Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERKEMBANGAN SISTEM LELANG DI INDONESIA Adwin Tista
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 5, No 10 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.431 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v5i10.194

Abstract

Tujuan lelang adalah untuk menjual barang secepat mungkin tanpa memperhatikan barang yang dijual. penjual pada dasarnya memerlukan jasa promosi, menawarkan, dan mengirimkan barang, namun hal ini tidak dapat dilakukan oleh Kantor Lelang Negara karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu. Berdirinya Balai Lelang adalah untuk memenuhi berbagai unsur lelang yang tidak dapat dilakukan oleh Kantor Lelang Negara. Balai Lelang membuka jasa pra-lelang dan pasca-lelang yang meliputi pengiriman barang serta pendanaan. Lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual, bukan oleh Kantor Lelang. Apabila tidak dilakukan pengumuman lelang, maka lelang yang sudah dilaksanakan akan cacat hukum dan rawan gugatan, dan apabila benar tidak dilakukan pengumuman, maka besar kemungkinan lelang akan dibatalkan.Kata Kunci : Lelang, Sistem Lelang.
TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 5, No 9 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.856 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v5i9.185

Abstract

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan kredit dalam arti atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada formula 4 P yaitu Personality, Purpose, Prospect dan Payment kemudian formula 5 C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy.Kata Kunci : Tanggunggugat,Notaris, Perjanjian Kredit.
IMPLIKASI PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM YANG BERBENTUK KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA MELALUI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Adwin Tista
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 7, No 13 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.821 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v7i13.207

Abstract

Sebagai konsekuensi negara Indonesia adalah negara hukum, maka semua perbuatan negara atau  pemerintah  termasuk  perbuatan  dalam  mencampuri  masyarakat tersebut harusberdasarkan  hukum yang berlaku. Oleh karena itu, tugas pemerintah dalam menyelenggara- kan kepentingan umum menjadi sangat luas, bukan saja menjaga keamanan semata-mata melainkan juga secara aktif turut serta dalam urusan-urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan konsepsi tersebut diperlukan pemerintahan yang efektif, kuat dan bersih, serta kemerdekaan bertindak secara administrasi atas inisiatif sendiri, salah satunya dapat berupa mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara (KTUN).  Kata Kunci : Produk Hukum, Keputusan Tata Usaha Negara
EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN BANJAR Ningrum Ambarsari; Adwin Tista
Badamai Law Journal Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v7i2.16272

Abstract

Hukum Adat Banjar merupakan hukum asli yang berlaku pada masyarakat Banjar, yang sifatnya tidak tertulis, sekalipun demikian Hukum Adat itu telah terakomodir dalam beberapa tulisan dan dokumen-dokumen, seperti yang tertuang dalam Undang-undang Sultan Adam Tahun 1835 dan dalam Kitab Sabilal Muhtadin karangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary. Eksistensi Adat pada masyarakat  Banjar yang mewarnai kehidupan sehari-hari masih terlihat pada upacara adat perkawinan, mewaris, baantar jujuran, mandi-mandi sedangkan  untuk urusan hukum tanah pada  Banjar meskipun masih dipengaruhi nuansa adat tetapi sudah mengarah ke kemilikan personal/individu berdasarkan warisan turun temurun dari generasi sebelumnya.
Aspek Hukum Perdata dalam Perjanjian Kerja : Hak dan Kewajiban Para Pihak: Civil Law Aspects in Employment Agreements: Rights and Obligations of the Parties Maria Alberta Liza Quintarti; Adwin Tista; Muktar; Randi; Tauratia
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 10: Oktober 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i10.6195

Abstract

Perjanjian kerja merupakan suatu kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja yang mengatur hubungan kerja di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Aspek hukum perdata dalam perjanjian kerja sangat penting untuk memastikan bahwa hak dan kewajiban kedua belah pihak terlindungi dan dipatuhi. Dasar Hukum Perjanjian Kerja meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang mengatur sistem pengupahan dan hak pekerja terkait upah, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yang mengatur kewajiban pemberi kerja dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja dan Konvensi Internasional. Hak dan kewajiban pemberi kerja dalam perjanjian kerja merupakan elemen penting dalam hubungan kerja. Memahami kedua aspek ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang saling menghormati dan produktif, serta meminimalkan risiko konflik antara pekerja dan pemberi kerja. Sedangkan Hak dan kewajiban pekerja dalam perjanjian kerja merupakan dua sisi dari hubungan kerja yang saling melengkapi. Dengan memahami dan menjalankan hak dan kewajiban ini, pekerja dapat berkontribusi secara optimal dalam organisasi, sementara pemberi kerja dapat menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan berkelanjutan.
Eksistensi Kedudukan Masyarakat Adat dalam Tata Hukum Indonesia: The Existence of the Position of Indigenous Peoples in the Indonesian Legal System Ningrum Ambarsari; Adwin Tista; Muthia Septarina; Sri Herlina; Yulianus Safri Nadiya
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 2: Februari 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i2.7042

Abstract

Artikel ini membahas posisi masyarakat adat dalam sistem hukum Indonesia, sebuah topik yang hingga kini masih memunculkan berbagai permasalahan. Masyarakat adat telah menjadi bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Indonesia sejak lama, namun pengakuan mereka dalam hukum formal masih mengalami tantangan signifikan. Dalam tulisan ini, dibahas tentang bagaimana konstitusi Indonesia memberikan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat, serta berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengakui dan melindungi hak-hak mereka. Selain itu, artikel ini juga mengulas tantangan yang dihadapi dalam menerapkan hukum yang adil dan memenuhi standar adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat. Penulis juga menyoroti pentingnya penyelarasan antara hukum negara dengan adat istiadat guna mencapai keberlanjutan dan keadilan untuk komunitas adat Indonesia.
PENJAMINAN GANDA DALAM HUKUM TANAH NASIONAL SEBAGAI IMPLIKASI ASAS PEMISAHAN HORISONTAL Adwin Tista
Lambung Mangkurat Law Journal Vol. 3 No. 2 (2018): September
Publisher : Program magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/abc.v3i2.58

Abstract

Asas pemisahan horisontal dalam hukum tanah nasional mempunyai makna filosofis untuk memaksimalkan fungsi tanah bagi kehidupan masyarakat. Eksistensi asas pemisahan horisontal dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Wujud nyata penerapan asas pemisahan horisontal adalah, dalam hal pengelolaan usaha perkebunan antara pemilik tanah bekerjasama dengan pelaku usaha perkebunan selaku pemilik modal. Praktiknya, penerapan asas pemisahan horisontal dapat menimbulkan permasalahan,yaitu terjadinya penjaminan ganda antara hak tanggungan yang dibebankan terhadap hak atas tanah dengan jaminan fidusia yang dibebankan terhadap benda-benda yang ada diatas tanah, baik terhadap tanaman perkebunan maupun bangunan pabrik diatas lahan perkebunan. Solusi atas permasalahan tersebut adalah dengan melakukan rekonstruksi hukum di bidang administrasi pertanahan yaitu dengan cara membuat Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendaftaran tanaman dalam konteks perkebunan dan pendaftaran bangunan, di samping Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang sudah ada. Melalui pendaftaran tersebut diterbitkan Sertifikat Hak Atas Tanaman (SHAT) oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Sertifikat Hak Atas Bangunan (SHAB) oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.