Articles
Refund Tiket Penerbangan Mudik di Era Covid-19 Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Metode Adz-Dzari'ah
Mahbub Ainur Rofiq;
Nanda Dwi Oktavianti
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 9, No 02 (2021): Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30868/am.v9i02.1281
Situasi pandemi mengubah laju transportasi secara signifikan. Beberapa daerah terjadi penutupan akses wilayah. Hal ini berpengaruh pada penurunan intensitas kebutuhan transportasi terutama menjelang idul fitri yang syarat dengan tradisi mudik. Maka pemerintah menerbitkan Permenhub Nomor PM 25 Tahun 2020 yang di dalamnya terdapat ketentuan berbeda antara refund transportasi udara dengan moda transportasi lainnya yang memiliki mekanisme pengembalian tunai 100%. Hal itu menimbulkan polemik, utamanya dalam hal pemenuhan dan perlindungan hak pengguna transportasi udara sebagaimana dalamiUndang-undang Nomor 8 tahun 1999. Tujuan artikel ini ialah menelaah mekanisme keberlakuan refund yang tertera di dalam Permenhub Nomor PM 25 Tahun 2020 menggunakan perspektif Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 guna melihat pemenuhan hak konsumen di dalam kebijakan refund penerbangan tersebut. Di samping itu, teori adz-dzari'ah digunakan untuk mengukur dampak yang ditimbulkan dengan penerbitan peraturan tersebut selama pandemi. Adapun artikel ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pedekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dan hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Ketentuan refund tiket penerbangan di masa covid 19 dalam Permenhub itu menyalahi ketentuan yang tertera dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999. (2) Dan dalam tinjauan metode adz-dzari'ah, Permenhub itu menimbulkan efek negatif bagi pengguna jasa penerbangan, sehingga perlu dikaji ulang bahkan dihapus.
Telaah Pandangan Ulama Salaf atas Hadis Tentang Kebolehan Menikah Tanpa Wali
Mahbub Ainur Rofiq
Sakina: Journal of Family Studies Vol 3 No 1 (2019): Family Issues
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1098.881 KB)
Perbedaan para ulama dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah sangat berpengaruhi terhadap hasil ijtihad atau produk hukum. Di satu sisi berpotensi sama, namun tak menutup kemungkinan terjadi perbedaan diantara mereka. Secara spesifik, fakta ini juga terjadi di dalam memahami Sunnah Nabi SAW. Tentang eksistensi wali dalam pernikahan. Bermula dari pandangan ulama Hanafiyyah yang mengatakan bahwa seorang wanita diperkenankan untuk menikah tanpa adanya seorang wali, padahal pemahaman institusi pernikahan di Indonesia yang menganut mazhab Syafii sangat vital memposisikan wali dalam pernikahan. Berangkat dari pandangan itulah, penulis ingin mengkaji dan mendeskripsikan secara seksama bagimana sesungguhnya posisi hadis di atas terhadap perbedaan ulama terhadap masalah wali dalam pernikahan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian noratif dengan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman Hanafiyyah yang merepresentasikan ahli ra’yi berpandangan bahwa wanita baligh apakah gadis atau janda sah menikah tanpa adanya seorang wali. Sementara Jumhur termasuk di dalamnya Syafi’iyah mengatakan sebaliknya.
The Juridical Review of Fluctuations Land Lease Prices of The Pendem System In Kesilir Village Banyuwangi
Veny Widayanti;
Mahbub Ainur Rofiq;
Lempang Hasibuan
YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol 13, No 2 (2022): YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21043/yudisia.v13i2.16858
The pendem system is a land lease with a period of more than two consecutive years with depreciation payments, in the first year the rental price is normal, then for the next year, there is a depreciation of rental costs. Payment of rental fees can be made at the beginning, in the middle, or at the end of the rental period according to the agreement of the parties. however, there is an additional rental fee in the payment in the middle or at the end of the rental period which was not stated at the beginning of the agreement. The purpose of this study is to find out the legal validity of land leases with a pendem system based on Islamic law and the Indonesian Civil Code. This research is field research with a sociological juridical approach. The primary data were obtained from interviews with the parties, while the secondary data was obtained from books and journals that discussed land renting. The results of this study indicate that the terms of ijarah related to the clarity of the rental fee have not been fulfilled, because there are additional costs for payments in the middle or at the end of the lease period that were not stated at the beginning of the agreement. The addition contains an element of usury nasi'ah, which is an addition that is mentioned in the agreement for the exchange of goods in exchange for the delay in payment. The existence of these additional fees makes the transaction law invalid.Sistem pendem adalah sewa tanah dengan jangka waktu lebih dari dua tahun berturut-turut dengan pembayaran penyusutan, pada tahun pertama harga sewa normal, kemudian untuk tahun berikutnya terjadi penyusutan biaya sewa. Pembayaran biaya sewa dapat dilakukan di awal, di tengah, atau di akhir masa sewa sesuai kesepakatan para pihak. namun terdapat tambahan biaya sewa dalam pembayaran di tengah atau di akhir masa sewa yang tidak disebutkan di awal perjanjian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan hukum sewa tanah dengan sistem pendem berdasarkan hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan yuridis sosiologis. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan para pihak, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku dan jurnal yang membahas tentang persewaan tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa syarat ijarah terkait kejelasan biaya sewa belum terpenuhi, karena terdapat biaya tambahan untuk pembayaran di tengah atau di akhir masa sewa yang tidak disebutkan di awal masa sewa. persetujuan. Tambahan itu mengandung unsur riba nasi'ah, yaitu tambahan yang disebutkan dalam perjanjian penukaran barang dengan imbalan keterlambatan pembayaran. Adanya biaya tambahan tersebut membuat hukum transaksi menjadi tidak sah.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PERSPEKTIF HAM DALAM ISLAM ABDULLAHI AHMED AN-NA’IM
Muhammad Makhmuri;
Mahbub Ainur Rofiq
Muslim Heritage Vol 7, No 2 (2022): Muslim Heritage: Jurnal Dialog Islam dengan Realitas
Publisher : IAIN Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (444.946 KB)
|
DOI: 10.21154/muslimheritage.v7i2.4951
AbstractThe legal protection for PKWT workers is apprehensive, even to the point where a new policy was issued through Law Number 11 of 2020 on Job Creation and its implementing regulations. Legal protection of basic human rights is crucial as is the case in the thought of human rights in Islam Abdullahi Ahmed an-Na'im. The purpose of this study is to find out in-depth how the legal protection for PKWT workers is in the Job Creation Act and the implementing rules from the perspective of human rights fiqh according to Abdullahi Ahmed an-Na'im. This research is normative legal research with a statute approach and conceptual approach. The data in this study are secondary in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study indicate that the Job Creation Act and its implementing regulations have not fully provided legal protection for PKWT workers, especially in terms of PKWT based on the completion of a certain job and the elimination of legal consequences if the PKWT is made unwritten. The provisions in Abdullahi Ahmad an-Na'im's human rights in Islam concept do not reflect the spirit of reciprocity and do not fulfill the right to life and freedom, so the values of sharia humanism as when they were revealed in Mecca have not been embodied in the policy of PKWT workers in the new regulation. AbstrakPerlindungan hukum bagi pekerja PKWT terbilang memprihatinkan, bahkan sampai pada lahirnya kebijakan baru melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan pelaksananya. Perlindungan hukum terhadap hak-hak dasar manusia adalah hal yang krusial seperti halnya dalam pemikiran HAM dalam Islam Abdullahi Ahmed an-Na’im. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui secara mendalam bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan pelaksananya perspektif HAM dalam Islam menurut Abdullahi Ahmed an-Na’im. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan pelaksananya belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT terutama dalam ketentuan PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu dan penghapusan konsekuensi hukum apabila PKWT dibuat secara tidak tertulis. Ketentuan tersebut dalam konsep HAM dalam Islam Abdullahi Ahmed an-Na’im justru belum mencerminkan spirit resiprositas dan tidak memenuhi hak untuk hidup dan bebas, sehingga nilai-nilai humanisme syariah seperti saat diturunkan di Makkah belum terjewantahkan dalam kebijakan pekerja PKWT pada regulasi baru tersebut.
Practice of Cash on Delivery (COD) Payment Rounding In ‘Urf Perspective (Case Study on Students of Sharia Economic Law Department, The State Islamic University Maulana Malik Ibrahim Malang)
Sari Rahma Putri;
Mahbub Ainur Rofiq
Journal of Islamic Business Law Vol 6 No 3 (2022): Journal of Islamic Business Law
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Cash on Delivery is payment system made in cash when the product has arrived to the buyer's place. In practice,there’s a custom where couriers rounding COD payments with large enough nominal without prior confirmation to the buyer. This research aims to analyze the practice of rounding COD payments based on ‘urf perspective and provide alternative solutions to avoid disputes because rounding done by couriers. This research includes empirical legal research using legal and conceptual approach. The research subjects are active students of HES UIN Malang 2018. Then data collection method using questionnaires, interviews, and documentation. The results show that there are two typologies of couriers in rounding COD payments. The first is courier who confirms the buyer to complete payment, this custom includes ‘urf ṣahih because it’s in accordance with Islamic law and Minister of Trade Regulation No.35/2013 article 6 (3&4). Then,the second typology is courier who rounds up unilaterally without confirming it first,this custom includes ‘urf fasid because there’s no element of willingness from both parties as described in QS.an-Nisa 5:29. Therefore,to avoid disputes between courier and buyer, it’s hoped that there will be good faith from both parties in order to achieve the willingness/mutual pleasure of both parties.
Implementasi Akad Istishna’ di Toko Elektronik Desa Tramok Kecamatan Kokop Kabupaten Bangkalan (Perspektif KUH Perdata dan Fatwa DSN MUI Nomor.06/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’)
Mistiyah Mistiyah;
Mahbub Ainur Rofiq
Journal of Islamic Business Law Vol 5 No 3 (2021): Journal of Islamic Bussiness Law
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
diketahui jelas oleh penjual dan sebagian pembeli. Berangkat dari hal tersebut peneliti tertarik dalam melakukan penelitian terhadap praktek jual beli akad istishna’ di Toko Eletronik Desa Tramok Kecamatan Kokop Kabupaten Bangkalan yang sering menjadi tempat masyarakat dalam melakukan transanksi jual beli pesanan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lagi lebih lanjut terhadap praktek jual beli akad istishna’ dengan menggunakan kajian KUHPerdata Pasal 1458 Tentang jual beli dan Fatwa DSN MUI No.06/IV/2000 Tentang akad istishna’. Praktek jual beli yang dilakukan ditinjau dari KUHPerdata Pasal 1458 Tentang jual beli bahwa telah dianggap sah ketika terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak setelah melakukan perjanjian. Sedangkan ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.06/IV/2000 Tentang jual beli akad istishna’ di Toko Eletronik sudah sesuai berdasarkan penyempaian konsumen kepada pembeli mengenai barang, pembayaran dan kesepakatan tenggang waktu pembayaran dalam transanksi jual beli akad istisnha’ di Toko tersebut. Jika diselaraskan antara keduanya bersekesinambungan yang sama-sama menjelaskan kesepakatan, tenggang waktu pembayaran dan objek barang, namun didalam KUHPerdata tidak menjelaskan secara menyeluruh seperti yang ada dalam Fatwa DSN MUI sebagaimana lebih rinci penjelasannya dalam pembayaran dan objek barang.
Status Anak Luar Nikah (Judicial Activism Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 Perspektif Mashlahah Izzuddin bin Abdissalam)
Mahbub Ainur Rofiq;
Tutik Hamidah
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2014
Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 menimbulkan polemik hukum, khususnya dalam pemikiran hukum Islam. Berbagai macam dukungan menyeruak ke permukaan, namun tidak sedikit pula kecaman dari kalangan ahli. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut memberikan kritik tajam dengan mengeluarkan fatwa Nomor 12 Tahun 2012 sebagai respon atas putusan tersebut. Hal ini karena Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap membuat hukum syariah sendiri dan melampaui kapasitasnya dengan melegalkan nasab anak yang lahir dari hubungan luar nikah kepada orang tua biologisnya. Berangkat dari persoalan di atas, maka penulis ingin menelaah kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 dengan menggunakan pisau analisis teori mashlahah Izzuddin Bin Abdissalam. Penelitian ini adalah penelitian hukum Islam normatif dengan menggunakan metode penelitian literer (library research). Karena itu, penulis hendak menelaah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 tentang status anak di luar nikah dengan kacamata teori mashlahah Izzuddin bin Abdissalam. Adapun hasil penelitian ini, yaitu: Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengandung mashlahah, utamanya bagi nasib dan masa depan seorang anak sebagai korban hubungan di luar nikah. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam tinjauan teori mashlahah -Izzuddin bin Abdissalam- merupakan mashlahah majazi (faktor pendorong) terwujudnya mashlahah haqiqiyyah (kebahagiaan bagi anak).
Diskursus Pengenaan Pajak pada Transaksi Kripto Perspektif Pemikiran Yusuf Qardhawi
Safira, Samarchony;
Rofiq, Mahbub Ainur
MUSLIM HERITAGE Vol 8 No 2 (2023): Muslim Heritage: Jurnal Dialog Islam dengan Realitas
Publisher : IAIN Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21154/muslimheritage.v8i2.6092
AbstractCryptocurrency is one type of digital currency that is prohibited by Bank Indonesia to be used as a medium of exchange because it is not in accordance with Law Number 7 of 2011 concerning currency. After the legalization of cryptocurrency as a commodity asset in Indonesia, the government gave birth to a new regulation of the Minister of Finance Regulation Number 68/PMK.03/2022 concerning Value Added Tax and Income Tax on Crypto Asset Trading Transactions with the aim of the same level of playing field (equating the imposition of crypto asset tax with other investment instruments). This policy has caused anxiety for the Muslim community because taxes on crypto assets are a new thing. Islam is a kaffah religion that is never separated from everything, including in the law of imposition of taxes. Such is the tax thought by ulama' Yusuf Qardhawi. The purpose of this study is to find out Yusuf Qardhawi's thoughts regarding the imposition of taxes on crypto assets. This research is a normative legal research using conceptual and statutory approaches. The material in this study is in the form of primary and secondary legal materials. The results of this study are 1) crypto assets are a new commodity called virtual treasures. This asset is equated with digital gold, which is only taxed at the time of buying and selling transactions, 2) PMK Number 68/PMK.03/2022 has explained the imposition of Value Added Tax and Income Tax on crypto asset transactions. Crypto assets can be said to be trading assets that have profits. This crypto asset can be used as an object of wealth tax and income tax in accordance with Yusuf Qardhawi's tax concept. Thus, the imposition of taxes in PMK Number 68/PMK.03/2022 is theoretically valid for Yusuf Qardhawi to apply. AbstrakCryptocurrency merupakan salah satu jenis mata uang digital yang dilarang oleh Bank Indonesia untuk dipergunakan sebagai alat tukar karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Setelah dilegalkannya cryptocurrency sebagai aset komoditi di Indonesia, pemerintah melahirkan peraturan baru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto dengan tujuan untuk same level of playing field (menyamakan pengenaan pajak aset kripto dengan instrumen investasi yang lainnya). Kebijakan ini menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat muslim karena pajak atas aset kripto ini merupakan hal yang baru. Islam merupakan agama kaffah yang tidak pernah terlepas dari segala sesuatu, termasuk dalam hukum pengenaan pajaknya. Seperti halnya pemikiran pajak oleh ulama’ Yusuf Qardhawi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pemikiran Yusuf Qardhawi mengenai pengenaan pajak atas aset kripto. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Bahan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan sekunder. Hasil dari penelitian ini yaitu 1) aset kripto merupakan komoditi baru yang disebut dengan harta virtual. Aset ini disamakan dengan emas digital, yang mana hanya dikenai pajak pada saat transaksi jual beli saja, 2) PMK Nomor 68/PMK.03/2022 telah menjelaskan adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas transaksi aset kripto. Aset kripto dapat dikatakan sebagai harta perdagangan yang memiliki keuntungan. Aset kripto ini dapat dijadikan objek pajak kekayaan dan pajak pendapatan sesuai dengan konsep pajak Yusuf Qardhawi. Maka, pengenaan pajak yang ada di PMK Nomor 68/PMK.03/2022 secara teori Yusuf Qardhawi sah untuk diberlakukan.
Tinjauan Fiqih Muamalah terhadap Praktik Pinjam Pakai di Desa Sayur Matinggi Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan
Hardani, Rahmad Hardani;
Rofiq, Mahbub Ainur Rofiq
Al - Muamalat: Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah Vol 8 No 2 (2023): Al-Muamalat: Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah
Publisher : IAIN Langsa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32505/muamalat.v9i2.7726
The practice of borrowing is a pawn practice that develops in people's lives, especially in Sayur Matinggi Village, Sayur Matinggi District, South Tapanuli Regency. In the practice of borrowing and using rice field owners will pledge their fields to get loans from capital owners. In fact, in the practice of borrowing and using there are still frequent problems. The problem of default and the use of pawn objects, which are still problematic for Islamic scholars, are a series of problems found in the practice of borrowing. This research is empirical legal research using a qualitative approach. This study will analyze and identify the problems found in the practice of lending and using in Sayur Matinggi village, Sayur Matinggi District, South Tapanuli Regency, the perspective of muamalah fiqh. The results showed that the validity of lending practices in Sayur Matinggi Village depends on the use of collateral by the second party. As for the views of madzhab scholars regarding the use of collateral, there are differences of opinion. Some scholars allow it on condition of approval, while others forbid it because of the potential for usury. The practice of lending and using is considered valid if there is a clearly written agreement, including loan terms, and transparency in the use of collateral. However, if there is a default, the agreement becomes void according to the provisions of the muamalah fiqh.
Diskursus Pengenaan Pajak pada Transaksi Kripto Perspektif Pemikiran Yusuf Qardhawi
Safira, Samarchony;
Rofiq, Mahbub Ainur
MUSLIM HERITAGE Vol 8 No 2 (2023): Muslim Heritage: Jurnal Dialog Islam dengan Realitas
Publisher : IAIN Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21154/muslimheritage.v8i2.6092
AbstractCryptocurrency is one type of digital currency that is prohibited by Bank Indonesia to be used as a medium of exchange because it is not in accordance with Law Number 7 of 2011 concerning currency. After the legalization of cryptocurrency as a commodity asset in Indonesia, the government gave birth to a new regulation of the Minister of Finance Regulation Number 68/PMK.03/2022 concerning Value Added Tax and Income Tax on Crypto Asset Trading Transactions with the aim of the same level of playing field (equating the imposition of crypto asset tax with other investment instruments). This policy has caused anxiety for the Muslim community because taxes on crypto assets are a new thing. Islam is a kaffah religion that is never separated from everything, including in the law of imposition of taxes. Such is the tax thought by ulama' Yusuf Qardhawi. The purpose of this study is to find out Yusuf Qardhawi's thoughts regarding the imposition of taxes on crypto assets. This research is a normative legal research using conceptual and statutory approaches. The material in this study is in the form of primary and secondary legal materials. The results of this study are 1) crypto assets are a new commodity called virtual treasures. This asset is equated with digital gold, which is only taxed at the time of buying and selling transactions, 2) PMK Number 68/PMK.03/2022 has explained the imposition of Value Added Tax and Income Tax on crypto asset transactions. Crypto assets can be said to be trading assets that have profits. This crypto asset can be used as an object of wealth tax and income tax in accordance with Yusuf Qardhawi's tax concept. Thus, the imposition of taxes in PMK Number 68/PMK.03/2022 is theoretically valid for Yusuf Qardhawi to apply. AbstrakCryptocurrency merupakan salah satu jenis mata uang digital yang dilarang oleh Bank Indonesia untuk dipergunakan sebagai alat tukar karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Setelah dilegalkannya cryptocurrency sebagai aset komoditi di Indonesia, pemerintah melahirkan peraturan baru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto dengan tujuan untuk same level of playing field (menyamakan pengenaan pajak aset kripto dengan instrumen investasi yang lainnya). Kebijakan ini menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat muslim karena pajak atas aset kripto ini merupakan hal yang baru. Islam merupakan agama kaffah yang tidak pernah terlepas dari segala sesuatu, termasuk dalam hukum pengenaan pajaknya. Seperti halnya pemikiran pajak oleh ulama’ Yusuf Qardhawi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pemikiran Yusuf Qardhawi mengenai pengenaan pajak atas aset kripto. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Bahan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan sekunder. Hasil dari penelitian ini yaitu 1) aset kripto merupakan komoditi baru yang disebut dengan harta virtual. Aset ini disamakan dengan emas digital, yang mana hanya dikenai pajak pada saat transaksi jual beli saja, 2) PMK Nomor 68/PMK.03/2022 telah menjelaskan adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas transaksi aset kripto. Aset kripto dapat dikatakan sebagai harta perdagangan yang memiliki keuntungan. Aset kripto ini dapat dijadikan objek pajak kekayaan dan pajak pendapatan sesuai dengan konsep pajak Yusuf Qardhawi. Maka, pengenaan pajak yang ada di PMK Nomor 68/PMK.03/2022 secara teori Yusuf Qardhawi sah untuk diberlakukan.