Retno Dyah Puspitarini
Jurusan Hama Dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Published : 29 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana Balsamo (DEUTEROMYCETES: MONILIALES) PADA LARVA Spodoptera litura Fabricius (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Agung Setyo Budi; Aminudin Afandhi; Retno Dyah Puspitarini
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Armyworm (Spodoptera litura F.) is considered one of serious pests attackingleaves due to its parasitic characteristic on most hosts such as soybeans, peanuts,cabbage, sweet potatoes, potatoes. Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin isprospective to be developed as biological controlling agent which can damage andeven cause death to larvae in orders of Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera andOrthoptera. The objective of this research was to find out pathogenicity of B.bassiana at density of 105, 106, 107, 108,and 109 conidia/ml on larvae S. litura andits influence on the success of larvae S. litura in becoming pupa. The research wascarried out in Mycologi and Growth Chamber laboratory, Pest and Plant DeseaseDepartment, Agriculture Faculty, Brawijaya University, from Desember 2011 toMay 2012. This research applied completely randomised design with threereplicates and density of B. bassiana at: 0 (as control), 105, 106, 107, 108, 109conidia/ml. Each density held 20 larvae. Dipping method was employed in thispathogenicity test, where larvae S. litura was dipped into density suspension of B.bassiana conidia for about 5 seconds and dried. The results of the researchshowed that the highest density rate causing the death of larvae S. litura was at1,47 x 109 conidia/ml with the death of 51,37 %. While the lowest density ratecausing larvae S. litura to become pupa was at 1,47 x 109 conidia/ml with thesuccess rate of larvae S. litura in becoming pupa of 48,63 %. The fastest densityB. bassiana rate causing Median Lethal Time (LT50) on larvae S. litura at 1,47 x109 conidia/ml in 298,97 hours.Key words: Spodoptera litura, Beauveria bassiana, Pathogenicity.
Pengaruh Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Non PHT terhadap Tingkat Populasi dan Intensitas Serangan Aphid (Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Cabai Merah Yulianto Nugroho; Gatot Mudjiono; Retno Dyah Puspitarini
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 1 No. 3 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat populasi dan intensitas serangan aphid pada tanaman cabai merah di lahan PHT dan non PHT. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bayem Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang mulai bulan Juli sampai November 2012. Pada perlakuan PHT digunakan agen hayati, pupuk kandang, mikoriza dan NPK 15:15:15. Pengendalian hama pada perlakuan PHT menggunakan pestisida nabati. Pada perlakuan non PHT tidak dilakukan penambahan agen hayati, sedangkan pemupukannya menggunakan NPK 16:16:16. Pengendalian hama menggunakan pestisida kimia dengan bahan aktif Lamda Sihalotrin 106 gr/l dan Tiametoksan 141 gr/l. Parameter pengamatan adalah populasi dan intensitas serangan aphid, pertumbuhan tanaman yaitu jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah buah, serta produksi. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa perlakuan PHT dan non PHT tidak berpengaruh secara nyata terhadap populasi aphid, pada perlakuan PHT 77 ekor/100 daun dan non PHT 71 ekor/100 daun. Intensitas serangan aphid pada perlakuan PHT lebih tinggi (0,47%) secara nyata dibandingkan dengan lahan non PHT (0,02%). Pada perlakuan PHT berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah buah pada perlakuan PHT lebih tinggi secara nyata dibandingkan non PHT (104,03 daun ; 85,26 daun) (39,56 cm; 33,19 cm) (25,72 buah ; 13,50 buah). Produksi buah cabai merah pada lahan PHT lebih tinggi (8,5 kg) secara nyata dibandingkan dengan lahan non PHT (4,6 kg).Kata kunci: pestisida, coccinellid, mikoriza, pupuk, hama, pertumbuhan
KELIMPAHAN POPULASI DAN JENIS KUMBANG COCCINELLID PADA TANAMAN CABAI BESAR Sigit Rahmansah; Retno Dyah Puspitarini; Rina Rachmawati
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 3 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pada budidaya tanaman cabai besar terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan hasil produksi, salah satunya adalah serangan hama. Di daerah Dau Kabupaten Malang, Jawa Timur, serangan kumbang coccinellid menyebabkan kerusakan pada tanaman cabai besar. Sebagai upaya pengendalian hama dilakukan pengendalian hama terpadu (PHT). Penelitian ini dilaksanakan pada lahan budidaya cabai besar dengan dua cara budidaya, yaitu PHT dan konvensional. Pada lahan PHT  digunakan pupuk kandang, pestisida nabati dan pemanfaatan mikroba dekomposer, sedangkan lahan konvensional digunakan pupuk dan pestisida kimia. Cara budidaya yang dilakukan pada lahan PHT dan konvensional secara umum sama, perbedaan terletak pada penggunaan pupuk, pestisida, jarak tanam, pembersihan gulma dan pemanfaatan mikroba dekomposer. Pengamatan yang dilakukan adalah intensitas kerusakan daun, jumlah populasi dan jenis kumbang coccinellid. Dari hasil penelitian ditemukan dua jenis kumbang coccinellid yaitu predator Menochilus sexmaculatus dan hama Epilachna sumbana. Pada perlakuan PHT dan konvensional populasi larva predator M. sexmaculatus masing-masing adalah 188 ekor dan 213 ekor, populasi imago predator M. sexmaculatus masing-masing adalah 241 ekor dan 216 ekor. Populasi imago hama E. sumbana pada perlakuan konvensional lebih tinggi (290 ekor) secara nyata dibandingkan dengan lahan PHT (228 ekor). Intensitas kerusakan pada lahan PHT sebesar 8,2% dan konvensional 9,2%. Pada lahan PHT dan konvensional populasi larva dan imago predator M. sexmaculatus adalah sama. Populasi imago hama E. sumbana lebih tinggi secara nyata pada lahan konvensional dari pada lahan PHT. Pada lahan PHT dan konvensional intensitas kerusakan daun akibat serangan hama E. sumbana adalah sama. Kata kunci: Menochilus sexmaculatus, Epilachna sumbana, pengendalian hama terpadu
PATOGENISITAS JAMUR ENTOMO-ACARIPATOGEN Beauveria bassiana PADA BERBAGAI FASE PERKEMBANGAN TUNGAU TEH KUNING Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) Yusran Baddu; Retno Dyah Puspitarini; Aminuddin Afandhi
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 3 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tungau teh kuning (TTK) Polyphagotarsonemus latus Banks merupakan hama penting pada lebih dan 60 famili tanaman di dunia. Salah satu alternatif pengendalian TTK yang ramah lingkungan yaitu penggunaan jamur entomo-acaripatogen B. bassiana. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fase TTK yang peka terhadap aplikasi B. bassiana konsentrasi 105 dan 107 konidia/ml, dan nilai LT50 B. bassiana. Perlakuan percobaan merupakan kombinasi dan tiga fase TTK (larva, nimfa, dan imago) dan tiga konsentrasi jamur B. bassiana (0 sebagai kontrol, 105 dan 107 konidia/ml) dan diulang masing-masing tujuh kali. Masing-masing larva, nimfa, dan imago TTK pada daun jeruk di arena percobaan disemprot dengan konsentrasi 0, 105 dan 107 konidia/ml. Nilai LT50 tercepat adalah jamur B. bassiana konsentrasi 107 konidia/ml pada larva (31,44 jam). Persentase mortalitas larva yang diaplikasi jamur B. bassiana pada konsentrasi 105 dan 107 kondia/ml lebih tinggi (73,38 dan 100%) dibandingkan imago (57,14 dan 87,14%) dan nimfa  (27,14 dan 47,14%). Persentase larva yang berhasil menjadi nimfa setelah aplikasi B. bassiana konsentrasi 107 konidia/ml lebih rendah (0%) dibandingkan konsentrasi 105 kondia/ml (26,6%). Semua nimfa yang muncul dan larva tidak ada yang berhasil menjadi imago. Persentase nimfa berhasil menjadi imago setelah aplikasi B. bassiana konsentrasi 107 konidia/ml lebih rendah (52,86%) dibandingkan konsentrasi 105 kondia/ml (72,86%). Semua imago yang muncul dan nimfa hanya bertahan hidup selama dua hari. Dengan demikian, konsentrasi B. bassiana yang paling efektif pada TTK adalah konsentrasi 107 konidia/ml pada fase larva TTK.   Kata kunci: Entomo-acaripatogen, Mortalitas, LT50
ASOSIASI SERANGGA PREDATOR DAN PARASITOID DENGAN BEBERAPA JENIS TUMBUHAN LIAR DI EKOSISTEM SAWAH Evi Masfiyah; Sri Karindah; Retno Dyah Puspitarini
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 2 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKeberadaan serangga predator dan parasitoid dipengaruhi oleh keanekaragaman tanaman penyusun struktur lansekap misalnya keberadaan tumbuhan liar. Beberapa tumbuhan liar yang ada di ekosistem sawah berguna sebagai tempat hidup serangga musuh alami. Sampai saat ini masih sedikit informasi tentang keberadaan serangga predator dan parasitoid pada tumbuhan liar berbunga seperti Leersia hexandra, Eleusine indica dan Monochoria vaginalis. Penempatan jenis tumbuhan liar pada lahan penelitian dilakukan secara acak dengan menggunakan rancangan acak kelompok. Penelitian ini menggunakan metode teknik pengambilan contoh serangga dengan menghitung kelimpahan populasi dan serangga predator dan parasitoid. Terdapat empat ordo serangga predator yang berasosiasi dengan semua jenis tumbuhan liar yaitu ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera dan Hymenoptera. Hanya terdapat satu ordo yang diidentifikasi sebagai serangga parasitoid yaitu Hymenoptera. Keanekaragaman dan kelimpahan populasi predator dan parasitoid tertinggi terdapat pada L. hexandra.   Kata Kunci: Coleoptera, Hymenoptera, Leersia hexandra, musuh alami
PENGARUH TUMPANGSARI TANAMAN SELASIH DAN CABAI MERAH ORGANIK TERHADAP POPULASI DAN INTENSITAS SERANGAN LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) Hosainul Basri; Gatot Mudjiono; Retno Dyah Puspitarini
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 3 No. 2 (2015)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pada budidaya cabai merah secara organik terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah adanya serangan hama. Di Kota Wisata Batu, Jawa Timur, serangan lalat buah menyebabkan kerusakan pada tanaman cabai merah. Salah satu upaya untuk mengendalikan dan mengusir lalat buah adalah dengan sistem tanam tumpangsari. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan budidaya cabai merah dengan dua cara budidaya, yaitu tumpangsari dan monokultur. Cara budidaya pada kedua lahan secara umum sama, perbedaannya terletak pada penggunaan tanaman selasih sebagai tanaman pendamping cabai merah pada lahan tumpangsari, sedangkan pada lahan monokultur hanya ditanam tanaman cabai merah. Pengamatan populasi lalat buah menggunakan perangkap metil eugenol (ME) dan perangkap kuning. Perangkap ME dibuat dari botol mineral yang dipotong 15 cm dari mulut botol dan dipasang terbalik menghadap ke dalam mirip corong yang di dalamnya diberi senyawa ME. Sedangkan, perangkap kuning terbuat dari botol mineral yang dilapisi mika kuning yang diolesi dengan lem perekat. Jumlah perangkap pada kedua lahan masing-masing adalah 1 buah. Variabel pengamatan  adalah jenis, populasi, dan intensitas serangan lalat buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lalat buah dari perangkap ME dan perangkap kuning adalah Bactrocera carambolae. Dari perangkap ME, rata-rata populasi lalat buah pada lahan tumpangsari lebih tinggi (54,923) secara nyata dibandingkan lahan monokultur (29,615). Demikian juga rata-rata populasi lalat buah dari perangkap kuning, pada lahan tumpangsari lebih tinggi (35,153)secara nyata dibandingkan lahan monokultur (19,307). Perlakuan tumpangsaridan monokulturtidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan lalat buah, berturut-turut 2,705 dan 0,577%. Tingkat populasi lalat buah pada lahan tumpangsari lebih tinggi secara nyata dibandingkan lahan monokultur. Kata Kunci: Bactrocera carambolae, tumpangsari, pertanian organik  
PENGARUH SISTEM TANAM TUMPANGSARI PADA BROKOLI ORGANIK TERHADAP HAMA Crocidolomia pavonana F. (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) Mega Apriliyanti; Gatot Mudjiono; Retno Dyah Puspitarini
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Crocidolomia pavonana merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman brokoli. Dampak negatif pestisida sintetik untuk mengendalikan populasi hama C. pavonana menjadikan sistem tanam tumpangsari dalam budidaya organik sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh tumpangsari seledri dan bawang daun dengan brokoli organik terhadap populasi dan intensitas serangan hama C. pavonana dibandingkan dengan sistem tanam monokultur. Penelitian dilaksanakan di lahan organik milik PT. Herbal Estate, Batu, Jawa Timur pada bulan Januari sampai April 2015. Metode percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan yaitu: monokultur, tumpangsari brokoli dengan seledri, tumpangsari brokoli dengan bawang daun, tumpangsari dengan seledri dan bawang daun. Penelitian diakukan di lahan berukuran 155 m2. Pada lahan tersebut dibuat bedengan berukuran 400x150x30 cm. Jumlah bedengan pada lahan penelitian adalah 16 bedeng. Parameter pengamatan dalam penelitian ini yaitu tingkat populasi dan intensitas kerusakan C. pavonana. Pengamatan dilakukan dengan metode visual pada setiap tanaman contoh. Pada tiap bedengan ditetapkan dua tanaman contoh, sehingga jumlah tanaman contoh seluruhnya adalah 32 tanaman. Pengamatan dilakukan sebanyak 10 kali dimulai saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam sampai menjelang panen dengan interval satu minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem tanam tumpang sari dengan menanam tanaman seledri dan bawang daun sebagai tanaman penolak hama pada budidaya brokoli organik pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap tingkat populasi maupun intensitas kerusakan C. pavonana. Tingkat populasi C. pavonana pada semua perlakuan rendah di awal pengamatan dan mulai meningkat pada saat pengamatan ke-8 dengan rata-rata populasi 0,54 ekor/tanaman. Persentase intensitas kerusakan pada semua perlakuan tergolong rendah di awal pengamatan dan mulai meningkat pada pengamatan ke-5 sampai pengamatan ke-10 dengan rata-rata intensitas kerusakan yaitu 1,02%. Kata kunci: Bawang daun, intensitas kerusakan, monokultur, populasi, seledri.
UJI KOMPATIBILITAS JAMUR PATOGEN SERANGGA Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin (Hypocreales: Cordycipitaceae) DENGAN INSEKTISIDA NABATI EKSTRAK DAUN PUTRI MALU Muhammad Anton Astoni; Retno Dyah Puspitarini; Hagus Tarno
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Mimosa pudica merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan insektisida nabati. Tanaman ini mengandung senyawa racun yang dapat mematikan serangga hama. Kombinasi M. pudica dengan jamur patogen serangga Beauveria bassiana dapat meningkatkan pengendalian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek ekstrak daun putri malu terhadap pertumbuhan vegetatif, perkecambahan, dan jumlah konidia jamur B. bassianadi laboratorium. Jamur dibiakkan pada media SDAY selama 14 hari dan diencerkan sampai kerapatan 1x103, 105, dan 107 konidia/ml akuades. Kemudian masing-masing jamur dengan kerapatan tersebut dibiakkan kembali pada media SDAY yang mengandung ekstrak daun putri malu dengan konsentrasi masing-masing 0,4; 1; dan 2% sehingga didapatkan 9 perlakuan kombinasi. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter koloni jamur B. bassiana1x105 konidia/ml yang dikombinasikan dengan ekstrak daun putri malu konsentrasi 1 dan 2% berturut-turut adalah 4,50 dan 4,00 cm serta konidia yang berkecambah berturut-turut adalah 49,25 dan 42,87%. Nilai diameter koloni dan konidia yang berkecambah, digunakan untuk mengetahui tingkat kompatibilitas dengan menggunakan rumus klasifikasi T. Dari hasil uji T didapatkan jamur B. bassiana 1x105 konidia/ml kompatibel dengan ekstrak daun putri malu konsentrasi 1 dan 2% dengan nilai T lebih dari 60 berturut-turut yaitu 79,70 dan 65,40. Sedangkan kombinasi perlakuan yang lain tidak kompatibel, yang berarti senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun putri malu berpengaruh buruk terhadap perkembangan jamur B. bassiana. Ekstrak daun putri malu konsentrasi 1 dan 2% kompatibel dengan jamur B. bassiana 1x105 konidia/ml. Kata Kunci: Perkecambahan konidia, diameter koloni, kerapatan konidia
UJI PATOGENISITAS CENDAWAN ENTOMO-ACARIPATOGEN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin PADA TUNGAU PERAK JERUK Polyphagotarsonemus latus Banks (ACARI: TARSONEMIDAE) Firdausi Indah Lestari; Retno Dyah Puspitarini; Rina Rachmawati
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tungau perak jeruk Polyphagotarsonemus latus adalah salah satu hama yang menyebabkan penurunan produksi tanaman jeruk. Salah satu alternatif pengendalian P. latus yang ramah lingkungan adalah menggunakan cendawan entomo-acaripatogen Beauveria bassiana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patogenisitas B. bassiana pada imago P. latus dan pengaruhnya terhadap siklus hidup dan lama hidup tiap fase P. latus. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pengulangan 7 kali yang dilaksanakan di laboratorium. Setiap ulangan menggunakan 10 imago P. latus yang ditempatkan pada arena percobaan. Kerapatan B. bassiana yang diujikan adalah 102, 104, 106, dan 108 konidia/ml aquades dan aquades steril sebagai kontrol. Uji patogenisitas dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi B. bassiana dengan jarak kurang lebih 15 cm dari arena percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi B. bassiana pada konsentrasi 108 konida/ml aquades menyebabkan mortalitas tungauP. Latus 100% dicapai dalam waktu 4 hari. Aplikasi B. bassiana konsentrasi 108 konidia/ml aquades menyebabkan kematian 50% tungau P. latus (LT50) tercepat dengan waktu 66,03 jam. Aplikasi B. bassiana pada konsentrasi 102 konidia/ml aquades menyebabkan keberhasilan larva menjadi nimfa sebesar 38,77%. Pada pengamatan selanjutnya seluruh nimfa tersebut mati sebelum menjadi imago. Pada perlakuan B. bassiana konsentrasi 104, 106, dan 108 konidia/ml aquade sseluruh larva mati sebelum menjadi nimfa. Sedangkan pada kontrol, keberhasilan larva menjadi nimfa adalah 75,99% dan seluruh nimfa tersebut berhasil menjadi imago. Aplikasi B. bassiana mampu menghambat siklus hidup P. latus.   Kata kunci: hama, konsentrasi, mortalitas, siklus hidup
PENGARUH ACARISIDA PIRIDABEN TERHADAP FISIOLOGI JAMUR ENTOMO-ACARIPATOGEN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin DALAM MEMATIKAN TUNGAU Polyphagotarsonemus latus Banks Desti Mega Pratiwi; Retno Dyah Puspitarini; Aminudin Afandhi
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 5 No. 3 (2017)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengendalian hama terpadu tungau Polyphagotarsonemus latus bisa menggunakan jamur serangga B. bassiana yang dikombinasikan dengan acarisida. Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu mengkaji toksisitas acarisida piridaben konsentrasi 0,0625 dan 0,125 dari konsentrasi anjuran pada B. bassiana kerapatan 108 spora/ml yang dibiakkan pada media EKG dan mengkaji pengaruh piridaben dan B. bassiana terhadap mortalitas P. latus. Pada percobaan pertama, setiap konsentrasi piridaben dikombinasikan dengan B. bassiana sehingga didapatkan 2 kombinasi perlakuan dan 1 perlakuan kontrol yaitu B. bassiana. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi-kombinasi perlakuan tersebut menyebabkan persentase daya kecambah B. bassiana lebih rendah secara nyata (berturut-turut 54,45dan 53,80%) dibandingkan kontrol (67,31%). Demikian juga, persentase pertumbuhan koloni dan jumlah konidia B. bassiana lebih rendah secara nyata (berturut-turut 2,47 dan 84,25%) dibandingkan dengan kontrol (berturut-turut 4,05 dan 108,00%). Dari nilai kompatibilitas (T), kedua konsentrasi piridaben tidak kompatibel (T<60) dengan B. bassiana (berturut-turut 32,48 dan 30,20). Oleh karena itu, untuk mengkaji pengaruh piridaben dan B. bassiana terhadap tingkat mortalitas P. latus, keduanya tidak dikombinasikan. Percobaan kedua ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari piridaben 2 konsentrasi serta 2 perlakuan kontrol yaitu B. bassiana dan akuades, diulang 4x. Pada pengujian ini, setiap perlakuan diaplikasikan pada 10 imago P. latus dengan metode semprot di arena percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan piridaben menyebabkan mortalitas P. latus 100% pada hari ke-3 dan hari ke-5 pada perlakuan B. bassiana. Acarisida piridaben bersifat toksik terhadap B. bassiana dan piridaben lebih cepat menyebabkan kematian P. latus dibandingkan B. bassiana.