk, teori fungsi, teori warna, teori simbol dan teori kreasi. Penciptaan karya seni kriya ini menghasilkan kreasi kuluk yang terbuat dari pandan yang dianyam berduri dan dipadukan dengan bahan kain bludru.  Untuk aksesorisnya didominasi warna emas yang menyimbolkan keistimewaan perempuan Kerinci di dalam rumah tangga. Kreasi kuluk Kerinci ini merupakan representasi perempuan Kerinci sebagai pemegang kunci, yaitu kunci umouh (rumah), kunci kamar, kunci bilik (lumbung padi), kunci pura (lemari), kunci peti, kunci dapur dan kunci hati.     Kata Kunci: kuluk, anyaman pandan, perempuan kerinci. Authors:Nofi Linda : Institut Seni Indonesia PadangpanjangAhmad Akmal : Institut Seni Indonesia PadangpanjangYuniarti Munaf : Institut Seni Indonesia Padangpanjang References:Akmal, Ahmad. (2013). Ekspresi Bentuk Simbolik Seni Ritual MAKAN BAJAMBA. Padangpanjang: Institut Seni Indonesia Padangpanjang.Djelantik, A.A.M. (2004). Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.Kartika. Dharsono Sony.  (2017).  Seni Rupa Modern. Edisi Revisi. Bandung: Rekayasa Sains.Linda, Nofi. (2021). “Kuluk Kerinci”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 14 Juli 2021.Nazaruddin. (2020). “Kuluk Kerinci”. Hasil Wawancara Pribadi: 15 November 2020.Seragih, Y. G., & Azis, A. C. K. (2021). Tinjauan Hasil Gambar Ilustrasi Kartun dengan Objek Binatang. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 23(2), 302-318.Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.Sobur, Alek. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
KULOUK KERINCI DALAM KARYA MAHKOTA PUTAI Reno Nopia; Ahmad Akmal; Yuniarti Munaf
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 7, No 2 (2018): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v7i2.10974

Abstract

AbstrakKulouk merupakan  salah satu pelengkap pakaian berupa penutup kepala yang dipakai sebagai mahkota pengantin perempuan masyarakat Melayu Kerinci. Penciptaan karya dengan judul “Kulouk Kerinci dalam Karya Mahkota Putai” bertujuan untuk menghadirkan kembali makna filosofis tentang perempuan Kerinci yang terdapat pada kulouk Kerinci yaitu pada bagian lingkaran gelang dan tujuh kunci pada kulouk Kerinci menjadikan karakter perbedaan perempuan Kerinci dengan perempuan daerah lainnya. Hiasan pelengkap kulouk mengandung makna filosofis tentang peran perempuan KerinciLingkaran gelang dan tujuh kunci di sebelah kanan gelang kulouk mencerminkan sifat-sifat perempuan yang harus dijunjung tinggi oleh para perempuan dalam kehidupan masyarakat Kerinci. Kulouk Kerinci sebagai ide penciptaan karya seni dalam perancangan kreasi dalam bentuk mahkota putai sebagai salah satu karakter yang mewakili bentuk kulouk Kerinci.Metode yang dipakai untuk penciptaan karya yaitu melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan proses kreasi arstistik diantaranya eksperimen,perenungan serta pembentukan desain. Karya ini melahirkan penciptaan karya mahkota putai yangdirancang menjadi tiga bentuk desain yaitu difungsikan untuk perempuan remaja,  perempuan dewasa dan perempuan tua. Penciptaan karya memaknai perempuan yang diistimewakan, perempuan yang dijunjung tinggi mempunyai sifat dan peran perempuan yang terdapat pada kuloukKerinci.            Kata Kunci:Kulouk, Hiasan Kepala Perempuan, Kerinci. AbstractKulouk is one of the complementary clothing in the form of a head covering that is used as the crown of the Melayu Kerinci community bride. The creation of the work entitled "Kulouk Kerinci in Mahkota Putai's Work" aims to bring back the philosophical meaning of Kerinci women contained in Kerinci's kulouk in the circle section of the bracelet and the seven keys in the Kerinci kulouk make the character of Kerinci's women's differences with other regional women. Kulouk complementary decoration contains philosophical meaning about the role of Kerinci women. The circle of the bracelet and the seven keys to the right of the kulouk bracelet reflect the qualities of women that women must uphold in the life of the Kerinci community. Kulouk Kerinci as an idea of the creation of works of art in the design of creations in the form of a putai crown as one of the characters representing the form of Kerinci's kulouk. The method used for the creation of works is through observation, interviews, documentation and the process of artistic creation including experimentation, reflection and design formation This work gave birth to the creation of the Putai crown work which was designed into three forms of design, namely for young women, adult women and old women. Creation of works means women who are privileged, women who are upheld have the nature and role of women found in the Kerinci curriculum. Keywords:Kulouk, Headdress for Women, Kerinci
TRANSFORMATION OF TENGKULUK TANDUK WITH WEAVING TECHNIQUES Lidia Purnama Sari; Ahmad Akmal; Dharsono Dharsono
ARTISTIC : International Journal of Creation and Innovation Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.001 KB) | DOI: 10.33153/artistic.v2i1.3925

Abstract

Tengkuluk is one of the traditional clothing equipment (head cover) of a Bundo Kanduang (biological mother) in the Minangkabau tribe. Currently tengkuluk is rarely used in everyday life, only used in traditional events or other official activities. This reality encourages the creation of this tengkuluk work to be carried out. The method of creating works used consists of three stages, namely experimentation, reflection, and formation. The result of the creation of this work shows that the tengkuluk made with woven techniques and pandan leaf material and decorated with Swarovski looks practical and flexible when used by mothers and teenagers in their daily lives. This new creation in the form of the Koto Gadang tengkuluk expresses the meaning of philosophical values, namely the responsibility of women when they have married.
RAGAM HIAS MAKAM SYECH BURHANUDDIN ULAKAN KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS KABUPATEN PADANG PARIAMAN DALAM KAJIAN ESTETIKA VISUAL Wahyu Mulia; Ahmad Akmal; Harrisman Harrisman
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 3, No 1 (2016): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.178 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v3i1.542

Abstract

ABSTRACT             This article aims at revealing the visual aesthetic meaning of Syech Burhanuddin’s tomb decoration in Ulakan Pariaman. Syech Burhanuddin’s tomb is cultural artifact that becomes the historical evidence for the development of Islam in Minangkabau in the 17th century particularly in Ulakan. The motifs of decoration are inspired from nature namely the shape of plant distilled in the forms of leaf, rod/stem, flower bud and flower on the building of tomb block. The application of decoration motifs can be found on building parts such as on the tower peak, singok, building pole, bubungan and tomb’s wall that can give aesthetic value, beauty, and grandeur to that building. The tomb’s religious value and sanctity can be seen and sensed by people who come to do pilgrimage to the tomb of Syech Burhanuddin in Ulakan. This research is conducted by using qualitative approach because it is in accordance with its study that has descriptive characteristic. Keywords: decoration, Syech Burhanuddin’s tomb, visual aesthetics