Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Hukuman Qishas dan Diyat Bagi Pelaku Pembunuhan Dalam Qanun Jinayat Aceh Sari Yulis; Hamdani; Budi Bahreysi
Al-Mizan Vol 9 No 1 (2022): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Aceh melalui undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah diberikan kewenangan dalam penerapan syariat Islam di berbagai aspek (termasuk jinayat). Namun penerapan hukuman qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan yang merupakan salah satu bagian dari hukum jinayat belum terwujud. Karena itu penelitian ini mengkaji lebih dalam tentang konsep hukuman qishas dan diyat dalam Islam serta kebijakan hukum pidana terhadap hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat Aceh di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan sifat penelitian deskriptif analisis terkait tentang kebijakan hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat Aceh. Hasil penelitian bahwa, konsep hukuman pidana bagi pelaku pembunuhan dalam Islam dibagi kepada 3. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja maka akan diberikan hukuman balasan (qishas), boleh diganti dengan diyat jika dimaafkan. Pembunuhan serupa sengaja diberikan hukuman diyat, dan pembunuhan tidak sengaja akan diberikan hukuman diyat, kafarat, dan ta’zir sebagai hukuman pengganti. Ada hukuman tambahan bagi pelaku pembunuhan dalam keluarga yaitu pencabutan hak mewaris dan hak menerima wasiat. Penerapan hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat aceh merupakan sebuah keharusan dengan payung hukum yang cukup kuat yaitu undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penerapan qanun jinayat tentang hukuman qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan selaras dengan teori kebijakan hukum pidana dan didukung oleh kondisi masyarakat Aceh yang bermayoritas Muslim. Beberapa negara di Dunia yang masih menerapkan hukuman qishas dan diyat adalah Arab Saudi, Iran, Pakistan, dan Afganistan. Disarankan kepada pemerintah Aceh dan Anggota DPRA untuk segera menyusun dan mensahkan qanun jinayat qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan, agar pelaku pembunuhan di Aceh dapat diadili sesuai dengan hukum syariat Islam.
ANALISIS PERBANDINGAN HUKUMAN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM Sirya Iqbal; Hamdani Hamdani; Yusrizal Yusrizal
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 10, No 1 (2022): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2022
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v10i1.7938

Abstract

Kajian ini membahas tentang Analisis Perbandingan Hukuman Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Hukum Islam. Perlindungan hukum yang diperuntukkan bagi nyawa manusia secara khusus diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), danhukum Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum Normatif. Artikel ini menyimpulkan bahwa perbandingan dari KUHP dan Hukum Islam, dimana hukum pidana yang diatur dalam KUHP, tidak dikenai adanya pemaafan secara cuma-cuma dari keluarga korban, pada hukum Islam, pemaafan cuma-cuma ini dapat memungkinkan pelaku terbebas dari hukuman qishas dan diyat, namun dalam hukum pidana Indonesia pemaaf dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan tidak dapat mempengaruhi ancaman pidananya karena keputusan sepenuhnya ditangan Hakim yang memeriksa dan mengadili berdasarkan bukti- bukti yang telah ada. Hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan sengaja (dolus) dan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP dan Hukum Islam yang hukumannya adalah qisas atau diyat. Hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak sengaja (culpa) berdasarkan Pasal 359 KUHP dan hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja dalam hukum pidana Islam yaitu hukuman pokok adalah diyat dan kafarat.
Praktek Qadhi Nikah Tidak Tercatat Setelah Berlakunya Undang-Undang Perkawinan (Studi Penelitian di Wilayah Hukum Kota Sabang) Fauzan Fauzan; Faisal Faisal; Hamdani Hamdani
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 6, No 2 (2022): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v6i2.5675

Abstract

Marriage is an bond between a man and a woman to justify the relationship as husband and wife. Illegal marriages or unregistered marriages still often occur in the practice of the people of Sabang City. This is due to the ease of managing the files. The purpose of this study is to explain and analyze the implementation of the practice of unregistered marriage qadhi as well as to explain and analyze the impact or legal consequences in the jurisdiction of the City of Sabang. This survey is a qualitative survey with a normative and empirical legal approach. The normative judicial approach examines laws and regulations related to unrecorded Gaddy marriage practices. While considering the normative provisions that can be applied in practice, an empirical legal approach provides an alternative solution to the problem of illegal marriage caddy practice in the jurisdiction of the people of the city of Sabang. The results of the study show that the practice of implementing qadhi marriages is not recorded in the view of Islamic law which has occurred for a long time and is still developing in the Sabang community due to the inability of the community to meet the requirements and mechanisms regulated by the Office of Religious Affairs (KUA). KUA does not want to take the risk to resolve the reasons related to unregistered marriage. Efforts that can be made are by marriage itsbat or remarriage. It is recommended to the public that marriages be carried out in accordance with written laws. Law enforcement officials should take firm action against the perpetrators of illegal/siri marriages so as to create a deterrent effect. For KUA, it should record and re-socialize couples who have unregistered marriages to be remarried so that they are legal according to regulations and religion.
BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK MENGURANGI PERKARA PERCERAIAN (studi Penelitian Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah)p Jamiul Husna Husna; Teuku Yudi Afrizal; Hamdani h
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.6006

Abstract

Bimbingan pranikah sangat bermanfaat dalam membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah serta menghindari perceraian. Di Kecamatan Pintu Rime Gayo banyak ditemukan terjadi kasus perceraian pada pasangan yang telah melaksanakan bimbingan pranikah berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 379 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Pranikah. Tujuan penelitian mengetahui proses pelaksanaan bimbingan pranikah, mengetahui pengaruh bimbingan pranikah dalam mengurangi angka perceraian di Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah dan mengetahui hambatan yang di temukan dalam melaksanakan bimbingan pranikah serta upaya yang di tempuh dalam mengatasi hambatan pelaksanaan bimbingan pranikah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, Pendekatan kualitatif, dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pelaksanaan bimbingan pranikah di Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupate Bener Meriah telah dilaksanakan namun dalam pelaksanaannya belum maksimal sesuai peraturan, Pengaruh bimbingan pranikah sangatlah besar dalam membina ketahanan rumah tangga mengatur dan mengelola finansial keluarga. Hambatan yang di temukan dalam melaksanakan bimbingan pranikah yaitu fasilitator dan materi bimbingan yang belum lengkap, alokasi waktu bimbingan tidak sampai 16 jam dan kurangnya sarana pendukung dalam pelaksanaan bimbingan pranikah. Upaya yang di tempuh untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan bimbingan pranikah di Kecamatan Pintu Rime Gayo melakukan sosialisasi tentang pentingnya bimbingan pranikah dan melakukan kerja sama dengan pihak terkait. Pihak KUA diharapkan dapat meningkatkan kerjasamanya dengan pihak terkait untuk dijadikan sebagai fasilitator dalam penyampaian materi bimbingan pranikah, membagikan buku modul bimbingan pranikah, melaksanakan bimbingan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam peraturan serta melibatkan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.
ANALYSIS OF THE SETTLEMENT OF THE WORSHIP PENALTY AGAINST ACTION OF JINAYAH MAISIR’S IN ACEH Muhammad Nasir; Hamdani Hamdani
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 5, No 3 (2022): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v5i3.198

Abstract

The implementation of Islamic jinayah law in Aceh Province applies only to the actions of jinayah maisir (gambling), khamar and khalwat, as well as hudud, whereas the acts of jinayah qisas and diyat have not been enforced. This study analyzed the cases that were decided by the Aceh Syariah Court in 2005 and 2006 based on Qanun Aceh Province Number 13 of 2003 about Jinayah Maisir (Gambling) which was then currently enacted Qanun No 6 of 2014. The study uses a qualitative methodology with a legal approach and a case approach. This study found that the court, which convicted the court in connection with the jinayah of the maisir act, showed that the allocation of ta'zir punishment on maisir offenders according to Qanun Aceh Province Number 13 of 2003 About Maisir (Gambling) is in line with the requirements of ta'zir in Islam. It is recommended to the judges in the court to continue to adhere to the Islamic and legal provisions that exist in deciding sharia law matters in Aceh
Perkawinan paksa dan Akibat hukumnya di desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatra Utara Adela Fauza; Fauzah Nur Aksa; Hamdani H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 6, No 1 (2023): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v6i1.9086

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang perkawinan paksa dan akibat hukumnya. Penelitian ini dilakukan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa faktor keluarga merupakan faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya perkawinan paksa, kemudian faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor lingkungan termasuk penyebab terjadinya perkawinan paksa di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram. Sedangkan faktor adat bukan penyebab terjadinya perkawinan paksa di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram. Sementara itu, perkawinan paksa yang dilakukan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram dalam Islam hukumnya sah dikarenakan peran orang tua kandung perempuan memiliki hak ijbar atau hak untuk mengawinkan anak perempuannya meskipun tanpa persetujuan dari anak perempuannya tersebut.
Whipping for adultery in the perspective of human rights in Lhokseumawe Hamdani Hamdani; Muhammad Nasir; Ferdy Saputra; Putri Riana Sari
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 6, No 2 (2023): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v6i2.246

Abstract

This study aims to evaluate the human rights implications of the whipping punishment for adultery cases in Lhokseumawe City, Indonesia. The research methods used in this research are empirical. Data was collected through a combination of fieldwork and libraries. The data were analyzed in a qualitative manner. The result of the study shows that the administration of the whipping punishment for adultery offenders does not violate human rights because it has been founded on Islamic law, specifically the Qur'an and Hadith in Aceh, and has taken into account the safety of whipping convicts. The whipping is considered a violation of human rights if used on innocent individuals. Whipping punishment is carried out in Aceh against convicts after obtaining approval from the Syari'ah Court, and the whipping punishment is conducted based on a court decision ordered with permanent legal effect. It is recommended that the Lhokseumawe Municipality Institution and the authorities strengthen and strictly enforce whipping restrictions so that whipping is produced in accordance with the principles of Islamic Shari'ah. Residents of Lhokseumawe should be more supportive and comply with the established regulations.
Sosialisasi Hukum Keluarga Bidang Perceraian di Gampong Paloh Lada Kecamatan Dewantara Jumadiah Jumadiah; Jamaluddin Jamaluddin; Sutriani Sutriani; Hamdani Hamdani
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 1 No. 10 (2022): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.757 KB) | DOI: 10.59141/comserva.v1i10.133

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan maksud guna membina sebuah keluarga atas ridho dari Allah SWT. Dalam hukum positif di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dimana dalam undang-undang tersebut telah diatur yang secara detail tentang perkawinan, namun realitanya masih banyak yang melanggar peraturan undang-undang, undang-undang tersebut menganut prinsip untuk mempersulit perkawinan. Karena masih ada perkawinan usia di bawah umur tertentu, maka kecenderungan perceraian mudah terjadi, bahkan jika perceraian merupakan upaya terakhir untuk menjaga keutuhan keluarga. Pertanyaannya adalah bagaimana mengurangi perceraian keluarga di masyarakat Gampong Paloh Lada, maka tujuan sosialisasi untuk memberi pemahaman agar perkawinannya dapat dipertahankan agar terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah, Metode pelaksanaan yang dipakai adalah ceramah dan tanya jawab. Hasil dari kajian ini masyarakat Gampong Paloh Lada memiliki pengetahuan tentang hukum keluarga dan mampu menerapkan dalam keluarga.
The Politics of Criminal Law on The Protection of Rape Victims Based on the Qanun of Jinayah in Aceh Muhammad Nur; Muhammad Salda; Hamdani Hamdani
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 23, No 2 (2021): Vol. 23, No. 2, August 2021
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v23i2.20311

Abstract

A country must protect its citizens, including the rape victims. Unfortunately, the protection is not clearly regulated in the form of restitution and compensation in the Criminal Code (KUHP) and Law Procedures Code (KUHAP). The issuance of Qanun Number 6 the Year 2014 about Jinayah Law has contributed significant changes and progress to the protection of rape victims. The study focused on how the politics of criminal law protects rape victims based on the Qanun of Jinayah law in Aceh. The research applied the normative juridical method, specifically analytical descriptive research. The data sources were primary and secondary legal sources. The data analysis was conducted qualitatively. The result indicated that there are two types of protection in the politics of criminal law on the protection of rape victims based on the qanun of jinayah law. First, the ta'zir penalty or fines in the form of gold to the perpetrators. Second, the payment of uqubat restitution from the perpetrators to the rape victims, a maximum of 750 grams of pure gold.
MODELS OF CANING IN ACEH AND MALAYSIA: A COMPARISON Hamdani Hamdani; Muhammad Nasir; Muhammad Helmi Md Said; Laila M. Rasyid; Putri Ismalinda
Diponegoro Law Review Vol 8, No 2 (2023): Diponegoro Law Review October 2023
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dilrev.8.2.2023.190-208

Abstract

One of the punishments imposed on the offender in Aceh is caning based on Qanun Jinayah. This study compares the implementation of caning in Aceh and Malaysia. This study uses qualitative research methods with normative and empirical juridical approaches by applying prescriptive-analytic methods. The implementation of caning punishment in Aceh is the responsibility of prosecutor's office, the executor of wilayatul hisbah. The execution in an open place witnessed by the public according to the purpose of punishment and provides deterrence effect for the community and the convict. Based on regulation, implementation of caning punishment may not be accessible to children, but this cannot be fully implemented due to different district/city government policies. Caning in Malaysia is carried out in prison and witnessed by a few Muslims to achieve the purpose of punishment. In accordance with the conditions of local wisdom in Aceh and Malaysia. The Aceh government needs to provide a deterrent effect on convicts, caning is carried out at the convict's domicile and in accordance with applicable laws and committed to supporting Islamic law, including budget contributions.