Fitriani Amalia
Universitas Muhammadiyah Mataram

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KONSTRUKSI HUKUM ADAT DALAM MENENTUKAN KECAKAPAN HUKUM (STUDI DI MASYARAKAT ADAT DUSUN SADE LOMBOK TENGAH) Rena Aminwara; Nasri Nasri; Fitriani Amalia; Rina Rohayu Harun; Sahrul Sahrul; Anies Prima Dewi
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmk.v12i1.6207

Abstract

This study intends to describe legal skills in the prespective of indigenous people by photographing the implementation of merari’in sade community. This research is a normative legal by not putting aside empirical research conducted through library research and interviews, to be analyzed qualitatively based on legal, conceptual and socio legal aprroach. The result show that sade community tends to interpret a person’s legal maturity from the real aspect, namely the fullfilment of “aqil balig” indicator, which sade women are also skilled in weaving to strengthen the definiton of legal skills based on national laws such as marriage law. in addition, it is necessary to make legislative efforts to review the marriage law by making the values of local wisdom as a source of ideas so that national law does not exists in a vacuum due to its inability to respond to the values of life and apply around it.keyword : legal skill;, sade community; merari’ ABSTRAKPenelitian ini bermaksud mendeskripsikan kecakapan hukum dalam perspektif masyarakat adat dengan memotret penyelenggaraan merari’ di masyarakat Sade. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan tidak mengenyampingkan penelitian empiris yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif berdasarkan pendekatan undang-undang, konsep dan sosio-legal. Diperoleh hasil bahwa masyarakat Sade cenderung memaknai kedewasaan hukum seseorang dari aspek sesungguhnya yaitu terpenuhinya indikator aqil-baliq, yang perempuan Sade juga telah terampil dalam hal menenun untuk memperkuat definisi kecakapan hukum berdasarkan hukum nasional seperti Undang-Undang Perkawinan. Selain itu, perlu kiranya dilakukan upaya legislative review terhadap Undang-Undang Perkawinan dengan menjadikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber ide agar hukum nasional tidak berada di ruang hampa akibat ketidakmampuannya dalam merespon nilai-nilai yang hidup dan berlaku di sekelilingnya.
PENYULUHAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN DI KELURAHAN PAGESANGAN BARAT KECAMATAN SEKARBELA KOTA MATARAM Fitriani Amalia; Usman Munir; Hamdi Hamdi
Jurnal Pengabdian Ruang Hukum Vol 1, No 1 (2022): Januari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.301 KB)

Abstract

Pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan sesuai norma agama, norma hukum, dan norma social yang berkembang di dalam masyarakat. Upacara pernikahan mempunyai cara dengan mengusung tradisi dan ragam variasi masing- masing sesuai dengan agama, suku bangsa, budaya maupun kelas social. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang menyesuaikan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan atau keduanya yang memiliki usia dibawah 17 (tujuh belas) tahun baik pria maupun wanita. Pernikahan dini banyak atau marak terjadi di Indonesia, bahkan dalam era pandemic covid-19 ini pernikahan dini melebihi dari angka normal sebelum pendemik.Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah disebutkan bahwa usia pernikahan yang ideal adalah laki-laki di usia 21 tahun dan perempuan usia 19 tahun. Dengan adanya perubahan undang-undang nomor 1 tahun 1974 menjadi undang-undang nomor 16 tahun 2019 sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 22/PUU-XV/2017 tentang perubahan atas ketentuan pasal 7 undang-undang nomor 1 tahun 1974  maka usia yang diizinkan untuk melakukan perkawinan untuk laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun.