Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Karakteristik Pengeringan Biji Jagung (Zea Mays L.) Menggunakan Alat Pengering Surya Adriyarkara Termodifikasi Athul Fadhli; Diswandi Nurba; Raida Agustina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 3, No 2 (2018): Mei 2018
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (681.635 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v3i2.7429

Abstract

Abstrak. Jagung merupakan tanaman penghasil karbohidrat terpenting. Pengeringan jagung pipil menggunakan alat pengering merupakan proses untuk menghasilkan jagung pipil yang siap diolah untuk pembuatan tepung jagung dengan batas kadar air tertentu sehingga menghaslkan jagung pipil dengan kualitas yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik pengeringan biji jagung menggunakan alat pengering surya Termodifikasi. Metode penelitian  menggunakan 3,15 kilogram jagung pipil dengan kadar air awal 22% untuk proses pengeringan. Parameter yang dianalisis terkait alat pengering kolektor surya yaitu temperatur, kelembaban relatif, kecepatan udara dan iradiasi surya, sedangkan parameter yang dianalisis terkait bahan yaitu kadar air, lama waktu pengeringan, laju pengeringan dan organoleptik. Prosedur penelitian terdiri dari pengujian kosong dan pengujian dengan menggunakan jagung pipil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur rata-rata dalam rak pengering sebelum dilakukan modifikasi yaitu 44,4oC, temperatur rata-rata setelah dilakukan modifikasi yaitu 55,5oC dan temperatur rata-rata rak pengering pada pengeringan menggunakan jagung pipil yaitu 46,96oC. Kelembaban relatif rata-rata dalam rak pengering sebelum dilakukan modifikasi yaitu 40,1%, kelembaban relatif rata-rata dalam rak pengering setelah modifikasi yaitu 35,1% dan kelembaban relatif rata-rata pengeringan menggunakan jagung pipil yaitu 44,45%. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa nilai temperatur dan kelembaban pada alat setelah modifikasi lebih baik dibandingkan sebelum alat dimodifikasi. Pengukuran temperatur dan kelembaban relatif terdiri dari 4 titik pengukuran yaitu rak 1A,1B dan rak 2A, 2B. Kecepatan udara rata-rata yang diukur konstan yaitu 0,7 m/s pada ruang pengering, sedangkan lingkungan 1,1 m/s. Total iradiasi surya selama pengeringan yaitu 1848,84 W/m2. Kadar air jagung pipil masing-masing rak yaitu rak 1A 14,29%, rak 1B 14,47%, rak 2A 13,91% dan rak 2B 14,1%. Hasil dari pengujian organoleptik, panelis agak menyukai jagung pipil yang dikeringkan menggunakan alat pengering tersebut.Characteristics of Seed Drying (Zea mays L.) Using a Modified Adriyarkara Solar DryerAbstract. Corn is the most important carbohydrate plant. Drying corn using a drying tool is a process to produce corn that are ready to be processed for making corn flour with a certain water content limit so as to produce corn with good quality. The purpose of this study was to examine the characteristics of drying of corn kernels using a modified solar dryer. The research method used 3,15 kilogram of corn milled with the initial moisture content of 22% for drying process. The parameters analyzed in relation to solar collector dryers are temperature, relative humidity, air velocity and solar irradiation, while the parameters analyzed are materials such as moisture content, drying time, drying rate and organoleptic. The research procedure consists of unloaded testing and testing using corn. The results showed that the average temperature in the dryer tray before modification was 44,4°C, the average temperature after modification was 55,5°C and the average temperature of the dryer tray on drying using corn was 46,96oC. The average relative humidity in the dryer tray before modification is 40,1%, the average relative humidity in the dryer tray after modification is 35,1% and the average relative humidity of drying using corn is 44,45%. From the measurement results show that the value of temperature and humidity in the tool after modification is better than before. Measurement of temperature and relative humidity consist of 4 point of measurement that is tray 1A, 1B and tray 2A, 2B. Average mean air velocity measured is 0,7 m/s at the dryer room, while the environment is 1,1 m/s. Total solar irradiation during drying is 1848,84 W/m2. Moisture level of corn each shelves tray 1A is 14,29%, tray 1B is 14.47%, tray 2A is 13,91% and tray 2B is 14,1%. As a result of organoleptic testing, panelists rather like dried corn using the dryer.
Kajian Karateristik Mutu Gabah Selama Penyimpanan Menggunakan In-Store Dryer (ISD) Thahara Balqis; Ratna Ratna; Diswandi Nurba
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 6, No 3 (2021): Agustus 2021
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (866.954 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v6i3.17516

Abstract

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu gabah selama dilakukan penyimpanan menggunakan In-Store Dryer. Penelitian ini menggunakan dua cara penyimpanan yaitu penyimpanan secara curah menggunakan In-Store Dryer dan penyimpanan dalam karung yang diletakkan diruangan. Tempat penyimpanan gabah yaitu ISD dan karung, sedangkan lama penyimpanan yaitu 0 hari, 20 hari, 40 hari dan 60 hari. Variabel respon penelitian ini adalah mutu gabah yang meliputi yaitu kadar air, protein, dan kadar abu. Perbedaan cara penyimpanan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi lama penyimpanan terhadap  mutu gabah, analisis data menggunakan regresi linear sederhana  dengan peubah bebas (X) terdiri atas lama penyimpanan selama 60 hari serta peubah terikat (Y) meliputi mutu gabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gabah yang disimpan dalam ISD mampu mempertahankan kualitas dengan suhu dan RH penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan komposisi gabah selama 60 hari dengan suhu rata-rata yaitu 33,1⁰C dengan RH rata-rata 71,1%. Perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan meliputi kadar air rata-rata pada awal penyimpanan 13,61%, pada hari ke-60 turun menjadi 12,27%. Protein rata-rata pada awal penyimpanan 4,47% naik menjadi 4,67%. Kadar abu rata-rata pada awal penyimpanan 4,20% turun menjadi 4,13%. Lemak rata-rata pada awal penyimpanan 0,98% naik menjadi 1,31%. Karbohidrat rata-rata pada awal penyimpanan 76,75% naik menjadi 77,62%. Berdasarkan data hasil penelitian mutu fisik dari penyimpanan gabah menggunakan In-Store Dryer berdasarkan SNI 01-6128-1999 masuk dalam mutu kelas II, Sedangkan penyimpanan karung masuk dalam mutu kelas III.Study of Grain Quality Charateristics During Storage Using In-Store Dryer (ISD)Abstract. Storage using an In-Store Dryer is needed to know the quality characteristics of paddy grain. This study uses two storage methods, storage in silo using In-Store Dryer and storage in sacks placed in the room/warehouse. The storage places for grain are ISD and sacks, while the storage time is 0 days, 20 days, 40 days, and 60 days. The response variable of this study was the quality of grain which included moisture, protein, and ash content. Differences in storage methods to determine whether there is an interaction effect between place and storage time factors on grain quality, data analysis using simple linear regression with the independent variable (X) consisting of storage time for 60 days and the dependent variable (Y), including grain quality. The results showed that grain stored ISD could maintain quality with temperature and RH (relative humidity) of storage. The results showed a change in grain composition for 60 days with an average temperature of 33.1oC with an average RH of 71.1%. Chemical changes that occur during storage include the average moisture content at the beginning of storage 13.61%; on the 60th day, it decreased to 12.27%. Average protein at baseline of 4.47% increased to 4.67%. The average ash content at the beginning of storage was 4.20%, down to 4.13%. The average fat at the beginning of storage was 0.98%, increased to 1.31%. The average carbohydrate at the beginning of storage was 76.75%, increasing to 77.62%. The result showed that the physical quality of storage using In-Store Dryer based on SNI 01-6128-1999 is classified as class II quality. In contrast, sack storage is classified as class III quality.
Karakteristik Pengering Efek Rumah Kaca Tipe Terowongan Terhadap Kualitas Minyak Nilam Riski Satria; Fachruddin Fachruddin; Diswandi Nurba
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 5, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.682 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v5i1.13791

Abstract

Abstrak. Minyak atsiri adalah salah satu minyak yang dihasilkan dari bagian batang, kulit, daun, akar, bunga dan berbagai bagian tumbuhan yang lain dengan proses penyulingan. Salah satu minyak atsiri adalah minyak nilam, dalam dunia perdagangan minyak atsiri dikenal dengan nama Patchouly Oil. Walaupun tanaman nilam telah dibudidayakan  selama hampir 100 tahun, namun sampai sekarang masih banyak teknologi pengolahan masyarakat masih konvensional sehingga kualitas minyak yang dihasilkan masih rendah. Penelitian ini menggunakan metode pengeringan efek rumah kaca tipe terowongan dan pengeringan konvensional. Analisis kualitas minyak nilam yang diamati meliputi kadar air nilam, rendemen, warna, bobot jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air nilam hasil pengeringan efek rumah kaca hanya membutuhkan waktu selama 1 hari untuk mengeringkan nilam dan menghasilkan kadar air rata-rata yaitu 22,45%, sedangkan pengeringan konvensional rata-rata kadar air yaitu 22,93% dan memerlukan waktu 2 hari untuk mengeringkan nilam. Hasil Rendemen dengan pengeringan efek rumah kaca menghasilkan rata-rata rendemen yaitu 0,40% sedangkan pengeringan konvensional menghasilkan rata-rata rendemen yaitu 0,39%. Warna minyak nilam dengan pengeringan konvensional dan pengeringan efek rumah kaca menghasilkan warna coklat kemerahan. Bobot jenis minyak nilam pengeringan efek rumah kaca rata-rata 0,966 sedangkan pengeringan konvensional rata-rata 0,954. Hasil indeks bias minyak nilam pengeringan efek rumah kaca yaitu sebesar 1,509 sedangkan pengeringan konvensional sebesar 1,508. Kelarutan dalam etanol 90% minyak nilam  pengeringan efek rumah kaca lebih baik karena jernih rata-rata pada larutan 1:9, sedangkan pengeringan konvensional jernih rata-rata pada larutan 1:10, dimana minyak nilam yang mudah larut dalam etanol 90% maka kualitas minyak nilam semakin baik. Berdasarkan kadar air dan kualitas minyak nilam seperti warna, bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol 90% merupakan pengeringan efek rumah kaca lebih baik secara kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan pengeringan konvensional.Characteristic of tunnel type dryer of greenhouse effect on the quality of patchouli oil Abstract. Essential oil is the type of oil derived from stem, bark, leaves, root, flower, and other parts of plant through the process of distillation. One type of essential oil is Patchouli oil which is known as patchouli oil in the trading world. Even though patchouli plants have been cultivated for almost 100 years, the technology used to process the oil is still conventional that cause the oil quality to be low. This research utilized two methods which are greenhouse effect drying and conventional drying. The analysis of oil quality was done by observing the oil moisture, yield, color, specific gravity, refractive index, and its solubility in 90% ethanol. The result shows that the patchouli moisture by using the greenhouse effect drying needs one day to dry patchouli leaves that later produces moisture at the average of 22.45%. By using conventional drying, it took 2 days to dry that resulted in the moisture at the average of 22.93%. The result of oil yield out of the greenhouse effect drying is 0.40% in average, while by using the conventional drying the oil yielding resulted in 0.39% in average. As for the color of patchouli oil by using both the greenhouse effect drying and conventional drying result in reddish brown. The average specific gravity of patchouli oil by using the greenhouse effect drying is 0.966 at the average, while it resulted in the average of 0.954 by using conventional drying. The refractive index of patchouli oil by using greenhouse effect drying is at 1.509, while by using conventional drying is at 1.508. The solubility of patchouli oil in ethanol 90% ethanol using greenhouse effect drying is better with the ration of 1:9 to solution. However, the solubility of patchouli oil in 90% ethanol using conventional drying in ratio is 1:10. This means that the more soluble oil on 90% ethanol, the better the quality of the patchouli oil. Based on the moisture and patchouli oil quality like its color, specific gravity, refractive index, and solubility in 90% ethanol, it shows that greenhouse effect drying is better in quantity and quality than conventional drying.
Perancangan Alat Pemipih Semi Mekanis Untuk Biji Melinjo Agus Rizal Fiki; Diswandi Nurba; Mustaqimah Mustaqimah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 2, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (678.934 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v2i4.5450

Abstract

Abstrak, Tanaman melinjo adalah tanaman yang tumbuh baik pada daerah tropis, salah satunya adalah Indonesia. Produk olahan melinjo adalah emping melinjo, emping melinjo sejenis kripik yang dibuat dari biji melinjo tua dan merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki harga tinggi. Selama ini proses pembentukan emping melinjo masih menggunakan cara-cara sederhana yaitu dengan cara memukul. Perancangan alat pemipih adalah untuk membantu masyarakat dalam memproduksi emping melinjo dalam upaya untuk meningkatkan hasil produksi emping. Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat rancangan didapatkan waktu rata-rata 0,51 menit dengan kapasitas pemipih yang dapat menghasilkan emping melinjo rata-rata 15,914 gr. Sedangkan pemipih secara tradisional didapatkan rata-rata waktu 1,04 menit dengan kapasitas kerja tradisional didapatkan hasil pemipih 7,820 gr. Untuk memipih 5 biji melinjo dengan 3 kali ulangan pukulan keseragaman hasil yang bagus terdapat pada alat rancangan dengan ketebalan 0,95 mm dan diameter 3,45 cm, sedangkan pada alat pemipih tradisional terdapat nilai ketebalan 0,72 mm dengan diameter emping 3,65 cm. kehilangan hasil merupakan kehilangan kadar air yang dapat menurunkan berat awal biji menlinjo menjadi berat akhir emping. Kehilangan pada alat rancangan semi mekanis 39,41% dengan berat awal yang diratakan 8,105 gr dan pada alat tradisional 39,38% dengan berat yang telah diratakan 8,133 gr. Design A Mechanical Slaker Spring For Its Melinjo Abstract. Melinjo is a plant which grow at the tropics, one of them is Indonesia. The product from this melinjo is melinjo chips. Melinjo chips is a kind of chips made from old melinjo seed and is one of agricultural commodity which have a high price. So far to make the melinjo chips still using a simple way which is by mashing the gnetum gnemon seed. Designing a mashing instrument is an effort to improve the production of melinjo chips to help communities increasing melinjo chips products. From the tests carried out by using this design instrument obtained the average time is 51 seconds with average mashing work capacity 15,914 grams. While mashing in traditional way obtained the average time is 1 minutes 04 seconds with average traditional way work capacity 7,820 grams. To mashing 5 melinjo seed in 3 repetition the better mashing uniformity result is on the mashing instrument with 0,95 mm thickness and 3,45 cm diameters, while in traditional way obtained 0,72 mm thickness with 3,65 diameters. The lost result is cause by the lose of water level which can lower initial melinjo seed weight. The lost in this mashing semi-mechanic instrument is 39,41% with 8,105 grams average initial weight while in traditional mashing way is 39,38% with 8,133 grams average initial weight
Study Kinerja ISD dengan Penambahan Sistem Kontrol Suhu Udara dan Kelembaban pada Pengeringan Gabah Muliyani Muliyani; Mustaqimah Mustaqimah; Diswandi Nurba
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 6, No 3 (2021): Agustus 2021
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1254.391 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v6i3.17518

Abstract

Abstrak. Pengeringan padi menggunakan in-store dryer (ISD) memiliki keunggulan seperti kemudahan dalam pengendalian suhu dan tidak terpengaruh cuaca. Penambahan sistem kontrol pada ISD diharapkan dapat meningkatkan kinerja ISD serta menjaga kestabilan suhu dan RH selama pengeringan berlangsung. Metode penelitian ini dilakukan dengan mengeringkan 100 kg gabah menggunakan ISD dengan kadar air awal 17,77%, yang dikeringkan hingga mencapai kadar air kering simpan (maks 14%). Parameter yang dianalisis berupa  suhu, kelembaban relatif (RH), kecepatan aliran udara pengering, kadar air dan laju pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasangan sistem kontrol dapat mengendalikan dan mempertahankan suhu ISD agar selalu berada di atas suhu lingkungan dengan selisih sekitar 5,1°C. Selain itu sistem kontrol juga dapat mengendalikan RH ISD agar lebih kecil dari RH lingkungan. Sistem kontrol juga mempengaruhi laju pengeringan, dimana laju pengeringan meningkat seiring meningkatnya kinerja sistem kontrol dalam mengendalikan suhu dan RH ISD.ISD Performance Study with The Addition of Air Temperature and Humidity Control System on Drying Paddy GrainAbstract. Drying paddy grain using an In-Store Dryer (ISD) has advantages such as ease of temperature control and is not affected by the weather. The addition of an ISD control system is expected to improve the ISD performance and maintain a stable temperature and RH during the drying process. This research method was carried out by drying 100 kg of paddy grain using ISD with an initial moisture content of 17.77%, dried to a storage dry moisture content (max 14%). Parameters analyzed were temperature, relative humidity (RH), drying airflow velocity, moisture content, and drying rate. The results showed that the installation of the control system could control and maintain the ISD temperature. It is always above the ambient temperature, with a difference of about 5.1°C. In addition, the control system can also control the ISD RH to be smaller than the environmental RH. The control system also affects the drying rate, where the drying rate increases with the increase in the control system's performance in controlling ISD temperature and RH.
Pengaruh Suhu dan Waktu Penyangraian Terhadap Warna Bubuk Kopi Arabika Nosy Islamyco; Mustaqimah Mustaqimah; Diswandi Nurba
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.009 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i1.19521

Abstract

Abstrak. Penyangraian kopi adalah pemanggangan kopi yang menggunakan perlakuan panas yang membentuk aroma dan citarasa kopi. Pada proses penyangraian warna biji kopi mengalami perubahan seiring berjalannya proses penyangraian dari warna biji kopi hijau menjadi kecoklatan/ hitam. Penyangraian bertujuan untuk menghasilkan kopi sangrai dengan warna kayu manis kehitaman. Warna dan rasa kopi yang akan dikonsumsi ditentukan oleh proses penyangraian. Faktor terpenting dari proses penyangraian adalah variasi suhu dan waktu saat penyangraian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan warna bubuk kopi berdasarkan suhu dan waktu penyangraian dengan menggunakan camera digital dan aplikasi adobe photoshop. Metode analisis ini dapat mendeteksi warna dan rata-rata dalam satuan nilai permukaan L*a*b* bahan pangan. Warna dan struktur citra digital bubuk kopi dapat dianalisis di layar komputer. Oleh karena itu digunakan metode aplikasi citra digital, khususnya kamera digital Sony A5000 Mirrorless tanpa cahaya kamera dan dengan jarak fokus 12 cm dari objek. Setelah itu, gambar yang dihasilkan diplot terhadap warna dalam Adobe Photoshop Cs6. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan perlakuan variasi suhu dan lama penyangraian yang terdiri dari tiga taraf, yaitu suhu penyangraian terdiri dari suhu 200°C, 205°C dan 210°C sedangkan lama penyangraian terdiri dari 10 menit, 12 menit, dan 14 menit. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan sehingga diperoleh 27 (dua puluh tujuh) satuan percobaan. Dari keseluruhan penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata warna bubuk kopi antara perlakuan variasi suhu dan waktu penyangraian biji kopi dengan uji Duncan pada signifikan p0,05.Kata kunci : Penyangraian, bubuk kopi,warna, L*a*b The Effect Of Roating Temperature And Time On The Color Of Arabica CoffeeAbstract. Coffee roasting is coffee roasting that uses heat treatment to form the aroma and taste of coffee. In the roasting process, the color of the coffee beans changes as the roasting process progresses from the color of the green coffee beans to brownish/black. Roasting aims to produce roasted coffee with a black cinnamon color. The color and taste of the coffee to be consumed is determined by the roasting process. The most important factor in the roasting process is the variation in temperature and time of roasting. The purpose of this study was to analyze differences in the color of coffee grounds based on temperature and roasting time using a digital camera and adobe photoshop application. This analytical method can detect the color and average in units of surface value L*a*b* food ingredients. The color and structure of the digital image of coffee grounds can be analyzed on a computer screen. Therefore, the digital image application method is used, especially the Sony A5000 Mirrorless digital camera without camera light and with a focal distance of 12 cm from the object. After that, the resulting image is plotted against the colors in Adobe Photoshop Cs6. The research design used was a Factorial Completely Randomized Design (CRD) with variations in temperature and roasting time consisting of three levels, namely the roasting temperature consisting of 200°C, 205°C and 210°C while the roasting time consisted of 10 minutes, 12 minutes, and 14 minutes. Each treatment was repeated three times to obtain 27 (twenty seven) experimental units. Overall, this study stated that there was no significant difference in the color of coffee grounds between the treatment with variations in temperature and roasting time of coffee beans with Duncan's test at significant p0.05.Keywords : Roasting, coffee grounds, color, L*a*b
Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Diswandi Nurba; Dyah Wulandani; Y. Aris Purwanto; Raffi Paramawati; Leopold O. Nelwan
Rona Teknik Pertanian Vol 9, No 1 (2016): Volume 9, No. 1, April 2016
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v9i1.4381

Abstract

Abstrak. In-Store Dryer (ISD) umumnya digunakan pada proses pengeringan biji-bijian tahap kedua. Sistem pengeringan dan penyimpanan pada ISD memanfaatkan suhu udara lingkungan. Suhu, Aliran udara dan RH merupakan parameter kunci selama proses pengeringan menggunakan ISD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Sebaran kadar air di dalam ISD selama proses pengeringan. Proses pengeringan tumpukan digunakan untuk menganalisis sebaran kadar air. Kapasitas ISD yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7500 kg jagung, dengan dimensi tinggi 3,5 m dan diameter 2,5 m. ISD memiliki 13 pipa aerasi aliran udara, terdiri dari 9 pipa input dan 4 pipa output. Keseluruhan dinding ISD diasumsikan dalam kondisi adiabatik. Validasi kadar air antara simulasi dan pengukuran dilakukan pada kapasitas ISD 1500 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Simulasi pengeringan tumpukan pada lapisan 10 dan 40 memiliki koefisien korelasi 0,90 dan 0,35 di musim hujan, 0,88 dan 0,84 pada musim kemarau.  Analysis of Corn Water Content Distribution during Drying Process inside In-Store Dryer (ISD) Abstract. In-Store Dryer (ISD) is commonly used as second step in drying process of grains. ISD is usually utilized ambient temperature and consist of dryer and storage system. Temperature, air flow and RH are key parameters during drying process using ISD. The objective of this study were to analyze the distribution of water content inside ISD during drying process. Deep bed drying process was used to analyze the distribution of water content. The capacity of ISD used in this study was 7500 kg of corn, with dimensions of 3.5 m in high and 2.5 m in diameter. ISD have 13 aeration pipes of air flow, consist of 9 input pipes and 4 output pipes. All walls of ISD were assumed to be in condition of adiabatic. Validation of water content that simulation with the measurement has been done at capacity of ISD were 1500 kg. The result showed that Deep bed drying simulation of water content at Layer 10 and 40 have coefficient of correlation of 0.90 and 0.35 in rainy season, 0.88 and 0.84 in dry season.
Uji kinerja Alat Pengering Ikan Tipe Green-House Effect (GHE) Vent Dryer Muhammad Yasar; Raida Agustina; Mustaqimah Mustaqimah; Diswandi Nurba
Rona Teknik Pertanian Vol 13, No 2 (2020): Volume 13, No. 2, Oktober 2020
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v13i2.17208

Abstract

Abstrak. Diantara permasalahan yang dihadapi oleh sektor usaha perikanan ialah  belum efisiennya teknis pengelolaan  dan tidak stabilnya kontinuitas produksi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sarana prasarana untuk mengolah ikan serta sistem pemasaran ikan segar yang masih konvensional, sehingga cepat membusuk apabila tidak diolah lebih lanjut. Penanganan dan pengolahan yang cepat dan tepat diperlukan untuk mengurangi resiko pembusukan dan dapat meningkatkan nilai jual hingga sampai kepada konsumen. Salah satu teknologi untuk meningkatkan masa simpan ikan ialah dengan cara proses pengeringan. Sebuah alat pengering ikan Green-House Effect (GHE) telah dikembangkan. Pengujian dan analisis alat pengering untuk ikan tersebut disajikan dalam makalah ini. Pengering surya ini menambahkan ventilator berupa exhaust fan guna memaksimalkan proses sirkulasi udara di dalam ruang pengeringan. Parameter yang diukur dalam pengujian ini adalah distribusi suhu, kelembaban relatif, iradiasi dan pengukuran kecepatan udara. Hasil penelitian menunjukan bahwa temperatur di dalam ruang pengering terlihat lebih tinggi yaitu 67°C dibandingkan dengan temperatur di lingkungan karena sifat absorber yang mampu menyerap panas. Sementara itu kelembaban relatif di dalam ruang pengering lebih rendah jika dibandingkan dengan kelembaban di lingkungan yaitu sebesar 30,1%. Nilai iradiasi surya yang diperoleh sangat berfluktuasi dengan nilai tertinggi adalah sebesar 180,6 W/m2. Kecepatan udara di dalam ruang pengering surya lebih stabil dibandingkan dengan kecepatan udara lingkungan karena adanya penambahan ventilator berupa exhaust fan. Hal inilah yang menyebabkan proses pengeringan menjadi lebih cepat.Performance of Green House Effect (GHE) Vent Dryer for Fish DryingAbstract. The problems that occur in the fishery business sector are inefficient and unstable continuity of production. The reasons for this include the lack of infrastructure for processing fish and also the very limited marketing of fresh fish due to its fast-rotting nature if not further processed. Fast and precise handling and processing are needed to reduce the risk of spoilage. One of the technologies to increase the shelf life of fish is the drying process. A greenhouse effect vent dryer type fish dryer has been developed. The testing and analysis of the dryer for these fish are presented in this paper. This solar dryer adds a ventilator in the form of an exhaust fan to maximize air circulation in the drying chamber. The parameters measured in this test are temperature distribution, relative humidity distribution, solar irradiation, and air velocity measurement. The results show that the temperature in the drying chamber is 67 ⸰C higher than the temperature in the environment due to the nature of the absorber which can absorb heat. Meanwhile, the relative humidity in the drying chamber was lower than the humidity in the environment, which was 30.1%. The value of solar irradiation obtained fluctuates where the highest irradiation is 180.6 W / m2. The air velocity in the solar dryer is more stable than the ambient airspeed due to the addition of a ventilator in the form of an exhaust fan. This causes the drying process to take place faster.
Modifikasi dan Uji Kinerja Alat Pengering Energi Surya-Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Ikan Teri Risman Hanafi; Kiman Siregar; Diswandi Nurba
Rona Teknik Pertanian Vol 10, No 1 (2017): Volume 10, No. 1, April 2017
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v10i1.7447

Abstract

Abstrak. Pada saat musim panen ikan, para nelayan banyak mendapatkan ikan teri sebagai hasil tangkapan dengan jumlah yang sangat besar. Karena jumlah yang sangat banyak, terkadang ikan teri tidak habis terjual. Hal tersebut mengakibatkan ikan teri membusuk jika tidak ada tempat pengawetan (cool storage). Salah satu cara yang dilakukan nelayan adalah dengan mengeringkan ikan teri tersebut secara alami (penjemuran dibawah sinar matahari). Alat pengering surya tipe rak adalah alat pengering berbentuk kotak yang memanfaatkan matahari sebagai energi termalnya. Adapun kendala dari alat pengering ini adalah hanya memanfaatkan panas dari energi matahari sehingga ketika cuaca dalam keadaan mendung atau saat malam tiba alat ini tidak bisa difungsikan. Tujuan penelitian ini adalah memodifikasi alat pengering surya tipe rak, menjadi alat pengering hybrid untuk pengeringan ikan teri. Hasil penelitian diperoleh total efisiensi penggunaan energi selama pengeringan yaitu, untuk pengeringan uji kosong hybrid adalah 0,010%, untuk pengeringan uji hybrid sebesar 0,695% dan untuk pengeringan uji surya sebesar 20,319%. Sementara untuk lamanya waktu pengeringan, uji hybrid ulangan 1 selama 7 jam, uji hybrid ulangan 2 selama 8 jam, uji surya ulangan 1 selama 10 jam dan uji surya ulangan 2 selama 11 jam. Untuk total energi tersedia, pengeringan hybrid sebesar 305,838 MJ dan pengeringan surya sebesar 9,896 MJ. Modifications and Performance Test Instrument Solar-Hybrid Dryer Type Rack for Drying AnchovyAbstract. At the time of harvest fish, fishermen get a lot of anchovy as catches with very large amount. Due to the very large number of these, sometimes anchovy is not sold out. This resulted in an anchovy rot if not done preservation (cool storage). One way in which the fisherman is by drying anchovy naturally (the drying in the sun). A tool rack type solar dryer is a box-shaped dryer that utilize the sun as thermal energy. The constraints of this tool is only utilizing the heat from solar energy, so when the weather is cloudy or at nightfall these tools can not function. The research aims to modify the tool rack type solar dryer to be a hybrid dryer for drying anchovy. The results were obtained that total efficiency of energy use during drying is for drying empty test hybrid is 0,010%, for drying hybrid test at 0,695%, and for drying solar test of 20,319%. As for the length of drying time, hybrid test replicates 1 for 7 hours, hybrid test replicates 2 for 8 hours, solar test replicates 1 for 10 hours, and solar test replicates 2 for 11 hours. For the total energy available, hybrid drying of 305,838 MJ and solar drying of 9,896 MJ.
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Mesin Kompos Kepada Petani di Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar Mustaqimah, Mustaqimah; Nurba, Diswandi; Yasar, Muhammad; Bulan, Ramayanty; Devianti, Devianti; Fachruddin, Fachruddin; Yusra, Andi
JURNAL PENGABDIAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN (JP3L) Vol 2 No 2 (2025): JURNAL PENGABDIAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN (JP3L): Volume 2 Nomor 2,
Publisher : LEMBAGA KAJIAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN (LKPPL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelatihan pemanfaatan teknologi mesin kompos dan pengolahan limbah organik telah sukses diselenggarakan di Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat tani melalui pendekatan edukatif dan praktis dalam bidang pertanian berkelanjutan. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas petani dalam memproduksi pupuk organik secara mandiri dengan memanfaatkan limbah organik lokal, seperti sisa dapur, dedaunan, dan kotoran ternak. Dengan adanya pelatihan ini, para peserta tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis mengenai prinsip dasar pengomposan, tetapi juga keterampilan teknis dalam mengoperasikan mesin pencacah kompos dan memahami tahapan pengolahan hingga menghasilkan pupuk matang yang siap digunakan. Selain mendukung peningkatan produktivitas hasil pertanian, penggunaan pupuk kompos ini turut berkontribusi terhadap efisiensi biaya produksi, karena mampu mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Dari sisi lingkungan, praktik pengomposan ini menjadi solusi dalam mengelola limbah organik agar tidak mencemari tanah dan air. Meskipun demikian, pelaksanaan pelatihan ini juga mengungkap sejumlah tantangan, seperti keterbatasan alat produksi dan perlunya pendampingan lanjutan. Artikel ini membahas capaian kegiatan pelatihan, kendala adopsi teknologi di lapangan, serta potensi keberlanjutan program pelatihan di tingkat komunitas secara jangka panjang.