Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

TRADISI ITHUK-ITHUKAN DI DUSUN REJOPURO DESA KAMPUNG ANYAR KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN BANYUWANGI (KAJIAN FOLKLOR) Age Mahardika Gustian; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 16 No 7 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.922 KB) | DOI: 10.26740/job.v16n7.p%p

Abstract

ABSTRAK Tradisi Ithuk-Ithukan di sumber mata air Hajar sebagai salah satu bentuk folklor setengah lisan yang ada di Dusun Rejopuro, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Tradhisi Ithuk-Ithukan adalah salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar Rejopuro. Tadisi tersebut sebagai bentuk rasa syukur masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan untuk meminta supaya memperoleh keselamatan, diberi rizki, dan dijauhkan dari segala bahaya. Tradisi tersebut dilakukan oleh masyarakat Rejopuro setiap satu tahun sekali pada tanggal 12 Dulqaidah. Bentuk dari Tradisi Ithuk-Ithukan ini akan dibahas menggunakan kajian folklor setengah lisan. Rumusan masalahnya yaitu (1) Bagaimana asal usul dari Tradisi Ithuk-Ithukan di Dusun Rejopuro, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi?, (2) Bagaimana proses dan bahan yang digunakan pada Tradisi Ithuk-Ithukan di Dusun Rejopuro, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi?, (3) Bagaimana nilai yang ada dalam Tradisi Ithuk-Ithukan?, (4) Bagaimana fungsi Tradisi Ithuk-Ithukan?, (5) Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi pada Tradisi Ithuk-Ithukan di Dusun Rejopuro, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi? Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rizki yang telah diperoleh selama ini. Tradisi ruwatan ini berbeda dengan tradisi ruwatan lainnya. Tradisi Ithuk-Ithukan ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang digambarkan dengan ruwatan sumber mata air yang ada di Desa Kampung Anyar. Fungsi dari Tradisi Ithuk-Ithukan sendiri adalah sebagai alat proyeksi. Tradisi Ithuk-Ithukan di sumber mata air Hajar ini mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan hal yang bersifat dinamis. Kata Kunci: Tradisi Ithuk-Ithukan, ruwatan, folklor, sumber mata air.
Makna Simbolis Tradisi Nyanggring Ing Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan (Tintingan Folklor) Harum Novita Lisa; yohan susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.442 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n1.p240-259

Abstract

Tradisi Nyanggring merupakan salah satu tradisi yang asa di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan yang berdiri dari pengaruh Makam Ki Buyut Terik. Tradisi Nyanggring dijadikan masyarakat sebagai sebuah tradisi yang dilakukan selama setahun sekali setiap tanggal 27 Jumadilawal. penelitian ini menggunakan pendekatan folklor yang mengunakan teori dari Djames Danandajaja dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang membahas menegnai analisis data dengan menggunakan deskripsi. Sumber data penelitian berasal dari hasil wawancara dengan informan, sedangkan datanya berupa foto, rekaman, video, dan arsip-arsip yang ada kaitannya dengan tradisi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mebahas tentang (1) prosesi pelaksanaan tradisi nyanggring, dan (2) makna simbolis dalam tradisi nyanggring. Hasil penelitian ini yaitu ditemukan proses pelaksanaan tradisi nyanggring yaitu penyerahan bahan sayur sanggring, masak sanggring, hiburan wayang krucil, dan selamatan sayur sanggring. Hasil kedua mengenai makna simbolis yang terkandung di dalam tradisi nyanggring. Tradisi nyanggring sendiri memiliki mkna sebagai ucap syukur kepada Tuhan arena sudah diberikan keselamatan dan ketentraman dalam hidup. Kata Kunci : Tradisi, Nyanggring, Folklor
Tradisi Meras Gandrung Banyuwangi (Kajian Folklor) Yohan Susilo; Anwar Kholis
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (798.665 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n1.p349-367

Abstract

Tradhisi Upacara Meras Gandrung adalah salah satu tradisi di masyarakat Banyuwangi. Upacara meras gandrung merupakan acara wisuda gandrung. Gandung baru akan didoakan kemudian digurah atau dipupuh, terakhir acara gandrung akan dipentaskan semalam suntuk. Penelitian ini akan membahas bagaimana asa-usul, tata cara, makna dan simbol yang terdapat dalam perangkat upacara, manfaat, dan perubahan yang terjadi dalam tradisi meras gandrung Banyuwangi. Penelitian tradisi meras gandrung menggunakan Teori Folklor. Berdasar jenisnya tradisi ini digolongkan sebagai Folklor setengah lisan.. Sumber data dalam panelitian ini yaitu jurnal ilmiah dan pelaku tradisi meras gandrung yakni Gandrung temuk dan Gandrung Supinah sebagai narasumber. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keterangan dari jurnal ilmiah dan hasil wawancara dengan narasumber. Hasil penelitian tradisi tersebut akan dijelaskan menggunakan metode deskriptif kualitatif Upacara Meras Gandrung merupakan tradisi masyarakat Banyuwangi yang sudah ada sejak jaman dahulu. Asal mula tradisi ini muncul bersamaan dengan adanya gandrung di Banyuwangi. Tata cara pelaksanaan tradisi ini dimulai dengan mencari hari pelaksanaan dan menyiapkan semua perangkat upacara. Setelah itu gandrung akan dipupuh atau digurah. Pada akhir acara Gandrung akan dipentaskan semalam suntuk. Perangkat yang digunakan dalam upacara yaitu peras dua buah dengan rincian sepasang pisang raja, kelapa, beras, gula jawa, telur, lan cok bakal. Perangkat selanjutya yaitu pupuh, rokok, kopi, lincak, menyan, kain putih, wanci kinangan, gentong siraman, jenang merah, lan sega golong. Tradisi upacara meras gandrung mempunyai manfaat yaitu untuk mendoakan gandrung yang diwisuda, proyeksi masyarakat, sarana untuk melestarikan kebudayan, sarana pendidikan, dan sarana untuk mengatur masyarakat. Perubahan juga terjadi didalam tradisi ini, Upacara meras gandrung dijaman dahulu masih menggunakan perangkat lengkap. Dijaman sekarang upacara meras gandrung lebih berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kata Kunci: Folklor, Tradisi, Meras Gandrung Banyuwangi.
Makna Simbolis Tradisi Nyapih di Desa KakatPenjalin, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan Moniq Chandra Syasika Rani; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.702 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p508-527

Abstract

Tradisi nyapih merupakan salah satu tradisi jawa yang masih dilaksanakan oleh masyakat di Desa KakatPenjalin, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan. Tradisi nyapih dilaksanakan sebagai prosesi untuk ibu-ibu yang ingin menghentikan pemberian ASI kepada anaknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan folklor dari teori Djames Danandjaja serta menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif , yaitu suatu penelitian yang dalam analisis datanya dijabarkan dengan deskripsi. Sumber data pada penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan informan, sementara data dalam penelitian ini berupa video, foto, rekaman, atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tradisi nyapih. Tujuan penelitian ini untuk membahas mengenai (1) prosesi dalam tradisi nyapih, (2) makna simbolis yang terkandung dalam tradisi nyapih. Hasil dari penelitian ini, pertama menunjukkan prosesi dalam tradisi nyapih antara lain ujub ubarampe, menaruh senthir, pembentusan, nembang, mengoleskan minya kelapa, dan prosesi pengalungan tompo. Hasil penelitian yang kedua dari penelitian ini menunjukkan makna simbolis yang terkandung dalam prosesi dan bahan-bahan tradisi nyapih, tradisi nyapih secara keseluruhan mengandung makna sebagai pelatihan mandiri terhadap anak sejak dini dan pengharapan orang tua terhadap keselamatan serta kesehatan anak selepas prosesi tradisi nyapih. Kata Kunci : Tradisi, Nyapih, Folklor
Tradhisi Seblang Ing Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Bagus syailendra lendra; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.168 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p806-819

Abstract

Berbagai macam kebudayaan bertempat dan hidup ditanah Jawa, salah satunya adalah kebudayaan Osing yaitu ritual tradisi Seblang yang berada di desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Tradisi iki diselenggarakan tujuh hari sesudah hari Raya Idul Fitri, tujuan diselenggarakan tradhisi adalah untuk meminta keselamatan agar terhidar dari mara bahaya yang akan menimpa desa tersebut dan sebagai simbol rasa syukur masyarakat atas keamanan yang ada di Desa Olehsari. asal mula tradhisi ini muncul karena kebradaan Mbah Buyut Cilik, Mbah Buyut Cilik adalah tokoh sejarah adanya Desa Olehsari yang berhasil menghilangkan adanya wabah yang ada disaat itu. Tradhisi ini termasuk jenis folklor setengah lisan. Rumusanmasalah yang ada didalam penelitian ini yaitu 1) Bagaimana legendha tradhisi Seblang, 2) Bagaimana proses berjalannya tradhisi Seblang, 3) Apa aja ubarampe tradhisi Seblang, 4) Apa fungsi tradhisi Seblang untuk masarakat desa Olehsari, 5) Bagaimana pendapat semua warga mengenai tradhisi Seblang. Tujuan dilakukanya penelitian ini yaitu legenda tradisi Seblang, untuk mengetahui makna, fungsi, dan simbol dari bahan ritual Seblang, mengetahui pengaruh ritual Seblang terhadap masyarakat, dan mengetahui perubahan yang ada di ritual Seblang. Kata kunci: Tradisi, Seblang, Folklor
Makna Simbolis Tradisi Petilasan Syekh Jamaludin Malik Desa Kramat Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Yugi Pangestuti; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.487 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p650-674

Abstract

Tradisi yang ada di Desa Kramat, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan adalah tradisi yang terjadi karena pengaruh petilasan Syekh Jamaludin Malik. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap tahun, setiap 5 minggu sekali, dan seminggu sekali. Analisis teori yang digunakan untuk menjelaskan penelitian ini adalah konsep folklor dari Danandjaja dan metode yang digunakan adalah deskripstif kualitatif yang membahas mengenai analisis data dengan menggunakan deskripsi. Sumber data penelitian berasal dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan datanya berupa foto, video, rekaman, dan data arsip. Tujuan penelitian ini membahas mengenai (1) Tradhisi apa saja yang ada di petilasan Syekh Jamaludin Malik, dan (2) Makna simbolis dari tradisi yang ada di Petilasan Syekh Jamaludin Malik. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tradisi yang berkembang di petilasan Syekh Jamaludin Malik adalah sedekah bumi, haul, pengajian setiap malam Jum’at Kliwon, dan nyekar. Hasil kedua mengenai makna simbolis dari tradisi tersebut antara lain: sedekah bumi memiliki makna sebagai rasa syukur atas hasil bumi sekaligus menghormati petilasan Syekh Jamaludin Malik, haul memiliki makna sebagai upacara penutupan dari sedekah bumi dan memperingati hari kematian Syekh Jamaludin Malik, pengajian setiap malam Jum’at Kliwon bermakna menghormati petilasan Syekh Jamaludin Malik dengan cara kirim doa, serta ziarah memiliki makna sebagai kirim doa kepada tokoh yang dihormati. Kata Kunci : Tradisi, Petilasan Syekh Jamaludin Malik, Folklor
Tradisi Ngaji di Makam Mbah Kramat Desa Pamotan Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo (Kajian Folklor) Tris Tyawati Dewi; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.321 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p587-608

Abstract

Budaya dan tradisi yang berkambang di pulau jawa sangat banyak jenisnya, seperti yang ada di Desa Pamotan Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yaitu Tradhisi Ngaji di Makam Mbah Kramat (TNMMK). Tradhisi ini dilaksanakak setiap minggu terakhir dibulan ruwah dengan tujuan supaya warga desa pamotan mendapatkan berkah dari Tuhan dan juga wujud rasa terimakasih kepada leluhur desa, selain itu tradisi ini berguna sebagai sarana meningkatkan kerukunan antar warga. TNMMK menarik untuk dijadikan objek penelitian karena terdapat nilai sejarah yang besar yang mendasari terjadinya tradisi ini. TNMMK merupakan bagian dari folklore setengah lisan, penelitian ini diteliti menggunakan teori folklore dari James Dananjaya serta diteliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, sumber data penelitian ini berupa hasil wawancara dan observasiserta dokumentasi sebagai data pendukung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Bagaima sejarah terjadinya TNMMK, (2) Mengetahui runtutan acara TNMMK, (3) Mengetahui makna dan simbol pada TNMMK, (4) Mengetahui fungsi TNMMK, (5) Mengetahui pendangan masyarakat mengenai TNMMK, dan (6) Mengetahui perubahan yang terjadi pada TNMMK. Penelitian ini diharapkan bisa memeberi pengetahuan lebih dalam kepada warga desa pamotan dan peneliti sendiri mengenai TNMMK. Kata kunci : Folklor, Tradisi Islam, Ngaji Pesareyan
Makna dan Fungsi Tradisi Upacara Nyadran di Dusun Ngadiboyo Desa Ngadiboyo Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk jefri dadang triyoso; yohan susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.725 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p675-698

Abstract

Tradisi Upacara Nyadran (TUN) merupakan salah satu tradisi yang masih dilaksanakan oleh warga Dusun Ngadiboyo, Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. TUN dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan warga panen yang melimpah serta kehidupan yang damai. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah mengenai (1) Bagaimana prosesi pelaksanaan TUN?, (2) bagaimana makna filosofis dalam TUN?, dan (3) bagaimana fungsi dari TUN?. Penelitian ini menitikberatkan pada data yang akan dianalisis dengan menggunakan folklor Djames Danandjaja. Rancangan penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Instrumen penelitian ini adalah peneliti, daftar pertanyaan, serta alat bantu. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data digunakan open coding, axial coding, lan selective coding. Hasil penelitian ini pada prosesi TUN yaitu pembentukan panitia, menentukan hari, nyekar, menyiapkan ubarampe, melekan, slametan, upacara nyadran, arak-arakan kirab, dan hiburan. Terdapat makna dalam setiap prosesi yang dilakukan dan pada ubarampe yang digunakan dalam TUN yang mencerminkan harapan warga. Fungsi yang terkandung dalam TUN adalah 1. Sebagai sarana pembenaran atau pendidikan, 2. Untuk mempertebal perasaan solidaritas kelompok, 3. Sebagai sarana menyindir atau pengarahan untuk dapat mencela, 4.Sebagai sarana hiburan, 5. Sebagai sarana kritik atau protes keadilan. Kata Kunci : Tradisi, Nyadran, Folklor.
Tradisi Ngalap Berkah di Makam Mbah Semendi Desa Winongan Lor Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan (Kajian Folklor) Anggrika Firstya Pratiwi; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 3 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.626 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n3.p1199-1219

Abstract

Tradisi Ngalap Berkah di Makam Mbah Semendi (TNBMMS) salah satu tradisi yang berada di Desa Winongan Lor, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan. Tradisi tersebut dilakukan untuk menghormati leluhurnya yaitu Mbah Semendi, sebagai Waliyullah yang menyebarkan agama Islam pertama kali di Winongan. Penelitian ini memiliki tujuan menjelaskan: 1) Asal-usul TNBMMS, 2) Wujud TNBMMS, 3) Rangkaian acara TNBMMS, 4) Ubarampe TNBMMS, 5) Simbol dan makna TNBMMS, 6) Nilai-nilai budaya dalam TNBMMS, 7) Pandangan masyarakat terhadap TNBMMS. Metode yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi, dengan melibatkan dua jenis informan yaitu primer dan sekunder. Hasil penelitian ini yaitu bahwa asal-usul TNBMMS bermula dari penyebaran agama Islam oleh Waliyullah yaitu Mbah Semendi. Wujud TNBMMS ada tiga yaitu haul, tahlilan pagi dan malam, serta meminta doa restu. Adanya rangkaian acara TNBMMS yaitu khataman, haul (selamatan), hadrah. Ubarampe dalam TNBMMS yaitu bunga setaman, bunga sedap malam, nasi samin dan nasi bungkus. Dalam TNBMMS ini terdapat makna dan simbol pada sebagian rangkaian acara yang dilaksanakan yaitu tahlilan, wudu’, nyekar. Nilai budaya yang terkandung dalam TNBMMS dibagi menjadi tiga yaitu hubungan manusia terhadap Tuhannya, terhadap alam dunia, dan manusia sebagai makhluk sosial. Kata kunci: Tradisi, Ngalap Berkah, Makam, Waliyullah
Legenda Punden Ki Ageng Resi Saloko Gading Desa Seduri Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto (Kajian Folklor) Iffat Ignacia Uzlah; Yohan Susilo
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 3 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.225 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n3.p1283-1307

Abstract

Legenda Punden Ki Ageng Resi Saloko Gading Desa Seduri Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto (Kajian Folklor) Abstrak Legenda Punden Ki Ageng Resi Saloko Gading (LPKARSG) salah satu jenis folklor lisan yang terkenal di Desa Seduri Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Legenda yang berhubungan dengan Ki Ageng Resi Saloko Gading sebagai resi Kerajaan Majapahit ahli dibagian pertahanan dan tata negara di abad 14 Masehi. Penelitian ini menjelaskan, (1) wujud LPKARSG, (2) struktur LPKARSG, (3) nilai budaya LPKARSG, (4) nilai fungsi LPKARSG, (5) pandangan masyarakat terhadap LPKARSG. Manfaat penelitian yaitu memberi informasi sejarah, menambah wawasan dan pengetahuan tentang folklor lisan, untuk referensi, sumber informasi dan dokumentasi. Metode yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif, dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Konsep legenda menggunakan konsep dari Danandjaja, konsep struktur legenda dari Nurgiyantoro, konsep nilai budaya dari Djamaris, konsep nilai fungsi dari Bascom dan Dundes dan konsep pandangan masyarakat dari Endraswara. Struktur legenda yaitu unsur intrinsik yang terdiri dari tema, tokoh, alur dan latar. Nilai budaya dalam legenda yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan alam dunia dan hubungan manusia dengan makluk sosial. Nilai fungsi legenda yaitu sebagai sistem proyeksi, sarana mengesahkan budaya, sarana pendidikan, sarana kendali sosial, sarana religi, sarana untuk sedekah, sarana mempererat persaudaraan dan sarana promosi budaya. Kata Kunci : Legenda, Folklor, Punden Ki Ageng Resi Saloko Gading