Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

THE CURCUMIN CONTENT OF TEMULAWAK(Curcuma xanthorriza Roxb.) RHIZOME AS AFFECTED BY N, K AND MICRONUTRIENTS B, Fe, Zn Nihayati, Ellis; Wardiyati, Tatik; Retnowati, Rurini; Soemarno, Soemarno
AGRIVITA, Journal of Agricultural Science Vol 35, No 3 (2013)
Publisher : Faculty of Agriculture University of Brawijaya and Indonesian Agronomic Assossiation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

A polybag experiment to study the influence of N, K, and micronutrients B, Fe, Zn and the curcumin content in temulawak was conducted in Malang from February – September 2012. Using RBD, 8 treatments (P1  Inseptisol, without fertilizer, P2  Inseptisol  300 urea kg.ha-1, P3  Inseptisol  200 KCl kg.ha-1, P4  Inseptisol  300 kg.ha-1and 200 kg.ha-1 urea and KCl, P5  Alfisol, without fertilizer, P6  Alfisol  300 urea kg.ha-1, P7  Alfisol  200 KCl kg.ha-1, P8  Alfisol  300 kg.ha-1 and 200 kg.ha-1 urea and KCl in 3 replications. The micronutrients in vitro applied RCD by 4 treatments (MS medium, MS without B, Fe and Zn) in 10 replications. The results of experiment showed that dry weight of rhizome per plant in Inseptisol and Alfisol is 30.98 and 9.75 g, content of curcumin 6 month after planting was 3.60 and 4.72%. The highest rhizome weight of 8 months after planting was a combination of N and K of Inseptisol (48.28) and Alfisol (35.75 g per plant).The highest content of curcumin 6 months after planting was on Alfisol (7.99%) and Inseptisol (6.7%) by 200 KCl kg.ha-1.The curcumin content in complete media was higher than that without B, Fe and Zn i.e. 6.26 compared with 1.86–2.39%. Keywords : temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb. Synm. Curcuma javanica), N, K, B, Fe, Zn, curcumin content
Peningkatan Produksi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Pada Berbagai Macam Pola Tanam dengan Jagung (Zea mays) Wisnu Eko Murdiono; Ellis Nihayati; Sitawati .; Nur Azizah
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.801 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.129-137

Abstract

ABSTRACT Temulawak is one of Indonesia’s indigenous plant which is rarely cultivated by farmers because it has a long harvest time and wide plant spacing. Intercropping temulawak with maize is expected to attract farmers to cultivate temulawak intensively. This research was aimed at obtaining the most advantageous growth and yield of temulawak (Curcuma xanthorrhiza) in different planting patterns with maize (Zea mays). This research was conducted at the Faculty of Agriculture Brawijaya University experimental farm in Jatikerto, Malang, from December 2014 to June 2015. Experimental design was completely randomized block design with four replication and 6 treatments : T1 (strip cropping, cropping simultaneously), T2 (row cropping, cropping simultaneously), T3 (strip relay cropping, planting 1 month before the maize), T4 (row relay cropping, planting 1 month before the maize), T5 (strip relay cropping, planting 1 month after the maize), T6 (row relay cropping, planting 1 month after the maize). The growth and yield of temulawak were significantly affected by planting pattern and planting time of maize. Generally, earlier and simultaneously planted temulawak had higher growth and yield. Row cropping is the best planting pattern of turmeric combined with maize which produce 4.05 ton ha-1 fresh rhizome weight.Keywords : intercropping, maize, planting pattern, planting time, turmeric  ABSTRAK Waktu panen yang lama serta jarak tanam yang lebar menyebabkan kurangnya minat petani untuk menanam temulawak sebagai tanaman utama. Salah satu solusi yang diharapkan untuk menarik minat petani dalam membudidayakan temulawak adalah dengan pola tanam tumpang sari dengan tanaman pangan. Jagung umumnya memiliki waktu panen relatif lebih singkat dan jarak tanam relatif sempit sehingga potensial untuk ditumpangsarikan dengan temulawak. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan pola tanam yang memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik bagi temulawak pada beberapa pola tanam tumpangsari dengan jagung. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang berlokasi di Desa Jatikerto, Malang pada bulan Desember 2014 sampai Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang sebanyak 4 kali, dengan 6 perlakuan pola tanam sebagai berikut: T1 (strip cropping, ditanam bersamaan), T2 (pola row cropping, ditanam bersamaan), T3 (strip relay temulawak - jagung), T4 (row relay temulawak - jagung), T5 (strip relay jagung - temulawak), T6 (row relay jagung - temulawak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pola tanam pada sistem tumpangsari temulawak dan jagung memberikan pengaruh yang berbeda bagi pertumbuhan dan hasil temulawak. Temulawak yang ditanam lebih awal memiliki nilai rata-rata pertumbuhan dan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan temulawak yang ditanam setelah jagung. Pola tanam row cropping memberikan hasil rimpang temulawak tertinggi pada berbagai macam pola tanam dengan jagung yang mencapai 4.05 ton ha-1.Kata kunci: jagung, pola tanam, produksi, temulawak, tumpangsari
Pengaruh Aplikasi Cendawan Mikoriza dan Perlakuan Pemberian Air terhadap Peningkatan Kadar Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Roni Ramadhan; Ellis Nihayati; Sitawati Sitawati
Biotropika: Journal of Tropical Biology Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.biotropika.2017.005.03.13

Abstract

Tanaman pegagan memiliki salah satu kandungan bahan aktif penting yaitu asiatikosida. Salahsatu cara untuk meningkatkan kadar asiatikosida tanaman pegagan adalah dengan aplikasi cekaman air dan cendawan mikoriza. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh cendawan mikoriza dan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pegagan untuk meningkatkan kadar asiatikosida. Penelitian secara faktorial dengan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Faktor pertama adalah 3 taraf dosis cendawan mikoriza yaitu tanpa cendawan mikoriza, 15 g polibag-1 cendawan mikoriza dan 30 g polibag-1 cendawan mikoriza. Faktor kedua adalah 4 taraf perlakuan cekaman air yaitu 100%, 75%, 50% dan 25% kapasitas lapang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara cendawan mikoriza dengan perlakuan cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pegagan dalam meningkatkan kadar asiatikosida. Pada tingkat cekaman air 25% kapasitas lapang, perlakuan cendawan mikoriza 15 g polibag-1 dan cendawan mikoriza 30 g polibag-1 menghasilkan jumlah daun per rumpun, luas daun per rumpun, panjang tangkai daun per rumpun, panjang akar per rumpun, rasio tajuk akar dan kadar asiatikosida yang nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian cendawan mikoriza. Pada perlakuan cendawan mikoriza 30 g polibag-1 dengan tingkat cekaman air 50% kapasitas lapang menunjukkan nilai kadar asiatikosida yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan cendawan mikoriza, namun tidak berbeda dengan perlakuan cendawan mikoriza 15 g polibag-1.
Aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai Sebuah Upaya Pengurangan Pupuk Anorganik pada Tanaman Krisan Potong (Chrysanthemum sp.) Christa Dyah Utami; Sitawati Sitawati; Ellis Nihayati
Biotropika: Journal of Tropical Biology Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.biotropika.2017.005.03.1

Abstract

Budidaya tanaman krisan potong pada umumnya dilakukan menggunakan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus menimbulkan pencemaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) konsentrasi PGPR terhadap pengurangan penggunaan pupuk anorganik dalam budidaya tanaman krisan potong terhadap standar hasil krisan potong dan (2) kombinasi konsentrasi PGPR dan pemberian dosis pupuk anorganik terhadap standar hasil krisan potong. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – September 2016 di dalam rumah lindung di Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan ketinggian 1.100 m dpl. Metode yang digunakan ialah Rancangan Petak Terbagi yang terdiri dari petak utama ialah perlakuan pemberian PGPR (P) dan anak petak ialah pemberian pupuk anorganik. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi PGPR dan pengurangan dosis pupuk anorganik tidak menunjukkan terjadinya interaksi. Pemberian PGPR dengan konsentrasi 10 ml l-1 per aplikasi berpengaruh nyata meningkatkan biomassa akar dan biomassa total tanaman. Pengurangan dosis pupuk anorganik 25% mampu menghasilkan krisan potong dengan kriteria grade A, antara lain memiliki panjang tangkai ≥ 70 cm; diameter tangkai antara 4,1 hingga 5 mm dan diameter bunga antara 71 hingga 80 mm yang lebih banyak daripada perlakuan lain. Kandungan nutrisi pada daun dan tanah mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi PGPR dan semakin sedikitnya pengurangan dosis pupuk anorganik.
THE CURCUMIN CONTENT OF TEMULAWAK(Curcuma xanthorriza Roxb.) RHIZOME AS AFFECTED BY N, K AND MICRONUTRIENTS B, Fe, Zn Ellis Nihayati; Tatik Wardiyati; Rurini Retnowati; Soemarno Soemarno
AGRIVITA, Journal of Agricultural Science Vol 35, No 3 (2013)
Publisher : Faculty of Agriculture University of Brawijaya in collaboration with PERAGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17503/agrivita.v35i3.210

Abstract

A polybag experiment to study the influence of N, K, and micronutrients B, Fe, Zn and the curcumin content in temulawak was conducted in Malang from February – September 2012. Using RBD, 8 treatments (P1  Inseptisol, without fertilizer, P2  Inseptisol  300 urea kg.ha-1, P3  Inseptisol  200 KCl kg.ha-1, P4  Inseptisol  300 kg.ha-1and 200 kg.ha-1 urea and KCl, P5  Alfisol, without fertilizer, P6  Alfisol  300 urea kg.ha-1, P7  Alfisol  200 KCl kg.ha-1, P8  Alfisol  300 kg.ha-1 and 200 kg.ha-1 urea and KCl in 3 replications. The micronutrients in vitro applied RCD by 4 treatments (MS medium, MS without B, Fe and Zn) in 10 replications. The results of experiment showed that dry weight of rhizome per plant in Inseptisol and Alfisol is 30.98 and 9.75 g, content of curcumin 6 month after planting was 3.60 and 4.72%. The highest rhizome weight of 8 months after planting was a combination of N and K of Inseptisol (48.28) and Alfisol (35.75 g per plant).The highest content of curcumin 6 months after planting was on Alfisol (7.99%) and Inseptisol (6.7%) by 200 KCl kg.ha-1.The curcumin content in complete media was higher than that without B, Fe and Zn i.e. 6.26 compared with 1.86–2.39%. Keywords : temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb. Synm. Curcuma javanica), N, K, B, Fe, Zn, curcumin content
Respon Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) pada berbagai Dosis Pupuk NPK Majemuk di Salak Kabupaten Pakpak Bharat Tifany Sisgia Putri; Ellis Nihayati
Produksi Tanaman Vol. 12 No. 7 (2024): Juli
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.protan.2024.012.07.05

Abstract

Bawang merah adalah jenis tanaman yang potensial di Indonesia. Namun konsumsi bawang merah khususnya dataran tinggi di Sumatera Utara, belum terpenuhi karena produksi yang rendah dikarenakan ketersediaan dan kualitas benih serta kesuburan tanah yang rendah. Pentingnya budidaya bawang merah menggunakan varietas unggul dan pemberian dosis pupuk yang tepat untuk meningkatkan hasil bawang merah. Penelitian dilakukan Juli hingga Oktober 2022 di Salak Pakpak Bharat. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama varietas Bima Brebes (V1), Birma Solok (V2) dan Batu Ijo (V3). Faktor kedua pupuk NPK Majemuk dengan N0 (tanpa NPK atau kontrol), N1 (100 kg ha-1), N2 (200 kg ha-1) dan N3 (300 kg ha-1). Variabel pengamatan panjang tanaman, jumlah daun, anakan, jumlah umbi per rumpun, umur panen, bobot umbi per rumpun, per petak, dan per hektar serta susut bobot umbi. Data dianalisis menggunakan Anova 5% dan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan interaksi dalam meningkatkan jumlah anakan pada 35 dan 49 HST, bobot umbi per rumpun, per petak dan per hektar. Varietas Bima Brebes dengan dosis NPK Majemuk 200 kg ha-1 dan 300 kg ha-1 dapat meningkatkan hasil panen per hektar. Varietas Birma Solok dan Batu Ijo dengan NPK Majemuk 300 kg ha-1 menghasilkan panen per hektar yang lebih tinggi. Varietas Batu Ijo dan Birma Solok memiliki umur panen yang lebih cepat dan jumlah umbi per rumpun yang lebih tinggi. Pemberian dosis pupuk NPK Majemuk 300 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah umbi per rumpun.
Pengaruh Naungan dan Umur Bahan Tanam terhadap Keberhasilan Pertumbuhan Stek Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) di Dataran Medium Jemi Pujiansyah; Ellis Nihayati
Produksi Tanaman Vol. 13 No. 04 (2025): April
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/

Abstract

Pengembangan budidaya stevia di dataran rendah dan medium masih jarang dilakukan karena kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan syarat pertumbuhan. Penggunaan naungan dan umur bahan tanam yang tepat dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan produktivitas stevia di dataran rendah dan medium. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai tingkat naungan dan umur bahan tanam terhadap keberhasilan pertumbuhan stek dan hasil stevia. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang berada di Kelurahan Jatimulyo, Kota Malang, pada bulan Juni hingga Oktober 2023. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) yang terdiri dari 2 faktor yaitu screen dan naungan (N) dan umur bahan tanam (T) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan intensitas naungan dengan umur bahan tanam yang lebih tua dapat meningkatkan pertambahan panjang tanaman stevia pada periode pengamatan 0-28 HST, yaitu pada perlakuan screen dan naungan 75% dengan umur bahan tanam 21 dan 28 hari. Perlakuan screen dan naungan 0% dapat meningkatkan pertambahan panjang tanaman pada fase pertumbuhan II, jumlah daun dan luas daun pada fase pertumbuhan I dan II, indeks klorofil, bobot segar total dan bobot kering total lebih tinggi dibandingkan perlakuan screen dan naungan 50% dan 75%. Perlakuan umur bahan tanam 28 hari dapat meningkatkan pertambahan panjang tanaman, jumlah daun dan luas daun lebih tinggi dibandingakan perlakuan umur bahan tanam 14 hari dan 21 hari pada fase pertumbuhan I dan II.