Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Implementasi Insentif dan Disinsentif terhadap Pengelolaan Sampah di TPS Kota Bandung berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Instrumen Lingkungan Hidup Adinda Nabila Diva Pramestya; Yeti Sumiyati
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9972

Abstract

ABSTRAK. Pengelolaan sampah merupakan aspek krusial dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan tanggung jawab individu dan pemerintah dalam pengelolaan sampah. Namun, implementasi belum optimal, terutama terlihat dari penumpukan sampah di beberapa kota, termasuk Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis hubungan hukum antara produsen dan konsumen dalam konteks pengelolaan sampah. Hasil penelitian menunjukkan definisi sampah sebagai materi tidak diinginkan yang dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang. Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Instrumen Lingkungan Hidup memberikan landasan hukum untuk memberikan insentif dan disinsentif. Insentif berupa dorongan positif, sementara disinsentif bertujuan mengurangi perilaku negatif terhadap lingkungan. Kajian teori implementasi menyoroti tindakan terencana berdasarkan norma-norma untuk mencapai tujuan, dengan implementasi hukum diukur oleh efektivitasnya dalam mencapai dampak positif. Para ahli teori implementasi, seperti Jones dan Soerjono Soekanto, menekankan perlunya prosedur terinci dan perencanaan yang sungguh-sungguh. Kondisi penumpukan sampah di Kota Bandung menjadi fokus utama, di mana kurangnya optimalisasi implementasi kebijakan berdampak pada keadaan darurat sampah. Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 74 Tahun 2021 memberikan kerangka strategis untuk pengelolaan sampah, termasuk pemberian insentif dan disinsentif. ABSTRACT. Waste management is a crucial aspect in maintaining environmental sustainability. Law of the Republic of Indonesia Number 18 of 2008 mandates individual and government responsibility in waste management. However, implementation has not been optimal, especially seen from the accumulation of rubbish in several cities, including Bandung. This research uses a normative juridical approach to analyze the legal relationship between producers and consumers in the context of waste management. The research results show that the definition of waste as unwanted material can vary depending on the point of view. The Waste Management Law and Environmental Instruments Government Regulations provide the legal basis for providing incentives and disincentives. Incentives are in the form of positive encouragement, while disincentives aim to reduce negative behavior towards the environment. Implementation theory studies highlight planned actions based on norms to achieve goals, with legal implementation measured by its effectiveness in achieving positive impacts. Implementation theorists, such as Jones and Soerjono Soekanto, emphasize the need for detailed procedures and serious planning. The condition of waste accumulation in the city of Bandung is the main focus, where the lack of optimization of policy implementation has an impact on the waste emergency. Bandung Mayor Regulation Number 74 of 2021 provides a strategic framework for waste management, including providing incentives and disincentives.
Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dengan Konsumen di Media Sosial dan Perlindungan Hukumnya berdasarkan UU ITE dan UUPK Ashila Azzahra Darmawan; Yeti Sumiyati; M. Ilman Abidin
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9976

Abstract

ABSTRACK. In Indonesia, legal protection efforts are reflected through the existence of regulations and laws with various forms of protection. Examples are civil law protection, consumer protection, child protection, and so on. Civil law protection in Indonesia is implicitly regulated in civil law provisions which regulate protection efforts for parties who experience losses, usually in the form of compensation. This legal protection applies to the entire community, including business actors and consumers. The relationship between consumers and business actors occurs when business actors provide information about a product to consumers. Business actors will be responsible for information regarding products or services that have been distributed. Likewise, consumers are obliged to be careful with what they buy or use. Currently, relationships between business actors and consumers can occur through social media. Social media is used by business actors to promote the products or services they sell. When promoting or advertising a product or service via social media, business actors need to pay attention to the provisions of applicable laws and regulations. Meanwhile, consumers will make reviews via social media. This is related to Article 28 paragraph (1) of the ITE Law which explains that when disseminating information it is mandatory to comply with the facts, and prohibits the dissemination of information that contains elements of lies or slander. Therefore, consumers who spread reviews via social media that contain elements of lies or slander will be subject to sanctions in accordance with Article 28 paragraph (2) of the ITE Law. The sanctions referred to are contained in Article 243 paragraph (1) of the new Criminal Code. In this article it is explained that the perpetrator can be sentenced to imprisonment for a maximum of 4 (four) years and/or pay a fine of up to category IV. ABSTRAK. Di Indonesia, upaya perlindungan hukum tercermin melalui adanya peraturan dan undang-undang dengan berbagai macam bentuk perlindungan. Contohnya adalah perlindungan hukum perdata, perlindungan konsumen, perlindungan anak, dan sebagainya. Perlindungan hukum perdata di Indonesia secara implisit diatur dalam ketentuan hukum perdata yang mengatur upaya perlindungan bagi pihak yang mengalami kerugian, biasanya dalam bentuk kompensasi. Perlindungan hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat, termasuk pelaku usaha dengan konsumen. Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha terjadi saat pelaku usaha memberikan informasi mengenai suatu produk kepada konsumen. Pelaku usaha akan bertanggung jawab atas informasi mengenai produk atau jasa yang telah disebarkan. Begitu juga dengan konsumen yang berkewajiban untuk berhati-hati dengan apa yang akan dibeli atau digunakan. Saat ini, hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen bisa terjadi melalui media sosial. Media sosial digunakan oleh pelaku usaha untuk mempromosikan produk atau jasa yang dijual. Dalam melakukan promosi atau iklan mengenai suatu produk atau jasa melalui media sosial, pelaku usaha perlu memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan konsumen akan membuat ulasan melalui media sosial. Hal ini berhubungan dengan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menjelaskan bahwa dalam menyebarkan suatu informasi itu wajib sesuai dengan faktanya, dan melarang adanya penyebaran informasi yang mengandung unsur kebohongan atau fitnah. Oleh karena itu, bagi konsumen yang menyebarkan ulasan melalui media sosial yang mengandung unsur kebohongan atau fitnah, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Sanksi yang dimaksud terdapat dalam Pasal 243 ayat (1) KUHP baru. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku dapat dipidana berupa pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau membayar denda paling banyak kategori IV.
Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Terkait Produk Minuman Wine Mengandung Alkohol yang Memiliki Label Halal Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Ha Rizki Aliah Yasmin Wibiksana; Sumiyati, Yeti
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.12653

Abstract

Abstract. Freedom in practice religion is a right guaranteed by the government, including for Muslims. One form of this guarantee is consumer protection of halal products, which is regulated in the Halal Product Guarantee Act and Government Regulations for the Implementation of the Halal Product Guarantee Sector. This law governs the certification and labeling of halal products, granting consumers the right to receive clear, accurate, and honest information about the condition and assurance of goods and services they consume, especially regarding the halal status of the products. With halal certification and labeling, consumers can feel safe and confident about the products they purchase. Halal certification not only benefits consumers by providing legal certainty and protection but also benefits businesses by increasing consumer trust in their products. Regarding intoxicating beverage products, there is a tolerance for alcohol content levels stipulated in the Indonesian Ulema Council (MUI) Fatwa Number 10 2018 on Food and Beverage Products Containing Alcohol/Ethanol, which is less than 0.5%. However, the reality shows that legal protection through various existing regulations has not fully guaranteed the good faith of business actors, especially the issue of halal certification procedures. There are four common violations related to halal products: first, displaying a halal label without having BPOM and MUI certification; second, products circulating in the community without a halal label; third, composition not listed but upon examination contains haram substances like pork; fourth, products with foreign BPOM, halal logo included, but without clear information about the importer. This study aims to understand the procedure for applying for halal certification to BPJPH for wine products and to analyze the legal protection for consumers who have purchased wine products containing alcohol. The research method used is normative juridical or library research. The conclusion of this study shows that the halal certification procedure established by BPJPH in the legislation has not been able to guarantee the compliance of business actors. Legal protection for consumers who have purchased and consumed wine products containing alcohol with halal labeling is by providing compensation in the form of a refund. Abstrak. Kebebasan menentukan agama adalah hak yang dijamin oleh negara, termasuk bagi pemeluk agama Islam. Salah satu bentuk jaminan ini adalah perlindungan konsumen terhadap produk halal, yang diatur dalam Undang Undang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Peraturan tersebut mengatur tentang sertifikasi dan labelisasi produk halal, yang memberikan hak kepada konsumen untuk menerima informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang dan jasa yang mereka konsumsi, khususnya terkait status kehalalan produk. Dengan adanya sertifikasi halal dan label halal, konsumen dapat merasa aman dan percaya terhadap produk yang mereka beli. Terkait produk minuman yang memabukkan, terdapat toleransi kadar kandungan alkohol yang diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol yaitu kurang dari 0,5%. Meskipun demikian, realitanya menunjukkan bahwa perlindungan hukum melalui berbagai peraturan yang ada belum sepenuhnya menjamin itikad baik dari pelaku usaha, terutama persoalan prosedur sertifikasi halal. Terdapat empat bentuk pelanggaran yang sering terjadi terkait produk halal: pertama, mencantumkan label halal tanpa memiliki sertifikasi BPOM dan MUI; kedua, produk tetap beredar di masyarakat meskipun tidak mencantumkan label halal; ketiga, komposisi tidak dicantumkan tetapi setelah diteliti ternyata mengandung bahan haram seperti babi; keempat, produk dengan BPOM merek luar dan logo halal yang dicantumkan tanpa informasi yang jelas tentang importirnya. Penelitian ini bertujuan untuk memahami prosedur pengajuan sertifikasi halal ke BPJPH untuk produk minuman wine dan menganalisis perlindungan hukum bagi konsumen yang telah membeli produk minuman wine mengandung alkohol. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur sertifikasi halal yang telah ditetapkan oleh BPJPH dalam peraturan perundang-undangan belum mampu menjamin kepatuhan pelaku usaha. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang telah membeli dan mengonsumsi produk minuman wine yang mengandung alkohol dengan label halal adalah dengan pemberian ganti rugi berupa pengembalian uang.
Implementasi pengawasa Atas Reklamasi Lubang Pascatambang Di provinsi Kalimantan Timur Di Hubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Sahnaz Adillah Fajriah; Yeti Sumiyati
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.12821

Abstract

Abstract. Business activities in the mining sector have two opposing sides. On the one hand, this activity has a positive impact on the country's economy, but on the other hand, mining has a negative impact on the environment. The importance of implementing sustainable principles to anticipate negative impacts on mining activities. Furthermore, laws and regulations relating to reclamation and post-mining state that IUP holders have an obligation to improve environmental quality and restore environmental functions in accordance with their intended use. The problem is that there are ex-mining pits in East Kalimantan province which are ignored by mining business actors, resulting in environmental damage and the loss of life to the number of 47 people in the 2011-2024 period. The research method used is a normative juridical approach, and analytical descriptive research specifications using library data collection techniques, namely primary legal materials, secondary legal materials, tertiary legal materials, and data analysis methods, namely qualitative analysis to draw conclusions using deductive methods. The results of this research conclude that the implementation of supervision of post-mining hole reclamation in East Kalimantan Province has not been carried out well. There are factors that become obstacles in the implementation of supervision, one of which is the inadequate availability of mining inspector personnel in East Kalimantan. Weak supervision of ex-mining pits results in ineffective implementation of the company's rights and obligations as regulated in the relevant legislation. There are compelling legal consequences in the form of sanctions that arise if a company does not carry out reclamation and post-mining exceeds the reclamation implementation limit based on statutory provisions. However, the handling of cases of abandonment of ex-mining holes, such as sanctions and fines, is not implemented optimally. The action of implementing sustainable development principles in mining business activities is a form of anticipating environmental damage. Nevertheless, weak supervision and implementation of sanctions for naughty companies has had a deep influence on the implementation of sustainable principles in mining activities. This research provides an in-depth understanding of the supervision of post-mining hole reclamation in East Kalimantan, as well as placing emphasis on the government regarding the negative impacts that are detrimental to society and the state as a result of weak supervision. Therefore, it is necessary to take a firm stance from the government towards companies that have violated laws relating to the implementation of mining activities, especially reclamation and post-mining activities. Abstrak. Kegiatan usaha di sektor pertambangan memiliki dua sisi yang berlawanan. Disatu sisi kegiatan ini memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian negara namun di sisi lain pertambangan memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Pentingnya penerapan prinsip yang yang berkelanjutan sebagai mengantisipasi dampak negatif terhadap kegiatan penambangan tersebut. Lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan reklamasi dan pascatambang menyatakan bahwa pemegang IUP memiliki suatu kewajiban untuk memperbaiki kulitas lingkungan dan memulihkan fungsi lingkungan sesuai dengan peruntukannya. Yang menjadi permasalahan ialah terdapat lubang-lubang bekas tambang yang di provinsi kalimantan timur yang diabaikan oleh pelaku usaha pertambangan sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa dengan jumlah 47 orang dalam rentan waktu 2011-2024. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier,dan metode analisis data yaitu analisis kualitatif menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi pengawasan reklamasi lubang pascatambang di Provinsi Kalimantan Timur belum terlaksana dengan baik. Terdapat faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengawasan salah satunya ialah ketersedian personil inspektur tambang yang tidak memadai di Kalimantan Timur .Lemahnya pengawasan terhadap lubang bekas tambang tersebut mengakibatkan ketidakefektifan penerapan hak dan kewajiban perusahaan sebagimana yang telah diatur di dalam perundang-undangan terkait. Terdapat akibat hukum memaksa berupa sanksi yang timbul jika terdapat perusahaan yang tidak melakukan reklamasi dan pascatambang melebihi batas pelaksanaan reklamasi berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan. Kendati demikian, penanganan kasus pengabaian lubang bekas tambang seperti sanksi dan denda tidak terlaksanakan secara optimal. Tindakan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kegiatan usaha pertambangan merupakan bentuk anisipasi kerusakan lingkungan. Kendati demikian, lemahnya pengawasan dan penerapan sanksi bagi perusahaan yang nakal memberikan pengaruh yang mendalam terhadap penerapa prinsip berkelanjutan dalam suatu kegiatan pertambangan. Penelitian ini memberikan suatu pemahaman mendalam mengenai pengawasan reklamasi lubang pascatambang di Kalimantan Timur, serta memberikan penekanan kepada pemerintah terkait dengan dampak negatif yang merugikan masyarakat dan negara akibat dari lemahnya pengawasan. Oleh sebab itu diperlukan sikap tegas pemerintah terhadap perusahaan yang telah melanggar perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiaatan pertambangan khususnya kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Hak Gugat (Ius Standi) Organisasi Lingkungan Hidup Atas Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan di Kawasan Gunung Bromo Annisa Fitriyah Salsabila; Yeti Sumiyati
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.13279

Abstract

Abstract. Environmental damage is a form of action carried out by humans that causes physical changes, loss of characteristics, either directly or indirectly, to the properties they have, so that the quality standard criteria for environmental damage are exceeded. The research method used in this research is a normative juridical approach, namely library legal research carried out by examining library materials or mere secondary data regarding environmental organizations' rights to sue (ius standi) for environmental damage caused by forest fires in the Mount Bromo area. The data collection technique used is library study, which is a way of collecting data using various materials found in the library such as books, laws, journals, opinions of people which are then analyzed qualitatively. Based on the results of research conducted by the author, based on the results that have been carried out, it shows that environmental damage to the UUPPLH and Lumajang Regional Regulations emphasizes prevention, handling and restoration of the environment from damage. Environmental organizations have the right to file a lawsuit in the interests of preserving environmental functions. Abstrak. Kerusakan lingkungan adalah bentuk tindakan yang dilakukan oleh manusia yang menimbulkan perubahan fisik, hilangnya karakteristik baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sifat yang dimiliki, sehingga terlampauinya kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder belaka mengenai hak gugat (ius standi) organisasi lingkungan hidup atas kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan di Kawasan Gunung Bromo. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan bermacam material yang terdapat diruang kepustakaan seperti buku, undang-undang, jurnal, pendapat para yang kemudian di analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, berdasarkan hasil yang sudah dilakukan menunjukan bahwa kerusakan lingkungan hidup terhadapat UUPPLH dan Perda Lumajang saling menekankan pencegahan, penanganan, dan pemulihan lingkungan dari kerusakan. Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penegakan Hukum terhadap Perusahaan Pertambangan Bahan Galian C di Sungai Balantieng Provinsi Sulawesi Selatan yang belum Melengkapi Amdal Dihubungan dengan Peraturan Perundang-undangan Syifa Khoerunnisa; Yeti Sumiyati
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i2.13615

Abstract

Abstract. Environmental protection and management include planning, utilization, control, maintenance, supervision and law enforcement. One of the control stages is Amdal. Amdal is mandatory for businesses or activities included in the criteria that have an important impact on the environment, one of which is mining activities. In practice, PT Purnama has carried out C excavation mining activities in Balantieng River and only has an Exploration IUP and does not have an EIA and Production Operation IUP. These mining activities have been rejected by the Batukaropa Village Community and have resulted in pollution and damage to the river. This thesis aims to understand the completeness of EIA as one of the control stages in environmental protection and management efforts related to legislation and law enforcement against companies that have not completed EIA. The research method used is the normative juridical approach method, the research specification used is descriptive analytical, the type and technique of data collection using library research using secondary data from both primary, secondary and tertiary legal materials, and the data analysis method is qualitative data analysis. The research results of the discussion in this thesis include that PT Purnama, which does not care about the opinions and aspirations of the surrounding community and does not have an EIA but has carried out illegal mining of excavation C in Balantieng River, has violated and does not fulfill the provisions of the EIA. Therefore, PT Purnama can be subject to administrative sanctions for violations of business licensing, namely not preparing an EIA to obtain environmental approval, as well as violations of the function and carrying capacity of water resources. Abstrak. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakkan hukum. Salah satu dari tahapan pengendalian adalah Amdal. Amdal wajib dimiliki bagi usaha atau kegiatan yang termasuk ke dalam kriteria yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, salah satunya kegiatan pertambangan. Dalam prakteknya, PT Purnama telah melakukan kegiatan pertambangan bahan galian C di Sungai Balantieng dan hanya mempunyai IUP Eksplorasi dan tidak memiliki Amdal serta IUP Operasi Produksi. Kegiatan pertambangan tersebut mendapat penolakan dari Masyarakat Desa Batukaropa serta telah mengakibatkan pencemaran dan kerusakan pada sungai. Skripsi ini memiliki tujuan untuk memahami kelengkapan Amdal sebagai salah satu tahapan pengendalian dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang belum melengkapi Amdal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, jenis dan teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder baik dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier, serta metode analisis data adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian dari pembahasan dalam skripsi ini mencakup bahwa PT Purnama yang tidak mempedulikan pendapat dan aspirasi masyarakat sekitar serta tidak mempunyai Amdal namun telah melakukan pertambangan galian C secara ilegal di Sungai Balantieng telah melanggar dan tidak memenuhi ketentuan Amdal. Oleh karena itu, PT Purnama dapat dikenakan sanksi administratif karena pelanggaran terhadap perizinan berusaha yaitu tidak menyusun Amdal untuk mendapatkan persetujuan lingkungan, serta pelanggaran terhadap fungsi dan daya dukung sumber daya air.
PENGATURAN CSR DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMBANGUNAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN DI INDONESIA: CSR Regulation in the Context of Accelerating Social and Environmental Development in Indonesia Sumiyati, Yeti; Hendar, Jejen; Wiyanti, Diana
Anterior Jurnal Vol. 22 No. 3 (2023): Anterior Jurnal
Publisher : ​Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/anterior.v22i3.5310

Abstract

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan telah menjadi aspek penting dalam manajemen perusahaan di Indonesia. Tujuan utama penerapan CSR di Indonesia adalah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan berbagai pemangku kepentingan sekaligus memajukan tujuan sosial, lingkungan, dan ekonomi. Hal ini termasuk bertanggung jawab atas kegiatan perusahaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan menjaga kesejahteraan masyarakat setempat. Selain itu, sesuai dengan amanat UU No. 40 tahun 2007, semua perusahaan yang terdaftar di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan praktik CSR yang berfokus pada pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menyeimbangkan dimensi sosial dan lingkungan dalam kegiatan bisnis Perusahan. Sehingga dengan pengaturan CSR ini mampu menciptakan pembangunan Sosial dan lingkungan yang baik, serta mampu memberikna dampak positif bagi perusahaan tersebu. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif empiris, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan doktrinal, serta menggunakan sumber data sekunder dari bahan hukum primer, dan di analisis menggunakan analisis seskriptif. Sehingga menghasilkan simpulan bahwa pengaturan CSR dalam ranka percepatan pembangunan sosial ini mampu memberikan kontribusi besar bagi sosila dan lingkungan serta bermanfaat bagi perusahaan.
The Urgency of Appointing a Notary as The Official for Creating Waqf Pledge Deeds (PPAIW) for Shares Based on Law Number 41 of 2004 on Waqf Wahab, Abdul; Sambas, Nandang; Sumiyati, Yeti
Indonesian Journal of Social Science Research Vol 5 No 1 (2024): Indonesian Journal of Social Science Research (IJSSR)
Publisher : Future Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ijssr.05.01.30

Abstract

The object of waqf known to the public up to this point is still synonymous with immovable property (fixed assets). In Indonesia, regulations related to waqf are governed by several laws, including Law No. 41 of 2004 on Waqf. However, there are no specific regulations regarding share waqf. Additionally, concerning the creation of share waqf pledge deeds by a notary as the PPAIW, the regulations on waqf pledges stipulated in Article 27 of the Minister of Religious Affairs Regulation No. 73 of 2013 on Procedures for the Waqf of Immovable and Movable Assets Other than Money state that a notary is appointed as PPAIW by a Ministerial Decree. To be appointed by the Minister as PPAIW, one must meet the requirements of being a Muslim, trustworthy, and certified in waqf competence by the Ministry of Religious Affairs. These requirements pose a barrier for notaries to become PPAIW because there has been no socialization and implementation of the competence certification requirement. Moreover, the requirement to be Muslim means that not all notaries can become PPAIW. The aim of this study is to understand the implementation of regulations regarding notaries as PPAIW in the creation of Waqf Pledge Deeds. This research is a type of normative juridical research, with a sociological juridical approach. The findings indicate that the regulation and implementation of notaries as PPAIW for shares are not yet clear and firm, necessitating a broader legal review in relation to the principle of the benefits of share waqf for the community.
Legal Protection for Sharia Capital Market Investors To Increase Investor Confidence Through The ‘Sharia Securities List’ Wiyanti, Diana; Sumiyati, Yeti; Hendar, Jejen
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 9 No. 1 (2025): Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah UNISBA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/amwaluna.v9i1.2966

Abstract

Investors' worldly benefits and blessings in the hereafter are the main considerations in investing in the Islamic Capital Market. Many issuers have registered their companies on the Sharia Securities List based on POJK No. 35/POJK.04/2017 concerning Criteria and Issuance of Sharia Securities List. However, in practice, issuers that have been included in the Sharia Securities List can be removed from the list in the following period because they no longer fulfill the requirements of the POJK. This study aims to analyze the effectiveness of the implementation of investor protection regulations in the Sharia capital market with a focus on issuers' compliance with Sharia principles. The method used is descriptive-analytical with a normative juridical approach, and the analysis is qualitative. The results showed that the regulations related to the Sharia capital market are sufficient. Meanwhile, the implementation of legal protection for investors in the Sharia capital market needs to be improved to further increase investor confidence. This study recommends increased routine supervision by OJK, law enforcement with stricter sanctions for issuers that do not fulfill Sharia principles, and increased transparency of information for investors.
Kriteria Kepatutan dan Kewajaran dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan menurut Hukum Islam Sumiyati, Yeti; Hendar, Jejen; Ramli, Taty A.; Mufidi, M. Faiz
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 2 No. 1 (2018): Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah UNISBA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/amwaluna.v2i1.6270

Abstract

Hukum positif membuat kepatutan dan kewajaran dijadikan ukuran dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial, kepatutan dan kewajaran begitu banyak makna sehingga sulit untuk digunakan sebagai ukuran dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Bahkan ada yang menyamakan bahwnyanya tanggung jawab sosial perusahaan mirip dengan kewajiban zakat dalam hal ini adalah zakat perusahaan. Namun, zakat itu sendiri dalam hukum positif telah ditetapkan pada kewajiban zakat. Dalam pandangan hukum Islam sendiri diartikan kepatutan dan keadilan yang berfungsi sebagai ukuran pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah dijelaskan secara implisit atau secara implisit, kemudian dijelaskan dalam opini ulama yang menyatakan bahwa cocok dan keadilan harus memenuhi persyaratan uamat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.