Sunny Wangko
University of Sam Ratulangi Manado, Indonesia

Published : 55 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search
Journal : JURNAL BIOMEDIK

PERAN ESTROGEN PADA REMODELING TULANG Sihombing, Iknes; Wangko, Sunny; Kalangi, Sonny J.R.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.1210

Abstract

Abstract: Bone tissues experience continual regeneration of their extracellular components by overhauling the old components. This process is called bone remodeling, which involves several kinds of bone cells. The most important bone cells related to the bone remodeling are osteoblasts, osteocytes, and osteoclats. The bone remodeling is influenced by estrogen. This hormone inhibits bone resorption, resulting in slowing down the osteoporosis process. This antiresorptive effect can be provided also by the estrogen action on osteoblasts, which indirectly influences osteoclast activities. Estrogen has been proved to slow down the decrease of bone mass and fracture risks in women with osteoporosis. Hormone replacement therapy, aimed at replacing estrogen deficiency, consists of phytoestrogen and progesteron; besides that, calcium and vitamine D are needed, too. Keywords: estrogen, bone remodeling, osteoblast, osteocyte, osteoclast.     Abstrak: Tulang merupakan jaringan yang terus menerus melakukan regenerasi komponen-komponen ekstrasel dengan cara menghancurkan komponen tulang yang sudah tua dan menggantikannya dengan yang baru. Proses ini disebut remodeling tulang, yang melibatkan kerja sel-sel tulang tertentu. Sel-sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan pembentukan dan resorpsi tulang ialah osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Remodeling tulang dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon ini menekan resorpsi tulang sehingga dapat menghambat proses kerapuhan tulang. Efek antiresorptif tersebut dapat pula dihasilkan melalui kerjanya pada osteoblas, yang secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas osteoklas. Estrogen terbukti dapat mengurangi laju penurunan massa tulang dan risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis. Terapi sulih hormon yang digunakan untuk mengganti defisisensi estrogen ialah fitoestrogen, progesteron, selain itu juga kalsium dan vitamin D. Kata kunci: estrogen, remodeling tulang, osteoblas, osteosit, osteoklas.
IDENTIFIKASI IRIS OPSI IDENTIFIKASI BIOMETRIK Kristanto, Erwin G.; Rompas, Elisa; Wangko, Sunny
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.3.2013.4343

Abstract

Perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari membuat timbulnya kebutuhan untuk membuktikan pada mesin dan sistem bahwa seorang individu ialah pemilik identitas yang ditampilkan oleh mesin dan sistem tersebut. Aktivitas membuka pintu, absensi, membuka komputer, hingga membuat dokumen, membutuhkan verifikasi bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh orang yang tepat. Kebutuhan ini dijawab dengan suatu metode identifikasi yang disebut identifikasi biometrik. Penggunaan identifikasi biometrik membantu peningkatan keamanan sistem komputer dengan menggantikan penggunaan kata kunci (password) yang dapat diretas. Password yang terdiri dari 6 karakter tanpa karakter khusus walau memiliki 2,25 miliar kemungkinan kombinasi, ternyata dapat diretas dalam beberapa detik dengan menggunakan sebuah server komputer. Akun media sosial yang memiliki pengaman yang cukup baik, ternyata banyak yang diretas dan kemudian disalahgunakan. Identifikasi iris dianggap merupakan salah satu metode identifikasi biometrik yang ideal dan lebih stabil karena iris adalah organ internal yang terproteksi oleh kornea. Beberapa kekurangan metode ini ialah pada pengguna kacamata, lensa kontak, atau cadar, serta peminum alkohol.
PERAN MELANOSIT PADA PROSES UBAN Sinaga, Roslin; Wangko, Sunny; Kaseke, Marie
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.1201

Abstract

Abstract: Hair is a long keratinous structure derived from invaginated epidermal epithelial cells. Hair varies in colour, diameter, and distribution, depending on race, age, gender, and regions of the body. Histologically, the structure of hair is formed by three strata, or inter alia: medulla, cortex, and cuticle. Melanocytes of hair follicles are specific cells that play some important roles in the production of hair pigment (melanin). Gray hair appears due to aging. In this case melanocyte activities in melanin production decrease gradually. There are other external factors that can influence the appearance of gray hair e.g smoking and hair dyes; both of them produce hydrogen peroxyde which inflict eumelanogenesis. Eumelanin is the dark-brown melanin, meanwhile feomelanin is the yellow one. An internal factor related to the early appearance of grey hair is a genetically induced one. Keywords: grey hair, melanocyte, hair.   Abstrak: Rambut merupakan struktur panjang berkeratin yang berasal dari invaginasi epitel epidermis. Warna, ukuran dan  penyebaran rambut bervariasi sesuai ras, umur, jenis kelamin, dan area tubuh. Rambut terdiri atas tiga lapis sepusat yaitu: medula, korteks, dan kutikula. Melanosit folikel rambut merupakan sel-sel khusus yang secara langsung mengendalikan produksi pigmen rambut, yaitu melanin. Munculnya rambut uban diakibatkan proses penuaan dimana aktivitas sel melanosit juga ikut menurun secara bertahap. Beberapa faktor eksternal yang dapat memicu rambut menjadi uban antara lain  merokok atau penggunaan cat rambut, yang merangsang pembentukan hidrogen peroksida sehingga sintesis eumelanin menjadi terganggu. Eumelanin ialah jenis melanin yang berwarna coklat-hitam, sedangkan feomelanin berwarna pirang. Faktor internal lain yang berkaitan dengan tumbuhnya uban lebih awal ialah genetik. Kata kunci: uban, melanosit, rambut.
GLUT4 JARINGAN ADIPOSA FUNGSI DAN DISFUNGI Kaunang, Henry C. P.; Wangko, Sunny
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 3 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.2.3.2010.1192

Abstract

Abstract: Following the discovery of insulin nearly a century ago, it has become easier to comprehend the mechanism of this peptide hormone. Insulin activates the phosphorylation of tyrosine kinase and consequently triggers the intracellular signals that regulate most of the processes within the cells of our body. In order to maintain the glucose homeostasis, insulin reduces glucose production in the liver and increases glucose uptake into muscles and adipose tissues by escalating the glucose transporter 4 (GLUT4) translocation from within the cells to the outer part of the membranes. Many efforts have been put forth out of the curiosity of scientists to provide answers, but further exploration of insulin receptor signaling pathways and junctures in trafficking has made it clear that many questions are left unanswered. Interestingly, these questions are being more focused on; hence, the functional molecules, in particular those that were required for insulin signaling cascades and junctures of GLUT4 vesicle trafficking have become the interest for further research. The degenerative diseases with broad complications due to the impaired of glucose homeostasis preserved by insulin have become the main target in developing a therapy or even prevention. Many joint efforts of scientists using numerous research methods offer great expectations for better comprehension of regulating the GLUT4 vesicle trafficking. Keywords: insulin stimulation, adipose tissue, GLUT4 trafficking  Abstrak: Dengan ditemukannya insulin hampir seabad lalu, semakin banyak yang diketahui tentang mekanisme kerja hormon peptida ini. Insulin memfosforilasi tirosin kinase sekaligus juga mengaktifkannya sehingga memicu kaskade sinyal intrasel yang meregulasi sebagian besar proses di dalam sel. Untuk mempertahankan homeostasis glukosa, insulin menekan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa pada jaringan otot dan adiposa dengan meningkatkan translokasi transporter glukosa 4 (GLUT4) menuju permukaan membran plasma. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk menjawab keingin-tahuan para ilmuwan, namun semakin menggali ke dalam kompleksitas molekular lintasan sinyal reseptor insulin dan tahapan-tahapan proses trafficking, semakin banyak pertanyaan yang muncul ke permukaan. Hal ini menarik untuk dikembangkan karena spesifitas molekul fungsional yang dibutuhkan untuk kaskade sinyal insulin dan tahapan trafficking vesikel GLUT4 dapat menjadi titik tangkap untuk penelitian. Penyakit degeneratif dengan komplikasi yang luas akibat terganggunya homeostasis glukosa oleh insulin menjadi sasaran utama dalam pengembangan terapi penanganan atau bahkan pencegahan. Upaya para peneliti dengan penggunaan beragam metode penelitian sangat diharapkan mampu memberikan secercah cahaya dalam memahami regulasi insulin dalam trafficking vesikel GLUT4 Kata kunci: stimulasi insulin, jaringan adiposa, trafficking GLUT4
PERAN SEL STELATA HEPATIK PADA SIROSIS HEPATIS Pattabang, Iola; Wangko, Sunny
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.807

Abstract

Abstract: Hepatic stellate cell was firstly described by Carl von Kupffer in 1876 by using glod chloride staining. Stellate cells are found in spaces of Disse, that are located between hepatocytes and sinusoid endothelial cells. The main function of stellate cells is as vitamine A-storing cells. In liver cirrhosis, these stellate cells are activated and become proliferative, fibrogenic, and contractile myofibroblasts. Keywords: hepatic stellate cell, activated, cirrhosis  Abstrak: Sel stelata hepatik pertama kali dideskripsikan oleh Carl Von Kupffer pada tahun 1876 dengan menggunakan metode pewarnaan gold chloride. Sel stelata terletak dalam celah Disse, yaitu celah antara hepatosit dan sel endotel sinusoid. Fungsi utama dari sel stelata ialah menyimpan vitamin A. Pada sirosis hepatis sel stelata akan teraktivasi menjadi miofibroblas yang bersifat proliferatif, fibrogenik dan kontraktil. Kata kunci: sel stelata hepatik, teraktivasi, sirosis
GAMBARAN HISTOLOGIK HATI TIKUS WISTAR YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL DENGAN INDUKSI PARASETAMOL Manatar, Amelia F.; Wangko, Sunny; Kaseke, Marie M.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2608

Abstract

Abstract: Virgin Coconut Oil (VCO) is defined as a multifunction supplement of health. Previous research has proved that it can be used for anti-inflammation, anti-pyretic, anti-oxidant, and for metabolism repairments. This VCO will be biotransformed in the liver. Paracetamol is an analgetic and antipyretic medicine which is usually used for self-medication. Over dosage of paracetamol is potentially destructive for the liver, which is the major detoxification organ. This study aimed to find out the histological changes of wistar livers treated with VCO after being induced with paracetamol. This was an experimental study using the post-test-only control group design. This study was conducted for 12 days. As subjects, we used 22 male wistars divided into five groups: negative control group (KN); positive control group (KP) treated with toxic dosages of paracetamol (2.5 g/kg BW/day) from day 8 to 12; and three treatment groups (P1, P2, and P3) given VCO 1 ml, 5 ml, and 10 ml per kg BW/day consecutively for 12 days, added with the paracetamol 2.5 g/kg BW/day from day 8 to 12. Some wistars from each group were terminated on day 10 and the others on day 13. Their livers were examined for macroscopic and microscopic observations. The histological changes found were: lipid degeneration, hydrophic degeneration, and necrosis of hepatocytes in the KP, P1, P2, and P3. The P2 showed less liver destruction than KP, P1, and P3. Moreover, hepatocyte regeneration was found in P1 and P2. Conclusion: Paracetamol induction of toxic dosages 2.5 g/kg BW resulted in histological changes of the wistar livers (hydrophic degeneration, fatty degeneration, and hepatocyte necrosis). Treatment with VCO 1 ml and 5 ml/kg BW/day could diminish the changes and stimulate the regeneration of hepatocytes. However, with a maximal dosage of 10 ml/kg BW/day, VCO worsened the injured liver marked by diffuse fatty degeneration of the livers. Keywords: liver destruction, paracetamol, virgin coconut oil.    Abstrak: Virgin Coconut Oil (VCO) diyakini memiliki banyak fungsi yang berkaitan dengan kesehatan. VCO berkhasiat sebagai anti inflamasi, anti piretik, antioksidan, dan memperbaiki fungsi metabolisme tubuh. Parasetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik yang banyak digunakan. Toksisitas akut dari obat ini berpotensi menimbulkan kerusakan hati. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran histologik hati tikus wistar yang diberi VCO disertai induksi parasetamol. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian the post test only control group design. Subyek penelitian yaitu dua puluh dua ekor wistar jantan dibagi dalam lima kelompok, yaitu: kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP) yang diberi parasetamol dosis toksik 2,5 g/kg BB/hari pada hari ke 8-12, dan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (P1, P2, dan P3) yang diberi VCO masing-masing kelompok perlakuan 1 ml, 5 ml. dan 10 ml per kg BB/hari selama 12 hari dengan pemberian parasetamol 2,5 g/kg BB/hari dimulai pada hari ke 8-12. Hasil penelitian menunjukkan perubahan gambaran struktur histologik hati berupa degenerasi lemak, degenerasi hidropik, dan nekrosis pada kelompok KP, P1, P2, dan P3. Kelompok P2 memperlihatkan lebih sedikit perubahan histologik hati dibandingkan kelompok KP, P1 dan P3. Aktivitas regenerasi hepatosit ditemukan pada kelompok P1 dan P2. Simpulan: Induksi parasetamol dosis toksik 2,5 g/kg BB mengakibatkan perubahan histologik hati berupa degenerasi hidropik, degenerasi lemak, dan nekrosis hepatosit. Pemberian VCO dosis 1 ml/kg BB dan 5 ml/kg BB dapat mengurangi terjadinya perubahan tersebut serta mampu merangsang regenerasi hepatosit secara cepat sedangkan pemberian VCO dosis maksimal 10 ml/kg BB memperparah cedera hati dengan terjadinya degenerasi lemak yang difus. Kata kunci: kerusakan hati, parasetamol, virgin coconut oil.
RESEPTOR MELANOKORTIN 1 (MC1R) ASAL USUL DAN STRUKTUR PROTEIN Pratama, Gunawan; Wangko, Sunny; Jacobs, Jemima N.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 1 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.2.1.2010.837

Abstract

Abstract: Melanocytes in basal layers of skin and hair follicles produce melanin biopolymers which determine phenotypes of skin and hair colors of an individual. Melanogenesis induction is influenced by many factors: one of them is activation of receptors in melanocytes? trans-membrane fragments by effector hormones. Melanocortin-1 receptors belong to the subclasses of the G-protein-coupled-receptor (GPCR) family that is located in melanocytes? transmem-brane fragments. Variations of their protein structures affect the end result of skin color. Intro-duction, nomenclature, grouping these receptors in the GPCR family, and their protein struc-tures, give some important information about how the receptors actually work in our body, especially in the skin and hair. Key words: GPCR, MC1R, protein?s structure. Abstrak: Sel-sel melanosit pada lapisan basal kulit dan folikel rambut memproduksi biopoli-mer melanin yang akan menentukan fenotip warna kulit dan rambut seseorang. Induksi melanogenesis yang terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah melalui aktivasi reseptor pada transmembran melanosit oleh beberapa hormon efektor. Reseptor melanokortin 1 merupakan sub-sub kelas kelompok reseptor protein G yang terletak pada transmembran melanosit dimana variasi struktur protein penyusunnya akan mempengaruhi hasil akhir warna kulit. Pengenalan awal, tata nama, penggolongannya  dalam bagian keluarga besar protein G serta struktur protein setidaknya memberi sedikit pemahaman bagaimana cara kerja reseptor ini selanjutnya. Kata kunci: MC1R, GPCR, struktur protein.
HERMETIA ILLUCENS ASPEK FORENSIK, KESEHATAN, DAN EKONOMI Wangko, Sunny
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 1 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Maret 2014
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.1.2014.4159

Abstract

Abstract: Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae) is distributed throughout the temperate and tropic areas. Adults only need water to survive and are not attracted to human habitation or foods. Generally, adult females oviposit on organic waste of plants, animals, or humans. Larvae have 6 instars which make H. illucens applicable for the estimation of postmortem interval (PMI) at late-stage decomposition. Albeit, the consideration of environmental conditions is significantly needed for obtaining more accurate PMIs. Larvae of Hermetia illucens are useful in bioconversion of organic waste and can reduce the pollution of animal and human manure in a relative short time. Moreover, larva population can inhibit Musca domestica population and several kinds of microbes. The high nutrient content of these larvae make them suitable as animal food. Studies involving geographical, environmental, and seasonal conditions have to be developed to support the usage of Hermetia ilucens more accurately.Keywords: Hermetia illucens, postmortem interval, antimicrobial, bioconversion, animal food  Abstrak: Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae) tergolong serangga yang umum ditemukan di daerah berikllim sedang dan tropis. Serangga dewasa hanya memerlukan air untuk mempertahankan hidup dan tidak tertarik pada habitasi atau makanan manusia. Umumnya dewasa betina beroviposisi pada sampah organik baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun manusia. Perkembangan larva sampai instar 6 memungkinkannya diaplikasikan untuk perkiraan postmortem interval pada tahap dekomposisi lanjut dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan di suatu daerah tertentu untuk mendapatkan PMI yang lebih akurat. Larva Hermetia illucens sangat bermanfaat dalam biokonversi sampah organik dan menurunkan polusi lingkungan akibat kotoran hewan dan manusia dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, populasi larva dapat menekan populasi Musca domestica, serta pertumbuhan berbagai jenis mikroba. Kandungan nutrien yang tinggi dari larva Hermetia illucens membuatnya ideal sebagai pakan ternak. Penelitian pada berbagai kondisi geografik, lingkungan, dan musim perlu dikembangkan agar pemanfaatan Hermetia illucens dapat diaplikasikan secara lebih akurat.Kata kunci: Hermetia illucens, postmortem interval, antimikroba, biokonversi, pakan ternak
PAPILA LIDAH DAN KUNCUP KECAP Wangko, Sunny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.3.2013.4349

Abstract

Lidah merupakan organ muskular yang menonjol ke dalam kavum oris dari permukaan inferior. Otot-otot lidah merupakan otot bercorak seperti otot skelet, dan terdiri dari otot ekstrinsik (mempunyai origo di luar lidah) dan intrinsik (mempunyai origo di dalam lidah). Otot bercorak lidah tersusun dalam berkas-berkas yang berjalan dalam tiga bidang;  masing-masing bidang membentuk sudut  tegak lurus satu dengan yang lain. Hal ini memungkinkan pergerakan lidah dengan fleksibilitas dan  ketepatan tinggi, yang berperan baik dalam proses bicara maupun digesti dan menelan. Permukaan dorsal lidah terbagi atas 2/3 bagian anterior dan 1/3 bagian posterior oleh lekukan berbentuk huruf V, disebut sulkus terminalis. Apeks dari lekukan huruf V mengarah ke posterior dan merupakan lokasi foramen sekum. Pada bagian dorsal lidah terdapat beberapa jenis papila lidah yang berperan dalam fungsi mekanis mengatur makanan dalam kavum oris dan fungsi pengecapan (organ indera).
JARINGAN LEMAK PUTIH DAN JARINGAN LEMAK COKLAT Aspek histofisiologi Karundeng, Ronny; Wangko, Sunny; Kalangi, Sonny J. R.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.3.2014.6328

Abstract

Abstract: There are two types of adipose tissues, white adipose tissue and brown adipose tissue. White adipose tissue is distributed in subcutaneous tissues meanwhile brown adipose tissue is located in certain parts of the body, neck and interscapulaar regions, in fetus and infants. Cells of adipose tissue are named adipocytes. The adipocyte of white adipose tissue contains one lipid locus (unilocular), meanwhile the adipocyte of brown adipose tissue contains many small lipid inclusions (multilocular). In adults, all adipose tissues show similar histological features-unilocular. Albeit, in certain conditions, adipocytes of brown adipose tissues can reverse to their former features, multilocular. Each type of these adipose tissue has its own characteristic in hitological and functional aspects.Keywords: white adipose tissue, brown adipose tissue, histological characteristics, functionAbstrak: Terdapat dua jenis jaringan lemak yaitu jaringan lemak putih dan jaringan lemak coklat. Jaringan lemak putih tersebar pada jaringan subkutan sedangkan jaringan lemak coklat banyak terdapat di daerah leher dan interskapular pada fetus dan bayi. Sel jaringan lemak disebut adiposit. Pada usia dewasa, semua jaringan lemak terlihat sebagai lemak unilokuler tetapi pada kondisi tertentu jaringan lemak coklat dapat kembali ke struktur semula, yaitu multilokular. Kedua jenis jaringan lemak memiliki kekhususan sendiri baik dari aspek histologik maupun fungsional.Kata kunci: jaringan lemak putih, jaringan lemak coklat, gambaran histologik, fungsi