This Author published in this journals
All Journal Interaksi Online
DR Sunarto
Unknown Affiliation

Published : 23 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Representasi Kekerasan Terhadap Transgender dalam Film Taman Lawang Nanda Ayu Puspita Ningsih; Dr Sunarto; Hapsari Dwiningtyas; M Bayu Widagdo
Interaksi Online Vol 2, No 4: Oktober 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.266 KB)

Abstract

Film merupakan salah satu media massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan sekaligus ideologi kepada khalayak. Film merepresentasikan kejadian-kejadian yang ada di dunia nyata dengan memasukkan ideologi dari pembuat film. Film Taman Lawang merupakan film yang menggambarkan adanya bentuk-bentuk kekerasan terhadap transgender. Tindak kekerasan tersebut muncul karena performativitas transgender yang dianggap menyimpang dari heteronormativitas.Di dalam penelitian ini terdapat 19 leksia yang telah dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk -bentuk kekerasan terhadap transgender yang terdapat di dalam film Taman Lawang sekaligus mendeskripsikan ideologi gender dominan yang ada di dalam film Taman Lawang. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika Roland Barthes secara sintagmatik dan paradigmatik. Pada analisis paradigmatik menggunakan lima kode pokok pembacaan teks dari Roland Barthes. Bentuk-bentuk kekerasan dapat dilihat melalui makna sintagmatik dan paradigmatik dengan menunjukkan bahwa tokoh waria dalam film ini menjadi obyek kekerasan yang tampak dan tidak tampak dari berbagai pihak sehingga menjadikan waria berada pada posisi yang inferior. Bentuk kekerasan yang tampak berupa kekerasan verbal, fisik, psikologis dan seksual. Sedangkan bentuk kekerasan yang tidak tampak adalah kekerasan struktural dan kekerasan simbolik. Representasi berbagai macam bentuk kekerasan terhadap transgender umumnya ditunjukkan dengan tampak natural dalam film ini melalui gaya sutradara dalam mengkombinasikan genre komedi dan horor dalam penyampaian isi film sehingga bersifat ringan dan menghibur. Dengan demikian menunjukkan bahwa film ini berusaha menaturalisasi tindak kekerasan tersebut agar menjadi wajar di dalam pandangan masyarakat. Budaya kekerasan yang terdapat di dalam film ini merupakan hasil dari performativitas kekerasan yang berpengaruh dalam memperkuat heteronormativitas yang ada di dalam masyarakat. Hal tersebut didukung dengan adanya ideologi gender dominan di dalam film ini yaitu ideologi patriarki yang dapat diketahui dari pelaku tindak kekerasan yang umumnya dilakukan oleh laki-laki. Kata kunci : transgender, heteronormativas, kekerasan, film
Pengelolaan Bisnis Cakra Semarang TV (Studi Kasus: Kerugian Finansial Televisi Lokal Cakra Semarang TV) Arnida Desti Artanti; Dr Sunarto; Hapsari Dwiningtyas; Much. Yulianto
Interaksi Online Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (70.478 KB)

Abstract

Lahirnya undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran menjadi pemicu munculnya televisi lokal di berbagai di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah. Televisi lokal dapat menjual hal-hal yang tidak disuguhkan oleh televisi nasional, seperti kearifan lokal, dan konten-konten bertema kedaerahan yang menggambarkan karakter masyarakat setempat. Di Semarang khususnya, terdapat beberapa stasiun televisi lokal yang mengudara. Akan tetapi, pada kenyataannya saat ini sebagian besar televisi lokal di Semarang telah diakuisisi oleh media nasional, sehingga kontennya sudah tidak murni lagi, karena harus merelai program dari televisi induk. Sepinya pasar iklan yang menyebabkan kerugian finansiaal, menjadi penyebab stasiun televisi lokal merelakan untuk diakuisisi oleh media nasional.Cakra Semarang TV merupakan satu-satunya televisi yang murni lokal di Semarang yang tidak diakuisisi oleh media maupun televisi nasional. Meski tergabung dalam kelompok media Balipost (KMB), namun tidak terdapat perjanjian yang mengikat bagi Cakra Semarang TV untuk merelai program dari televisi induk, yaitu Bali TV. Sebagai televisi yang murni lokal di Semarang, Cakra Semarang TV juga mengalami kerugian financial yang serupa, namun tetap konsisten bertahan sebagai televisi yang murni lokal dan tidak diakuisisi oleh media nasional. Berbagai macam cara pun dilakukan oleh cara semarang TV untuk menutupi kerugian financial yang masih terjadi, antara lain melakukan pinjaman ke bank dan ke pemilik modal. Penelitian ini menguraikan pengelolaan bisnis di Cakra Semrang tv di tengah-tengah kerugian financial yang terjadi. Hasilnya menunjukkan bahwa saat ini Cakra Semarang TV tidak mengandalkan iklan sebagai pemasukan utama, padahal salah satu sumber pemasukan utama dari media adalah dari iklan. Cakra Semarang TV kini mengandalkan penjualan program dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk pembuatan program sebagai sumber ladang bisnis.
Performativitas Gender dalam Film The Kids Are All Right Karya Lisa Cholodenko Yohanes Erik Wibawa; Dr Sunarto; Hapsari Dwiningtyas; Lintang Ratri Rahmiaji
Interaksi Online Vol 2, No 4: Oktober 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.929 KB)

Abstract

Konsep heteronormativitas tidak memberikan ruang dan toleransi terhadap bentuk gender-gender lain kecuali laki-laki dan perempuan dan heteroseksual dianggap sebagai hubungan yang paling alamiah. Judith Butler, seorang pasca strukturalis, menolak dualisme gender tersebut yang secara sosial sangat sulit ditinggalkan. Film The Kids Are All Right karya Lisa Cholodenko ini mencoba keluar dari nilai-nilai heteronormatif tersebut dengan menampilkan pasangan lesbian yang telah berkeluarga lengkap dengan kehadiran anak-anak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pembuat film dalam melakukan naturalisasi pasangan lesbian dalam konteks sosial keluarga dan mengungkap nilai-nilai dalam kultur dominan (heteronormatif) yang tidak bisa dilepaskan oleh film ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika model Roland Barthes melalui tahapan analisis sintagmatik dan paradigmatik dengan menggunakan lima kode pokok pembacaan teks. Strategi film dalam melakukan naturalisasi dengan menunjukkan bahwa pasangan homoseksual (lesbian) bisa memiliki anak sendiri, anak-anak yang diasuh oleh pasangan lesbian bisa berprestasi dan mempunyai tumbuh kembang yang baik, ikatan emosional anak-anak dengan orang tua maupun antar individu lesbian ketika sedang berkonflik (ditunjukkan melalui ekspresi menangis, marah, dan kecewa), adegan-adegan romantic relationship pasangan lesbian (berciuman, berpelukan, bergandengan tangan, dan bercinta), adanya transformasi nilai-nilai sosial dari orang tua ke anak-anak, dan orientasi seksual orang tuanya tidak mempengaruhi orientasi seksual anak-anaknya (walaupun masih menunjukkan adanya melancholic heterosexuality). Kecenderungan heteronormativitas terletak pada konstruksi praktek sosial dan kategori gender yang sifatnya tidak hanya dikotomis tetapi juga hirarkis melalui hadirnya simbol butch (dominasi maskulin)dan femme (peran domestik feminin). Film ini juga menunjukkan resistensi terhadap heteronormativitas dengan menampilkan kategori gender dan seksualitas yang cair. Performativitas gender disini adalah sesuatu yang kompleks karena bukan hanya sekadar imitasi bagaimana gender yang seharusnya ditampilkan oleh tokoh-tokoh dalam film, tetapi bukan usaha untuk menghindari pengulangan terhadap model heteronormativitas tentang bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya.Kata kunci : gender, seksualitas, film