Articles
Perspektif Global Islam dan Pluralisme
Budhy Munawar Rachman
ILMU USHULUDDIN Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
Publisher : Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin (HIPIUS)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (10846.122 KB)
|
DOI: 10.15408/ilmu-ushuluddin.v1i3.1005
Theologically and historically, Islam can not be separated from other religions. However, the shape and style off the relationship in between them have taken place according to certain context and specific historical trajectory. Occasionally, this relationship was polemical, but more frequently it occurred in more dialogical nuance. Nevertheless, the principle of the relationship between Islam and other religions is similar, in the line of Qur'ānic teachings and as exemplified by the Prophet Muhammad in his life times, i.e. to affirm and respect other religions’ existence, and to bestow freedom that their followers could practice their faith respectively. This is as articulated by Dale F. Eickelman, a contemporary Islamicist, "The Qur'ān offers a distinctly modern perspective on the role of Islam as a force for tolerance and mutual recognition in a multiethnic, multicommunity world." This article proves that the Qur'ān accepts differences and diversities existing in human society; it even receives more specific views concerning to the plurality of believe and religious laws.
Fenomenologi Diri dan Konstruksi Sosial Mengenai Kebudayaan: Edmund Husserl dan Jejak-Jejaknya pada Maurice Merleau-Ponty dan Peter Berger
Budhy Munawar Rachman
ILMU USHULUDDIN Volume 1, Nomor 6, Juli 2013
Publisher : Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin (HIPIUS)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (13118.461 KB)
|
DOI: 10.15408/ilmu-ushuluddin.v1i6.1026
Edmund Husserl is wellknown as a person who created his own phenomology. This article articulates Husserl’s idea which has been continued by Maurice Merleau-Ponty in human affair, and by Peter Berger in the matter of social construction. Merleau-Ponty criticizes Descartes who separated between res extensa (body) and res cogitans (consciousness), and proposes a concept of human being as sspiritually-body (embodied spirit) and bodily-spiritual (spiritualized-body.) The main core of Merleau-Ponty’s philosophy is to see human being in the unity of body-soul-spirit at once, without separation. Whilst Berger views that human being actually forms his world by following tendency and development of his—apart from psychology—socio- culture. Thence culture becomes main key of Berger’s philosophy.
MASA DEPAN WAJAH ISLAM INDONESIA Kajian atas Islam Moderat-Progresif
Budhy Munawar Rahman
Nusantara Journal for Southeast Asian Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24014/nusantara.v15i1.10610
Tulisan ini secara umum akan membahas pemikiran dan gerakan kelompok yang disebut “Islam Moderat-Progresif” dan kelembagaan mereka—tempat di mana mereka menyemai ide-ide tentang Islam yang inklusif dan moderat, atau “Islam yang Ramah” (the Smiling Islam). Kelembagaan kalangan Islam Moderat-Progresif ini ada dalam pengaruh—langsung atau tidak langsung—orientasi pemikiran dan gerakan dua payung besar Islam Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU), yang biasa disebut “tradisionalis”, yang mengklaim memiliki 40 juta umat, dan Muhammadiyah, yang biasa disebut “modernis” yang mengklaim memiliki 30 juta umat. Jika digabung, NU dan Muhammadiyah mewakili 70 juta umat Islam di Indonesia. Kelompok Muslim lain tersebar dalam berbagai organisasi Islam yang lebih kecil seperti Persatuan Islam (PERSIS) dan Persatuan Umat Islam (PUI) di Jawa Barat, Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara Barat, Darul Dakwah wal Irsyad (DDI) di Sulawesi Selatan, Al-Kayrat di Sulawesi Tengah, Al-Washliyah di Sumatera Utara, Perti di Sumatera Barat, dan kelompok-kelompok tarekat yang berjumlah ratusan di seluruh Indonesia.
JALAN MENUJU METAFISIKA YANG INTEGRAL: Syarah Al-Isyarat wa at-Tanbihat: Al-Ilahiyah
Syihabul Furqon;
Budhy Munawar Rachman;
Mochamad Ziaul Haq
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 7, No 1 (2022): JAQFI VOL.7 NO. 1, 2022
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (507.836 KB)
|
DOI: 10.15575/jaqfi.v7i1.16277
Abstrak:Metafisika, sebagai filsafat pertama dicetuskan Aristoteles untuk menerangkan serangkaian genealogi realitas dari Yang Niscaya ke yang mungkin, dari Yang Universal ke yang partikular. Sehingga metafisika dalam duduk ini dipahami sebagai bagian penting dari filsafat spekulatif. Perspektif ini berubah saat peripatetisme memasuki dunia Islam. Perubahan ini ditandai dengan orientasi ulang isi metafisika dan pensejajarannya sebagai doktrin. Dalam perspektif filsafat perennial (philosophia perennis/al-hikmah al-khalidah) metafisika pada gilirannya dibaca berbeda dari filsafat sendiri. Bahkan ia dibedakan dari filsafat sejak dari isinya. Dalam telaah ini kami menemukan bahwa corak ini muncul semakin intens dalam filsafat Ibn Sina. Bahkan metafisikannya dalam Isyarat wa At-Tanbihat: Fi Al-Ilahiyyat (Isyarat dan Perhatian: Metafisika) menunjukkan tendensi atas metafisika yang integral. Bahkan pada doktrin mistisisme filosofis. Dalam batas-batas metode analisis isi (dengan interpretasi fenomenologi teks) melalui perspektif perennialisme inilah penelitian bertolak. Konklusinya bersifat afirmatif sejauh interpretasi dimungkinkan.
Tuhan dan Masalah Kejahatan dalam Diskursus Ateisme dan Teisme
Budhy Munawar-Rachman
FOCUS Vol. 3 No. 2 (2022): Focus
Publisher : Parahyangan Catholic University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (302.314 KB)
|
DOI: 10.26593/focus.v3i2.6081
Artikel ini mendiskusikan bagaimana kehendak bebas manusia telah mengantarkannya ke dalam kejahatan. Demikian karena dengan kehendak bebas, jelaslah bahwa Allah yang memberi kebebasan pada manusia itu berarti sekaligus dengan segala konsekuensinya, yaitu keleluasaan dalam memilih (free choice). Kajian ini bersifat investigasi filosofis seperti yang dilakukan oleh A. Plantinga dengan metode analisis tekstual. Kajian ini menemukan bahwa kebebasan yang diharapkan dapat membawa manusia kepada kebaikan-kebaikan dan perkembangan spiritual dirinya sebagai manusia, jelas mengandaikan kemungkinan penyalahgunaan kebebasan, hingga batas yang paling tidak masuk akal sekalipun, perbuatan-perbuatan irasional yang sangat kejam. Ada kejahatan yang menghasilkan konsekuensi yang melebihi dari yang diduga, tetapi ada juga kemungkinan manusia melakukan kejahatan yang memang sungguh-sungguh irasional yang dilakukan secara sadar.
Dinamika NU: Komitmen Kebangsaan, Semangat Kembali ke Khittah, serta Pemberdayaan Civil Society
Widarda, Dodo;
Rachman, Budhy Munawar
Jurnal Iman dan Spiritualitas Vol 3, No 3 (2023): Jurnal Iman dan Spiritualitas
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/jis.v3i3.30391
Sebagai kekuatan yang berbasis masyarakat sipil di Indonesia, NU merupakan representasi Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan gerakan konkrit dalam proyeksi membangun dan mengembangkan kesadaran spiritual dan sekaligus transformasi sosial. Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan dengan menggunakan landasan “Metodologi Penelitian Sosial Keagamaan” untuk memperoleh kejelasan permasalahan yang berkaitan dengan realitas sosial agama. Dalam rangka memotret gerakan sosial, artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) dalam pemberdayaan Masyarakat Sipil di Indonesia dan didasari oleh sejumlah pertanyaan, apa bentuk komitmen dan semangat kebangsaan. “Kembalinya Khittah” NU sebagai pintu masuk Civil Movement Society di Indonesia? Apa peran Gus Dur – semangat transformasi sosial di NU – dalam pemberdayaan masyarakat sipil? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa NU mempunyai kemampuan mendialogkan antara agama dan realitas kehidupan bernegara. Padahal, NU merupakan elemen kekuasaan di luar negara dan berada di tengah-tengah masyarakat sipil, dan semangat “Kembali ke Khittah” yang bergaung sejak tahun 1984, telah menemukan pijakan untuk menyemaikan gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Dalam kurun waktu sejarah tertentu, NU di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid mampu menunjukkan vitalitas dan energinya yang besar, menjadi kekuatan masyarakat sipil di Indonesia dan menjadi “penyeimbang” kekuatan hegemonik negara. Namun, ketika ia menjadi presiden, transformasi sosial yang diartikulasikan melalui pemberdayaan masyarakat sipil berbasis komunitas pedesaan mengalami stagnasi karena energi NU kembali tersedot oleh pilihan politik praktis untuk menjauhkan Abdurrahman Wahid dari kekuasaan.
Nurcholish Madjid's Multiperspective Neuroparaemiophenomenology of Love
Kao, Tzu-Jen;
Anurogo, Dito;
Rachman, Budhy Munawar;
Ikrar, Taruna
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33086/jic.v4i1.2966
Unification theory seeks to gain a comprehensive understanding of something. The goal of unification theory is to bring together multiviews on love. If “Love” is not understood from multiple perspectives, it will be difficult to understand and easy to misinterpret. This paper expresses Nurcholish Madjid's "Love" thoughts based on his works. Given the scope of the issue, Love will be examined through the lens of neuroparemiofenomenology, or the collaboration of neuroscience, paremiology, and phenomenology. The term "Love" was searched using "Nurcholish Madjid's Complete Works," edited by Dr. Budhy Munawar-Rachman. The neuroparemiopheno menological perspective is hoped to reveal the fundamental meaning of "love" in a comprehensive and complete manner. Teori unifikasi berusaha untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu. Tujuan dari teori unifikasi adalah untuk menyatukan berbagai pandangan tentang cinta. Cinta akan sulit dipahami dan mudah disalahtafsirkan bila tidak dimengerti melalui multiperspektif. Tulisan ini mengungkapkan pemikiran "Cinta" ala Nurcholish Madjid berdasarkan karya-karyanya. Mengingat luasnya problematika, maka Cinta akan dibahas berdasarkan perspektif neuroparemiofenomenologi, yakni: kolaborasi antara neurosains, paremiologi, dan fenomenologi. Terminologi "Cinta" dicari berdasarkan "Karya Lengkap Nurcholish Madjid" dengan Dr. Budhy Munawar-Rachman selaku ketua penyunting. Diharapkan perspektif neuroparemiofenomenologi dapat mengungkapkan makna fundamental "cinta" secara komprehensif dan paripurna.
MEMBANGUN MANUSIA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN NILAI PANCASILA
Rachman, Budhy Munawar
Jurnal Pembumian Pancasila Vol 4 No 1 (2024): Pancasila Leistar Dinamis
Publisher : Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
“Aku ingin membentuk suatu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua masyarakat Indonesia yang beraneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk pula di dalamnya, yang diterima oleh saudara-saudara beragama Islam, yang beragama Kristen, Katolik, yang beragama Kristen protestan, yang beragama Hindu Bali, dan saudara-saudara agama lain, yang bisa diterima oleh saudara-saudara yang adat istiadatnya begitu, dan yang bisa diterima oleh sekalian Saudara”.
Moralitas Agama dalam Krisis Lingkungan: Membangun Kesadaran Ekologis untuk Masa Depan Berkelanjutan
Rachman, Budhy Munawar
MAARIF Vol 19 No 1 (2024): Beragama di Bumi
Publisher : MAARIF Institute
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.47651/mrf.v19i2.261
This article explores the relationship between religion and ecology in addressing the urgency of the global environmental crisis. A reflective and analytical approach demonstrates that religious values, such as moral and spiritual responsibility towards nature, can play a crucial role in enhancing ecological awareness and motivating collective sustainable actions. Based on a review of various religious values and traditions, the article identifies three key findings: (1) religious teachings can strengthen intergenerational responsibility in environmental preservation; (2) integrating religious values with ecological principles creates a more effective holistic approach to mitigating environmental crises, and (3) interfaith and interdisciplinary collaboration catalyzes significant social change. The article’s contribution lies in expanding the academic discourse on ecology by highlighting spirituality’s role as a vital component of sustainability strategies. By combining religious and scientific perspectives, it offers a framework to address contemporary and future environmental challenges.
JALAN MENUJU METAFISIKA YANG INTEGRAL: Syarah Al-Isyarat wa at-Tanbihat: Al-Ilahiyah
Furqon, Syihabul;
Rachman, Budhy Munawar;
Haq, Mochamad Ziaul
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol. 7 No. 1 (2022): JAQFI VOL.7 NO. 1, 2022
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/jaqfi.v7i1.16277
Abstrak:Metafisika, sebagai filsafat pertama dicetuskan Aristoteles untuk menerangkan serangkaian genealogi realitas dari Yang Niscaya ke yang mungkin, dari Yang Universal ke yang partikular. Sehingga metafisika dalam duduk ini dipahami sebagai bagian penting dari filsafat spekulatif. Perspektif ini berubah saat peripatetisme memasuki dunia Islam. Perubahan ini ditandai dengan orientasi ulang isi metafisika dan pensejajarannya sebagai doktrin. Dalam perspektif filsafat perennial (philosophia perennis/al-hikmah al-khalidah) metafisika pada gilirannya dibaca berbeda dari filsafat sendiri. Bahkan ia dibedakan dari filsafat sejak dari isinya. Dalam telaah ini kami menemukan bahwa corak ini muncul semakin intens dalam filsafat Ibn Sina. Bahkan metafisikannya dalam Isyarat wa At-Tanbihat: Fi Al-Ilahiyyat (Isyarat dan Perhatian: Metafisika) menunjukkan tendensi atas metafisika yang integral. Bahkan pada doktrin mistisisme filosofis. Dalam batas-batas metode analisis isi (dengan interpretasi fenomenologi teks) melalui perspektif perennialisme inilah penelitian bertolak. Konklusinya bersifat afirmatif sejauh interpretasi dimungkinkan.