Articles
TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA (MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN)
Azrianti, Seftia
JURNAL DIMENSI Vol 4, No 1 (2015): JURNAL DIMENSI (MARET 2015)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (269.029 KB)
|
DOI: 10.33373/dms.v4i1.66
Kehadiran warga negara asing untuk memiliki rumah tempat tinggal dalam rangka melakukan bisnis di Indonesia perlu diperhatikan. Rumah tempat tinggal yang ada di Indonesia dapat berupa rumah tunggal maupun rumah susun. Kepemilikan rumah tempat tinggal khususnya rumah susun harus diberikan batasan terhadap hak kepemilikan satuan rumah susunnya mengingat kehadiran warga negara asing dalam rangka melakukan bisnis di Indonesia hanya dengan batas waktu tertentu dan pada dasarnya kehadiran warga negara asing tersebut harus memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaturan kepemilikan satuan rumah susun bagi warga negara asing menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan kaitannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia serta mengenai bentuk kepastian hukum yang diberikan pemerintah terhadap warga negara asing yang memiliki satuan rumah susun di Indonesia. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis normatif, alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan kepemilikan satuan rumah susun oleh warga negara asing tidak dapat dilihat dari satu undang-undang saja yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun saja tetapi juga di dukung dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agraria karena belum ada peraturan khusus mengenai kepemilikan satuan rumah susun bagi warga negara asing ini. untuk memberikan kepastian hukum bagi wara negara asing dalam kepemilikan satuan rumah susun maka pemerintah memberikan jaminan perlindungan hukum dengan memberikan sertifikat hak milik terhadap hak tersebut agar tidak dapat di ambil atau direbut oleh pihak lain.
PROSEDUR HUKUM ATAS PERCERAIAN SUAMI DAN ISTRI BERSTATUS PEGAWAI NEGERI SIPIL TINJAUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL” (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR1406/PDT.G/2013/PA.BTM)
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 3, No 2 (2016): Vol 3 No 2 Desember 2016
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i2.669
Untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan, sejahtera dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan rumah tangga yang di awali dengan adanya suatu perkawinan. Membentuk keluarga yang diawali dengan perkawinan merupakan keinginan yang normal pada setiap manusia, karena perkawinan merupakan mekanisme survival (cara mempertahankan kelangsungan hidup). Melalui perkawinan akan diperoleh keturunan yang kemudian menjadi manusia-manusia baru yang akan mempertahankan kehadiran manusia di dunia dan akan hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : bagaimanakah prosedur hukum atas perceraian suami dan istri berstatus pegawai negeri sipil tinjauan peraturan pemerintah nomor 45 tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian pegawai negeri sipil dan bagaimanakah studi atas kasus prosedur hukum perceraian pada putusan nomor 1406/pdt.g/2013/pa.btm di Batam?.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Untuk Prosedur Hukum Atas Perceraian Suami Dan Istri Berstatus Pegawai Negeri Sipil Tinjauan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan Untuk mengetahuistudi atas kasus prosedur hukum perceraian pada putusan Nomor 1406/Pdt.G/2013/PA.BTMdi Batam.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Hendaknya masalah perceraian dikalangan Pegawai Negeri Sipil dan juga masalah hak dan kewajiban suami terhadap istri setelah terjadi perceraian mendapat perhatian dari semua instansi terkait terutama lembaga Pengadilan Agama. Mengingat Pegawai Negeri Sipil merupakan unsure Aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku.Karena banyak pasangan suami istri yang mengajukan gugatan perceraian tidak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Maka harus diadakannya penyuluhan- penyuluhan kepada para pihak-pihak terkait tentang undang-undang perkawinan dan aturan-aturan lainnya tentang Undang-undang Perkawinan, Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dan aturan-aturan lainnya.
PROSEDUR HUKUM UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERJADINYA WANPRESTASI DALAM SEWA MENYEWA RUMAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 3, No 1 (2016): Vol. 3 No 1 Juni 2016
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i1.664
Perumahan atau permukiman seperti yang disebutkan diatas tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati dirinya. Rumah yang telah dibeli atau dibangun dapat dijual kembali atau disewakan kepada orang yang membutuhkan tentunya dengan harga yang diinginkan oleh si pemilik rumah. Hal ini dapat menambah pemasukan keuangan bagi pemilik rumah. Sehingga tidak heran jika banyak orang pada golongan ekonomi mapan dapat memiliki rumah lebih dari satu unit. Tujuannya bukan lagi untuk menunjukkan style atas kekayaan seseorang sehingga mengoleksi banyak rumah, melaikan sebagai lahan mendapatkan keuntungan berupa uang. Penelitian ini melihat Prosedur Hukum Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Terjadinya Wanprestasi Dalam Sewa Menyewa Rumah Menurutperaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik”.Upaya penyelesaian sengketa dalam perjanjian sewa menyewa rumah tersebut dapat dilakukan dengan cara kekeluargaan baik itu dengan teguran lisan atau dengan cara mensomasi pihak yang dianggap merugikan. Namun apabila cara kekeluargaan tidak juga dipenuhi, maka penyelesaian melalui jalur hukum baik itu secara perdata dapat dilakukan dengan memenuhi syarat dan isi gugatan/tuntutan.Penghunian rumah oleh bukan pemilik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama adalah penghunian rumah dengan cara sewa menyewa, yang mana cara penghunian seperti itu didasarkan kepada suatu perjanjian tertulis atas kesepakaan bersama untuk mengikatkan diri antara pemilik rumah dan penyewa rumah yang menerangkan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, batas waktu perjanjian, serta larangan-larangan bagi masing-masing pihak. Dan yang kedua adalah penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa, yang mana penghunian ini merupakan bentuk sukarela dari pemilik rumah memberikan rumah untuk dihuni tanpa dipungut biaya dengan batasan-batasan yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian tertulis, baik itu mengenai hak dan kewajiban para pihak, serta batas waktu penghunian rumah. Namun, apabila tidak dituangkan dalam perjanjian tertulis, berakhirnya penghunian rumah tersebut sesuai dengan isi kesepakatan.
TINJAUAN YURIDIS KEABSAHAN AKTA JUAL BELI YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) TANPA MELIHAT SERTIPIKAT ASLI (Studi Putusan Peninjauan Kembali Perkara Perdata No.49.Pk/Pdt/2009)
Azrianti, Seftia;
Arianda, Fris;
Artanto, Tri
PETITA Vol 6, No 1 (2024): PETITA VOL. 6 NO. 1 JUNI 2024
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v6i1.6790
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Notaris merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kelebihan berupa potensi keilmuan titik potensi keilmuan itu terlalu besar dan akan menjadi pemborosan sosial jika hanya digunakan untuk menjalankan tugas pokoknya, yaitu membuat alat bukti berupa akta autentik Developer atau pengembang suatu komplek perumahan banyak terdapat di Indonesia, dan ini merupakan suatu perwujudan Negara yang mulai berkembang. Banyak didaerah-daerah yang membangun perumahan ataupun mengunakan lahan yang kosong untuk membangun perumahan yang dapat menghasilkan sejumlah uang, dimana tidak semua developer atau pengembang tersebut adalah pemilik tanah yang dibangunnya tersebut. Bahwa selain melakukan Jual Beli Bangunan dimaksud dihadapan Yondri Darto tanpa sepengetahuan Penggugat juga dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang lain, untuk hal tersebut Penggugat telah memperingatkan kepada Tergugat I agar tidak melakukan jual beli tanah dan bangunan tanpa sepengetahuan Penggugat, akan tetapi tidak diperdulikan oleh Tergugat I. Tergugat I melakukan dengan berdasarkan Akta Kuasa Untuk Menjual. Tergugat I sengaja tetap membuat akta jual beli atas tanah milik penggugat dengan para pembeli/konsumen walaupun telah ada kesepakatan untuk mencabut dan membatalkan akta kuasa untuk menjual tersebut. Bahwa jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lain tersebut telah melanggar kewajibannya dimana ketika membuat akta tersebut tidak ditunjukan sertipikat asli serta asli surat-surat yang berkaitan dengan tanah. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka penulis mengkaji dan membahas dalam tesis ini yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Keabsahan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Tanpa Melihat Sertipikat Asli (Studi Putusan Peninjauan Kembali Perkara perdata No.49.PK/PDT/2009.
IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) BERDASARKAN TEORI DEMOKRASI
Seftiani, Refina;
Abra, Emy Hajar;
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 5, No 1 (2023): PETITA VOL. 5 NO. 1 JUNI 2023
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v5i1.5530
Gerakan reformasi menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa menjadi pertanda penyesuaian struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan zaman dan tuntutan yang berkembang. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi adalah reformasi dibidang ketatanegaraan yang mencakup perubahan konstitusi. Pembentukan DPD inilah yang menimbulkan banyaknya problematika yang ada pada ketatanegraan kita sehingga membuat struktur ketatanegaraan kita perlu dilakukannya ius constituendum untuk memperkuat lembaga negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja problematika yang terjadi pada lembaga perwakilan yakni DPD juga untuk mengetahui apa saja yang dapat dilakukan perubahan melalui ius constituendum. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan yang berdasarkan perundang-undangan, teori-teori hukum dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui seperti apa problematika DPD yang terjadi pasca amandemen dan kewenangan dan fungsi DPD yang harus diperkuat melalui ius constituendum demi bicameral yang setara.
KEDUDUKAN PERATURAN DAERAH SEBAGAI LEX SPECIALIS OTONOMI DAERAH DALAM KEARIFAN LOKAL
Rabu, Rabu;
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 5, No 2 (2023): PETITA VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2023
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v5i2.6142
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki jenjang kebijakan publik yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang sifatnya mengikat secara umum. Hierarki peraturan perundang-undangan kini diatur dalam Undang-undang atau UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mekanisme pembentukan produk hukum di daerah dilakukan dalam tahapan yang sistematis mulai dari perencanaan, persiapan, perumusan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan, maka pembentukan produk hukum harus dibakukan dalam sebuah pedoman. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2019 pembentukan Peraturan Daerah perlu diarahkan pada perwujudan tertib hukum yang meliputi tertib materi muatan dan tertib bentuk berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang undangan yang baik. Dalam Peraturan Daerah ini diatur tentang: materi muatan yang diatur dalam perda. Tahapan pembentukan perda meliputi: perencanaan, penyusunan, pembahasan, evaluasi dan fasilitasi rancangan perda, penetapan, penomoran, pengundangan dan autentifikasi, dan penyebarluasan.
PEMBERANTASAN PEREDARAN NARKOBA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA MENURUT HUKUM NASIONAL
Hadiyanto, Alwan;
Marpuah, Siti;
Azrianti, Seftia;
Kurniawan, Wan Rahmat;
Wardani, Dian Wiris Woro
JURNAL DIMENSI Vol 12, No 3 (2023): JURNAL DIMENSI (NOVEMBER 2023)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/dms.v12i3.5978
Penyalahgunaan narkoba masih menjadi masalah kronis yang menimpa Indonesia, kasus peredaran sabu dan banyak tertangkapnya bandar-bandar narkoba internasional dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba. Pemerintah Indonesia mengedepankan peran Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam rangka mencegah dan memberantas peredaran Narkoba di Indonesia. Adapun upaya pencegahan dan pemberantasan Narkoba dilakukan dengan tiga tahapan yaitu pertama, Preemtif yaitu upaya pencegahan yang dilakukan secara dini. Kedua, Preventif yaitu upaya yang sifatnya strategis dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Ketiga, Represif, merupakan upaya penanggulangan yang bersifat tindakan penegakan hukum mulai yang dilakukan oleh intelijen.
TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH ANTARA DEBITUR DENGAN PT. SINARIUA TERANGINDO
Bani, Qarin Virgiana Nurul;
Maileni, Dwi Afni;
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 7, No 1 (2025): PETITA VOL 7, NO 1 JUNI 2025
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v7i1.7744
Perjanjian Jual Beli Rumah merupakan salah satu bentuk instrumen hukum yang berfungsi untuk mengatur hak dan kewajiban pasangan suami dan istri yang terlibat dalam transaksi jual beli rumah. Dalam praktiknya, perjanjian ini sering menimbulkan konflik, terutama ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Contohnya adalah sengketa antara Debitur dengan PT. Sinariau Terangindo, di mana Debitur gagal melaksanakan kewajibannya sehingga dinyatakan melakukan Wanprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk Wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian antara Debitur dengan PT. Sinariau Terangindo, serta menelaah cara penyelesaian sengketa tersebut. Fokus permasalahan yang dikaji meiputi bentuk Wanprestasi dalam perjanjian jual beli rumah antara Debitur dengan PT. Sinariau Terangindo, serta mekanisme penyelesaian wanprestasi antara Debitur dengan PT. Sinariau Terangindo atas perjanjian Jual Beli Rumah. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Metode ini digunakan untuk menganalisis secara empiris berbagai teori yang berkaitan dengan terjadinya Wanprestasi dalam perjanjian jual beli rumah antara Debitur dengan pihak pengembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian jual beli rumah antara Debitur dengan PT. Sinariau Terangindo dilaksanakan dengan cara tertulis, akan tetapi dalam pelaksanaannya telah menimbulkan suatu permasalahan yaitu pihak Debitur tidak mampu menjalankan kewajiban yang telah disepakati sehingga menimbulkan akibat kerugian terhadap pihak pengembang yang dimana diatur pada pasal 1243 KUHPerdata. Upaya hukum berupa menjalankan perundingan secara damai melalui Mediasi atau pihak ketiga dan berhasil dijalankan kedua belah pihak sepakat atas hasil mediasi.
KAJIAN YURIDIS TERKAIT PERDAGANGAN ORANG MELALUI PROGRAM MAGANG DI LUAR NEGERI YANG MENJERAT MAHASISWA SEBAGAI KORBAN
Handayani, Pristika;
Azrianti, Seftia;
Riyanto, Agus;
Rabu, Rabu;
Artanto, Tri
PETITA Vol 7, No 1 (2025): PETITA VOL 7, NO 1 JUNI 2025
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v7i1.7754
Transformasi digital dan arus informasi global membuka celah bagi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan eksploitasi sistematis, termasuk dalam program magang luar negeri mahasiswa Indonesia, seperti kasus “Frienjob” di Jerman pada tahun 2023. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan regulasi dan studi kasus untuk mengkaji regulasi magang luar negeri serta pertanggungjawaban Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbudristek). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat regulasi yang kuat seperti UU No. 13 Tahun 2003 dan Permendikbudristek No. 63 Tahun 2024, lemahnya pengawasan dan pemahaman mengakibatkan eksploitasi mahasiswa dalam program magang yang tidak sesuai dengan standar Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Kemendikbudristek memiliki tanggung jawab penting dalam melindungi mahasiswa dari praktik TPPO melalui peningkatan pengawasan, koordinasi antar kementerian, serta edukasi peserta. Penanganan kasus ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa program magang luar negeri dapat berjalan aman, bermutu, dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sinergi hukum dan kebijakan preventif sangat dibutuhkan untuk memberantas TPPO di sektor pendidikan
The Dual-Position Polemic: Questioning The Normalization Of Legal Regulation Violations Amid Efforts To Achieve Good Governance
Tarigan, Chandra;
Azrianti, Seftia;
Rabu, Rabu
Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren Vol 7 No 2 (2026): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : PPPM, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46924/jihk.v7i2.357
The practice of holding multiple positions (concurrent posts) in Indonesia has become a habit and is often regarded as something normal and acceptable. Every government regime, from time to time, continues to engage in this practice, which has even become more widespread. In fact, several laws and regulations clearly prohibit and restrict such practices. However, it must be acknowledged that existing loopholes in legal regulations are often used as justifications to legitimize the practice of holding multiple positions.This study seeks to describe the increasingly widespread phenomenon of concurrent office-holding in Indonesia and its impact on the ideals of realizing good governance, using a normative juridical method. The government should take a firm and decisive stance regarding this matter, as the practice of holding multiple positions has a tangible negative impact, particularly on the implementation of effective, corruption-free, and good governance.