Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PERANAN MEDICAL MINISTRY DALAM MENINGKATKAN MAKNA HIDUP (MEANING IN LIFE) PADA INDIVIDU DENGAN DISABILITAS FISIK KARENA KECELAKAAN (STUDI DI PANTI SOSIAL X) Lestari, Ade; Mar’at, Samsunuwijati; Kartasasmita, Sandi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.931

Abstract

Disabilitas yang disebabkan kecelakaan diyakini dapat memberikan pengalaman negatif bagi individu yang mengalaminya, berupa hilangnya semangat, rasa tidak berharga, bahkan keinginan untuk mengakhiri hidupnya di dunia. Namun dengan kondisi serupa, ditemukan ada contoh individu disabilitas yang tetap produktif, bahkan berprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran apakah makna hidup menjadi kunci utama yang menyebabkan respon berbeda pada individu disabilitas. Menggunakan pendekatan medical ministry, individu disabilitas dibimbing untuk dapat menghayati pengalaman tragis yang tidak terhindarkan ini dengan memanfaatkan kemampuan mengambil sikap (attitudinal value) dan proses transedensi diri yang merupakan ciri khas dari penerapan metode medical ministry. Transedensi diri merupakan kemampuan untuk menyadari dan menilai keadaan “masa lalu dan saat ini”, untuk kemudian mengaitkannya dengan sesuatu yang bermakna di “luar dirinya dan di masa depan”. Desain penelitian menggunakan kuasi-eksperimen dengan tipe one group design dan mixmethod. Pemilihan sampel dilakukan tanpa memiliki probabilitas yang sama, melibatkan dua pria dan satu wanita, dengan kisaran usia 25-53 tahun, yang terdaftar sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) X yang berlokasi di Cengkareng. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan 20-40 skor makna hidup yang diukur menggunakan Purpose in Life Test, dan seluruh subyek melaporkan perubahan perasaan positif, berupa rasa semangat menjalani kehidupannya, menilai diri berharga, dan keinginan mengembangkan diri untuk menjadi produktif
PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF PEMBELIAN PRODUK KOSMETIK PADA WANITA DEWASA AWAL Octaviani, Cecilia; Kartasasmita, Sandi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.948

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh antara konsep diri dengan perilaku konsumtif pembelilan produk kosmetik pada wanita dewasa awal. Konsep diri dalam penelitian ini berdasarkan teori dari William H. Fitts (dalam Agustiarini, 2006) sedangkan perilaku konsumtif berdasarkan teori dari Sumartono (2002). Penelitian ini melibatkan 385 responden berjenis kelamin wanita dalam rentang usia 18 hingga 40 tahun, yang berdomisili di Jakarta. Penyebaran data dilakukan melalui kuesioner baik secara manual dan online. Pengolahan data dilakukan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 16.0. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari konsep diri terhadap perilaku konsumtif pembelian kosmetik pada wanita dewasa awal di Jakarta, dengan nilai R = 0.081 dan R2 = 0.006. Nilai R2 = 0.006 mengandung pengertian bahwa hanya terdapat 0.6% sumbangan pengaruh konsep diri terhadap perilaku konsumtif, sedangkan sisanya sebesar 99.4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.Kata kunci: perilaku konsumtif, konsep diri, kosmetik, wanita dewasa awal
Dukungan Internal atau Eksternal; Self-Compassion dan Perceived Social Support Sebagai Prediktor Stres Lim, Maria Theresia Astrid Felicia; Kartasasmita, Sandi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.1587

Abstract

The purpose of this study is to find out which variable is more accurate at predicting stress caused by daily hassles in university students; self-compassion or perceived social support. Stress is a condition that arise when individuals perceive that there is a discrepancy between the experienced demands and the resources needed to fulfill these demands. Daily hassles are everyday demands or problems that are irritating, trigger frustration, and cause stress. Self-compassion is the attitude of treating yourself well, understanding, supporting, and full of compassion. Perceived social support is an individual perception that social support will be available when needed, and make individuals feel that other people love, care, and respect said individual. The participants for this study are 573 students aged 17 to 26 years. Measuring instruments used consist of the Perceived Stress Scale-10, Self-Compassion Scale, and Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Data analysis was performed by multiple regression analysis technique. The result of the study shows several findings. First, the self-compassion variable is more accurate  at predicting stress caused by daily hassles compared to perceived social support variable. Second, the dimension of self-compassion is the strongest predictor of stress because daily hassles are the dimension of isolation. Third, the source of perceived social support that is most able to predict stress due to daily hassles is the perceived social support from friends.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabel mana yang lebih kuat memprediksi stres yang disebabkan daily hassles pada mahasiswa; self-compassion atau perceived social support. Stres merupakan kondisi yang dihasilkan saat individu mempersepsikan bahwa terdapat diskrepansi antara tuntutan-tuntutan yang dialami dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Daily hassles merupakan tuntutan atau masalah sehari-hari yang menjengkelkan, memicu frustrasi, dan menyebabkan stres. Self-compassion merupakan sikap memperlakukan diri sendiri dengan baik, pengertian, mendukung, dan penuh kasih sayang. Perceived social support merupakan persepsi individu bahwa dukungan sosial akan diterima saat diperlukan, dan membuat individu merasa orang lain cinta, sayang, peduli, dan menghargai individu tersebut. Partisipan penelitian merupakan 573 mahasiswa berusia 17 hingga 26 tahun. Alat-alat ukur yang digunakan terdiri dari Perceived Stress Scale-10, Self-Compassion Scale, dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Analisis data dilakukan dengan teknik analisa regresi ganda. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal. Pertama, variabel self-compassion lebih kuat memprediksi stres yang disebabkan daily hassles dibandingkan dengan variabel perceived social support. Kedua, dimensi self-compassion yang paling kuat memprediksi stres karena daily hassles adalah dimensi isolation. Ketiga, sumber perceived social support yang paling mampu memprediksi stres karena daily hassles adalah perceived social support yang didapatkan dari teman. 
PENERAPAN GROUP GESTALT THERAPY BAGI WARGA BINAAN LAPAS NARKOTIKA X YANG MENGALAMI KECEMASAN MENJELANG BEBAS Konghoiro, Imelda; Kartasasmita, Sandi; Subroto, Untung
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.921

Abstract

Selama menjalani masa pidana di lapas, warga binaan (tahanan) akan kehilangan hak kebebasan sehingga kebebasan dari masa pidana merupakan hal yang sangat ditunggu oleh warga binaan. Namun tidak sedikit warga binaan merasakan kecemasan karena bingung menghadapi masa depan saat kembali berada di tengah masyarakat terutama ketika harus menghadapi pandangan negatif dari masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan terapi untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh warga binaan. Terdapat beberapa teknik terapi untuk mengatasi kecemasan, salah satunya adalah terapi kelompok gestalt. Tujuan terapi kelompok ini untuk mengurangi kecemasan warga binaan dengan mengaplikasikan terapi kelompok gestalt. Terapi ini mampu mengatasi perasaan yang belum selesai (unfinished problems) yaitu kecemasan warga binaan menjelang kebebasan dengan lingkungannya masingmasing dengan menerapkan teknik kursi kosong (empty chair). Partisipan dalam penelitian sebanyak lima orang. Partisipan akan diminta untuk bertukar peran dan berdialog dengan sumber kecemasannya. Partisipan juga akan diminta untuk melakukan relaksasi terlebih dahulu agar partisipan dapat merasa lebih tenang. Relaksasi yang digunakan yaitu breathing exercise dan progressive muscle relaxation (PMR).Intervensi dilakukan sebanyak enam sesi. Hasil akan diukur dengan membandingkan skor pretest-posttest dari Beck Anxiety Inventory. Setelah dilakukan intervensi, partisipan menunjukkan penurunan skor kecemasan pada skor posttest. Selama intervensi berlangsung, partisipan mampu mengikuti intervensi dengan cukup positif. Sehingga didapatkan hasil penurunan skor pada saat posttest diberikan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan pada warga binaan menjelang bebas.
Hubungan antara School Well-Being dengan Rumination Kartasasmita, Sandi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.358

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara School Well-being dengan rumination. Teori School Well-being dikemukakan oleh Konu dan Rimpela dan teori rumination dikemukakan oleh  Susan Nolen-Hoeksema. School well-being adalah penilaian individu berkaitan dengan keadaan lingkungan sekolah tempat belajar, sedangkan rumination adalah pola pikir yang berulang yang berakar pada mood negatif (seperti kesedihan) dan tidak memotivasi seseorang untuk menyusun rencana untuk menghilangkan pemikiran tersebut. Penelitian ini melibatkan 126 responden. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan  bahwa tidak terdapat hubungan (r = -0.016, p >0.05). Namun, dari hasil penelitian pada dimensi ruminasi indikator depresi, terdapat hubungan dengan School Well-Being (r = -0.191, p < 0.05). Demikian pula dengan perhitungan untuk indikator Brooding dalam ruminasi dengan indikator health dalam School Well-Being terdapat hubungan yang signifikan (r = 0.211, p <0.05).Kata kunci: School Well-being, Rumination, Depresi, Brooding, Health
Gambaran Self-Disclosure Pada Wanita Dewasa Awal Yang Pernah Diselingkuhi Agoes Dariyo; Ingrid Hartanto; Sandy Kartasasmita
Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi Vol. 4 No. 1 (2019): Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi
Publisher : Islamic Psychology Department, Dakwah Faculty of Universitas Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/psi.v4i1.656

Abstract

Affair is one of the causes of divorce. Research conducted by Glass and Staeheli (2003) states that men tend to have affair more than women. This matter could arouse negative impact on all aspects of a woman's life as a wife. One of the impacts that is the wife becomes closed to others (Zalafi, 2015). The purpose of this study is to see a picture of self-disclosure in early adult women who have been cheated on. The study was conducted with qualitative methods and data collection was taken by observation and interview method for four subjects. The sampling technique used is criterion sampling. The subjects of this study were women aged 20-40 years, were married, and had been cheated by her husband. The results showed that the four subjects managed to do self-disclosure regarding the problem of affair committed by her husband. However, there is one subject that does not meet one dimension of self-disclosure
Kontribusi Self-Esteem dan Self-Determination terhadap Absenteeism pada Mahasiswa Universitas X Ade Lestari; Yohanes Budiarto; Sandi Kartasasmita
Provitae: Jurnal Psikologi Pendidikan Vol 4, No 1 (2010): Provitae
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/provitae.v4i1.282

Abstract

This research aimed an investigating the influence of self-esteem (Rosenberg, 1965) and self-determination (Sheldon & Deci, 1993) toward students’ absemnteeism. Absenteeism is the intention to leave the lecturers. Self-esteem is one’s evaluation about his/hers’ quality they perceive themselves as having. Self-determination is the act or power of making up one’s own mind about what to think or do, without outsife influence or compulsion. The hypothesis was that self-esteem and self-determination influenced the students’ absenteeism. This study involved 280 participants at X University using accidental sampling technique. Using logistic regression, the study showed that self-esteem and self-determination predicted student’ absenteeism for about 1.7%. In other words, self-esteem and self-determination in this study impacted students’ presence in class.Keywords: Absenteeism, self-esteem, self-determinatiomn. 
GAMBARAN LEARNED HELPLESSNESS WANITA TUNA SUSILA YANG MENGALAMI KEKERASAN Yulya Indah; Sandi Kartasasmita
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.984

Abstract

Wanita tuna susila seringkali dihadapkan pada hal-hal yang sulit dan berat untuk dijalani, termasuk label-label tidak menyenangkan yang melekat, perbedaan tingkatan sosial, hingga kekerasan yang didapatkan dari orang-orang sekitar lingkungan. Wanita tuna susila mengaku tidak berdaya apa-apa untuk menolak realitas tersebut. Segala rasa tidak berdaya dan tidak adanya bantuan ini menunjukkan helplessness dari para wanita tuna susila (Price, 1978). Penelitian ini bertujuan memberi gambaran helplessness di balik peranan para wanita tuna susila dalam menghadapi kemalangan dan pengalaman tidak menyenangkan yang dilalui. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dengan wawancara mendalam terhadap tiga orang wanita yang menjadi wanita tuna susila serta yang mengalami kekerasan namun masih menjalani hidup dalam dunia wanita tuna susila. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para partisipan mengalami helplessness sebagai dampak kegagalan atas usaha yang dilakukan dan tidak adanya bantuan akibat label negatif wanita tuna susila, menyebabkan tumpulnya motivasi, penurunan kognitif, dan gangguan emosional pada para partisipan.Kata Kunci: learned helplessness, wanita tuna susila, kekerasan
PENERAPAN ART THERAPY UNTUK MENGURANGI GEJALA DEPRESI PADA NARAPIDANA Andy Saputra; Sandi Kartasasmita; Untung Subroto
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i1.1599

Abstract

Narapidana yang menjalani hukuman pertama kali memiliki perasaan takut dan kekhawatiran akan kekerasan dibandingkan dengan narapidana yang telah berulangkali dipenjara, narapidana yang menjalani hukuman di atas lima tahun memiliki beban yang besar yang dapat memicu tingkat kecemasan, depresi dan psikosomatis. Salah satu dampak yang dialami narapidana adalah depresi yang merupakan gangguan dengan ciri-ciri perasaan sedih yang berkelanjutan hampir setiap hari, tidak tertarik untuk melakukan aktivitas apapun dan bahkan keinginan untuk membunuh diri. Art therapy ditemukan dapat mengurangi keparahan simptom depresi secara signifikan. Dengan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan art therapy dapat mengurangi gejala depresi pada narapidana yang dihukum pertama kali dengan hukuman di atas lima tahun. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Teknik pengambilan sampel purposive sampling dilakukan dengan memberikan alat ukur Patient Health Questionnaire – 9 (PHQ-9) untuk melihat tingkat depresi dan partisipan diseleksi apabila termasuk dalam golongan mild atau moderate. Lima dari dua puluh partisipan terpilih (2 partisipan dengan tingkat moderate dan 3 partisipan dengan tingkat mild) dan peneliti mengambil data individual menggunakan wawancara, Draw a Person Test, Baum, House-tree-person, dan Wartegg test untuk membantu peneliti berinteraksi dalam kelompok. Setelah enam sesi intervensi, ditemukan bahwa terdapat pengurangan pada tingkat gejala depresi, lima partisipan hanya memiliki simtom minimal.
HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PEMBELAJARAN DARING SELAMA PANDEMI COVID-19 Lovelyn Meidiana; Sandi Kartasasmita
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i2.18870.2022

Abstract

ABSTRACTCOVID-19 pandemic has created an emergency situation in education field to change the face-to-face learning system becomes online learning. Previous studies have shown that online learning give a negative impact to student’s psychological condition that causes a decrease in student’s Psychological Well-Being. A decrease in Psychological Well-Being will led to a tendency for student to use the internet impulsively, compulsively, and uncontrollably that can cause further problems called Problematic Internet Use (PIU). This study aims to examine the relationship between Psychological Well-Being and Problematic Internet Use (PIU) among university students that undergoing online learning during the COVID-19 pandemic. This study is a non-experimental correlation study with quantitative approach, involving 400 participants obtained using purposive sampling. The instruments used are Psychological Well-Being scale from the Research and Measurement Section of Faculty of Psychology Universitas Tarumanagara and the Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS 2). Hypothesis testing using pearson correlation test analysis obtains r(400) = -0.360; p = 0.000 < 0.05, reveals that there is a significant negative relationship between Psychological Well-Being and Problematic Internet Use (PIU). This result means that when Psychological Well-Being increases, accordingly Problematic Internet Use (PIU) decreases, and vice versa. Furthermore, no significant difference was found in Problematic Internet Use (PIU) variables based on intensity of internet use for professional purposes. Meanwhile, there is a significant difference in Problematic Internet Use (PIU) based on the intensity of internet use for general purposes  ABSTRAKPandemi COVID-19 telah menciptakan situasi darurat pada bidang pendidikan untuk mengubah sistem kegiatan belajar mengajar secara tatap muka menjadi dalam jaringan (daring). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran daring berdampak negatif terhadap kondisi psikologis mahasiswa yang menyebabkan penurunan pada Psychological Well-Being mahasiswa. Menurunnya Psychological Well-Being dapat menimbulkan kecenderungan mahasiswa untuk menggunakan internet secara impulsif, kompulsif, dan tidak dapat dikontrol, sehingga dapat menyebabkan masalah lebih lanjut yang disebut Problematic Internet Use (PIU). Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara Psychological Well-Being dan Problematic Internet Use (PIU) pada mahasiswa yang sedang menjalani kegiatan belajar mengajar secara daring selama pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi non-eksperimental menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 400 partisipan yang diperoleh menggunakan purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Psychological Well-Being dari Bagian Riset dan Pengukuran Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara dan Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS 2). Hasil uji korelasi pearson, memperoleh nilai r(400) = -0.360; p = 0.000 < 0.05, menunjukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara Psychological Well-Being dan Problematic Internet Use (PIU). Mengartikan bahwa ketika Psychological Well-Being meningkat, maka Problematic Internet Use (PIU) menurun, dan begitupun sebaliknya. Berdasarkan hasil analisa tambahan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan pada variabel Problematic Internet Use (PIU) berdasarkan intensitas penggunaan internet untuk tujuan profesional. Sedangkan terdapat perbendaan pada variabel Problematic Internet Use (PIU) bersadarkan intensitas penggunaan internet untuk tujuan umum.