Lisana Shidiq Aliya, Lisana Shidiq
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Mi “Mocafle” Peningkatan Kadar Gizi Mie Kering Berbasis Pangan Lokal Fungsional (Mocafle Noodle to Increase the Nutritional Level of Dry Noodles as Fuctional Local Food Based) Aliya, Lisana Shidiq; Rahmi, Yosfi; Soeharto, Setyawati
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.887 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.4

Abstract

AbstrakBerdasarkan Riskesdas 2010, prevalensi balita Kurang Energi Protein (KEP) sebesar 17,9%. Penduduk Indonesia yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal sebanyak 40,7%, sedangkan untuk protein sebanyak 37%. Salah satu cara mengatasi KEP antara lain dengan diversifikasi pangan terutama di daerah rawan pangan ataupun masyarakat berdaya beli rendah. Pangan lokal fungsional yang bisa diupayakan adalah mocaf karena karbohidratnya tinggi dan lele karena proteinnya tinggi. Ketersediaan mocaf dan lele cukup melimpah dan mudah didapat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan formulasi tepung mocaf dan tepung lele pada produk Mie Kering “Mocafle” dapat diterima secara mutu fisik maupun mutu organoleptik dan terdapat peningkatan kadar zat gizinya. Metode penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 5 kali replikasi. Taraf perlakuan berdasarkan proporsi tepung terigu, tepung mocaf, tepung tapioka, dan tepung lele dengan perbandingan P0 (100%; 0%; 0%; 0%), P1 (40%; 40%; 20%; 0%), P2 (35%; 40%; 20%; 5%), P3 (30%; 40%; 20%; 10%), dan P4 (25%; 40%; 20%; 15%). Parameter yang diamati adalah daya putus mie, rasa, warna, aroma, tekstur, karbohidrat, protein, lemak, dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian terbaik panelis, mie “Mocafle” dengan formulasi tepung terigu 35%, tepung mocaf 40%, tepung tapioka 20%, dan tepung lele 5% secara mutu fisik dan mutu organoleptik relatif sama dengan mie kontrol, secara kandungan gizi proteinnya sedikit lebih rendah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat mewujudkan suatu produk berbahan dasar pangan lokal fungsional yang dapat diterima oleh masyarakat dan pemanfaatan mocaf dapat mengurangi ketergantungan kepada terigu.Kata kunci : tepung mocaf, tepung lele, mie kering, pangan lokal AbstractBased on Riskesdas 2010, the prevalence of toddler’s Protein Energy Deficiency (PEM) was accounting for 17.9%. Indonesian people consume under the minimal requirements as much as 40.7% for energy and 37% for protein. One of the ways to overcome PEM is food diversification, especially in food insecure areas and has low purchasing power. Local functional foods that could be secured are mocaf because of its high carbohydrate and catfish because of its high protein. The availability of mocaf and catfish is relatively abundant and easily obtained. The purpose of this research is to prove mocaf flour and catfish flour formulations on dried noodles "Mocafle" acceptable in their physical quality and organoleptic quality and to increase the nutritional quality. Research methods were completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Treatment was based on the proportion of wheat flour, mocaf flour, tapioca flour, and catfish flour with comparison P0 (100%:0%:0%:0%), P1 (40%: 40%: 20%: 0%), P2 (35%: 40%: 20%: 5%), P3 (30%: 40%: 20%: 10%), and P4 (25%: 40%: 20%: 15%). Parameters measured were breaking power of noodle, taste, color, flavor, texture, carbohydrates, protein, fat, and water content. The results showed that the best assessment based panelists was that "Mocafle" noodle with formulation of 35% wheat flour, 40% mocaf flour, 20% tapioca flour, and 5% catfish flour is relatively the same as standard noodles in their physical quality and organoleptic quality, while in their nutritional quality it has lower protein level. The conclusion of this study is that local functional food can be produced which can be accepted by the society and reduces wheat flour dependence.Keywords : mocaf flour,catfish fluor, dry noodles, local food
Hubungan Faktor Pola Hidup Dengan Status Gizi dan Komposisi Tubuh Karyawan Lestari, Wiji Indah; Febriyadin, Fitsyal; Afifah, Effatul; Takamitsu Kurniawan, Muhammad Evan; Marlina, Rini; Aliya, Lisana Shidiq
Indonesian Journal of Hospital Administration Vol 8, No 1 (2025)
Publisher : Universitas Alma Ata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21927/ijhaa.2025.8(1).38-53

Abstract

Gaya hidup sedentari yang semakin dominan di kalangan karyawan kantoran akibat kemajuan teknologi telah berkontribusi terhadap penurunan aktivitas fisik, peningkatan risiko kelebihan berat badan, obesitas, serta perubahan komposisi tubuh. Aktivitas fisik yang rendah berdampak pada akumulasi lemak tubuh dan penurunan massa otot. Studi sebelumnya menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok masyarakat tradisional dan modern dalam hal status gizi dan komposisi tubuh. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji hubungan pola hidup dengan status gizi dan komposisi tubuh pada karyawan kantoran, termasuk mempertimbangkan perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor pola hidup dengan status gizi dan komposisi tubuh pada karyawan kantoran. Jenis penelitian kuantitatif kuantitatif dengan desain penelitian analitik observasional menggunakan pendekatan cross sectional, Teknik pengambilan menggunakan convenience sampling, jumlah sampel 40 karyawan untuk pengambilan data menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri dan komposisi tubuh, analisis data yang digunakan yaitu uji chi-square dan Spearman’s rho.  Berdasarkan hasil uji t independen diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap komposisi tubuh (persen lemak p 0,004; massa otot p <0,001), di mana perempuan memiliki persentase lemak dan lemak visceral yang lebih tinggi, serta massa otot yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Selain itu, kualitas tidur menunjukkan korelasi signifikan dengan lemak visceral, sementara porsi konsumsi buah berkorelasi positif dengan persentase lemak tubuh dan porsi konsumsi sayur berkolerasi positif dengan IMT dan persentase lemak tubuh.
KESENJANGAN KOMPETENSI DALAM PENILAIAN STATUS GIZI BALITA : STUDI DI PUSKESMAS PLAYEN 2 GUNUNGKIDUL Aliya, Lisana Shidiq; Lestari, Wiji Indah; Sumikem, Sumikem; Destarina, Rolla
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.50751

Abstract

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Kabupaten Gunungkidul sebesar 19,7%, sedikit di bawah angka nasional 19,8%. Kader kesehatan berperan penting dalam pemantauan status gizi balita, terutama di daerah dengan angka stunting tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan antara kapabilitas dan peran kader dalam pemantauan status gizi balita di Puskesmas Playen 2. Menggunakan desain cross-sectional, 97 kader dari enam desa diambil sebagai sampel secara proporsional. Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur. Data karakteristik responden dianalisis secara deskriptif dan analisis kesenjangan antara kapabilitas dan peran kader diuji statistik menggunakan Chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kader berusia 41-50 tahun (42,3%), berpendidikan menengah (86,6%), bekerja (69,1%), masa kerja kader lebih dari 5 tahun (79,4%), dan pernah mendapat pelatihan (72,2%). Tingkat pengetahuan bervariasi: tinggi (53,6%), sedang (28,9%), dan rendah (17,5%). Ditemukan adanya kesenjangan kompetensi yang mencolok antara kapabilitas kader dan peran aktual mereka, meskipun hanya konseling yang terbukti signifikan secara statistik (p=0,001). Seluruh kader merasa mampu melakukan pengukuran status gizi, hanya 76% yang rutin melakukannya. Demikian pula, 97% kader mampu mencatat status gizi pada kartu KMS, namun hanya 76% yang secara teratur melakukan peran ini. Sementara 46% kader mampu memberikan konseling gizi, hanya 25% yang secara aktif terlibat dalam konseling. Sejumlah 20% kader kompeten dalam membuat laporan/merujuk kasus, tetapi hanya 15% yang rutin melakukannya. Kesimpulannya, meskipun kader menunjukkan pengetahuan dan peran yang memadai dalam penilaian status gizi balita, keterlibatan mereka dalam konseling dan laporan terbatas.