Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

CONFLICT BETWEEN LAW AND JUSTICE Putro, Widodo Dwi
Jurnal IUS (Kajian Hukum dan Keadilan) Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Jurnal IUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12345/ius.v1i1.222

Abstract

The consequence of identifying justice with law is that seeking justice becomes constrained and it becomes limited only to the formulation of law. Although it is possible to approach justice from the ‘legal-formal’ aspect, justice cannot be reduced to law. Once justice is reduced to law, seeking justice outside the legal system ceases. The assumption that justice is identical to law is misleading, as justice is assumed to be inherent in the law itself. On the other hand, it is dangerous to make a distinct separation between law and justice. Law obtains its validity through its positive form, which is derived from the sovereign authority. The implication of this is that law is the law itself, altogether separate from justice, whereby an emphasis is placed only on its formal manifestation. However, law is not justice. Law is a calculable element, while justice is incalculable in concrete terms. Law is a tool for approaching justice. Therefore, law cannot possibly surpass justice, because assuming that law surpasses justice would be as stating that the tool colonizes its objective.  Keywords: Law, Justice, Tools, Goals.
Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Parkir Terhadap Kehilangan Barang Konsumen Dalam Kendaraan/Legal Responsibilities of Parking Business Actors Against Loss of Consumer Goods in Vehicles Zuhairi, Ahmad; Nurbani, Erlies Septiana; Putro, Widodo Dwi
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 12, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v12i2.10437

Abstract

Abstract: Parking area is a type of strategic business needed by the community. however, one obstacle that often arises is security disturbances such as loss of consumer goods in vehicles. It is not uncommon for parking land owners to be reluctant to take responsibility for this loss. The purpose of this study was to describe the legal relationship between parking managers and consumers and to analyze the responsibilities of parking managers in the event of loss of goods in the vehicle. This article is based on doctrinal law research with statutory regulations approach and conceptual approach. The results of this study indicate that the legal relationship between the parking manager and the owner's consumer is an agreement for storing goods, not renting land. The legal consequence of the goods storage agreement in the parking agreement is to impose responsibility on the parking manager for the loss of the vehicle and the items in the vehicle.Keywords: parking area; agreement; legal responsibilityAbstrak Lahan parkir merupakan jenis usaha strategis yang dibutuhkan oleh masyarakat. namun, salah satu kendala yang sering muncul adalah gangguan keamanan seperti hilangnya barang konsumen di kendaraan. Tidak jarang pemilik lahan parkir enggan bertanggung jawab terhadap kehilangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan hukum pengelola parkir dengan konsumen dan menganalisis tanggung jawab pengelola parkir dalam hal terjadinya kehilangan barang di dalam kendaraan. Artikel ini berdasarkan penelitian hukum doctrinal dengan pendekaran peraturan perundang undangan dan pendekatan konsep. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan hukum antara pengelola parkir dengan konsumen pemilik adalah perjanjian penitipan barang, bukan sewa-menyewa lahan. Konsekuensi hukum dari perjanjian penitipan barang dalam perjanjian parkir adalah membebankan tanggung jawab kepada pengelola parkir terhadap kehilangan kendaraan beserta barang yang terdapat di dalam kendaraan.Kata Kunci : lahan parkir; perjanjian; tanggung jawab hukum.
Penegakan Hukum Terhadap Penelantaran Hak Guna Bangunann (HGB) Oleh Pemegang Hak: (Studi Kasus Dikecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat) Erwandi, Muhammad; Arba, Arba; Putro, Widodo Dwi
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i1.95

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis pelaksanaan penegakan hukum terhadap penelantaran tanah hak guna bangunan/HGB oleh pemegang hak, Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif-empiris. Hasil penelitian menunjukkan pertama; penegakan hukum terhadap penelantaran tanah hak guna bangunan/HGB oleh pemegang hak pada intinya melalui beberapa tahapan yaitu a) melakukan inventarisasi terhadap tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha yang terindikasi terlantar, b) Kepala Kantor ATR/BPN Wilayah Membentuk Panitia C yang bertugas melakukan Evaluasi tanah terindikasi terlantar, dan c) Penetapan Tanah Terlantar ditetapkan dalam Keputusan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi. Kedua; larangan menelantarkan tanah dinyatakan dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban bagi, pemegang hak atas tanah (Pasal 6, 7,10, 15,19,40 UUPA). Itu semua adalah asas-asas yang ada dalam UUPA. Sehingga pelaksanaan hak yang tidak sesuai dengan tujuan haknya atau peruntukannya yang dilakukan oleh PT.Lingga Permata Utama maka kepada pemegang hak akan dijatuhi sanksi yaitu hak atas tanah itu akan dibatalkan dan berakibat berakhirnya hak atas tanah. Ketiga; dalam mencapai tujuan menekan terjadinya ketimpangan dalam kepemilikan dan penguasaan tanah serta penanganan sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia, Hal ini dimaksud langsung dalam konstitusi negara kita, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. Sehingga konsep Keadilan Sosial harus diterjemahkan sebagai memberikan landasan bagi setiap orang untuk mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menerima bagian manfaat tanah baik bagi diri sendiri maupun keluarganya sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak.
Peran Notaris Dalam Membuat Akta Konsen Roya Sebagai Pengganti Sertifikat Hak Tanggungan Putu Ayu Gianita Patni; Djumardin; Putro, Widodo Dwi
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i2.137

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran notaris dalam pembuatan Akta Konsen Roya sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan dan kekuatan hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran notaris dalam pembuatan Akta Konsen Roya sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan dapat merujuk pada Pasal 15 ayat (1) UUJN yang mengatur bahwa notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik. Oleh karena Akta Konsen Roya merupakan akta yang muncul akibat dari kehendak para penghadap untuk melegalisasikan transaksi kreditnya di hadapan notaris, maka Akta Konsen Roya tersebut dianggap sebagai akta autentik. Kekuatan hukum Akta Konsen Roya yang dibuat oleh notaris sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan berkedudukan sama seperti hak tanggungan tetapi hanya digunakan untuk mengganti sertifikat hak tanggungan.
Peran Ppat Dalam Upaya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan: (Studi di Kabupaten Lombok Timur) Saputra, L. Yusril Wira; Arba, Muhammad; Putro, Widodo Dwi
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i2.192

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis efektivitas perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Lombok Timur; dan mengenalisis peran serta PPAT dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Lombok Timur. Penelitian menggunakan metode empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Lombok Timur belum efektif. Faktor yang menyebabkan belum efektif aturan yang sudah dibuat berkaitan dengan LP2B karena budaya hukum masyarakat dan struktur hukum yaitu aparat yang menjalankan undang-undang. Peran seorang PPAT menjadi sangat penting dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, yaitu dari sisi peralihan hak atas tanah yaitu jual beli, karena proses jual beli tanah dilakukan melalui PPAT, akta jual beli tanah yang dibuat memberikan kepastian dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. Sedangkan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan, upaya yang dilakukan oleh seorang PPAT adalah sebatas memberikan saran dan pengetahuan kepada para penghadap yang datang kepada PPAT berkaitan dengan pertanahan, Sebelum dilakukan jual beli, PPAT menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli. Dari sisi perizinan yang berperan penting terhadap perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan lebih kepada BPN dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam memberikan izin lahan pertanian tersebut boleh atau tidak dialihfungsikan.
Penyusunan Peraturan Desa Berbasis Gender Zunnuraeni, Zunnuraeni; Risnain, Muh.; Putro, Widodo Dwi
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 8 No. 2 (2023): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v8i2.158

Abstract

Desa memiliki peran penting dalam upaya penanganan masalah perempuan, maka Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah mencanangkan Desa ramah perempuan sebagai salah satu segmen SDGs Desa. SDGs Desa adalah arah tujuan pembangunan desa berkelanjutan tahun 2030, yang ditetapkan dengan merujuk pada Perpres Nomer 59 tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu tujuan SDGs Desa adalah keterlibatan perempuan desa. Salah satu target dalam mengukur ketercapain tujuan SDGs Desa adalah adanya produk hukum desa yaitu Peraturan Desa/Peraturan Kepala Desa yang responsif gender. Untuk meningkatkan pemahaman pemerintah desa mengenai pentingnya peraturan desa berbasis keadilan gender, maka Tim Penyuluh Fakultas Hukum Universitas Mataram akan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dengan terjun ke desa, memberikan pengetahuan mengenai peraturan desa dan masalah-masalah perempuan. Adapun desa yang menjadi lokasi pelaksanaan pengabdian masyarakat adalah salah satu desa di kabupaten Lombok Tengah, yaitu Desa Aikmual. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi. Kegiatan penyuluhan secara keseluruhan berjalan dengan baik yang dapat diukur dengan tingginya jumlah kehadiran peserta penyuluhan, keaktifan peserta penyuluhan dalam mengikuti kegiatan. Adapun permasalahan yang menjadi bahan diskusi dalam kegiatan penyuluhan meliputi masalah pernikahan anak, penyusunan perdes serta masih rendahnya keterlibatan perempuan dalam penyusunan perdes dan belum tersedianya peraturan desa yang secara khusus mengatur mengenai perempuan dan anak. Guna mewujudkan adanya peraturan desa berbasis gender maka keberadaan anggota BPDes perempuan perlu ditingkatkan dan mendorong lebih banyak keterlibatan unsur perempuan dalam musyawarah desa.
Ecological Sustainability from a Legal Philosophy Perspective Putro, Widodo Dwi; Bedner, Adriaan W.
Journal of Indonesian Legal Studies Vol 8 No 2 (2023): Contemporary Issues on Law, Development, and Justice: Indonesian Context and Beyo
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v8i2.71127

Abstract

Gustav Radbruch made a fundamental contribution to legal thought, by suggesting the framework of legal justice, legal benefit, and legal certainty as the main purposes of law. This framework is widely accepted and still serves as a basis for thinking about questions of legal interpretation and the problems of legal positivism. This article argues that Radbruch’s framework falls short of addressing legal issues related to the threats of ecological crisis. Looking at legal theory and legal practice, we propose to add “sustainability” as a meta-value to Radbruch’s ideals of the legal system.
Human Rights and Its Contested Legal Paradigm Putro, Widodo Dwi
Journal of Southeast Asian Human Rights Vol 7 No 2 (2023): December 2023
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jseahr.v7i2.39308

Abstract

This article examines the philosophical foundation of the tension between two contested legal paradigms, namely the Sociological Jurisprudence and Historical School of Jurisprudence, and how the contestation affects human rights discourse in Indonesia. Sociological jurisprudence perceives law as a tool of social engineering, while the Historical School of Jurisprudence argues that the development of law is a subconscious and organic process. Such contested legal paradigms are relevant to the case of “kawin tangkap” or bride kidnapping in Sumba, East Nusa Tenggara Indonesia. This is certainly problematic from the human rights perspective, as it is contradictory to the protection of women and children. However, like in some other traditions, the practice has been continuously preserved in local communities. The article employs legal anthropology research methods to delve into the symbols and meanings embedded within the customary laws obeyed by local communities. Additionally, this research utilizes legal philosophy methodologies to scrutinize paradigmatic disputes among schools of thought and how these disputes affect the rights of women. The study also investigates variances in perspectives concerning customary law, state law, and human rights, particularly in the context of examining the tradition of captive bride kidnapping. The challenge lies in how human rights can be employed to foster a gradual shift away from deeply ingrained patriarchal cultural norms and practices, with the aim of enhancing the protection of women’s and children’s rights, all while preserving customary laws and the harmony of local communities. This article endeavors to address this challenge by advocating for effective communication strategies that encourage local communities to embrace human rights principles and abide by the law, driven by rational awareness. The findings from this research conscientiously raise awareness about human rights within local communities through effective legal communication, without disrupting the existing local order. Keywords: Human Rights, Historical School of Jurisprudence, Bride Kidnapping, Sociological Jurisprudence, Communication.
Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Kebijakan Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Laut Zunnuraeni, Zunnuraeni; Risnain, Muh; Putro, Widodo Dwi
Jurnal Hukum Mimbar Justitia Vol 10, No 1 (2024): Published Juni 2024
Publisher : Universitas Suryakancana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35194/jhmj.v10i1.4153

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisa aturan hukum internasional berkenaan dengan kewaiban negara untuk mitigsi perubahan iklim serta aturan hukum nasional dalam kaitannya dengan mitigasi perubahan iklim melalui pengelolaan dan pelestarian lingkungan laut. Untuk menjawab isu hukum yang dikaji digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan per Undang-Undangan dan pendekatan konseptual. Data yang digunakan adalah data skunder yang diperoleh melalui penelusuran literatur. Analisa menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menegaskan bahwa berdasarkan prinsip Common but Differentiated Responsibility yang terdapat dalam Perjanjian Paris maka semua negara memiliki kewajiban untuk melakukan upaya mitigas perubahan iklim, namun dengan tingkat kewajiban yang berbeda. Lebih lanjut hasil analisa studi menegaskan bahwa Peraturan terkait mitigasi perubahan iklim di Indonesia tersebut tampak masih berfokus pada aktifitas di darat sehingga tidak memasukkan laut sebagai salah satu sektor RAN-GRK. Meskipun sub sektor mangrove serta sektor kelautan atau blue carbon telah diatur dalam Perpres No 98 tahun 2021, namun ketentuan ini masih perlu diterjemahkan lebih lanjut dalam berbagai kebijakan yang secara khusus mengatur mengenai ekosistem karbon biru. AbstractThis research aims to analysed international legal rules regarding state obligations to mitigate climate change and national legal rules concerning climate change mitigation through the management and conservation of the marine environment. The study uses normative legal research methods with a legal approach and a conceptual approach. The data used is secondary data obtained through literature searches. The analysis uses qualitative methods. The research results confirm that based on the principle of Common but Differentiated Responsibility enumerated in the Paris Agreement, all countries must carry out climate change mitigation efforts, but with different levels of obligation. Furthermore, the study analysis confirms that the regulations related to climate change mitigation in Indonesia merely focus on activities on land, so it neglected the marine sector as one of the RAN-GRK sectors. Even though the mangrove sub-sector and the marine or blue carbon sector have been regulated in Presidential Decree No. 98 of 2021, these provisions still need to be further translated into various policies that specifically regulate the blue carbon ecosystem.
Democracy Crisis and the Rise of Datacracy Putro, Widodo Dwi
PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 11, No 1 (2024): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

There is no permanent constitutional and political-legal system. Scientists also predict that the phenomenon of the rise of datacracy with big data and algorithms will replace the democratic system. In this research, the author aims to answer the following questions: (i) Why is democracy bound to be replaced by datacracy? (ii) what alternative options can be proposed to bridge the legal and political implications that might occur if datacracy replaces democracy? The author uses literature studies and an interdisciplinary approach to critique and offer ideas in this study. It is proposed, among other things, that datacracy will not eliminate people's sovereignty; instead, it will only narrow down democratic instruments such as people's representatives and political parties because they will no longer be needed. Such representative democracy is likely to become obsolete because the people will be able to actively participate in conveying their aspirations directly, without going through the people's representative system, by inputting their needs, interests, and various problems through the datacracy platform.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v11n1.a3