Firman Wijaya
Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGANGKUTAN HASIL HUTAN TANPA SKSHH (SURAT KETERANGAN SAHNYA HASIL HUTAN) Cindy Angela; M. Iman Santoso; Firman Wijaya
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.961 KB)

Abstract

Hutan merupakan paru-paru dunia, banyak masyarakat yang mencari nafkah ataupun keuntungan dengan mengeksploitasi secara ilegal hasil hutan. sehingga kita perlu mengetahui apakah undang-undang yang mengatur mengenai kehutanan sudah efektif atau belum dalam memberikan sanksi bagi pelaku dalam mempertanggungjawabkan tindak pidananya sehingga adanya efek jera pelaku. Dalam penelitian ini penulis mengambil putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 103/PID.SUS/2015/PN/SMG tentang kasus Pengangkutan Hasil Hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, selanjutnya dengan metode yuridis empiris dengan memperkuat dan memperjelas analisa dengan menggunakan data statistik kasus di Indonesia yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada yang didapatkan di Direktorat Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disertai data wawancara yang didapatkan dari narasumber Kasie Pembalakan Liar dan KKH dan Anggota WWF Jakarta. Kata Kunci: hasil hutan ilegal, penebangan liar, pertanggungjawaban pidana, SKSHH.
Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Zulmaidah Zulmaidah; M. Iman Santoso; Firman Wijaya
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.721 KB)

Abstract

Penyelesaian perkara pidana dengan konsep restorative justice merupakan suatu metode baru dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Padahal dalam hukum adat di Indonesia telah menggunakan metode tersebut sejak dahulu dan pada Pancasila juga telah menganut prinsip restorative justice. Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 151/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim. Majelis Hakim menerapkan konsep restorative justice dalam putusannya pada perkara lalu lintas, hal ini dianggap dapat menegakkan keadilan dan merestorasi para pihak. Apakah penerapan kebijakan restorative justice dalam kasus lalu lintas sudah tepat dan bagaimana solusi penerapan restorative justice di dalam kasus kecelakaan lalu lintas? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, data utama yang digunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data menggunakan penelitian pustaka dan empiris, penelitian ini bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris dengan mengkaji sederetan pengetahuan peraturan hukum mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan penegakan hukum terhadap restorative justice dan juga meneliti sejauh mana aparat penegakan hukum melakukan penanganan perkara lalu lintas. Sehingga diharapkan penyelesaian perkara pidana dengan restorative justice dapat mewujudkan keadilan dengan lebih memperhatikan hak korban, pelaku dan masyarakat. Kata Kunci: restorative justice, kecelakaan, lalu lintas.
Tinjauan Yuridis Terhadap Produksi Senapan Angin Secara Bebas Zaki Muhammad Hasbi; Firman Wijaya; Hartono Widodo
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.167 KB)

Abstract

Senapan angin di Indonesia terutama dikalangan masyarakat sipil berkembang pesat dan penggunaannya banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat, senapan angin menjadi alternatif dari penggunaan senjata api yang dilarang penggunaanya di Indonesia. Penulis memiliki rumusan masalah apakah penjualan senapan angin boleh dibiarkan bebas tanpa aturan, siapa saja yang berhak membeli dan berhak memproduksinya dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan tindak pidana dalam perkara Nomor 38/Pid.Sus/2015/PN.Mlg. Penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif yaitu dengan cara menelaah bahan pustaka (data sekunder) yang ada dan menggunakan data angket atau kuesioner. Dan penulis melakukan penelitian ini menunjukkan terdakwa jelas melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan pidana memproduksi senapan angin tanpa izin. Dengan demikian, perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana dalam Pasal 1 ayat (1) UU Drth No. 12 Tahun 1951. Kata Kunci: tindak pidana, senapan angin, pemidanaan, tanpa hak.
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Yessy Tarina Zahra; Firman Wijaya; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.638 KB)

Abstract

Pasien adalah seseorang yang memerlukan suatu pengobatan baik di rumah sakit maupun balai pengobatan lainnya. Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat signifikan karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Pengaturan perlindungan hukum pasien dalam berbagai peraturan dibuat oleh Pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan antara berbagai pihak dalam pelayanan kesehatan. Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan. Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi semakin tinggi. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan. Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan karena kelalaian. Kata Kunci: perlindungan hukum, konsumen jasa, pelayanan medik.
Aspek Hukum TPPU Dalam Kasus Korupsi PT. Bank Century Christo Hasudungan; Firman Wijaya; Dahlan Mansjur
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.915 KB)

Abstract

Kejahatan dari hasil pencucian uang yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 merupakan langkah utama memberantas tindakan pencucian uang dan mempersulit para koruptor untuk menyembunyikan hasil tindakannya. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU PTPK tersebut mengartikan sebuah alasan baik pemerintah maupun swasta secara tegas melawan hukum dan merugikan keuangan negara dapat dipidana. Menjadi permasalahan pada pembahasan skripsi ini adalah bagaimana modus pencucian uang tersebut dihasilkan dan dari hasil tindakan yang dilakukan pada kejahatan korupsi di Indonesia, dan penanganan beserta penegakan terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan secara permasalahan seperti apa modus itu dan secara umum modus pencucian uang hanya sering dipakai di Indonesia adalah layering, placement dan integration itu seperti apa dan melibatkan sebuah institusi seperti PPATK yang berdasarkan aturan proses awal tindak pidana pencucian uang tersebut mendasarkan pada KUHAP diatur dalam UU TPPU.
Penerapan Rekaman Closed-Circuit Television (CCTV) Sebagai Alat Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana Janner Janner; Firman Wijaya; Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.189 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang pada zaman ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah menghadapi kejahatan-kejahatan yang ada. Maka diperlukan pembuktian yang harus mengikuti perkembangan zaman. Salah satu contoh perluasan alat bukti yang digunakan oleh penegak hukum dalam membuktikan suatu tindak pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah dalam hal penggunaan rekaman Closed-circuit Television (CCTV). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang diteliti dari bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengajuan rekaman CCTV sebagai alat bukti yang sah secara hukum dimulai dari pengambilan bukti rekaman CCTV yang dibuktikan dengan adanya surat permintaan tertulis, laporan polisi, dan berita acara. Kemudian rekaman CCTV dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) untuk memastikan data rekaman CCTV itu asli. Hal ini telah sesuai prosedur sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Barang Bukti ke Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan peran rekaman CCTV sangat penting sebagai alat bukti yang utama di dalam pembuktian tindak pidana pada beberapa kasus yang telah penulis uraikan.
Penerapan Hukum Pelaku Tindak Pidana Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Iftihar Hidayat; Firman Wijaya; Folman P. Ambarita
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.62 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.428

Abstract

Penerapan Hukum Pelaku Tindak Pidana Pengalihan Objek Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian fidusia yaitu: Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pengalihan Objek Jaminan Fidusia dan Pertimbangan Hakim Atas Putusan Dalam Perkara Pidana Nomor 1528/Pid.Sus/2019/PN.Mks. Penulisan penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengalihan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan dari penerima fidusia adalah tidak terlepas dari tiga unsur utama, yakni unsur adanya kemampuan bertanggung jawab, unsur adanya kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan, dan unsur tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf). Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Putusan Nomor 1528/Pid.Sus/2019/PN.Mks terkait unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada terdakwa sudah tepat, dalam hal ini terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu unsur setiap orang; unsur mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia; dan unsur yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 ayat (2).