Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Menguak Nilai Pendidikan Karakter Buku Bacaan Gerakan Literasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kelas Rendah Sekolah Dasar Winda Dwi Lestari; Atiqa Sabardila
DISASTRA: PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Vol 3, No 2 (2021): JULI
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/disastra.v3i2.4760

Abstract

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan buku bacaan non teks untuk anak sekolah dasar tingkatan kelas rendah secara digital dalam situs resmi gln.kemdikbud.go.id. Buku tersebut memuat nilai-nilai karakter sesuai misi bangsa yaitu mencerdasakan siswa secara karakter. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan nilai-nilai karakter yang terdapat pada buku bacaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kelas rendah dan mendeskripsikan kesesuaian penerapannya menurut Peraturan Menteri dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Nilai karakter dalam buku tersebut ditunjukkan melalui percakapan, tindakan atau jalan pikiran tokoh. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditandai dan catat. Nilai karakter menurut Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 dan Pusat Kurikulum dan Perbukuan digunakan sebagai landasan. Setelah data-data terkumpul, maka data tersebut siap untuk dianalisis. Teknik datanya menggunakan teknik menyimak, mencatat, dan menulis. Hasil penelitian diperoleh 9 nilai pendidikan karakter berupa 23 nilai peduli sosial, 10 nilai kerja keras, 9 nilai keagamaan, 2 nilai toleransi, 1 nilai peduli lingkungan, 1 nilai mandiri, 1 nilai cinta tanah air, 1 nilai tanggung jawab, dan 1 nilai gemar membaca. Nilai ini berkembang dari 5 nilai karakter utama karakter bangsa yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 seperti religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan berintegritas.
KAUM SUBALTERN DALAM NOVEL-NOVEL KARYA SOERATMAN SASTRADIHARDJA: SEBUAH KAJIAN SASTRA POSKOLONIAL (SUBALTERN IN NOVELS BY SOERATMAN SASTRADIHARDJA: A POST-COLONIAL LITERATURE STUDY) Winda Dwi Lestari; Sarwiji Suwandi; Muhammad Rohmadi
Widyaparwa Vol 46, No 2 (2018)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.456 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v46i2.175

Abstract

The research is originally inspired by the problem occurring on colonial era in Indonesia, especially Java area, which remains social strata differences problem in society i.e. native and colonial. Colonial creates hegemony which makes the native and the exile or known as subaltern. Colonizer portrays an ideology as if it takes side of the native. In contrarily it is as a mean to gain profit for the colonial. The research is based on theory developed by GayatriSpivak who proposes that the subaltern victims are mostly women. The research aims to describe how subaltern effort, especially women, in striving against colonizer oppression and also their culture i.e. Javanese culture. The method used in the research is descriptive method and content analysis technique. The result indicates that female character becomes subaltern as a result of marginalization, labeling, social status discrimination and applied customary law bond. Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan yang terjadi pada zaman penjajahan kolonial di Indonesia khususnya di daerah Jawa, yang meninggakan permasalahan adanya pembedaan strata sosial dalam masyarakat yaitu kaum pribumi dan kaum penjajah. Kaum penjajah menciptakan hegemoni yang membuat kaum pribumi seolah-olah hanya sebagai pengikut dan kaum buangan yang lebih di kena dengan kaum subaltern. Penjajah menanamkan ideologi yang seolah-olah berpihak kepada pribumi namun sebaliknya hal itu hanya sebagai sarana agar lebih menguntungkan penjajah. Penelitian ini berdasar pada teori yang dikembangkan oleh Gayatri Spivak yang menyatakan bahwa kaum subaltern yang banyak menjadi korban adalah perempuan. Penelitian ini bertujuan mendeskribsikan bagaimana upaya kaum subaltern khususnya perempuan dalam melawan ketertindasan dari penjajah dan juga  budayanya sendiri yaitu budaya Jawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik analisis isi (content analysis). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tokoh perempuan menjadi subaltern karena temarginalisasi, mendapat pelabelan, dimiskinkan secara status sosial dan ikatan hukum adat yang berlaku. 
Makna Prosesi Dan Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tradisi Lomban Kupatan Tayu Sita Nuraseh; Budi Waluyo; Winda Dwi Lestari
Piwulang Jurnal Pendidikan Bahasa Jawa Vol. 12 No. 2 (2024): Piwulang: Jurnal Pendidikan Bahasa Jawa
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/7hb2rn65

Abstract

This research aims to (1) describe the meaning of the Tayu Lombang Kupatan tradition procession and (2) identify the character education values ​​contained in the Tayu Lombang Kupatan tradition. This research was conducted in Sambiroto Village, Tayu District, Pati Regency, and at SMAN 2 Pati, located at Jl. A. Yani No.4, Winong, Pati District, Pati Regency. This research uses a qualitative descriptive method with Roland Barthes' semiotic approach. The data in this research are the processions and ubarampe in the Tayu race of Lemban Kupatan. The data sources in this research are the events of the implementation of the Limban Kupatan Tayu tradition, informants, and documents. The sampling technique in this research is purposive sampling. This research uses data collection techniques through interviews and document analysis. Test the validity of the data in this research using source and theory triangulation. Data analysis in this research uses data analysis techniques, according to Milles and Huberman. The results of this research show that the traditional Lomban Kupatan Tayu processions have connotative meanings. Likewise, in the ubarampe, the buffalo head is a symbol of the sub-district head and its residents, the goat head is a symbol of the village head and his residents, yellow rice is a symbol of gold, coconut leaves is a symbol of glory, banana leaves as a symbol of the strength of heart, ketupat as a symbol of mistakes, lepet as a symbol of close community relations, barong as a symbol of guidance, ingkung chicken. A symbol of the power of prayer, nasi uduk is a symbol of pleasure, and plantains symbolize gold. The character education values ​​contained in the Lombang Kupatan Tayu tradition are the principles of respect, the principle of harmony, the character of being wise, honest, self-aware, alert, forming excellent and correct morals and etiquette, and the moral of being careful. The results of this research are also relevant as teaching material for class, mainly expository texts.
PENA (Pena Edukasi Numerasi Asik) di SDN 23 AMPENAN Sebagai IMPLEMENTASI KAMPUS BERDAMPAK dalam PROGRAM ASISTEN MENGAJAR Muhammad Sobri; Ilham Handika; Astika Ilfa Nida; Pd, Lina Rahmatinnisa; Naola Salsabila; Salsabila Putri Ramdani; Winda Dwi Lestari
DEDIKASI : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 01 (2025): DEDIKASI : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : YAYASAN HAMJAH DIHA bekerjasama dengan PENA INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70004/dedikasi.v5i01.194

Abstract

Program PENA (Pena Edukasi Numerasi Asik) merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan di SDN 23 Ampenan sebagai implementasi dari program Kampus Berdampak dalam skema Asistensi Mengajar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan numerasi siswa sekolah dasar melalui pendekatan pembelajaran yang kontekstual, kreatif, dan menyenangkan. Permasalahan yang dihadapi sekolah mitra adalah rendahnya kemampuan numerasi siswa serta kurangnya variasi media pembelajaran yang mendukung pembelajaran matematika dasar. Kegiatan dilaksanakan melalui tiga tahapan utama, yaitu: perencanaan yang melibatkan penyusunan modul numerasi berbasis permainan dan konteks lokal; pelaksanaan melalui pembelajaran aktif di kelas menggunakan berbagai media konkret; serta evaluasi melalui pre-test dan post-test kemampuan numerasi, observasi, dan refleksi bersama guru. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam kemampuan numerasi siswa, meningkatnya motivasi belajar matematika, serta terbentuknya kolaborasi yang produktif antara mahasiswa, guru, dan dosen pembimbing lapangan. Program ini juga berhasil memperkuat peran perguruan tinggi dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan dasar secara langsung dan kontekstual. Oleh karena itu, PENA dapat dijadikan sebagai model praktik baik dalam penguatan numerasi di sekolah dasar, sekaligus memperkuat peran kampus sebagai agen perubahan dalam komunitas pendidikan.