Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Sakina: Journal of Family Studies

Alasan Meningkatnya Angka Cerai Gugat Pada Masa Pandemi Covid-19 Dalam Kajian Teori Konflik Yernati Ulfazah; Rayno Dwi Adityo
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 2 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i2.1344

Abstract

Perkara cerai memiliki potensi meningkat setiap tahunnya, tak terkecuali perkara cerai gugat isteri kepada suami di Pengadilan Agama. Salah satunya perkara cerai gugat yang ditangani oleh Pengadilan Agama Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatra Barat. Perkara Gugat Cerai meningkat drastis sejak 2019 hingga 2020 selama wabah covid-19 melanda. Keseluruhan perkara cerai gugat yang masuk Januari hingga Juni sejumlah 422 perkara hingga meningkat sebanyak 524 perkara. Data tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi selama pandemi covid-19 dengan selisih angka sebanyak 102 perkara. Penelitian ini bertujuan untuk mengurai alasan meningkatnya cerai gugat di Pengadilan Agama Tanjung Pati selama masa pandemi dari tahun 2019 sampai 2020 dalam kerangka sosiologis teori konflik. Riset menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, dengan jenis penelitian lapangan (field research). Hasil menunjukan bahwa terdapat banyak alasan yang menjadi sebab terjadinya cerai gugat selama terjadinya wabah, tertinggi disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan yang tidak berkesudahan, namun tetap memiliki keterkaitan erat pada faktor ekonomi. Bentuknya seperti nafkah yang kurang, kepala rumah tangga menjadi korban pemutusan hubungan kerja akibat pandemi. Cerai gugat terjadi akibat ketidakmampuan suami dan istri dalam mengelola konflik saat kondisi perekonomian keluarga tidak dalam kondisi baik.
Penerbitan Kartu Nikah Digital Perspektif Teori Utilitarianisme Hukum Rudolf Von Jhering Arif Firmansyah Hamid; Rayno Dwi Adityo
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 2 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i2.1778

Abstract

Melalui Surat Edaran Ditjen Bimas Islam Nomor B-2361/Dt.III.II/Pw.01/07/2021, Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam meluncurkan kartu nikah digital sebagai produk layanan baru menggantikan kartu nikah cetak. Namun dalam aturan tersebut tidak memuat secara rinci terkait bentuk dan spesifikasinya sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Disisi lain penerapan kartu nikah dalam bentuk cetak belum merata sehingga menimbulkan ketidakadilan pelayanan. Salah satu yang terdampak dari ketidakmerataan ini adalah KUA Kecamatan Tumpang. Oleh karenanya dalam artikel ini dikaji mengenai sebab-sebab beralihnya bentuk kartu nikah ini beserta penerapannya di KUA Kecamatan Tumpang. Artikel ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis administratif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerbitan kartu nikah digital ini memberikan lebih banyak manfaat dibanding kartu nikah cetak, diantaranya menciptakan pemerataan layanan, penghematan pengeluaran negara, serta efisiensi penggunaan. Oleh karenanya penerbitan kartu nikah digital ini sejalan dengan teori utilitarianisme Rudolf Von Jhering yang menerapkan tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan, yaitu pengejaran terhadap kemanfaatan dan menghindari kesusahan. Namun kurangnya informasi dan sosialisasi tentang digitalisasi kartu nikah ini menurut beberapa masyarakat membuat mereka kurang paham terkait keberadaan dan fungsi kartu nikah digital ini sehingga kemanfaatan yang ditimbulkan kurang maksimal.
Efektivitas Alat Bukti Elektronik Pada Praktik Beracara Perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman Sari, Fara Rizqiyah; Adityo, Rayno Dwi
Sakina: Journal of Family Studies Vol 8 No 2 (2024): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v8i2.7751

Abstract

Fokus pengkajian penelitian ini adalah Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik. Pada penelitian ini juga membatasi pada hal keabsahan alat bukti elektronik ditinjau dari UU ITE. Putusan yang digunakan sebagai sampel adalah putusan nomor 852/Pdt.G/2023/PA.Lmj dan juga menggunakan parameter efektivitas hukum menurut Lawrence M. Friedman. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini membuahkan hasil, yang pertama adalah alat bukti elektronik pada putusan nomor 852/Pdt.G/2023/PA.Lmj sah karena telah memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan pasal 5 ayat 1 UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Hasil kedua adalah bahwa alat bukti elektronik pada putusan nomor 852/Pdt.G/2023/PA.Lmj jika ditinjau dari indikator Lawrence M. Friedman dapat dikatakan belum efektif dari segi struktur dan budaya hukum karena belum ada ahli IT yang bersertifikat serta masyarakat belum banyak yang menggunakan alat bukti elektronik. Pada aspek substansi hukum sudah efektif karena Hakim sudah mengetahui undang - undang mengenai alat bukti elektronik dan sebagian sudah digunakan.
The Effectiveness of Fulfilling Children's Educational Rights in the Legal Development Process Anggraeni, Afifah Dhaninta; Adityo, Rayno Dwi
Sakina: Journal of Family Studies Vol 9 No 3 (2025): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v9i3.18078

Abstract

This study investigates the legal effectiveness of fulfilling the right to education for children in conflict with the law at the Child Special Development Institution (LPKA) Class I Blitar, Indonesia, applying Soerjono Soekanto’s framework of legal effectiveness. Using a juridical-empirical approach, data were collected through semi-structured interviews with institutional staff, analysis of official documentation, and review of relevant laws and regulations. Addressing a gap in existing scholarship, which largely centers on child victims, this research focuses on convicted juveniles as legal subjects entitled to educational rights. The findings reveal that the fulfillment of educational rights at LPKA Class I Blitar can be categorized as “quite effective,” supported by structured formal and non-formal programs, the operation of a self-managed primary school, diverse life skills training, and collaboration with 40 stakeholder institutions. Nevertheless, significant obstacles persist, including the heterogeneity of educational backgrounds among fostered children, limited adaptive learning facilities, and insufficient community engagement. These factors undermine the community and cultural dimensions of legal effectiveness, despite strong performance in legal substance, law enforcement, and facilities. Theoretically, the study validates Soekanto’s framework in the context of juvenile justice, emphasizing the interplay between legal, institutional, community, and cultural dimensions. Practically, it proposes a scalable multi-stakeholder cooperation model to enhance educational quality and sustainability in correctional settings. These findings suggest that legal effectiveness should be evaluated not only through institutional compliance but also through the extent to which education fosters genuine rehabilitation and social reintegration, aligning national practices with international child rights standards.
Kewenangan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Denpasar dalam Menangani Kasus Perebutan Hak Asuh Anak Safitri, Retno Kurnia; Adityo, Rayno Dwi
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 4 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i4.2416

Abstract

Pada tahun 2020 tercatat 5 besar kasus di UPTD PPA Kota Denpasar, termasuk kasus perebutan hak asuh anak yang menduduki peringkat kedua dengan 47 kasus, penyebabnya antara lain kekerasan psikis, perebutan hak asuh anak, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan pelantaran. Sedangkan penerimaan kasus pada tahun 2021 di UPTD PPA Kota Denpasar, kasus perebutan hak asuh anak mengalami penurunan sebanyak 39 kasus, tetapi tetap menempati peringkat kedua. UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa urusan perlindungan anak tidak hanya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat saja, tetapi juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penelitin ini melihat kewenangan UPTD PPA Kota Denpasar terkait penanganan perebutan hak asuh anak di kota itu. Artikel ini termasuk dalam jenis penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya kasus perebutan hak asuh anak yaitu kurangnya komitmen dalam berkeluarga, lingkungan keluarga, penerapan pola asuh yang kurang baik serta permasalahan ekonomi, sedangkan apa yang sudah dilakukan oleh UPTD PPA Kota Denpasar terhadap pelayanan kepada pihak yang bersengketa hak asuh anak sejalan dengan Perda Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Pasal 9 ayat 3, telah dilaksanakan secara optimal seperti mediasi, namun ada catatan sendiri dimana di dalam Perda terdapat keistilahan reintegrasi sosial yang dimaknai sebagai mediasi padahal keistilahan mediasi tidak ditemukan dalam penjelasan Perda tersebut sehingga memunculkan potensi bias. Selain itu, UPTD PPA Kota Denpasar kewenanganannya hanya sebatas pada upaya reintegrasi sosial saja, tidak memiliki kewenangan lebih. Dalam hal menetapkan pengasuhan anak ditentukan oleh Undang-Undang dan ditetapkan oleh Pengadilan.