Erwin G. Kristanto
Department of Forensic and Medicolegal Science, Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi, Manado

Published : 28 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

POLA LUKA PADA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP PEREMPUAN DI RS BHAYANGKARA MANADO PERIODE 2013 Molenaar, Emmanuela R.; Mallo, Nola T. S.; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 3, No 2 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i2.8382

Abstract

Abstract: Violence in a family shows a tendency to increase every year. Studies from other countries showed that the occurance of this violance was about 15-17%. Most of the victims are adult females and the culprits are mostly the husbands. There are several methods needed to detect such cases. Doctors and their medical staff must have the ability to identify the condition of the victim inlcuding psychological and physical condition as well as the types of wounds. Theis study aimed to obtain the pattern of wound types in female victims related to violence in family. This was a retrospective and descriptive study using reports of visum et repertum of Bhayangkara Hospital Manado as the secondary data. The results showed that of the 43 cases, the majority belonged to the group of age 31-32 years old (10 people), physical type of violance (93%), bruise as the type of wound (70%), and located at the forehead and the back part of the head (18.60%).Keywords: Violence, family, type of injuryAbstrak: Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu kasus yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Studi dari berbagai negara menunjukkan angka kejadian KDRT berkisar antara 15-71%. Sebagian besar korban KDRT ialah perempuan dewasa dan pelaku biasanya ialah suami. Dalam pengungkapan kasus KDRT diperlukan metode-metode tertentu dari dokter atau tenaga kesehatan untuk mendektesinya. Dokter atau tenaga medis harus mampu mengetahui keadaan psikologis dan fisik, serta pola luka/cedera yang dialami korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan meningkatkan kemampuan deteksi kasus KDRT terhadap perempuan bagi para dokter melalui pola luka. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari hasil visum dan dilaporkan menurut distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 43 kasus KDRT terhadap perempuan terbanyak ialah kelompok umur 31-32 tahun (10 orang), jenis kekerasan fisik (93%), jenis cedera memar (70%), letak cdera daerah sekitar dahi dan kepala bagian belakang (18,60%).Kata kunci: kekerasan dalam rumah tangga, pola cedera
Keragaman Kasus Forensik Klinik di RS Bhayangkara Tingkat III Manado dari Sudut Pandang SKDI 2012 Periode Juli 2015-Juni 2016 Lumente, Magdalya A.; Kristanto, Erwin G.; Siwu, James F.
e-CliniC Vol 5, No 1 (2017): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v5i1.14780

Abstract

Abstract: Forensic clinic is a part of medical forensics which includes examination of living victim. The knowledge and skill of a doctor are needed in case of assisting the investigators and public prosecutors in proving of a criminal act. General practitioners are required to mastering all competence levels based on the National Standard Competency of Indonesian Medical Doctors 2012 (SKDI 2012). This study was aimed to obtain all kinds of forensics clinic cases at Bhayangkara Level III Hospital Manado from July 2015 to June 2016. This was a descriprive retrospective study using data obtained from the police inquest papers, visum et repertum, and medical records. The results showed that there were 38% of cases, that fulfilled the Standard Competence of General Practitioner. Conclusion: In this study, the majority of cases were blunt violent cases. It is suggested that Bhayangkara Level III Hospital Manado become a partnership of hospital education for future doctors.Keywords: forensic clinic, doctor competence, SKDI 2012 Abstrak: Forensik klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup pemeriksaan pada korban hidup. Ilmu pengetahuan dan keterampilan seorang dokter dibutuhkan dalam membantu tugas penyidik dan penuntut umum dalam pembuktian tindak pidana. Dokter umum diwajibkan menguasai semua tingkat kompetensi yang ada di dalam buku Standar Kompetesi Dokter Indonesia 2012. Penelitian ini merujuk pada RS Bhayangkara Tingkat III Manado dengan tujuan untuk mengetahui keragaman kasus Forensik Klinik di RS Bhayangkara Tingkat III Manado periode Juli 2015-Juni 2016. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Sumber data penelitian didapatkan dari surat permintaan visum, visum et repertum, dan rekam medis. Hasil penelitian mendapatkan 38% kasus yang mencukupi standar kompetensi dokter umum. Simpulan: Majoritas kasus dalam studi ini ialah kekerasan tumpul. Disarankan RS Bhayangkara Tingkat III Manado dipertimbangkan sebagai kepaniteraan rumah sakit pendidikan bagi dokter muda.Kata kunci: forensik klinik, kompetensi dokter, SKDI 2012
Pengaruh Kadar Hemoglobin Terhadap Lebam Mayat (Livor Mortis) Umboh, Reynaldo B.; Mallo, Nola T. S.; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.10987

Abstract

Abstact: Death can be identified by using advanced signs of death as follows: postmortem lividity (livor mortis), rigor mortis, decomposition, mummification, and adipocere. Postmortem lividity occurs right after clinical signs of death. Erythrocytes will accumulate to the lowest area of the body due to gravity, fill the veins and venules, and then form reddish purple spots called lividity. This study aimed to find the effect of hemoglobin level on colors indicating postmortem lividity and the time when the lividity vanishes due to pressure. This study used a cross-sectional design and was carried out at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from October to December 2015. In this study, pressure was given to the livor mortis of the deceased patients. Hemoglobin levels were obtained from the medical records. The results showed that there was a statistically significant effect of hemoglobin levels on the vanishing time of livor mortis (p<0.05, p=0.040), meanwhile there was no significant effect of hemoglobin levels on the colors indicating livor mortis (constant). Additional samples with more accurate instrument for measuring the differences in colors and periodical documentation with videos are recommended for further studies. Keywords: hemoglobin postmortem lividity (livor mortis) Abstrak: Kematian dapat dikenal pada seseorang melalui adanya tanda-tanda kematian lanjut berupa lebam mayat, kaku mayat, pembusukan, mumifikasi dan adiposera. Lebam mayat (livor mortis) terjadi setelah kematian klinis. Eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kadar hemoglobin terhadap warna lebam mayat dan hilangnya (detik) ketika diberi penekanan. Jenis penelitian potong lintang. Penelitian dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Oktober – Desember 2015 dengan mengamati dan menekan lebam mayat pasien meninggal. Data rekam medis pasien ditelusuri untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh kadar hemoglobin terhadap hilangnya lebam mayat pada penekanan (p<0,05 atau p=0,040) dan tidak ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap warna lebam mayat (livor mortis) = konstan. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan sampel yang lebih banyak dengan penggunaan alat ukur warna maupun alat ukur untuk melakukan penekanan serta melakukan dokumentasi foto ataupun video secara berkala.Kata kunci: hemoglobin, lebam mayat (livor mortis)
Pola Kekerasan Senjata Api di Sulawesi Utara Periode 2012-2017 Djaafara, Fauziyyah N.S.E; Siwu, James F.; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 5, No 2 (2017): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.5.2.2017.18456

Abstract

Abstract: Injuries and deaths resulted from firearm violence are global public health issues. In Indonesia, many firearm violence cases are reported in areas with frequent conflicts. In North Sulawesi, especially in Manado City, reports of firearm violence have not been well documented. This study was aimed to determine the firearm violence pattern in North Sulawesi in the period of 2012-2017. This was andescriptive retrospective study. Data of gunshot wounds in North Sulawesi in the period of January 2012-July 2017 were obtained from visum et repertum of gunshot wound in death cases at the Department of Forensic and Medicolegal Prof. R. D. Kandou Hospital, medical records of patients in the Department of Surgery Prof. R. D. Kandou Hospital, and the Criminal Investigation Department of North Sulawesi Regional Police. There were 14 cases of gunshot wounds. All of the cases were males and dominated by productive age group. The highest number of gunshot cases occurred in Manado. From the visum et repertum and examinations, it was found that all cases had an entrance gunshot wound. Conclusion: In North Sulawesi, gunshot cases were found in males, most were in productive age, and had entrance gunshot wound.Keywords: firearms, gunshot wounds, North Sulawesi Abstrak: Cedera dan kematian akibat kekerasan senjata api menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global. Di Indonesia, kasus kekerasan senjata api banyak dilaporkan di daerah yang sering mengalami konflik. Di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado laporan mengenai angka kejadian kekerasan senjata api belum tercatat dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kekerasan senjata api di Sulawesi Utara pada periode 2012-2017. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Dari hasil pengumpulan data kasus luka tembak di Sulawesi Utara kurun waktu tersebut melalui penelusuran hasil visum et repertum pada kematian akibat luka tembak di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou, rekam medik pasien di Bagian Ilmu Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, dan Bagian Reserse Kriminal Umum (Bareskrimum) Kepolisian Daerah Sulawesi Utara tercatat 14 kasus luka tembak yang terjadi di Sulawesi Utara. Secara keseluruhan kasus luka tembak terjadi pada laki-laki dan didominasi oleh kelompok usia produktif. Kasus penembakan terbanyak terjadi di Kota Manado. Dari hasil pemeriksaan dan visum et repertum, didapatkan hasil bahwa seluruh kasus merupakan gambaran luka tembak masuk. Simpulan: Di Sulawesi Utara, kasus luka tembak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki, umumnya usia produktif, dengan luka tembak masuk.Kata kunci: senjata api, luka tembak, Sulawesi Utara
Motilitas spermatozoa pasca ejakulasi terkait kepentingan forensik pasca tindak kekerasan seksual Rondonuwu, Hermanus; Mallo, Johannis F.; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.1.2016.12116

Abstract

Abstract: The increasing number of sexual violence against women results in increasing number of requests from victims to prove that the sexual violence had occured. One of the examinations that is commonly used is sperm motility. This study aimed to determine the duration of spermatozoa motility post-ejaculation related to forensic importance. The results showed that there were as many as 30 samples of sperm after ejaculation. Microscopically, at the third hour it was clearly observed that half of the samples (50%) did not show any motility at room temperature. At the fourth hour, only 13% of samples (4 out of 30 samples) still showed spermatozoa motility. At the fifth till the eight hours all sperm samples did not show any spermatozoa motility. Conclusion: About 50% of spermatozoa could maintain their motility until 3 hours and a small part of them still showed motility until 4 hours at room temperature.Keywords: sperm motility, post ejaculation, sexual violence, forensic analysis. Abstrak: Semakin maraknya jumlah kekerasan seksual yang terjadi terhadap wanita maka semakin bertambah pula jumlah permintaan dari para korban untuk melakukan pemeriksaan guna membuktikan bahwa benar telah terjadinya kekerasan seksual. Salah satu jenis pemeriksaan yang sering digunakan ialah pemeriksaan motilitas spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lamanya motilitas spermatozoa pasca ejakulasi terkait kepentingan analisis forensik. Hasil penelitian melibatkan 30 sampel sperma pasca ejakulasi. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa pada jam ke-3 sangat jelas terlihat setengah (50%) dari sampel yang ada sudah tidak menunjukkan kemampuan motilitas lagi dalam suhu kamar. Pada jam ke-4 jumlah sampel sperma yang masih motil hanya tersisa 13% (4 dari 30 sampel), sedangkan pada jam ke-5 hingga jam ke-8, keseluruhan sampel sperma sudah tidak motil lagi. Simpulan: Sekitar 50% spermatozoa mampu mempertahankan motilitas selama 3 jam, dan hanya sebagian kecil spermatozoa yang mampu mempertahankan motilitasnya maksimal selama 4 jam dalam suhu kamar. Kata kunci: motilitas spermatozoa, pasca ejakulasi, kekerasan seksual
Gambaran kasus asfiksia mekanik di Bagian Forensik RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou periode tahun 2010 -2015 Robi, Marisna; Siwu, James F.; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.14348

Abstract

Abstract: Asphyxia is a condition characterized by the disturbance of gas exchange in the respiratory tract resulted in reduced oxygen accompanied by increased carbon dioxide in the blood. Mechanical asphyxia is suffocation that occurs when the airway was obstructed by various circumstances (which are mechanical), as follows: choking, smothering, strangulation by ligature, manual strangulation, and hanging. This study was aimed to obtain the profile of mechanical asphyxia cases at Forensic Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital period 2010-2015. This was a descriptive retrospective study. The results of the external examination and autopsy showed that there were 22 cases of death due to mechanical asphyxia. The highest percentage of asphyxia cases was in 2011 as many as 8 cases (36.5%). Most cases were in the age group of 17-25 years old (7 cases; 31.8%). Males (12 cases; 54.5%) were slightly more frequent than females (10 cases; 45.5%). The most cases of mechanical asphyxia were hanging (15 cases; 68.2%). The most common sign of asphyxia was congestion of the organs (19 cases; 86.4%).Keywords: asphyxia, mechanical asphyxia, forensic Abstrak: Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara dalam saluran pernapasan yang berakibat menurunnya oksigen dalam darah berkurang disertai dengan meningkatnya karbon dioksida. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (bersifat mekanik), yaitu pembekapan, penyumpalan, jeratan, cekikan dan gantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus asfiksia mekanik di Bagian Forensik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode tahun 2010-2015. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan data hasil pemeriksaan luar dan autopsi. Hasil penelitian mendapatkan 22 kasus kematian akibat asfiksia mekanik. Kasus terbanyak pada tahun 2011 yaitu 8 kasus (36,5%). Kelompok usia terbanyak ialah 17-25 tahun dengan 7 kasus (31,8%). Jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak yaitu 12 kasus (54,5%) dibandingkan perempuan yaitu 10 kasus (45,5%). Kasus asfiksia mekanik tersering ialah gantung dengan jumlah 15 kasus (68,2%). Tanda asfiksia yang sering ditemukan ialah pembendungan organ dalam yaitu 19 kasus (86,4%). Kata kunci: asfiksia, asfiksia mekanik, forensik
Hubungan tinggi kepala dengan tinggi badan untuk identifikasi forensik Poluan, Beatrice; Tomuka, Djemi; Kristanto, Erwin G.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.12110

Abstract

Abstract: Forensic identification is a method to provide assistance for investigators in fulfilling visum et repertum requests and to identify death bodies. Forensic anthropology assists the process of visum et repertum. Forensic anthropology is the application of physical anthropology science inter alia by using anthropometry; certain body parts are measured. Body height is one of the major point in identification and in forensic anthropology, body height is one of the main biological profiles. Head height can be used to determine body height because there is a significant correlation between these two biological profiles. This study aimed to obtain the relationship between head height and body height. This was an analytical study with a cross sectional design. Subjects were students of batch 2012 of Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi Manado, aged 21-22 years. The results showed a positive correlation r= 0.691 with a probablity value of 0.000. Conclusion: There was a significant correlation between head height and body height. Keywords: forensic identification, forensic anthropology, anthropometry. Abstrak: Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum untuk menentukan identitas seseorang. Antropologi forensik merupakan penerapan ilmu antropologi fisik dengan menggunakan antropometri yaitu salah satu metode pengukuran bagian tubuh. Tinggi badan merupakan salah satu ciri utama untuk proses identifikasi. Dalam antropologi forensik, tinggi badan merupakan salah satu profil biologis utama. Bagian tubuh yang dapat diukur untuk menentukan tinggi badan ialah antara lain tinggi kepala karena terdapat hubungan yang kuat antara keduanya. Tinggi badan dan tinggi kepala berbanding lurus karena setiap terjadi pertambahan tinggi badan, tinggi kepala juga bertambah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tinggi kepala dan tinggi badan. Jenis penelitian ini analitik dengan desain potong lintang. Subyek penelitian ialah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado angkatan 2012 yang berusia 21-22 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara tinggi kepala dan tinggi badan dengan nilai koefisien r = 0,691, dan nilai probabilitas 0,000. Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara tinggi kepala dan tinggi badan.Kata kunci: identifikasi forensik, antropologi forensik, antropometri
PENENTUAN DERAJAT LUKA DALAM VISUM ET REPERTUM PADA KASUS LUKA BAKAR Kristanto, Erwin G.; Kalangi, Sonny J. R.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.3.2013.4346

Abstract

Kebutuhan masyarakat atas berbagai dokumen medikolegal kian meningkat seiring peningkatan kesadaran masyarakat atas hak hukumnya. Setiap dokter, dalam berbagai tingkat pelayanan kesehatan, diwajibkan mampu untuk memberikan pelayanan forensik dan medikolegal, khususnya visum et repertum. Visum et repertum yang dibuat seorang dokter harus dapat membantu penegakan hukum melalui kesimpulan yang sesuai dengan ilmu kedokteran dan kebutuhan penegakan hukum. Pada kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan korban menderita luka bakar, maka amat penting bagi para penegak hukum untuk memperoleh pendapat ilmiah dokter mengenai derajat keparahan atau derajat luka dari korban tersebut. Pendapat ilmiah mengenai derajat luka ini akan membantu aparat penegak hukum dalam menentukan beratnya hukuman yang diancamkan pada pelaku. Kesimpulan dokter akan membawa dampak besar bagi pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana tersebut, sehingga pengambilan kesimpulan yang tepat amatlah penting.
POLA CEDERA KASUS KEKERASAN FISIK PADA ANAK DI R. S. BHAYANGKARA MANADO PERIODE TAHUN 2013 Janise, Chriselya L.; Kristanto, Erwin G.; Siwu, James F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 7, No 1 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.1.2015.7290

Abstract

Abstract: Child abuse in Indonesia shows a tendency to increase every year.This study aimed to detect the injury patterns in the living victims due to child abuse. This was a descriptive retrospective study. Data were obtained from the 2013 medical records of Bhayangkara Hospital in Manado. Variables of this study were types of violence, types of injuries, and locations of injuries. The results showed that the types of violence were oppression (66%) and sexual abuse (34%). The most frequent type of injuries was bruise (53%), followed by laceration (27%) and excoriation (20%). The location of injuries were mostly on the head (65%), especially on the left eye (19% of the head), followed by the other parts of the body. Conclusion: In this study, concerning child abuse, the most frequent type of violence was oppression. The most frequent type of injuries was bruise, and the location of injuries was mostly on the head, especially on the left eye. Keywords: injury pattern, physical violence, children.     Abstrak: Kekerasan pada anak di Indonesia memperlihatkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pola cedera pada anak (yang hidup) yang menjadi korban kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif. Pengambilan data dilakukan di R.S. Bhayangkara Manado periode tahun 2013 dengan memanfaatkan data sekunder dari rekam medis orang hidup, jenis kekerasan yang paling sering terjadi pada kasus kekerasan anak, jenis cedera, dan letak cedera sebagai variabel penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan jenis kekerasan yang ditemukan ialah penganiayaan (66%) dan kekerasan seksual (34%). Jenis cedera yang tersering ditemukan ialah memar (53%), diikuti oleh luka robek (27%) dan luka lecet (20%). Lokasi cedera yang terbanyak di daerah kepala (65%) terutama mata kiri (19% dari bagian kepala), diikuti oleh bagian tubuh lainnya. Simpulan: Pada penelitian ini, jenis-jenis kekerasan yang tersering ditemukan pada anak berupa penganiayaan dengan jenis cedera tersering berupa memar. Lokasi cedera tersering pada daerah kepala, terutama mata kiri. Kata kunci: pola cedera, kekerasan fisik, anak.
PENDEKATAN BIOETIK TENTANG EUTANASIA Wakiran, Mutiara D. B. I.; Tomuka, Djemi Ch.; Kristanto, Erwin G.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2602

Abstract

Abstract: Generally, a patient desires a ‘normal’ death free from pain and fear which is called in medical terms: euthanasia. Nowadays, euthanasia is a dilemmatic issue among doctors. Medical ethics has become a broader consideration which has developed quite rapidly in the last three decades; therefore, ethical considerations have become major concerns in the medical profession. They are often found in conflict especially between a doctor and a patient, and these can not be solved by using the traditional rules of medical ethics. In such cases, the rules of law, depending on region or nation, can be enforced, so that the problem under discussion (euthanasia) can not be separated from the issues of the rights and obligations of the involved parties. The rapid development in medical science and biology creates more complex problems which can not be solved by long-standing medical ethics; therefore, bioethics has been developed in the expectation of providing more available and logical solutions. Keywords: euthanasia, death, conflict.   Abstrak: Kematian yang diidamkan oleh para penderita ialah kematian yang normal, jauh dari rasa sakit dan mengerikan yang dalam istilah medis disebut eutanasia. Eutanasia merupakan suatu persoalan yang dilematik baik di kalangan dokter. Etika telah menjadi suatu bagian dari dunia kedokteran yang cukup pesat perkembanganya dalam tiga dekade terakhir dan pertimbangan etika menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan profesi kedokteran. Dalam profesi ini seringkali dijumpai konflik antara dokter dan pasien yang tidak dapat dipecahkan oleh kaidah-kaidah etika. Dalam hal seperti ini maka kaidah-kaidah hukum dapat dapat diberlakukan, sehingga pembicaraan tidak dapat dilepaskan dari masalah hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang yang terlibat dalam permasalahan tersebut. Perkembangan yang pesat dalam ilmu kedokteran dan biologi serta permasalahan yang mengiringinya semakin kompleks sehingga kajian tentang etika kedokteran yang membahas mengenai bidang medis dan profesi kedokteran saja tidak cukup; untuk itu dikembangkan bioetika (etika biomedis) yang diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih dapat diterima dan logik. Kata kunci: euthanasia, etika, konflik.