Articles
POLA PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR BARANUSA MENGENAI KEARIFAN LOKAL TRADISI MULUNG (UPAYA KONSERVASI HABITAT KAWASAN PERAIRAN PULAU LAPANG-BATANG)
Plaimo, Paulus Edison;
Wabang, Imanuel Lama;
Alelang, Isak Feridikson
GEOGRAPHY : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol 8, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31764/geography.v8i1.2271
Abstrak: Tradisi budaya mulung memiliki nilai holistik dan ekolologi. mulung sendiri esensinya adalah menjaga sebuah kawasan perairan dari semua aspek pengelolaan (baik pengambilan maupun penangkapan) sumberdaya perairan, untuk sementara waktu sehingga kawasan tersebut berfungsi sebagai tabungan sumberdaya. tradisi ini beberapa dekade ini tidak dilakukan sehingga kawasan yang sejak zaman dulu di lakukan ritual mulung mengalami kerusakan. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan dan pemahaman masyarakat pesisir Baranusa terkait tradisi budaya mulung. metode yang digunakan dalam peneltian ini dalam bentuk survei tingkat pemahaman. responden, dipilih secara acak akan tetapi dibedakan berdasarkan kelompok usia (stratifild random sampling) yang mewakili dua kelompok usia yaitu 25-39 dan kelompok usia 40 ke atas. hasil penelitian ini terlihat jelas, masyarakat kelompok usia 40 tahun ke atas tingkat pengetahuan dan pemahaman tradisi mulung signifikan yaitu kategori sangat tahu 28%; kategori tahu 62%; kategori tidak tahu 10%. pada kelompok masyarakat usia 25-39, kategori sangat tahu 14%; kategori tahu 8%; dan 78% kategori kurang mengetahui secara jelas. selanjutnya untuk kelompok masyarakat usia 25-39, secara mayoritas (54%) melalui survei menyatakan, mendapat informasi tentang tradisi budaya mulung melalui isu.Kata Kunci: Konservasi; Mulung; Rumpun adat; Baranusa.Abstract:Â Precious cultural traditions have holistic and ecolological values. mulung itself is essentially the essence of maintaining an area of water from all aspects of management (both capture and capture) of water resources, for a while so that the area functions as a resource savings. this tradition has not been done for decades, so the area that has been practiced from ancient times has been damaged. this study aims to determine the extent of knowledge and understanding of Baranusa coastal communities related to the early cultural traditions. the method used in this research is in the form of survey of understanding level. respondents were chosen randomly but were distinguished by age group (stratifild random sampling) which represented two age groups namely 25-39 and the age group of 40 and above. the results of this study are clear, people in the age group of 40 years and above the level of knowledge and understanding of the tradition of significance is significant, the category of very know 28%; the know category 62%; the category doesn't know 10%. in the 25-39 age group, the category knew very well 14%; 8% the know category; and 78% of the categories did not know clearly. then for the community groups aged 25-39, the majority (54%) through the survey stated, received information about the cultural traditions of the primitive through the issue.Keywords: Conservation; Mulung; Custom family; Baranusa
POLA PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR BARANUSA MENGENAI KEARIFAN LOKAL TRADISI MULUNG (UPAYA KONSERVASI HABITAT KAWASAN PERAIRAN PULAU LAPANG-BATANG)
Paulus Edison Plaimo;
Imanuel Lama Wabang;
Isak Feridikson Alelang
GEOGRAPHY : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol 8, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31764/geography.v8i1.2271
Abstrak: Tradisi budaya mulung memiliki nilai holistik dan ekolologi. mulung sendiri esensinya adalah menjaga sebuah kawasan perairan dari semua aspek pengelolaan (baik pengambilan maupun penangkapan) sumberdaya perairan, untuk sementara waktu sehingga kawasan tersebut berfungsi sebagai tabungan sumberdaya. tradisi ini beberapa dekade ini tidak dilakukan sehingga kawasan yang sejak zaman dulu di lakukan ritual mulung mengalami kerusakan. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan dan pemahaman masyarakat pesisir Baranusa terkait tradisi budaya mulung. metode yang digunakan dalam peneltian ini dalam bentuk survei tingkat pemahaman. responden, dipilih secara acak akan tetapi dibedakan berdasarkan kelompok usia (stratifild random sampling) yang mewakili dua kelompok usia yaitu 25-39 dan kelompok usia 40 ke atas. hasil penelitian ini terlihat jelas, masyarakat kelompok usia 40 tahun ke atas tingkat pengetahuan dan pemahaman tradisi mulung signifikan yaitu kategori sangat tahu 28%; kategori tahu 62%; kategori tidak tahu 10%. pada kelompok masyarakat usia 25-39, kategori sangat tahu 14%; kategori tahu 8%; dan 78% kategori kurang mengetahui secara jelas. selanjutnya untuk kelompok masyarakat usia 25-39, secara mayoritas (54%) melalui survei menyatakan, mendapat informasi tentang tradisi budaya mulung melalui isu.Kata Kunci: Konservasi; Mulung; Rumpun adat; Baranusa.Abstract: Precious cultural traditions have holistic and ecolological values. mulung itself is essentially the essence of maintaining an area of water from all aspects of management (both capture and capture) of water resources, for a while so that the area functions as a resource savings. this tradition has not been done for decades, so the area that has been practiced from ancient times has been damaged. this study aims to determine the extent of knowledge and understanding of Baranusa coastal communities related to the early cultural traditions. the method used in this research is in the form of survey of understanding level. respondents were chosen randomly but were distinguished by age group (stratifild random sampling) which represented two age groups namely 25-39 and the age group of 40 and above. the results of this study are clear, people in the age group of 40 years and above the level of knowledge and understanding of the tradition of significance is significant, the category of very know 28%; the know category 62%; the category doesn't know 10%. in the 25-39 age group, the category knew very well 14%; 8% the know category; and 78% of the categories did not know clearly. then for the community groups aged 25-39, the majority (54%) through the survey stated, received information about the cultural traditions of the primitive through the issue.Keywords: Conservation; Mulung; Custom family; Baranusa
KAJIAN KARAKTERISTIK DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI LING’AL ALOR UNTUK PENGEMBANGAN KATEGORI REKREASI PANTAI
Imanuel Lamma Wabang;
Paulus Edison Plaimo;
Isak Feridikson Alelang
GEOGRAPHY : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol 8, No 2 (2020): SEPTEMBER
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31764/geography.v8i2.2641
Abstrak: Pantai Ling’al terletak di Desa Halerman, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini memiliki daya tarik berupa pantai karang berpasir putih yang landai dengan pemandangan bawah laut yang indah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2019. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kesesuaian kawasan untuk kegiatan ekowisata kategori rekreasi pantai dan menghitung daya dukung (carrying capacity). Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa pengambilan data secara in-situ (pengukuran secara langsung dilapangan) berdasarkan matriks kesesuaian kawasan wisata pantai kategori rekreasi, sedangkan data sekunder pengambilan data dilakukan melalui studi pustaka. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) diperoleh bahwa satu dari dua stasiun mempenyai kategori sangat sesuai yaitu stasiun pertama dengan nilai IKW 84,91%, dan pada stasiun kedua termasuk kategori sesuai dengan nilai IKW yaitu 75.40%. Daya dukung kawasan Pantai Ling’al dengan luasan yang dapat dimanfaatkan yaitu 2.176 m² dengan daya tampung sebesar 170 orang /hari. berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para steakholder pengambil kebijakan dalam pengelolan aset wisata dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Abstract: Ling'al Beach is located in Halerman Village, district of Southwest Alor, Alor regency of East Nusa Tenggara province. This area has the appeal of a white sandy coral beach that is sloping with beautiful underwater scenery. The study was conducted in September 2019. The research aims to assess the conformity of area activities for the Coastal recreation category and calculate carrying capacity. This research uses primary data and secondary data. Primary data in the form of data retrieval in-situ (measurements are directly in place) based on the matrix suitability of the beach recreation Area recreational category, while secondary data retrieval data is conducted through the study of the library. Based on the results of the calculation of tourism conformity index (IKW) is obtained that one of the two types of the station is very suitable category is the first station with a value of IKW 84.91%, and on the second station belongs to the value of IKW is 75.40%. The support of the area of Ling'al beach with the areas that can be utilized is 2,176 m² with a capacity of 170 people/day. Based on the results of the study is expected to provide information to the steakholder policy makers in the management of tourism assets by observing the environmental support
IDENTIFICATION OF SUSTAINABILITY SUPPORTING FACTORS OF MULUNG CULTURE TRADITION OF BARANUSA (HABITAT CONSERVATION EFFORTS OF AQUATIC LAPANG-BATANG ISLAND)
Paulus Edison Plaimo;
Isak Feridikson Alelang
Berkala Perikanan Terubuk Vol 48, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2239.485 KB)
|
DOI: 10.31258/terubuk.48.1.251-259
Upaya keberlanjutan tradisi budaya mulung secara konsisten, perlu ditelusuri faktor penunjangnya, melalui metode survey yang ditujukan kepada narasumber seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh adat, pemerintah kecamatan, pemerintah desa bahkan semua pemangku kepentingan (steachholder) maka ditemukan berbagai pendapat kemudian diinventarisir yang masuk kategori faktor-faktor penunjang antara lain, (1) dokumen kesepakatan lembaga adat rumpun baranusa bersama lima desa bagian rumpun adat baranusa; (2) peraturan bersama lima kepala desa rumpun adat baranusa mengenai dukungan kegiatan mulung; (3) komitmen bersama pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan lembaga adat rumpun baranusa mengenai keberlanjutan mulung; (4) kesiapan atau partisipasi masyarakat rumpun adat baranusa untuk mendukung kegiatan mulung. selain itu diperlukan strategi untuk merealisasikan kesepakatan seperti membangun komunikasi dengan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, pemerintah desa bagian rumpun adat baranusa, seluruh steachholder menyampaikan informasi manfaat penerapan tradisi budaya mulung dan persiapan pertemuan untuk merancang pembuatan dokumen kesepakatan antara lembaga adat rumpun baranusa bersama lima desa diwilayah adat baranusa dan menyiapkan keputusan bersama lima desa bagian rumpun adat baranusa untuk keberlanjutan kegiatan mulung secara berkesinambungan.
PELATIHAN PEMBUATAN HAND SANITIZER DARI BAHAN ALAMI DI DESA OTVAI
Rosalina Y. Kurang;
Efrin A. Dollu;
Isak F. Alelang
Jurnal Abdimas Bina Bangsa Vol. 1 No. 1 (2020): Jurnal Abdimas Bina Bangsa
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (100.071 KB)
|
DOI: 10.46306/jabb.v1i1.49
Hand sanitizer merupakan salah satu bahan antiseptik berupa gel yang sering digunakan banyak orang sebagai media pencuci tangan yang praktis. Ditengah kondisi pandemi Covid-19 maka ketersediaan produk pencuci tangan (hand sanitizer) menjadi barang langka dan harganya cenderung lebih mahal dari biasanya, hal ini dikarenakan meningkatnya pembelian oleh masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan antiseptik alternatif lain seperti hand sanitizer alami dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar seperti daun siri dan jeruk. Kegiatan pengabdian yang dilaksanakan di Desa Otvai yaitu pelatihan pembuatan hand sanitizer dari bahan alami yaitu daun siri dan jeruk. Dari kegiatan ini masyarakat sangat respon aktif dan juga terdapat peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat tentang cara pembuatan hand sanitizer dari bahan alami dan melaui kegiatan ini juga mengurangi biaya pengeluaran tambahan untuk pembelian produk hand sanitizer dalam menanggulangi penyebaran Covid-19
PENYULUHAN TEKNIK PENGERINGAN RUMPUT LAUT MELALUI METODE PENJEMURAN PARA-PARA KEPADA PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT DESA ALLUMANG, NUSA TENGGARA TIMUR
Imanuel Lamma Wabang;
Paulus Edison Plaimo;
Efrin Antonia Dollu;
Isak Feridikson Alelang;
Elia Maruli;
Alboin Selly;
Fredrik Abia Kande;
Thomas John Tanglaa;
Setia Budi Laoepada
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 6, No 1 (2022): Februari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1197.5 KB)
|
DOI: 10.31764/jmm.v6i1.6365
Abstrak: Kebiasaan pembudidaya rumput laut di Desa Allumang, Kec. Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor, Prop. NTT melakukan teknik pengeringan rumput laut melalui metode penjemuran di atas terpal atau waring yang digelar diatas tanah atau pasir. Metode ini mempunyai kekurangan karena produk rumput laut dapat terkontaminasi dengan debu dan kandungan air yang tinggi serta tidak merata dan waktu penjemuran yang lama dapat mempengaruhi pertumbuhan mikro organisme seperti kapang dan dan jamur, kondisi ini berdampak pada penurunan kualitas. Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman pembudidaya rumput laut yang berdomisili di Desa Allumang mengenai manfaat penggunaan metode penjemuran para-para dalam proses pengeringan rumput laut untuk mendapatkan produk rumput laut yang mempunya kualitas sesuai permintaan pasar. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dilakukan dalam beberapa tahapan antara lain: (1) Tahap Persiapan; (2) tahap pelaksanaan kegiatan; (3) tahap evaluasi. Pelakasanaan kegiatan penyuluhan ini dikatakan berhasil secara signifikan yaitu 100% oleh karena secara psikologis terlihat adanya perubahan pola pikir pembudidaya mengenai teknik pengeringan rumput laut melalui metode penjemuran di atas para-para karena berkorelasi dengan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Selanjutnya untuk lebih meyakinkan pemahaman pembudidaya rumput laut dilakukan kegiatan pembuatan para-para dilokasi budidaya sebagai contoh.Abstract: Habits of seaweed cultivators in Allumang Village, Kec. Northwest Pantar, Alor Regency, Prop. NTT uses the technique of drying seaweed through the drying method on a tarp or waring which is held on the ground or sand. This method has drawbacks because seaweed products can be contaminated with dust and high and uneven water content and long drying times can affect the growth of micro-organisms such as molds and fungi, conditions have an impact on quality degradation. This Community Service (PkM) activity aims to increase knowledge and understanding of seaweed farmers who live in Allumang Village regarding the benefits of using the para-para drying method in the seaweed drying process to obtain quality seaweed products according to market demand. The method of implementing community service activities is carried out in several stages, including: (1) Preparation Phase; (2) activity implementation stage; (3) evaluation stage. The implementation of this outreach activity was said to be significantly successful, namely 100% because psychologically it was seen that there was a change in the mindset of farmers regarding the technique of drying seaweed through the drying method on a parapet because it correlated with the quality of the seaweed produced. Furthermore, to further ensure the understanding of seaweed cultivators, para-para-making activities were carried out at the cultivation location as an example.
UPAYA MENGEMBALIKAN TRADISI BUDAYA MULUNG MASYARAKAT ADAT BARANUSA MENUJU PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Paulus Edison Plaimo;
Imanuel Lama Wabang;
Isak Feridikson Alelang
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 4, No 2 (2020): JUNI
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4573.165 KB)
|
DOI: 10.31764/jmm.v4i2.2023
Abstrak: Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, kami berupaya melakukan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat nelayan yang berdomisili di pesisir Baranusa tentang manfaat pemberlakuan tradisi budaya Mulung. Mulung sendiri adalah sebuah budaya yang telah dititiskan oleh oleh leluhur baranusa yang memilki fungsi secara ekologi sebab melakukan konservasi habitat sumberdaya perairan yang berdampak pada peningkatan produktivitas perairan dan mendorong nilai ekonomi nelayan dan pedagang ikan. Akan tetapi tradisi budaya ditinggalkan sehingga pendapatan nelayan mengalamai penyusutan oleh sebab kerusakan habitat kawasan peraiaran akibatnya ketersedian sumberdaya perairan semakin berkurang. Metode pelaksanaan kegiatan ini meliputi tiga tahapan antara lain tahapan persiapan adalah melakukan observasi, berkoordinasi dan penyiapan bahan dan alat yang dibutuhkan disaat pelaksanaan kegiatan, tahapan pelaksanaan adalah melakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan mengenai aspek kebermanfaatan tradisi budaya Mulung melalui aspek ekologi dan ekonomi, tahapan evaluasi, mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hasil pengabdian menunjukkan adanya peningkatan pola pemahaman dari masyarakat (mitra) tentang manfaat memberlakukan kembali tradisi budaya Mulung.Abstract: Through community service activities, we strive to conduct counseling or outreach to fishing communities who live on the coast of Baranusa about the benefits of applying Mulung cultural traditions. Mulung itself is a culture that has been founded by the ancestors of Baranusa which has an ecological function because it conserves the habitat of aquatic resources which has an impact on increasing aquatic productivity and encourages the economic value of fishermen and fish traders. However, cultural traditions are left behind so that fishermen's income experiences depreciation due to damage to marine habitat due to the diminishing availability of aquatic resources. The method of carrying out this activity consists of three stages including the preparation stage, which is observing, coordinating and preparing the materials and tools needed while carrying out the activity, the implementation stage is conducting socialization activities or counseling on aspects of the benefits of Mulung cultural traditions through ecological and economic aspects, evaluation stages, measure the level of success of the activities carried out. The results of the service show an increase in the pattern of understanding from the community (partners) about the benefits of re-enacting the Mulung cultural tradition.
Upaya Mengembalikan Budaya Temong Sebagai Media Rekonsiliasi Sangketa Petani Suku Abui - Desa Mataru Utara, Kecamatan Mataru, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur
Paulus Edison Plaimo;
Isak Alelang;
Setia Budi Laoepada;
Thomas John Tanglaa;
Elia Maruli
Madaniya Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Studi Bahasa dan Publikasi Ilmiah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (347.859 KB)
Budaya temong merupakan media rekonsiliasi, walaupun budaya temong sangat bermanfaat dalam menyelesaikan pertikaian tetapi budaya ini mulai ditinggalkan karena tergerus oleh kemajuan zaman setiap persoalan langsung dilimpahkan ke kepolisian. melalui metode wawancara dan diskusi bersama sesama anggota temong, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah ditemukan pola dan faktor-faktor yang mendorong peristiwa rekonsiliasi. adapun pola yang mendorong peristiwa rekonsiliasi antara lain: (a) saat kegiatan temong berlangsung ada ikatan emosional, merasa senasib dan sepenanggungan sehingga perasan bathin antar sesama anggota temong lebih terbuka; (b) ketika kegiatan temong berlangsung ada perasaan sukacita, bergembira bersama sehingga melalui kebersamaan yang ada, suasana bathin para anggota lebih ebih menerima satu dengan yang lain dan saling memaafkan jika ada pertikaian mealui guyonan, berbalas berpantun; (c) setelah kegiatan temong berakhir dilanjutkan dengan makan bersama sehingga jika masih ada persoalan yang tersimpan dibathin dapat segera lebur karena semua anggota saling melayani, menerima kekurangan dan kelebihan antar anggota. selanjutnya ditemukan faktor yang mendorong peristiwa rekonsiliasi dapat berlangsung, seperti (a) keinginan memegang teguh nilai adatia yang diwariskan oleh leluhur melalui budaya temong; (b) apabila rekonsiliasi berhasil dengan mendamaikan pertikaian oleh beberapa pihak saat pelaksanaan kegiatan temong biasanya akan menghasilkan hasil panen yang melimpah; (c) apabila rekonsiliasi berhasil dengan mendamaikan pertikaian oleh beberapa pihak saat pelaksanaan kegiatan temong, di ladang (kebun) tersebut biasanya terbebas dari hama yang dapat merusak tanaman perkebunan. melalui kegiatan pengabdian masyarakat, kami melakukan pendampingan kepda masyarakat untuk tetap menggunakan budaya temong sebagai media rekonsiliasi.
Peningkatan Pemahaman Masyarakat Nelayan Pesisir Baranusa Mengenai Penerapan Tradisi Budaya Mulung
Paulus Edison Plaimo;
Imanuel Lama Wabang;
Isak Feridikson Alelang;
Ferdinand Romelus Anigomang
Jurnal SOLMA Vol. 9 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (UHAMKA Press)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (364.244 KB)
|
DOI: 10.29405/solma.v9i1.4882
Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, kami berupaya melakukan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat nelayan yang berdomisili di pesisir Baranusa tentang manfaat pemberlakuan tradisi budaya Mulung. dampak dari tradisi budaya budaya mulung yang ditinggalkan pendapatan nelayan, mengalami penyusutan oleh sebab kerusakan habitat kawasan perairan sehingga ketersediaan sumberdaya perairan semakin berkurang. metode pelaksanaan kegiatan ini meliputi tiga tahapan antara lain tahapan persiapan adalah melakukan observasi, berkoordinasi dan penyiapan bahan dan alat yang dibutuhkan disaat pelaksanaan kegiatan, tahapan pelaksanaan adalah melakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan mengenai manfaat tradisi budaya Mulung Penerapan tradisi budaya Mulung dapat memperpendek jarak nelayan ke daerah penagkapan (fishing ground) keadaan ini berdampak penghematan biaya operasional dan juga meminimalisasi kebutuhan waktu maupun tenaga, tahapan evaluasi, mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hasil pengabdian menunjukkan adanya peningkatan pola pemahaman dari masyarakat (mitra) tentang manfaat tradisi budaya Mulung
PENYULUHAN PENGGUNAAN JARING SEBAGAI PELINDUNG RUMPUT LAUT DARI SERANGAN HAMA MAKRO PADA PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT
Paulus Edison Plaimo;
Imanuel Lamma Wabang;
Isak Feridikson Alelang;
Fredrik Abia Kande
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 6, No 3 (2022): Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (987.079 KB)
|
DOI: 10.31764/jmm.v6i3.8637
Abstrak: Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembudidaya rumput laut terkait upaya melindungi tanaman rumput laut dari serangan hama makro seperti ikan baronang dan penyu untuk menjamin stabilitas produksi rumput laut, keberadaan stok dan kestabilan harga dan kepercayaan pasar, hal ini sangat penting, untuk menjaga kestabilan perekonomian pembudidaya rumput laut yang terguncang akibat lahan budidaya rumput laut di serang hama makro rumput laut yaitu ikan baronang dan penyu dengan intensitas tinggi. Metode pelaksanaan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat, dilakukan dalam beberapa tahapan antara lain: (1) Tahap Persiapan; (2) tahap pelaksanaan kegiatan; (3) tahap evaluasi. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi terkait penggunaan jaring untuk memagari rumput laut yang di budidaya dapat dikatakan berhasil secara signifikan 100%, indikator nya, terlihat jelas adanya perubahan pengetahuan dan pemahaman pembudidaya rumput laut secara keseluruhan yang mengikuti kegiatan ini. Hal ini nampak dari kemampuan serta ketrampilan pembudidaya rumput laut Desa Allumang yang sudah dapat menerapkan teknik ini, setelah kegiatan penyuluhan dan sosialisasi selesai dilakukan. Abstract: The implementation of this community service activity aims to increase knowledge and understanding of seaweed farmers regarding efforts to protect seaweed plants from macro pests such as baronang fish and turtles to ensure the stability of seaweed production, stock availability and price stability and market confidence, this is very important. , to maintain the stability of the economy of seaweed cultivators who were shaken by the seaweed cultivation area being attacked by macro pests of seaweed, namely baronang fish and turtles with high intensity. The method of implementing Community Service activities is carried out in several stages, including: (1) Preparation Stage; (2) activity implementation stage; (3) evaluation stage. The implementation of counseling and socialization activities related to the use of nets to fence the cultivated seaweed can be said to be significantly successful 100%, the indicator, it is clear that there is a change in knowledge and understanding of seaweed cultivators as a whole who participates in this activity. This can be seen from the abilities and skills of Allumang Village seaweed cultivators who have been able to apply this technique, after the counseling and socialization activities have been completed