Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

NILAI MODERASI BERAGAMA PADA GAYA ARSITEKTUR MASJID AGUNG SOLO Waluyo Waluyo; Muhammad Amiruddin Dardiri
Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 9, No 2 (2022): Vol. 9, No. 2, Oktober 2022
Publisher : Kopertais Wilayah X Jawa Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/wa.v9i2.12895

Abstract

Toleransi tidak berhenti pada pemaknaan saling menghargai dan menghormati agama lain akan tetapi dalam berbagai pemahaman dalam satu agama. Moderasi beragama tidak terbatas pada nilai-nilai yang tampak secara eksplisit, akan tetapi nilai implisit. Pemahaman nilai-nilai kontekstual dalam seni arsitektur akan membuka wawasan sehingga tidak sempit pemahaman. Pada satu sisi seni dibutuhkan dan merupakan fitrah manusia, pada sisi yang lain juga ada kelompok-kelompok walaupun sesungguhnya kelompok tersebut sangat sedikit yang berpendapat bahwa kesenian memiliki jumlah mudharat yang banyak, bahkan diantara mereka sampai mengharamkannya. Pelabelan bid’ah menurut peneliti banyak salah terminologi. Bid’ah sebagai obyek hukum bisa memiliki hukum wajib, sunnah, mubah dan haram. Artinya bukan pelabelan sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh dari Nabi hukumnya bid’ah tetapi sesuatu yang baru itu bid’ah dan bid’ah memiliki beberapa hukum. Termasuk didalamnya pemaknaan simbol-simbol dan arsitektur masjid Agung Solo, bentuk dari ornamennya merupakan khazanah keilmuan yang memiliki nilai seni budaya dalam pendidikan Islam. Arsitektur masjid Agung Solo terdapat usaha-usaha mengimplementasikan nilai-nilai Islam melalui budaya. Penelitian ini dimaksudkan mengungkap misteri dan makna filosofis, sehingga makna dalam seni budaya arsitektur masjid Agung Solo tidak disalah artikan. Untuk mengungkap makna dasi sisi sejarahnya diperlukan pendekatan kajian historis, kemudian untuk mengungkapkan makna menggunakan telaah filosofis. Sehingga tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah. Kurangnya pemahamannya akan latar belakang dari sisi histori dan filosofis nilai arsitektur bangunan, dengan mudah menjustifikasi dengan label bid’ah. Selain tujuan pendidikan Islam dalam nilai arsitektur membanguan nilai toleransi dalam beragama.
NILAI MODERASI BERAGAMA PADA GAYA ARSITEKTUR MASJID AGUNG SOLO Waluyo Waluyo; Muhammad Amiruddin Dardiri
Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 9, No 2 (2022): Vol. 9, No. 2, Oktober 2022
Publisher : Kopertais Wilayah X Jawa Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/wa.v9i2.12895

Abstract

Toleransi tidak berhenti pada pemaknaan saling menghargai dan menghormati agama lain akan tetapi dalam berbagai pemahaman dalam satu agama. Moderasi beragama tidak terbatas pada nilai-nilai yang tampak secara eksplisit, akan tetapi nilai implisit. Pemahaman nilai-nilai kontekstual dalam seni arsitektur akan membuka wawasan sehingga tidak sempit pemahaman. Pada satu sisi seni dibutuhkan dan merupakan fitrah manusia, pada sisi yang lain juga ada kelompok-kelompok walaupun sesungguhnya kelompok tersebut sangat sedikit yang berpendapat bahwa kesenian memiliki jumlah mudharat yang banyak, bahkan diantara mereka sampai mengharamkannya. Pelabelan bid’ah menurut peneliti banyak salah terminologi. Bid’ah sebagai obyek hukum bisa memiliki hukum wajib, sunnah, mubah dan haram. Artinya bukan pelabelan sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh dari Nabi hukumnya bid’ah tetapi sesuatu yang baru itu bid’ah dan bid’ah memiliki beberapa hukum. Termasuk didalamnya pemaknaan simbol-simbol dan arsitektur masjid Agung Solo, bentuk dari ornamennya merupakan khazanah keilmuan yang memiliki nilai seni budaya dalam pendidikan Islam. Arsitektur masjid Agung Solo terdapat usaha-usaha mengimplementasikan nilai-nilai Islam melalui budaya. Penelitian ini dimaksudkan mengungkap misteri dan makna filosofis, sehingga makna dalam seni budaya arsitektur masjid Agung Solo tidak disalah artikan. Untuk mengungkap makna dasi sisi sejarahnya diperlukan pendekatan kajian historis, kemudian untuk mengungkapkan makna menggunakan telaah filosofis. Sehingga tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah. Kurangnya pemahamannya akan latar belakang dari sisi histori dan filosofis nilai arsitektur bangunan, dengan mudah menjustifikasi dengan label bid’ah. Selain tujuan pendidikan Islam dalam nilai arsitektur membanguan nilai toleransi dalam beragama.
WALISONGO ISLAMIC EDUCATION (CULTURAL ACCULTURATION APPROACH) Waluyo Waluyo; Muhammad Amiruddin Dardiri
Afeksi: Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol 4, No 3 (2023)
Publisher : Pusat Studi Penelitian dan Evaluasi Pembelajaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35672/afeksi.v4i3.103

Abstract

Nusantara, especially Javanese, before the arrival of Walisongo, was culturally and religiously thick with beliefs passed down from ancestors.  Religious education, in particular, has not been well organized. Java is reflected in the unorganized condition of society in terms of clothing, food, and shelter. Islam in Java was spread during the collapse of the Majapahit kingdom, then the Demak kingdom was established. This era is a transitional period of religious, political, and artistic life. For people who are Muslims, there are several levels, one of which is the guardian as a spiritual leader at the top level. Almost all Islamic education in Java refers to walisongo, although many still consider it fictitious. Some opinions are related to this because there is no historical evidence as a form of the fact of existence and education. This research focuses on the nature of Walisongo's reality and the transformation patterns of education. The ontological approach, in this case, examines the existence of Walisongo in terms of its existence and Islamic education. The essence of Walisongo's education is contained in the fibers of Prince Bonang or Het Book van Bonang and Kropak Ferrara. FiberPrince Bonang and kropak ferrara prove that Walisongo is a fact. The above text shows the truth and existence of Walisongo in terms of Islamic education.
KONDISI SOSIAL-POLITIK DINASTI BANI ABBASIYAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM Muhammad Amiruddin Dardiri; Waluyo Waluyo; Anzar Aquil
Jurnal Asy-Syukriyyah Vol. 24 No. 1 (2023): Jurnal Asy-Syukriyyah
Publisher : STAI Asy-Syukriyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36769/asy.v24i1.318

Abstract

The Abbasid dynasty had given a very high contribution to Islamic civilization in the history of Islam which was marked by the development of Islamic educational institutions and science. This development cannot be separated from the socio-political conditions that occurred at that time. Some of the factors that determine the development of Islamic education and science are the geographical conditions of the Abbasid dynasty located in Baghdad, far from Mecca and Medina which led to the emergence of ijtihad-ijtihad by ulama’ Ahl-Ra'yi; pluralism of people characterized by the presence of non-Arab or militant groups who are very militant; and the ideological feud of kalam, fiqh, and Sufism. In this case, there is a power relationship between government and science. The role of government is very important in determining the direction and form of Islamic education. A very rational style of religious understanding helped shape the development of Islamic education and science. This can be seen from the adoption of the mu'tazilah ideology as the official state ideology in Islamic theology, and the predominance of the ulama 'ahl-Ra'yi in fiqh.
Pendidikan Islam pada Era Klasik: Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Muhammad Amiruddin Dardiri
Jurnal Edukasi Vol. 1 No. 1 (2023): Jurnal Edukasi
Publisher : Edu Berkah Khatulistiwa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60132/edu.v1i1.72

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pendidikan Islam di era klasik dari perspektif filsafat ilmu. Penulis berusaha mengkaji relasi antara Islam dan pendidikan di era klasik dalam perspektif historis filosofis yang mencakup tentang ontologi, epistemologi, dan berakhir pada aksiologi. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi pustaka yang merujuk pada literatur primer dan sekunder sebagai sumber referensinya. Data yang berhasil diperoleh dari literatur primer dan sekunder dikaji dan dianalisis dengan pendekatan historis filosofis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam tradisi pendidikan Islam klasik, Rasulullah SAW telah berupaya membangun kehidupan masyarakat muslim dengan cara pandang yang adil tentang realitas, yakni realitas yang mengakui fisik dan metafisik. Konsekuensi dari cara pandang ini tentu melahirkan konsekuensi bahwa Islam tidak menegasikan satu metode tertentu dalam memeroleh ilmu dan mengistemawakan lainnya. Sehingga, dalam tradisi Islam klasik yang dilanjutkan oleh para sahabat, elaborsi antara rasio dan teks agama yang bersifat wahyu menjadi hal sangat menarik. Agama dan rasio tidak diletakkan pada posisi bertentangan, namun saling melengkapi satu dengan lainnya. Cara pandang non dikotomis ini juga berimplikasi pada tujuan pendidikan Islam era klasik, yaitu ketaatan kepada Allah SWT dengan segala konsekuensi turunannya, termasuk menjaga kemaslahatan agama, alam, dan sesama manusia.
KONDISI SOSIAL-POLITIK DINASTI BANI ABBASIYAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM Muhammad Amiruddin Dardiri; Waluyo Waluyo; Anzar Aquil
Jurnal Asy-Syukriyyah Vol. 24 No. 1 (2023): Jurnal Asy-Syukriyyah
Publisher : STAI Asy-Syukriyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36769/asy.v24i1.318

Abstract

The Abbasid dynasty had given a very high contribution to Islamic civilization in the history of Islam which was marked by the development of Islamic educational institutions and science. This development cannot be separated from the socio-political conditions that occurred at that time. Some of the factors that determine the development of Islamic education and science are the geographical conditions of the Abbasid dynasty located in Baghdad, far from Mecca and Medina which led to the emergence of ijtihad-ijtihad by ulama’ Ahl-Ra'yi; pluralism of people characterized by the presence of non-Arab or militant groups who are very militant; and the ideological feud of kalam, fiqh, and Sufism. In this case, there is a power relationship between government and science. The role of government is very important in determining the direction and form of Islamic education. A very rational style of religious understanding helped shape the development of Islamic education and science. This can be seen from the adoption of the mu'tazilah ideology as the official state ideology in Islamic theology, and the predominance of the ulama 'ahl-Ra'yi in fiqh.
Studi Literatur: Adab Menuntut Ilmu Dalam Perspektif Kitab KH.Hasyim Asy’ari dan Naquib Al-Attas di Era Digital Saiddaeni Saiddaeni; Enggal Bagas Nova Saputra; Muhammad Amiruddin Dardiri; Achfan Aziz Zulfandika
An Naba Vol. 6 No. 2 (2023): An Naba : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Darul Fattah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The problem in this day and age is that technology is increasingly sophisticated and has changed the way humans obtain information. The presence of devices such as smartphones, tablets and computers has enabled us to access information easily, anywhere and anytime. So students can learn anywhere without the presence of a teacher. It is important to remember that the role of teachers in education is still very important. Teachers not only provide knowledge, but also guide and help students in understanding and applying the information they get. In studying, manners or morals have a very important role. In fact, adab is considered more important than knowledge itself. This article uses literature study by searching for information with the keywords adab, science and Islam. So that answers can be found regarding the manners of a student and teacher in the teaching and learning process. Searching with these keywords provides an in-depth understanding of how adab plays a key role in the relationship between a student and teacher in the teaching and learning process in the Islamic tradition. The results obtained are that the manners of knowledge through the books of previous scholars are very valuable, such asAdabul 'Alim wal Muta'allimwork K.H. Hasyim Asy'ari and Thoughts of Syed Muhammad Naquib Al-Attas . The book helps seekers of knowledge, especially Muslims, to follow the guidelines that have been passed down by previous scholars in their efforts to pursue knowledge. By understanding and respecting these manners, one can ensure that their learning journey not only brings knowledge, but also forms good character and morals.
Integration of Science and Parental Involvement in Islamic School Curriculum: A Review on Al-Azhar Islamic School Indonesia Dardiri, Muhammad Amiruddin
eL-HIKMAH: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam Vol. 18 No. 2 (2024): December
Publisher : UIN Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/elhikmah.v18i2.11031

Abstract

This article examines the integration of science and parental involvement within the Islamic school curriculum, with a particular focus on the implementation of Islamic Religious Education (Ind: Pendidikan Agama Islam [PAI]) at Al-Azhar Islamic School Solo Baru. The study employs a qualitative approach with a case study of Al-Azhar Islamic School Solo Baru. Data collection methods include interviews with religious education teachers, direct observations by the researcher, and documentation. After validating the data, an interactive analysis approach is used. The findings reveal that Al-Azhar Islamic School, as a pioneer in the modernisation of Islamic education in the 21st century, has successfully integrated religious and general education in a harmonious manner. The school does not merely use religion as a promotional tool, but actively implements and lives religious education in daily life. This achievement is particularly significant, considering that madrasas and Islamic boarding schools have traditionally focused on religious education and have yet to fully accommodate general education at the beginning of the 21st century. Abstrak: Artikel ini mengkaji integrasi sains dan keterlibatan orang tua dalam kurikulum sekolah Islam, dengan fokus pada implementasi Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Islam Al-Azhar Solo Baru. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus di Sekolah Islam Al-Azhar Solo Baru. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan guru agama, observasi langsung oleh peneliti, dan dokumentasi. Setelah data diuji validitasnya, analisis dilakukan menggunakan pendekatan analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sekolah Islam Al-Azhar, sebagai pelopor modernisasi pendidikan Islam abad ke-21, berhasil mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan umum secara harmonis. Sekolah ini tidak hanya menjadikan agama sebagai alat promosi, tetapi juga mengimplementasikan dan menghidupkan pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pencapaian ini sangat signifikan, mengingat bahwa madrasah dan pesantren masih cenderung fokus pada pendidikan agama dan belum sepenuhnya mengakomodasi pendidikan umum pada awal abad ke-21.
Integrated Curriculum in Islamic School: Integration of Knowledge and Parental Involvement Dardiri, Muhammad Amiruddin; Su’aidi, Mohamad Zaki
Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Vol. 14 No. 3 (2024): Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/ji.v14i3.6322

Abstract

Integrative education is one of the current trends in education models, especially integration in the curriculum aspect with a broad understanding, not only limited to the curriculum as a list of subjects but also learning experiences for students. This study aimed to analyze the implementation of integrated education in two aspects: first, the integration of knowledge, and second, the integrative role between school (teachers) and home (parents). This research was conducted using a qualitative approach at Al-Azhar Islamic School Solo Baru. Data collection techniques were conducted through interviews, observation, and documentation. Data analysis techniques used interactive analysis with steps: 1) data condensation, 2) data display, and 3) drawing and verifying conclusion. The results of the study showed: 1) Al-Azhar Islamic School harmonizes empirical sciences with religious sciences in the education process; 2) The process of integrating educators at home (parents) and at school (teachers) is an essential aspect of implementing an integrative curriculum. Well-educated parents can contribute to the children's education process at school.
Kesederhanaan dan Filantropi Dalam Islam Shokhibul Mighfar; Dona Nur Fitriyanti; Dian Wulandari; Muhammad Amiruddin Dardiri
Al-Abqary: Jurnal Pemikiran Mahasiswa Pendidikan Islam Vol. 1 No. 01 (2024): Al-Abqary: Jurnal Pemikiran Mahasiswa Pendidikan Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Azami Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63018/jpmpi.v1i01.111

Abstract

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui konsep kesederhanaan dalam Islam, bentuk, model dan lembaga filantropi Islam di Indonesia. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa konsep kesederhanaan dalam Islam yaitu konsep yang mengajarkan untuk hidup dengan cara sederhana. Konsep ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dalam hal ini manusia juga dianjurkan untuk bersikap sederhana dalam berinfak. Jangan berinfak terlalu banyak hanya karena bangga dengan pahala berinfak sehingga lalai dengan kebutuhan sendiri. Tetapi jangan pula karena mengingat akan kebutuhan kita sendiri, lalu tidak mau mengeluarkan apa yang kita miliki, hingga zakat sekalipun tidak mau dikeluarkan. Untuk itu Indonesia memfasilitasi masyarakat dengan mendirikan lembaga filantropi Islam meliputi BAZNAS, BWI, Dompet Dhuafa, LazisMU, LazisNU, dll. untuk berbagi keberkahan hidup dengan memberikan sedekah, zakat, dan bantuan kepada yang membutuhkan.