Rajuddin Rajuddin
Division of Reproductive Endocrinology Fertility Departement of Obsterics and Gynecology

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Management of adenomyosis in infertile women: comparison between laparotomic resection and administration of aromatase inhibitor (Experience in 55 cases) Rajuddin, Rajuddin; Jacoeb, T. Z.
Medical Journal of Indonesia Vol 15, No 1 (2006): January-March
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.361 KB) | DOI: 10.13181/mji.v15i1.209

Abstract

The objective of this study was to observe the results of adenomyosis mangement with resection and administration of aromatase inhibitor. Cases of ademyosis in infertile women were collected for three years (January 1999 to December 2001) and the diagnoses were confirmed using transvaginal USG. Cases were grouped into two groups, i.e. group 1 (undergoing laparotomic resection) and group 2 (receiving treatment with aromatase inhibitor of anastrozole). Both groups were evaluated for changes in clinical symptoms, rate of successful pregnancy, and postoperative recurrency rate. During three years as many as 1619 infertility cases were managed, and among which 66 (4.07%) cases of adenomyosis were diagnosed with transvaginal USG. As many as 55 cases were analyzed, i.e., 32 cases underwent resection and 23 cases received aromatase inhibitor. Of 32 cases of surgical resection, the histopathological results showed 30 (93.75%) cases of adenomyosis and 2 (6.25%) cases of uterus myoma. In the group undergoing resection three cases (9.4%) were successfully pregnant, i.e., two cases had live birth, one case ended up with 6-week abortion. Moreover, 25 (78.1%) cases were not pregnant and 4 (12.5%) cases had recurrency, while 24 (75.35%) cases experienced disappearance of symptoms yet not pregnant. On the other hand, of 23 cases in the group receiving aromatase inhibitor 2 (8.6%) cases were able to be pregnant, one case had live birth and another case ended up with abortion, while 14 (59.1%) cases had disappearance of symptoms yet not pregnant. During three months of treatment with aromatase inhibitor, a reduction in the lesion size between 7.31 mm3 and 25.90 mm3 were observed with CI 95% (p < 0.001). In conclusion, treatment with aromatase inihibitor did not heal lesions, but only reduced the size of adenomyosis lesions. On the other hand, resection could heal lesions, yet recurrency of disease may occur (12.5%) after one postoperative year. (Med J Indones 2006; 15:18-23) Keywords: adenomyosis, resection, aromatase inhibitor, anastrozole
Penanganan Adenomiosis dengan Reseksi Laparotomik pada Perempuan Infertil (Pengalaman pada 32 kasus) RAJUDDIN, RAJUDDIN; JACOEB, T. Z.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 32, No. 1, January 2008
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.463 KB)

Abstract

Tujuan: Untuk melihat hasil tatalaksana pengobatan adenomiosis dengan reseksi. Rancangan/rumusan data: Kajian retrospektif deskriptif. Tempat: Klinik Fertilitas dan Menoandropause SamMarie Jakarta. Bahan dan cara kerja: Dikumpulkan kasus adenomiosis pada perempuan infertil selama tiga tahun (Januari 1999 sampai Desember 2001) yang diagnosis ditegakkan dengan USG transvaginal. Kasus dilakukan reseksi secara laparotomi dan dilakukan pemeriksaan Patologi anatomi sebagai diagnosis pasti adenomiosis uteri. Dan pascareseksi dinilai perubahan gejala klinis, angka keberhasilan hamil dan laju kekambuhan. Hasil: Selama 3 tahun ditangani 1619 kasus infertilitas dan terdapat 66 (4,07%) kasus adenomiosis yang didiagnosis dengan USG trasvaginal. Sebanyak 32 kasus dilakukan tindakan operasi reseksi dengan hasil histopatologi menunjukkan 30 (93,75%) kasus adenomiosis dan 2 (6,25%) kasus mioma uteri. Yang berhasil hamil adalah 3 (9,4%) kasus yaitu dua kasus melahirkan hidup, satu kasus berakhir dengan abortus 6 minggu. Dan 25 (78,1%) kasus tidak hamil dan 4 (12,5%) kasus terjadi kekambuhan penyakit. Hilang gejala tapi tidak hamil 24 (75,35%) kasus. Kesimpulan: Pengobatan adenomiosis dengan reseksi dapat menyembuhkan lesi dan dapat terjadi kehamilan. Kekambuhan penyakit dapat terjadi setelah satu tahun pascareseksi. [Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-1: 22-5] Kata kunci: adenomiosis, reseksi, infertil
The Association of Acceptance Family Planning Acceptor to Contraceptive Tools Interest Usage in the Uterine (IUD) Rajuddin, Rajuddin; Fauzan, Fauzan
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume 7, No. 1 January 2019
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.94 KB) | DOI: 10.32771/inajog.v7i1.829

Abstract

Abstract Objective:to determine acceptance of family planning acceptors from age, numbers ofparity, mother education, spouse’s support, mother's culture and religion, maternalknowledge, gestational age, family income and number of living children to the IUD usage interest in dr. Zainoel Abidin General Hospital (RSUDZA) Banda Aceh. Method: This research wasa correlative design with analytical survey method with cross sectional approach. 286 respondents were interviewed and filled out a questionnaire that has been prepared, consist ofpatients in the clinic, Emergency Unit, and Delivery Room Hospital RSUDZA Banda Aceh. The data taken related tofactors influencing the acceptance of the family planning acceptors against the IUD usage interests. This study was conducted duringSeptember 18 th to October 18 th 2017. Results: The chi-square test result showed that there was a significant correlation between family planning acceptor from previous pregnancy distance and IUD usageinterest in RSUDZA Banda Aceh where p-value (0.088) <α (0.1). There was a significant correlation between maternalknowledgeand IUD usage interest in RSUDZA Banda Aceh where p-value (0.067) <α (0.1). Conclusion: Bivariate analysis results showed there was a strong relationship between previous pregnancy distance and maternal knowledgetoIUD usage interest in RSUDZA Banda Aceh. Keywords:acceptor family planning, acceptance factor, IUD   Abstrak Tujuan:untuk mengetahui hubungan penerimaan akseptor KB dari faktor usia, jumlah paritas, pendidikan ibu, izin suami, budaya dan agama ibu, pengetahuan ibu, jarak usia kehamilan, pendapatan keluarga dan jumlah anak hidup terhadap minat penggunaan AKDR di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Metode:Penelitian ini menggunakan desain korelatif dengan metode penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Terdapat 286 responden yang telah diwawancarai dan mengisi kuisioner yang telah disediakan, terdiri dari pasien-pasien di poliklinik, Instalasi Gawat Darurat, dan kamar bersalin RSUDZA Banda Aceh. Data yang diambil mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi peneriman akseptor KB terhadap minat penggunaan AKDR. Penelitian ini dilakukan dalam kurun periode tanggal 18 September sampai 18 Oktober 2017. Hasil: uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan secara signifikan penerimaan akseptor KB dari faktor jarak kehamilan ibu sebelumnya terhadap minat penggunaan AKDRdimana p-value (0,088) <α (0,1). Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan terhadap minat penggunaan AKDRdi RSUDZA Banda Aceh dengan nilai p-value (0,067) <α (0,1) Kesimpulan: Hasil analisis bivariat didapatkan terdapat hubungan yang kuat antara jarak kehamilan ibu dan pengetahuan ibu terhadap minat penggunaan AKDR di RSUDZA Banda Aceh. Kata kunci: akseptor KB, AKDR, faktor penerimaan
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI DEPO MEDROKSIPROGESTERON ASETAT (DMPA) DENGAN OBESITAS Suciana, Suciana; Rajuddin, Rajuddin; Gani, Azhari
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 3: No. 1 (Mei, 2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.006 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v3i1.448

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi DMPA dengan obesitas. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analitik cross sectional  terhadap 78 responden. Untuk mengukur lamanya penggunaan kontrasepsi DMPA digunakan kuesioner dan untuk mengukur obesitas dilakukan pengukuran BMI. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan CI 95% dan ? = 0,05. Sebanyak 20,5% akseptor kontrasepsi DMPA dengan lama penggunaan DMPA 3-18 bulan mengalami obesitas, sedangkan akseptor yang menggunakan kontrasepsi DMPA >18 bulan sebanyak 59% mengalami obesitas dengan p value 0,001. Terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi DMPA dengan obesitas.
ETIK, HUKUM DAN SOSIAL PADA PENANGANAN INFERTILITAS Rajuddin, Rajuddin; Baziad, Ali
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 3: No. 1 (Mei, 2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.45 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v3i1.435

Abstract

Pasangan suami isteri akan menempuh segala cara untuk mendapatkan keturunan, karena keturunan adalah anugerah yang dititipkan tuhan kepadanya. Bila pasangan suami isteri sudah berusaha tetapi keturunan belum mereka peroleh atau disebut infertilitas, maka usaha untuk memperoleh keturunan akan dilakukan mulai dari  teknik sederhana sampai yang menggunakan teknologi yang canggih serta modern, namun tetap saja angka keberhasilan nya masih rendah. Dewasa ini telah diciptakan suatu metode untuk membantu para pasutri mendapatkan keturunan, yaitu dengan cara   Assisted Reproductive Technology (ART), atau artinya dalam bahasa Indonesia Teknologi Reproduksi Berbantu. Salah satu metode ART adalah in vitro fertilization (IVF), atau yang dikenal dikalangan dokter maupun orang awam adalah Bayi Tabung . Dari semua cara penanganan infertilitas, maka ART banyak menimbulkan masalah etik, hukum dan sosial.  
PENGARUH EKSTRAK BUAH TOMAT (LYCOPERSICUM ESCULENTUM L.) TERHADAP KADAR HORMON TESTOSTERON TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS L.) YANG DIBERI PAKAN TINGGI KOLESTEROL Wulandari, Firstia Ritri; Mamfalutfi, Teuku; Dasrul, Dasrul; Rajuddin, Rajuddin
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 2: No. 2 (November, 2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.631 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v2i2.412

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah tomat (Lycopersicum esculentum L.) terhadap kadarhormontestosterontikus putih (Rattus novergicus L.) yang diberi pakan tinggi kolesterol. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik jenis Posttest Only Control Group Design, dengan menggunakan 30 ekor tikus putih jantan yang dibagi secara acak dalam lima kelompok perlakuan masing-masing,1) kelompok kontrol negatif(KN)tikus diberi pakan standar, 2) kelompok kontrol positif (KP)tikus diberi pakan tinggi kolesterol, 3) kelompok tikus yang diberi pakan tinggi kolesterol dan eksrak tomat 25 mg/kgBB/hari (D1), 4) kelompok tikus yang diberi pakan tinggi kolesterol dan ekstrak tomat dosis 50 mg/kgBB/hari (D2) dan 5) kelompok tikus yang diberi pakan  tinggi kolesterol dan, ekstrak tomat dosis 100 mg/kgBB/hari (D3) selama 60 hari. Koleksi sampel darah dilakukan melalui vena orbitalis menggunakan mikropipet. Pengukuran kadar testosteron darah tikus dilakukan dengan menggunakan metode Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Data dianalisis dengan uji statistik non parametric menggunakan uji Kruskall Wallis dan di lanjutkan dengan uji Mann-Whitney.Hasil  penelitian menunjukkan  pemberian ekstrak tomat dapat meningkatkan kadar hormon testosteron darah tikus putih yang diberi pakan tinggi kolesterol seiring dengan tingkat dosis yang diberikan. Pemberian ekstrak tomat dosis 100 mg/kgBB/hari (D3)berbeda secara nyata (p<0,05)dibandingkan dengan kontrol positif (KP)., ekstrak tomat dosis 25 mg/kgBB/hari (D1)dan ekstrak tomat dosis 50 mg/kgBB/hari (D2)., namun tidak berbeda dengan kontrol negatif (KN). Pemberian ekstrak tomat dapat meningkatkan kadar hormon testosteron serum darah tikus putih yang diberi pakan tinggi kolesterol. 
DISORDER OF SEX DEVELOPMENT : AMBIGUOUS GENITALIA, PARTIAL ANDROGEN INSENSITIVITY SYNDROME Rajuddin, Rajuddin; Fauzan, Fauzan
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 3: No. 2 (November, 2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (39.936 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v3i2.432

Abstract

Disorders of sex development (DSDs) also known as ?intersex? are congenital condition by mismatch in which chromosomal, gonadal and anatomical. One in 4.500 infants is born with abnormalities of External genitalia, and mostly unexplained in molecular term. Androgen Insensitivity Syndrome (AIS) is a common cause of DSDs. Partial Androgen Insensitivity Syndrome (PAIS) is one of three broad subdivided phenotypes of AIS. Typically, characterized by evidence of feminization (i.e., undermasculinization) of the external genitalia at birth, abnormal secondary sexual development in puberty, and infertility in individuals with a 46,XY karyotype. In males characterized, Pais is common to observe a micropenis, hypospadias, and cryptorchidism. Individuals with PAIS that are characterized as women have been observe to have clitoromegaly and a fused labia during puberity . We reported a 13 year old child, with chief complaint primer amenorrhea. The patient admit as a girl but not yet got her menstruation. Patient was referred by Endocrinology Fertility and Reproductive Consultant of OBGYN, that has done Cromosomal and Hormonal analysis. We perform a laparascopy Exploratif and we get no uterus, fallopian tubal and ovarium that are exist. But, we found testis in inguinal canal.  Decision regarding gender assignment are still confronted between patient?s Family and medical staff. The prognosis is depends on the ambiguity of genital, Physical, and Physicosocial adjustment for sex assignment.
RUPTUR UTERI SEBAGAI KOMPLIKASI TOLAC PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI Rajuddin, Rajuddin; Komalasari, Komalasari; Roziana, Roziana
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 4: No. 2 (November, 2018)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.574 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v4i2.1042

Abstract

Ruptur uteri inkomplit secara klinis signifikan terjadi setelah persalinan caesar sebelumnya dan merujuk pada gangguan lengkap dari semua lapisan uterus, kecuali serosa. Meskipun kejadiaanya sangat jarang, kurang dari 1% dari seluruh uji coba persalinan setelah kelahiran sesar (TOLAC). Komplikasi ini dapat memberikan outcome buruk termasuk komplikasi yang berhubungan dengan perdarahan berat, laserasi kandung kemih, histerektomi, dan morbiditas neonatal yang terkait dengan hipoksia intrauterin. Ruptur uteri inkomplit merupakan salah satu komplikasi TOLAC yang harus segera dikenali agar mendapatkan outcome maternal dan fetal yang lebih baik. Kami melaporkan satu kasus ruptur uteri inkomplit sebagai komplikasi TOLAC pada wanita multipara (G2P1A0) berusia 33 tahun hamil 39-40 minggu dengan ketuban pecah dini. Pasien menolak untuk terminasi kehamilan melalui tindakan seksio sesaria dan diputuskan untuk menjalani TOLAC dengan skor VBAC (Vaginal birth after cesarean delivery) adalah 2 (60%) dan skor Weinstein 4 (58%). Ketika observasi kemajuan persalinan pasien mengalami nyeri perut hebat, kontraksi hipertonik tanpa kelainan denyut jantung janin dan tanpa ring bundlesign. Pasien kemudian menjalani terminasi kehamilan perabdominal. Temuan intraoperatif menunjukkan suatu hematoma di bawah lapisan serosa sebagai akibat dari ruptur uterus inkomplit hingga ke lateral kiri. Setelah menjalani tindakan SC(Sectio Caesarea), ibu dan bayi dalam kondisi yang baik. Ruptur uteri inkomplit terjadi pada sekitar kurang dari 1% dari pasien yang menjalani TOLAC. Ketuban pecah dini yang terkait dengan abruptio plasenta dapat menjadi risiko terjadinya komplikasi ruptur uteri pada TOLAC. Namun, hal ini masih membutuhkan penelitian lanjutan. Sebagian besar ruptur uteri inkomplit asimptomatis atau menunjukkan gejala yang tidak khas. Pengenalan awal kondisi ini dapat menghasilkan outcome maternal dan fetal yang lebih baik.
MANAGEMENT PLACENTA PERCRETA SUCCESFULLY WITH TOTAL ABDOMINAL HYSTERECTOMY. A CASE REVIEW : Rajuddin, Rajuddin; Roziana, Roziana; Munawar, Munawar; Iqbal, Muhammad
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 5: No. 1 (Mei, 2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.31 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v5i1.1628

Abstract

Background: Placenta accreta spectrum is one of the most serious complications of placenta previa and is frequently associated with severe obstetric hemorrhage usually necessitating hysterectomy. The management of placenta accrete spectrum will be discussed here and is essentially the same. The following discussion of management of placenta accreta spectrum applies to all depths of placental invasion. Incidence: In 1950 placentaaccreta was rare, occurring 1 in 30.000 deliveries in the United States. Duringbetween 2008 and 2011 in a cohort of over 115.000 deliveries in 25 hospitals in the United States reaching 1 in 731 deliveries. The marked increase has been attributed to the increasing prevalence of cesarean delivery in recent decades.The incidence of placenta accreta spectrum will also increase due to increasing of caesarean section rate. Case: Mrs.44 yo, G3P2 36-37weekslive, previous cesarean section 2 time,placenta previa totalis, placenta percreta. She?s comes with a chief complaint of lower abdominal cramps, patients regularly antenatal care at obstetrician. Ultrasound finding, a single fetus lives at transvers lie, dorso superior, corresponding to 36-37 weeks, placenta previa, placenta percreta (PAI:83%). This patient planned for elective conservative surgery management, due to cesarean section and or cesarean hysterectomy. Discussion:Surgical conservative management giving birth a baby without a placenta, followed by a hysterectomy, has been shown to reduce the risk of bleeding and the need for blood transfusion. The discovery of placenta accreta spectrum earlier when antenatal care, better birth planning than multidisciplinary science includedfetomaternal, gyneco-oncologist, anesthesiologist, thorac& cardiovascular surgeon, radiology intervention, intensivist - obstetric intensive care, urologist and neonatology can determine the success of handling cases of placenta accreta spectrum so as to reduce maternal, fetal morbidity and mortality. Conclusions:  The discovery of placenta accreta spectrum earlier when antenatal care, planning delivery is better than multidisciplinary science. Management with corporal incisions away from placental implantation, giving birth baby without a placenta, followed by a hysterectomy, has been shown to reduce the risk of bleeding and the need for blood transfusion.
HUBUNGAN KADAR PROGESTERON DAN β-HCG DENGAN ABORTUS PADA KEHAMILAN ≤ 12 MINGGU DI KLINIK RASI BANDA ACEH Rajuddin, Rajuddin; Rini, Riska Firda; Nurjannah, Nurjannah
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol. 2: No. 2 (November, 2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.277 KB) | DOI: 10.29103/averrous.v2i2.409

Abstract

AbstrakProgesteron dan ?-hCG sangat berperan penting untuk mempertahankan kehamilan, terutama pada awal kehamilan sehingga rendahnya kadar progesteron dan kadar ?-hCG diduga dapat menyebabkan terjadinya abortus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar progesteron dan kadar ?-hCG dengan kejadian abortus. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kohort retrospektif. Subjek penelitian terdiri atas 70 orang ibu hamil yang berobat ke praktik Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fertilisasi dan Endokrinologi Reproduksi di Klinik Rasi Banda Aceh. Penelitian ini dianalisis dengan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan p ? 0,05 dan perhitungan resiko relatif. Dari hasil penelitian didapatkan kejadian abortus sebanyak 27,1% (19 orang). Pada pasien yang mengalami abortus kadar progesteron rata-rata (cut point) adalah 18,58 ng/ml dan kadar ?-hCG rata-rata (cut point) adalah 22.714 mIU/ml. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh hasil yaitu ada hubungan antara kadar progesteron (p=0,005) dan kadar ?-hCG (p=0,006) dengan kejadian abortus. Pasien dengan progesteron rendah akan mengalami resiko abortus 5,7 kali dan pasien dengan ?-hCG rendah akan mengalami resiko abortus 2,8 kali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kadar progesteron dan kadar ?-hCG dengan kejadian abortus pada ibu hamil dengan usia kehamilan ?12 minggu.